Share

Kehamilan Ayunda

Author: AgilRizkiani
last update Last Updated: 2025-02-15 13:32:36

Ayunda bukanlah wanita bodoh. Sejak pertama kali sadar dari koma, ia merasa ada sesuatu yang berbeda dalam tubuhnya. Awalnya, ia mencoba mengabaikannya, berpikir bahwa mungkin ini hanyalah efek dari terlalu lama terbaring tanpa gerakan. Namun, semakin hari, ia mulai menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak wajar.

Mual yang datang tiba-tiba, rasa lelah yang berlebihan, dan yang paling mengganggu—rasa nyeri di area intimnya.

Maka, saat Ardan pergi bekerja, Ayunda memutuskan untuk menemui dokter tanpa memberitahunya.

Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya dokter yang menanganinya datang dan memulai pemeriksaan. Ayunda merasa cemas, tapi ia harus tahu apa yang sebenarnya terjadi pada tubuhnya.

“Dok, area intim saya terasa nyeri … dan tadi pagi saya sempat merasa mual,” ucapnya, mencoba tetap tenang.

Dokter menatapnya sejenak, lalu mengangguk. “Baik, kita lakukan pemeriksaan lebih lanjut.”

Pemeriksaan berjalan cukup lama, dan Ayunda mulai merasa gelisah. Namun, apa yang terjadi selanjutnya jauh di luar dugaannya.

Dokter kembali dengan ekspresi sedikit ragu, seolah-olah mencoba mencari cara terbaik untuk menyampaikan kabar ini. “Ayunda … dari hasil pemeriksaan, ada sesuatu yang perlu saya sampaikan.”

Ayunda mengerutkan kening. “Ada apa, Dok?”

Dokter menarik napas dalam. “Selamat, Ayunda. Anda sedang hamil.”

Jantung Ayunda seolah berhenti berdetak. Ia menatap dokter dengan mata melebar, berusaha mencerna apa yang baru saja didengarnya.

“Hah? Tidak mungkin, Dok! Saya baru saja sadar dari koma!” suaranya terdengar panik.

Dokter tetap tenang. “Saya sudah melakukan pemeriksaan secara menyeluruh. Jika Anda ragu, kita bisa melakukan pemeriksaan ulang.”

Ayunda menggeleng, masih tidak percaya. Tubuhnya terasa lemas, seolah seluruh dunianya baru saja runtuh. Bagaimana mungkin ia hamil? Ia tidak pernah … tidak pernah disentuh oleh Mahesa.

Lalu, siapa ayah dari bayi ini?

Ayunda merasa tubuhnya gemetar. Ada sesuatu yang janggal, sesuatu yang belum ia pahami sepenuhnya. Namun, yang pasti … ada rahasia besar yang tersembunyi, dan ia harus mencari tahu kebenarannya.

Ataukah selama ini Mahesa pernah datang diam-diam dan menyentuhnya? Bukankah selama pacaran Mahesa selalu meminta itu. Apa Mahesa juga menyentuhnya saat ia tidak sadarkan diri?

Pikiran Ayunda berputar liar, mencoba mencari jawaban di antara kepingan ingatannya yang masih samar. Apakah mungkin Mahesa pernah datang diam-diam ke rumah sakit dan menyentuhnya?

Selama mereka masih berpacaran, Mahesa memang selalu menginginkan lebih. Ia sering meminta sesuatu yang tidak bisa Ayunda berikan. Tapi Ayunda selalu menolak, selalu menjaga dirinya. Ia berpikir bahwa pernikahan mereka akan mengubah segalanya, bahwa Mahesa akan menghormatinya setelah resmi menjadi istrinya.

Nyatanya, di malam pertama, Mahesa justru menghinanya. Ia bahkan menikahi wanita lain keesokan harinya. Jadi, mungkinkah pria itu pernah datang ke rumah sakit dan melakukan sesuatu saat ia tak berdaya?

Ayunda merasa dadanya sesak. Jika benar Mahesa yang menyentuhnya saat ia koma, itu artinya .…

Tidak! Ayunda menggelengkan kepala dengan kuat. Ia tidak ingin memercayai kemungkinan itu. Tapi jika bukan Mahesa, lalu siapa?

Tangannya bergetar saat ia menggenggam ujung gaunnya. Ada sesuatu yang belum ia pahami, sesuatu yang harus ia cari tahu.

Dengan napas berat, Ayunda menatap dokter yang masih berdiri di hadapannya. “Dok, apakah saya bisa mengetahui kapan tepatnya kehamilan ini terjadi?”

Dokter mengangguk. “Berdasarkan usia kandungan yang kami perkirakan, pembuahan terjadi sekitar tiga bulan yang lalu.”

Tiga bulan lalu?

Ayunda tercengang. Saat itu, ia masih dalam kondisi koma. Itu artinya… seseorang telah menyentuhnya ketika ia tidak sadarkan diri.

Ketakutan mulai merayapi tubuhnya. Ia harus mencari tahu kebenarannya, apa pun yang terjadi. Dan satu-satunya orang yang mungkin memiliki jawabannya adalah— Ardan.

Ayunda tidak memiliki ponsel, dan tubuhnya masih terasa lemah. Sejak pagi, rasa mual terus menghantuinya, membuatnya sulit berpikir jernih. Ia ingin segera mencari jawaban, ingin mengonfrontasi Ardan, tapi bahkan untuk berdiri lama pun rasanya melelahkan.

Tangannya meremas selimut di pangkuannya. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Pulang ke tempat Ardan dalam kondisi seperti ini rasanya hampir mustahil. Namun, ia juga tidak bisa diam saja, berpura-pura tidak tahu tentang kehamilan ini.

Dengan sisa tenaga, Ayunda menoleh ke arah dokter. “Dok, apakah saya bisa pulang hari ini?” tanyanya lemah.

Dokter menatapnya dengan ragu. “Kondisi Anda masih lemah, Ayunda. Saya sarankan untuk tetap beristirahat di sini setidaknya satu atau dua hari lagi. Selain itu, kita juga perlu melakukan beberapa pemeriksaan lanjutan untuk memastikan kesehatan Anda dan janin.”

Janin.

Ayunda menelan ludah. Kata itu masih terasa asing baginya. Ia belum siap mendengar bahwa ada kehidupan lain di dalam tubuhnya. Kehidupan yang ia sendiri tidak tahu berasal dari siapa.

Tapi ia juga sadar, ia tidak bisa lama-lama di rumah sakit. Ia harus segera pulang … harus bicara dengan Ardan.

“Baik, Dok. Saya akan istirahat dulu,” jawabnya akhirnya. Ia tahu, ia butuh waktu untuk menyusun pikirannya sebelum menghadapi kenyataan yang lebih besar.

Ayunda tidak bisa tenang. Pikirannya terus dipenuhi oleh pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab. Ia merasa harus mencari kepastian—dan satu-satunya tempat yang bisa memberinya jawaban adalah rumah Mahesa.

Sebuah ide gila muncul di kepalanya. Ia akan kabur dari rumah sakit dan langsung menemui Mahesa.

Tanpa membuang waktu, Ayunda mulai menyusun rencana. Ia menunggu hingga suasana di lorong rumah sakit sedikit lengang, lalu dengan hati-hati turun dari tempat tidur. Kakinya masih terasa lemah, tapi ia tidak peduli. Dengan sedikit tertatih, ia berjalan keluar dari kamar perawatannya.

Ia melirik ke kanan dan kiri, memastikan tidak ada suster atau satpam yang memperhatikannya. Lalu, dengan langkah cepat, ia menyelinap keluar dari rumah sakit.

Udara luar terasa dingin di kulitnya, tapi itu tidak menghentikannya. Ayunda tahu ia tidak membawa uang, tapi ia tetap melangkah ke tepi jalan dan menghentikan sebuah taksi.

Sopir taksi menatapnya ragu saat ia masuk. “Mbak, mau ke mana?”

Ayunda menyebutkan alamat rumah Mahesa—rumah yang dulu ia pikir akan menjadi tempat tinggalnya selamanya.

Sopir itu sempat mengernyit, mungkin heran karena Ayunda tidak terlihat seperti seseorang yang tinggal di lingkungan elite. “Mbak, bayarannya gimana?” tanyanya hati-hati.

Ayunda menggigit bibirnya, lalu berusaha tersenyum. “Nanti, seseorang di sana yang akan membayarnya.”

Sopir itu masih terlihat ragu, tapi akhirnya mengangguk dan mulai menjalankan mobil.

Sepanjang perjalanan, Ayunda menggenggam perutnya yang masih rata, mencoba memahami kenyataan bahwa ada kehidupan lain di dalam dirinya. Ia tidak tahu apa yang akan ia temui di rumah Mahesa. Apakah pria itu benar-benar pelakunya? Ataukah ada sesuatu yang lebih besar yang belum ia ketahui?

Tapi satu hal yang pasti, ia harus mendapatkan jawaban—sekalipun itu berarti membuka luka lama yang selama ini ia coba lupakan.

Namun saat taksi itu berhenti Ayunda juga melihat lelaki yang akan ia temui Tengah menggendong seorang anak perempuan kisaran usia 4 tahun dengan penuh tawa.

"Mahesa!!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Usai Bangun dari Koma   Pengakuan Terbesar

    Ayunda melangkah dengan sisa tenaga yang ia miliki. Tubuhnya lemah, tapi tekadnya lebih kuat dari sebelumnya. Orang-orang yang berada di sekitar rumah Mahesa menatapnya dengan ekspresi terkejut, seolah melihat hantu yang kembali dari kematian.Wajahnya pucat, tubuhnya kurus, dan tatapannya kosong. Namun, di balik kelemahan itu, ada kobaran amarah yang mulai menyala.Mahesa yang sedang berdiri di depan pintu, tampak membeku di tempatnya. Matanya membelalak saat melihat sosok Ayunda yang berjalan ke arahnya dengan langkah sempoyongan."Kamu masih hidup?"Suara Mahesa terdengar kaget, lebih banyak keterkejutan daripada kebahagiaan. Tidak ada kehangatan, tidak ada rasa rindu—hanya keterkejutan dan mungkin sedikit ketakutan.Ayunda tersenyum getir, matanya menyapu penampilan Mahesa yang tampak semakin menawan, semakin berwibawa. Sedangkan dirinya? Ia benar-benar seperti mayat hidup.“Aku pikir, setidaknya kamu akan menanyakan kabarku. Tapi ternyata … satu-satunya yang bisa keluar dari mulu

    Last Updated : 2025-02-15
  • Usai Bangun dari Koma   Tanggung Jawab?

    Di halaman itu seketika terasa mencekam. Wajah Mahesa memerah, matanya berkilat penuh emosi. Sementara itu, Ayunda menatap Ardan dengan keterkejutan yang sulit disembunyikan. “Kau bohong!” Mahesa menggeram, langkahnya maju dengan tangan terkepal. “Kau hanya ingin mempermalukanku!” Ardan tidak mundur. Dia justru berdiri lebih tegap, menatap Mahesa tanpa gentar. “Aku tidak pernah berbicara tanpa bukti, Mahesa.” Suaranya dingin, nyaris berbisik, tapi penuh keyakinan. Ayunda yang sejak tadi terpaku, akhirnya menggeleng lemah. “Ardan … apa maksud semua ini?” suaranya bergetar, antara bingung dan tidak percaya. Ardan menoleh, menatapnya dengan penuh kelembutan. “Aku tidak bisa diam saja melihatmu diperlakukan seperti ini. Aku tahu kebenaran yang selama ini disembunyikan, dan aku bersumpah akan melindungimu.” Mahesa mendengus, tertawa sinis. “Kau pikir aku akan membiarkanmu membawa wanita ini dan mempermalukank

    Last Updated : 2025-03-27
  • Usai Bangun dari Koma   Memori Luka

    Ardan mengetuk pintu kamar dengan ringan, menunggu hingga terdengar suara sahutan dari dalam. Sesaat kemudian, pintu terbuka, memperlihatkan Ayunda yang kini mengenakan pakaian bersih. “Dokter akan memeriksa keadaanmu dan juga .…” Ardan terdiam sejenak, ragu untuk melanjutkan kalimatnya. Apakah Ayunda akan mengizinkannya menyebut bahwa bayi yang dikandungnya adalah anaknya? Ayunda terkejut, refleks tangannya menyentuh perutnya yang masih datar. Tatapannya bertemu dengan Ardan, mencoba mencari kejujuran di matanya. Setelah beberapa detik yang terasa begitu panjang, ia mengangguk pelan, memberi izin. Ardan menghela napas lega. “Baiklah,” ucapnya singkat, lalu memberi isyarat kepada dokter yang sudah menunggu di belakangnya. Seorang dokter wanita melangkah masuk, diikuti beberapa perawat yang membawa perlengkapan medis. “Selamat malam, Nona Ayunda. Saya hanya akan melakukan pemeriksaan ringan untuk memastikan kondisi Anda dan

    Last Updated : 2025-03-27
  • Usai Bangun dari Koma   Diratukan?

    Ayunda terdiam. Selama ini, ia tidak pernah diperlakukan dengan begitu istimewa. Bahkan untuk makan saja, ia harus menyisihkan sebagian kecil dari upah buruh hariannya."Non, kenapa diam saja? Apakah makanannya tidak sesuai selera?" tanya seorang pelayan dengan nada hati-hati.Ayunda tersenyum getir. Sulit baginya membayangkan bahwa kini, di apartemen mewah ini, ada pelayan yang khusus disediakan hanya untuk mengurus dirinya."Maaf, Non. Jika makanannya tidak cocok, saya bisa menelepon koki agar memasak ulang," lanjut pelayan itu dengan sopan.Ayunda terbiasa menerima pisau dalam hidupnya—pengkhianatan, luka, dan penderitaan. Maka, ketika seseorang tiba-tiba menyodorkan bunga, ia tidak tahu bagaimana harus bereaksi. Pandangannya beralih ke dua pelayan yang berdiri di sisinya, seolah mengharap jawaban dari mereka.Saat itulah Ardan keluar dari kamar. Pria itu tampak rapi, namun alih-alih marah atau kesal melihat Ayunda yang membeku di meja

    Last Updated : 2025-03-27
  • Usai Bangun dari Koma   Kepedulian Ardan

    Ayunda melirik sekilas majalah tentang furnitur dan desain rumah impian yang tergeletak di meja. Namun, tangannya enggan membalik halaman. Hatinya masih dipenuhi ketakutan. Ia ingin memilih, ingin percaya, tapi bayangan masa lalu terlalu kuat menggema di pikirannya, menghambat langkahnya. Di seberang ruangan, dua pelayan hanya bisa saling bertukar pandang. Sejak tadi, Ayunda hanya duduk di sofa, menatap kosong ke layar televisi yang menyala tanpa benar-benar melihatnya. Namun, ketenangan itu hancur dalam sekejap. "Heh, dasar wanita murahan!" Suara lantang yang penuh amarah menggema di ruangan. Mahesa muncul dengan wajah merah padam, kemarahan terpancar jelas dari sorot matanya. Ia melangkah cepat ke arah Ayunda, lalu tanpa peringatan, menarik tangannya dengan kasar hingga Ayunda terpaksa berdiri. "Bisa-bisanya kamu menghasut Kak Ardan untuk membatalkan semua proyek kerja sama!" suaranya meledak, penuh tuduhan

    Last Updated : 2025-03-28
  • Usai Bangun dari Koma   Kecelakaan Itu

    Ayunda enggan menggenggam tangan Ardan, apalagi di hadapan banyak orang. Kini, mereka tengah memilih desain rumah yang telah disiapkan khusus oleh Ardan."Saya mau rumah yang besar, mewah, halamannya luas, serta keamanannya terjaga," ujar Ardan dengan nada tenang, seolah itu adalah hal paling mudah di dunia.Ayunda menatapnya lagi. Seberapa kaya sebenarnya lelaki ini?Begitu mudahnya ia membayar rumah tanpa sedikit pun mempermasalahkan harga. Sementara dirinya dulu bahkan harus berpikir dua kali sebelum membeli semangkuk bakso. Dan sekarang, ia berdiri di samping seseorang yang seolah memiliki jumlah nominal tak terbatas."Kamu tidak bertanya kenapa aku memilih rumah seperti ini?" tanya Ardan, melirik Ayunda yang masih terdiam.Ayunda mengerjap, menenangkan pikirannya. "Apa alasannya?"Ardan tersenyum kecil. "Karena aku ingin kamu merasa aman. Aku ingin rumah ini menjadi tempat di mana kau tidak perlu khawatir tentang apa pun."

    Last Updated : 2025-03-28
  • Usai Bangun dari Koma   Keterpurukan

    Ayunda menangis terisak-isak. Ia memegang perutnya, berusaha memastikan apakah benar anak yang ada dalam kandungannya sudah tiada. Anak yang keberadaannya baru beberapa hari ia ketahui, namun tetaplah darah dagingnya, bagian dari dirinya.Di lubuk hatinya yang terdalam, tersimpan begitu banyak harapan untuk anak itu. Kini, rasa takut menyelimutinya, begitu kuat hingga ia bahkan tak mampu mengungkapkannya dengan kata-kata.Hatinya semakin perih. Ayunda terisak lebih keras, tubuhnya bergetar dalam kesedihan yang tak tertahankan. Ia ingin menyangkal kenyataan, ingin percaya bahwa semuanya hanya mimpi buruk yang akan berakhir begitu ia membuka mata.Tapi perutnya terasa kosong. Terlalu kosong.Dengan tangan gemetar, ia mengusap lembut permukaannya, berharap ada keajaiban, berharap ia masih bisa merasakan kehidupan kecil di dalamnya. Namun, hening. Tak ada gerakan, tak ada tanda-tanda.Air matanya jatuh semakin deras. Bayangan-bayangan tentang

    Last Updated : 2025-03-28
  • Usai Bangun dari Koma   Tiga Tahun

    Tiga tahun berlalu, Ardan tersenyum simpul melihat Ayunda yang melangkah anggun dengan toga kebanggaannya."Hebat kamu, Ayunda!" Ardan tersenyum."Terima kasih, Ar. Semua ini berkat kamu," ujar Ayunda, matanya berbinar penuh rasa syukur.Dua manusia yang dulu terpuruk karena ulah orang lain akhirnya bisa bangkit karena saling menguatkan. Ardan dan Ayunda telah melewati masa-masa sulit, berjuang bersama, saling bahu-membahu untuk kehidupan yang lebih baik. Tiga tahun bukanlah waktu yang singkat, tetapi mereka membuktikan bahwa luka bisa sembuh, dan impian tetap bisa digapai."Mari kita rayakan wisudamu ini di hotel berbintang. Kita makan malam yang mewah," ajak Ardan.Ayunda mengangguk. Tangannya terulur hendak menggenggam tangan Ardan, tetapi lelaki itu lebih dulu melangkah.Ayunda terdiam. Mungkin selama ini, tanpa sadar, ia terlalu sering menolak. Dan sekarang, Ardan sudah terbiasa menjaga jarak. Apakah hati lelaki itu sudah be

    Last Updated : 2025-03-29

Latest chapter

  • Usai Bangun dari Koma   Tentang Ardan

    Mahesa awalnya berniat menghampiri ibunya dan ikut mencaci-maki, tetapi ia mengurungkan niatnya saat melihat Ayunda yang kini benar-benar berbeda. Ia tak menyangka bahwa wanita itu telah berubah begitu drastis—menjadi lebih berani daripada yang pernah ia bayangkan."Apa Ardan yang mengajarimu menjadi seperti ini? Dulu kau adalah wanita manis, lembut, dan mudah diinjak-injak tanpa perlawanan. Tapi sekarang ...."Mahesa merasa kesal. Dengan kondisinya yang lumpuh, ia kesulitan merencanakan cara untuk menyingkirkan Keyla dan membalas dendam kepada Ardan. Dulu, ia bahkan berhasil menyingkirkan anak mereka. Lalu, kenapa sekarang mereka kembali lagi?Tatapannya terus tertuju pada Ayunda. Kini, wanita itu bukan hanya berubah sikap, tetapi juga semakin cantik—terlebih dengan kariernya sebagai model ternama."Ah, kenapa dulu aku bisa menyia-nyiakannya?"Ayunda sudah melangkah meninggalkan dapur. Karena Bu Tari sudah dalam kebekuan tidak bisa menja

  • Usai Bangun dari Koma   Ayunda Badas

    Ardan menatap dalam-dalam ke mata Ayunda, seolah mencari keyakinan di balik kata-katanya. Hatinya masih dipenuhi kegelisahan, tapi ia tak ingin menunjukkan ketakutannya di depan wanita yang begitu ia cintai."Tentu saja, aku akan selalu melindungimu," jawab Ardan dengan suara yang mantap. "Tapi aku tetap tak bisa mengabaikan bahaya yang mengintai. Mahesa bukan orang sembarangan, dan Danu ... dia lebih licik dari yang kita duga."Ayunda tersenyum lembut, mencoba menenangkan kegundahan suaminya. Ia mengusap pipi Ardan dengan penuh kasih sayang. "Kita sudah melalui banyak hal bersama, Ar. Ini bukan pertama kalinya kita dihadapkan pada situasi sulit. Aku percaya padamu."Ardan menghela napas panjang. Ia tahu Ayunda selalu kuat, tapi kali ini situasinya berbeda. Mahesa dan Danu bukan lawan yang bisa diremehkan. Jika mereka benar-benar merencanakan sesuatu, maka ia harus lebih waspada dari sebelumnya."Baiklah," kata Ardan akhirnya. "Aku akan mencari ta

  • Usai Bangun dari Koma   Ketakutan Lagi

    Ardan memperhatikan ponsel Ayunda yang bergetar di kursi mobil. Nama Mahesa terpampang jelas di layar, membuat hatinya tiba-tiba terasa sesak.Ayunda yang baru saja hendak masuk ke dalam studio berhenti sejenak, menyadari bahwa ia lupa membawa ponselnya. Dengan langkah ringan, ia kembali ke mobil dan membuka pintu."Handphone-ku," ujarnya singkat sambil meraihnya dari jok.Ardan tetap diam, hanya memperhatikan istrinya dengan tatapan penuh arti. Namun, saat Ayunda melihat nama di layar ponselnya, ia hanya tersenyum kecil sebelum menekan tombol ignore."Kenapa nggak diangkat?" tanya Ardan, mencoba terdengar biasa saja.Ayunda memasukkan ponselnya ke dalam tas dan menatap suaminya. "Untuk apa? Aku bilang tadi, aku lebih suka melihat Mahesa menderita lebih lama."Ardan tidak yakin apakah jawaban itu benar-benar tulus, atau hanya Ayunda mencoba menutupi sesuatu. Namun, ia memilih untuk tidak bertanya lebih jauh."Aku akan me

  • Usai Bangun dari Koma   Pertengkaran Keluarga Mahesa

    Ayunda sudah siap dengan pakaian rapi yang sangat cocok untuknya. Terlebih lagi, penampilannya semakin anggun dengan balutan tas mewah serta perhiasan sederhana, namun tetap memancarkan aura kecantikan yang elegan—seperti seorang wanita berkelas.Ardan sengaja meluangkan waktu untuk menemani Ayunda seharian, terutama saat tidak ada pekerjaan. Apalagi jika Ayunda menjalani sesi pemotretan untuk produk baru. Bukan karena ia tidak percaya kepada Ayunda, melainkan karena ia ingin selalu berada di dekatnya. Meskipun Ayunda memiliki seorang asisten, Ardan lebih suka jika dirinya sendiri yang menemani.Baru saja mereka menuruni anak tangga terakhir, terdengar keributan dari halaman. Di sana, terlihat Mawar dan Kayla sedang bertengkar hebat."Kamu yang nggak tahu diri! Dasar, sudah menumpang tapi sok-sokan bertingkah seperti tuan rumah!" bentak Mawar.Pakaian keduanya sudah acak-acakan, menandakan bahwa sebelum Ayunda dan Ardan turun, pertengkaran itu mun

  • Usai Bangun dari Koma   Keberanian Ayunda

    "Cerdas, Oma suka pemikiran wanita seperti ini.""Wanita memang harus independen," ujar Oma Ola.Mawar merasa tersinggung. Selama ini, ia hanya menghamburkan uang tanpa berpikir panjang.Keyla terdiam. Bukan hanya kekayaan, keluarga Atmaja juga menginginkan seseorang yang cerdas. Ia menunduk malu.Oma Ola menyesap tehnya dengan tenang, sementara suasana di ruangan itu menjadi sedikit canggung. Mawar berusaha menata perasaannya, mencoba meyakinkan diri bahwa ucapannya tadi tidak ditujukan untuk menyindirnya.Keyla masih menunduk, pikirannya berkecamuk. Ia merasa seakan dinilai dan diukur berdasarkan standar yang selama ini tidak pernah ia pikirkan."Kalian masih muda," lanjut Oma Ola, menatap mereka satu per satu. "Jangan sampai hidup kalian hanya bergantung pada harta tanpa memiliki nilai lebih. Dunia ini luas, banyak hal yang bisa kalian capai dengan usaha dan kecerdasan sendiri."Mawar menggigit bibirnya, merasa semaki

  • Usai Bangun dari Koma   Meja Makan

    Makan malam pertama di kediaman Atmaja berlangsung dengan penuh ketegangan. Seluruh anggota keluarga hadir, termasuk Mahesa, yang kini sudah diperbolehkan pulang meski harus menggunakan kursi roda. Ia tetap duduk di meja makan, ikut serta dalam kebersamaan yang terasa dingin.Ayunda duduk di sebelah Ardan, sementara Bu Tari sibuk menyiapkan makanan untuk suaminya. Setelahnya, Ayunda dengan tenang menyiapkan makanan untuk Ardan. Gerak-geriknya menjadi pusat perhatian, seolah setiap tindakan yang ia lakukan harus dinilai dan dikomentari.Mahesa, yang duduk di seberang, menatapnya dengan tajam, sorot matanya penuh kemarahan yang tidak tersamarkan."Lakukan apa pun sesukamu," suara Bu Tari tiba-tiba memecah kesunyian. "Tapi sikap makanmu yang manis itu tidak akan pernah menghapus fakta bahwa kamu hanyalah seorang wanita miskin."Ardan yang mendengar itu langsung menatap ibunya dengan sorot tajam, jelas tidak terima. Namun, sebelum ia sempat membuka mu

  • Usai Bangun dari Koma   Sikap Ayunda

    Ayunda tersenyum. Sudah cukup penderitaan yang ia alami selama ini. Sekarang, saatnya ia bangkit dan melawan siapa pun yang berani menyakitinya. Apalagi, ia memiliki Ar dan sang suami—dua orang yang benar-benar menyayanginya sepenuh hati."Kamu pikir aku akan takut dengan ancaman seperti ini? Hidupku dulu jauh lebih parah, dan aku sudah tidak takut mati lagi."Dengan senyum merekah, Ayunda melangkah keluar dari kamar. Ia tidak gentar tinggal di tempat ini—mental dan tekadnya sudah ia siapkan habis-habisan. Tidak akan ada lagi yang bisa menjatuhkannya.Baru saja keluar, pandangannya langsung tertuju pada Mawar yang tengah mengurus anaknya. Tak lama kemudian, Bu Tari muncul dari balik pintu, menatapnya dengan sinis.Tanpa menghiraukan tatapan itu, Ayunda menuangkan air ke dalam gelas, lalu meminumnya perlahan. Tatapannya kosong, tapi hatinya sudah bulat.Setelah meneguk air, Ayunda meletakkan gelasnya dengan tenang. Ia bisa merasakan atmosf

  • Usai Bangun dari Koma   Kembali Ke Rumah Atmaja

    "Lebih tepatnya, kau bukan darah dagingku!" seru Tuan Surya, suaranya tegas namun penuh emosi."Kamu adalah anak kakakku, Ardan. Victoria."Ardan terpaku. Kata-kata itu bergema di kepalanya, menghantamnya lebih keras dari apa pun yang pernah ia bayangkan. Di usianya yang telah menginjak 35 tahun, ia baru mengetahui kebenaran ini."Surya!" Oma Ola berseru dengan nada marah, wajahnya memerah menahan emosi.Tuan Surya menoleh tajam ke arah ibunya. "Sudah saatnya dia tahu! Sudah saatnya dia sadar akan siapa dirinya sebenarnya!"Ardan merasakan dunia seakan berputar. Dadanya sesak, seolah udara di ruangan itu menghilang. Ia menatap Tuan Surya dengan mata yang penuh kebingungan dan keterkejutan."Tidak ... Itu tidak mungkin." suaranya nyaris berbisik.Oma Ola melangkah maju, tangannya gemetar. "Surya, kau seharusnya tidak mengatakannya dengan cara seperti ini.""Cara seperti ini?" Tuan Surya mendengus. "Berapa lama la

  • Usai Bangun dari Koma   Oma Ola?

    "Setelah tiga tahun menghilang, kamu kembali hanya untuk membawa masalah baru, Ardan?" suara Tuan Surya terdengar tajam, penuh tekanan.Mereka semua kini berdiri di lobi rumah sakit. Mahesa masih tak sadarkan diri setelah dilarikan ke UGD. Mawar, istrinya, duduk dengan wajah murung, matanya terus melirik ke arah Keyla—wanita yang tadi menuntut pertanggungjawaban Mahesa. Kehadirannya hanya menambah beban pikiran Mawar, seolah memberi tamparan bahwa suaminya telah berkhianat secara terang-terangan.Di luar rumah sakit, para wartawan sudah berkerumun, siap mengabadikan setiap momen dari skandal keluarga Atmaja. Ini bukan sekadar berita biasa—ini adalah kejatuhan keluarga yang selama ini dianggap sempurna.Ardan menatap ayahnya tanpa gentar. "Aku tidak datang membawa masalah baru, Ayah. Aku hanya ingin menikmati hidupku. Kehancuran Mahesa bukan salahku—itu akibat dari kebodohan dan kecerobohannya sendiri."Tuan Surya mendengus, menatap putranya seakan

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status