Share

Pengakuan Terbesar

Penulis: AgilRizkiani
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-15 14:04:33

Ayunda melangkah dengan sisa tenaga yang ia miliki. Tubuhnya lemah, tapi tekadnya lebih kuat dari sebelumnya. Orang-orang yang berada di sekitar rumah Mahesa menatapnya dengan ekspresi terkejut, seolah melihat hantu yang kembali dari kematian.

Wajahnya pucat, tubuhnya kurus, dan tatapannya kosong. Namun, di balik kelemahan itu, ada kobaran amarah yang mulai menyala.

Mahesa yang sedang berdiri di depan pintu, tampak membeku di tempatnya. Matanya membelalak saat melihat sosok Ayunda yang berjalan ke arahnya dengan langkah sempoyongan.

"Kamu masih hidup?"

Suara Mahesa terdengar kaget, lebih banyak keterkejutan daripada kebahagiaan. Tidak ada kehangatan, tidak ada rasa rindu—hanya keterkejutan dan mungkin sedikit ketakutan.

Ayunda tersenyum getir, matanya menyapu penampilan Mahesa yang tampak semakin menawan, semakin berwibawa. Sedangkan dirinya? Ia benar-benar seperti mayat hidup.

“Aku pikir, setidaknya kamu akan menanyakan kabarku. Tapi ternyata … satu-satunya yang bisa keluar dari mulutmu hanyalah ‘kamu masih hidup’,” suaranya lemah, tapi ada luka mendalam di dalamnya.

Mahesa menelan ludah, lalu dengan cepat memasang wajah dingin. “Kenapa kamu ke sini?”

Ayunda tertawa kecil, tapi suaranya terdengar getir. “Kenapa aku ke sini? Aku ingin bertanya sesuatu padamu, Mahesa .…” Tatapannya berubah tajam. “Apakah selama aku koma, kau pernah menyentuhku?”

Raut wajah Mahesa berubah seketika. Matanya melebar, tapi ia segera menguasai dirinya. “Apa maksudmu? Jangan bicara yang tidak-tidak, Ayunda.”

Ayunda semakin mempersempit jarak di antara mereka. Napasnya bergetar, bukan karena lelah, tapi karena emosinya yang mulai menggelegak.

"Aku hamil, Mahesa."

Suasana langsung membeku. Beberapa orang yang berada di sekitar mereka tampak saling berbisik, mencoba memahami situasi yang baru saja terungkap.

Mahesa menegang, ekspresi wajahnya sulit ditebak. Lalu, tiba-tiba terdengar suara lain dari dalam rumah.

"Sayang, kenapa ribut-ribut di depan?"

Seorang wanita dengan perut buncit keluar dari dalam rumah. Wanita itu tampak anggun, mengenakan gaun mewah, dan wajahnya memancarkan kebahagiaan.

Ayunda mengenal wanita itu. Dia adalah istri Mahesa—wanita yang dinikahinya sehari setelah ia menikahi Ayunda.

Saat mata mereka bertemu, Ayunda merasa dunianya runtuh sekali lagi. Tapi kali ini, ia sudah siap. Ia sudah tidak bisa lagi mundur.

Sekarang, ia harus mendapatkan jawaban. Apa pun yang terjadi.

"Aku, hamil Mahesa!"

Mahesa tertawa terlebar. "Jangan gila kamu aku tidak pernah datang menjengukmu bagaimana kamu bisa hamil dasar wanita murahan!"

"Kamu adalah wanita paling naif yang pernah aku tahu. Kamu bangun dari koma lalu hamil dan memintaku untuk bertanggung jawab?"

Ayunda merasa seakan seluruh dunia runtuh mendengar kata-kata Mahesa. Tawa lelaki itu terdengar begitu sinis, begitu kejam.

"Apa?" Ayunda berusaha menahan amarah yang mulai membakar di dadanya. "Kamu bilang aku wanita murahan? Kau yang menghinaku, Mahesa! Kau yang menghancurkan hidupku!"

Mahesa menatapnya dengan tatapan penuh kebencian. "Jangan coba-coba membuat drama, Ayunda. Aku tidak pernah menjengukmu, bahkan tidak pernah memikirkanmu sejak aku menikah dengan wanita yang lebih pantas untukku. Kau hanya beban, dan kini kau datang dengan membawa kebohongan besar tentang kehamilan ini?"

Ayunda merasa hatinya seperti disayat, tetapi ia tetap berdiri tegak, menatap Mahesa dengan mata yang penuh keteguhan. “Aku mungkin telah diperlakukan seperti sampah olehmu, tapi tidak dengan anak ini. Anak ini tidak ada hubungannya dengan kebohongan yang kau katakan.”

Wanita itu memandang Ayunda dengan pandangan heran. "Siapa dia?"

Mahesa menyeringai, mencoba meredakan ketegangan. "Ini hanya masalah lama, sayang. Wanita ini hanya datang untuk mencari perhatian. Biarkan saja, dia akan pergi sebentar lagi."

Ayunda menatap Mahesa dengan mata yang penuh luka. "Tidak, Mahesa. Aku datang ke sini untuk mencari jawaban. Aku tidak akan pergi sebelum aku tahu siapa yang benar-benar bertanggung jawab atas apa yang terjadi padaku selama ini."

Wanita itu mengerutkan kening, lalu berpaling ke Mahesa dengan cemas. "Tunggu, Mahesa, apa yang sedang kamu bicarakan?"

Ayunda tidak bisa lagi menahan air mata yang menggenang di matanya. Semua kata-kata yang keluar dari mulut Mahesa terasa begitu pedih, tetapi ia tahu bahwa ini adalah momen terakhirnya untuk mencari keadilan. Tidak ada lagi yang bisa ia harapkan dari Mahesa—ia hanya ingin tahu kebenarannya.

"Apa kau juga yang melakukan ini padaku, Mahesa? Apa kau yang membuatku hamil, bahkan saat aku tidak bisa melawan?" Ayunda bertanya dengan suara penuh kepedihan.

Sebuah tamparan keras menghantam pipi Ayunda, membuat tubuhnya tergoyah, namun ia tetap berdiri. Rasa sakit di pipinya seolah tidak sebanding dengan luka yang ada di dalam hatinya. Mahesa menatapnya dengan penuh kebencian, seolah semua yang terjadi adalah salahnya, meski kenyataannya adalah dia yang tak tahu diri.

"Jangan pernah biarkan wanita ini memasuki rumah!" perintah Mahesa dengan nada dingin, menunjuk ke arah Ayunda.

Ayunda merasa tubuhnya semakin lemah, namun keteguhan hatinya tidak goyah. Ia tidak takut lagi pada Mahesa, tidak peduli apa yang dia katakan. Namun, saat Mahesa memanggil keamanan, Ayunda tahu saatnya untuk pergi—atau setidaknya bertahan.

Tiba-tiba, sebuah mobil berhenti di depan gerbang rumah. Seorang pria dengan langkah cepat keluar dari dalam mobil dan berlari menuju Ayunda. Tanpa ragu, ia merangkul tubuh Ayunda dengan penuh kekuatan dan kehangatan, seolah memberikan perlindungan yang sangat Ayunda butuhkan.

"Tidak ada seorangpun yang boleh mengusirnya!" suara Ardan terdengar lantang dan tegas, seakan menantang siapapun yang mencoba menghalangi.

"Apa maksudmu, Kak? Ayunda itu bukan siapa-siapa bagiku. Ayunda sudah mati lima tahun yang lalu," ungkap Mahesa dengan nada tinggi, terlihat marah.

"Selain anggota keluarga, tidak ada yang boleh tinggal di rumah ini!" lanjut Mahesa dengan suara penuh perintah, seakan meremehkan keberadaan Ayunda.

Ardan hanya tersenyum kecil, namun senyum itu penuh dengan keyakinan dan ketegasan. "Jika Ayunda memang bukan siapa-siapa di sini," ujarnya dengan suara tegas, "maka dia adalah calon istriku!"

Ucapan Ardan bagaikan petir di siang bolong, membuat semua orang di sekitar mereka terdiam seketika, tercengang mendengar pernyataan yang sangat mengejutkan itu.

"Dia wanita murahan! Bangun dari koma, dan dia justru memintaku bertanggung jawab atas kehamilannya!" kata Mahesa dengan nada penuh kemarahan.

Ardan tak tinggal diam. Dengan suara lantang dan tegas, dia menjawab, "Ya, anak yang sedang dia kandung dari wanita yang kau sebut murahan itu adalah anakku, Mahesa!"

Bukan hanya Mahesa yang terkejut, Ayunda pun sangat terkejut. Tubuhnya yang semula berada dalam pelukan Ardan, tiba-tiba menjauh, seolah tidak menyangka dengan apa yang baru saja ia dengar.

Mahesa tertawa sinis. "Kamu memang sejak dulu seleranya selalu rendah. Sekarang, kamu justru menginginkan bekas istriku?" katanya dengan nada merendahkan.

"Bekas istri yang tidak pernah kamu sentuh, karena aku yang sudah merenggut keperawanannya!" ujar Ardan dengan suara penuh amarah, menatap Mahesa dengan tajam.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Usai Bangun dari Koma   Tanggung Jawab?

    Di halaman itu seketika terasa mencekam. Wajah Mahesa memerah, matanya berkilat penuh emosi. Sementara itu, Ayunda menatap Ardan dengan keterkejutan yang sulit disembunyikan. “Kau bohong!” Mahesa menggeram, langkahnya maju dengan tangan terkepal. “Kau hanya ingin mempermalukanku!” Ardan tidak mundur. Dia justru berdiri lebih tegap, menatap Mahesa tanpa gentar. “Aku tidak pernah berbicara tanpa bukti, Mahesa.” Suaranya dingin, nyaris berbisik, tapi penuh keyakinan. Ayunda yang sejak tadi terpaku, akhirnya menggeleng lemah. “Ardan … apa maksud semua ini?” suaranya bergetar, antara bingung dan tidak percaya. Ardan menoleh, menatapnya dengan penuh kelembutan. “Aku tidak bisa diam saja melihatmu diperlakukan seperti ini. Aku tahu kebenaran yang selama ini disembunyikan, dan aku bersumpah akan melindungimu.” Mahesa mendengus, tertawa sinis. “Kau pikir aku akan membiarkanmu membawa wanita ini dan mempermalukank

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-27
  • Usai Bangun dari Koma   Memori Luka

    Ardan mengetuk pintu kamar dengan ringan, menunggu hingga terdengar suara sahutan dari dalam. Sesaat kemudian, pintu terbuka, memperlihatkan Ayunda yang kini mengenakan pakaian bersih. “Dokter akan memeriksa keadaanmu dan juga .…” Ardan terdiam sejenak, ragu untuk melanjutkan kalimatnya. Apakah Ayunda akan mengizinkannya menyebut bahwa bayi yang dikandungnya adalah anaknya? Ayunda terkejut, refleks tangannya menyentuh perutnya yang masih datar. Tatapannya bertemu dengan Ardan, mencoba mencari kejujuran di matanya. Setelah beberapa detik yang terasa begitu panjang, ia mengangguk pelan, memberi izin. Ardan menghela napas lega. “Baiklah,” ucapnya singkat, lalu memberi isyarat kepada dokter yang sudah menunggu di belakangnya. Seorang dokter wanita melangkah masuk, diikuti beberapa perawat yang membawa perlengkapan medis. “Selamat malam, Nona Ayunda. Saya hanya akan melakukan pemeriksaan ringan untuk memastikan kondisi Anda dan

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-27
  • Usai Bangun dari Koma   Diratukan?

    Ayunda terdiam. Selama ini, ia tidak pernah diperlakukan dengan begitu istimewa. Bahkan untuk makan saja, ia harus menyisihkan sebagian kecil dari upah buruh hariannya."Non, kenapa diam saja? Apakah makanannya tidak sesuai selera?" tanya seorang pelayan dengan nada hati-hati.Ayunda tersenyum getir. Sulit baginya membayangkan bahwa kini, di apartemen mewah ini, ada pelayan yang khusus disediakan hanya untuk mengurus dirinya."Maaf, Non. Jika makanannya tidak cocok, saya bisa menelepon koki agar memasak ulang," lanjut pelayan itu dengan sopan.Ayunda terbiasa menerima pisau dalam hidupnya—pengkhianatan, luka, dan penderitaan. Maka, ketika seseorang tiba-tiba menyodorkan bunga, ia tidak tahu bagaimana harus bereaksi. Pandangannya beralih ke dua pelayan yang berdiri di sisinya, seolah mengharap jawaban dari mereka.Saat itulah Ardan keluar dari kamar. Pria itu tampak rapi, namun alih-alih marah atau kesal melihat Ayunda yang membeku di meja

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-27
  • Usai Bangun dari Koma   Kepedulian Ardan

    Ayunda melirik sekilas majalah tentang furnitur dan desain rumah impian yang tergeletak di meja. Namun, tangannya enggan membalik halaman. Hatinya masih dipenuhi ketakutan. Ia ingin memilih, ingin percaya, tapi bayangan masa lalu terlalu kuat menggema di pikirannya, menghambat langkahnya. Di seberang ruangan, dua pelayan hanya bisa saling bertukar pandang. Sejak tadi, Ayunda hanya duduk di sofa, menatap kosong ke layar televisi yang menyala tanpa benar-benar melihatnya. Namun, ketenangan itu hancur dalam sekejap. "Heh, dasar wanita murahan!" Suara lantang yang penuh amarah menggema di ruangan. Mahesa muncul dengan wajah merah padam, kemarahan terpancar jelas dari sorot matanya. Ia melangkah cepat ke arah Ayunda, lalu tanpa peringatan, menarik tangannya dengan kasar hingga Ayunda terpaksa berdiri. "Bisa-bisanya kamu menghasut Kak Ardan untuk membatalkan semua proyek kerja sama!" suaranya meledak, penuh tuduhan

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-28
  • Usai Bangun dari Koma   Kecelakaan Itu

    Ayunda enggan menggenggam tangan Ardan, apalagi di hadapan banyak orang. Kini, mereka tengah memilih desain rumah yang telah disiapkan khusus oleh Ardan."Saya mau rumah yang besar, mewah, halamannya luas, serta keamanannya terjaga," ujar Ardan dengan nada tenang, seolah itu adalah hal paling mudah di dunia.Ayunda menatapnya lagi. Seberapa kaya sebenarnya lelaki ini?Begitu mudahnya ia membayar rumah tanpa sedikit pun mempermasalahkan harga. Sementara dirinya dulu bahkan harus berpikir dua kali sebelum membeli semangkuk bakso. Dan sekarang, ia berdiri di samping seseorang yang seolah memiliki jumlah nominal tak terbatas."Kamu tidak bertanya kenapa aku memilih rumah seperti ini?" tanya Ardan, melirik Ayunda yang masih terdiam.Ayunda mengerjap, menenangkan pikirannya. "Apa alasannya?"Ardan tersenyum kecil. "Karena aku ingin kamu merasa aman. Aku ingin rumah ini menjadi tempat di mana kau tidak perlu khawatir tentang apa pun."

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-28
  • Usai Bangun dari Koma   Keterpurukan

    Ayunda menangis terisak-isak. Ia memegang perutnya, berusaha memastikan apakah benar anak yang ada dalam kandungannya sudah tiada. Anak yang keberadaannya baru beberapa hari ia ketahui, namun tetaplah darah dagingnya, bagian dari dirinya.Di lubuk hatinya yang terdalam, tersimpan begitu banyak harapan untuk anak itu. Kini, rasa takut menyelimutinya, begitu kuat hingga ia bahkan tak mampu mengungkapkannya dengan kata-kata.Hatinya semakin perih. Ayunda terisak lebih keras, tubuhnya bergetar dalam kesedihan yang tak tertahankan. Ia ingin menyangkal kenyataan, ingin percaya bahwa semuanya hanya mimpi buruk yang akan berakhir begitu ia membuka mata.Tapi perutnya terasa kosong. Terlalu kosong.Dengan tangan gemetar, ia mengusap lembut permukaannya, berharap ada keajaiban, berharap ia masih bisa merasakan kehidupan kecil di dalamnya. Namun, hening. Tak ada gerakan, tak ada tanda-tanda.Air matanya jatuh semakin deras. Bayangan-bayangan tentang

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-28
  • Usai Bangun dari Koma   Tiga Tahun

    Tiga tahun berlalu, Ardan tersenyum simpul melihat Ayunda yang melangkah anggun dengan toga kebanggaannya."Hebat kamu, Ayunda!" Ardan tersenyum."Terima kasih, Ar. Semua ini berkat kamu," ujar Ayunda, matanya berbinar penuh rasa syukur.Dua manusia yang dulu terpuruk karena ulah orang lain akhirnya bisa bangkit karena saling menguatkan. Ardan dan Ayunda telah melewati masa-masa sulit, berjuang bersama, saling bahu-membahu untuk kehidupan yang lebih baik. Tiga tahun bukanlah waktu yang singkat, tetapi mereka membuktikan bahwa luka bisa sembuh, dan impian tetap bisa digapai."Mari kita rayakan wisudamu ini di hotel berbintang. Kita makan malam yang mewah," ajak Ardan.Ayunda mengangguk. Tangannya terulur hendak menggenggam tangan Ardan, tetapi lelaki itu lebih dulu melangkah.Ayunda terdiam. Mungkin selama ini, tanpa sadar, ia terlalu sering menolak. Dan sekarang, Ardan sudah terbiasa menjaga jarak. Apakah hati lelaki itu sudah be

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-29
  • Usai Bangun dari Koma   Kehancuran Mahesa

    Kedua pasangan itu menyaksikan pesta ulang tahun seorang gadis mungil yang berlangsung meriah dengan nuansa pink. Balon-balon memenuhi ruangan, tawa anak-anak menggema, dan para tamu menikmati hidangan yang disajikan dengan mewah.Namun, suasana berubah tegang ketika seorang wanita bergaun merah masuk dengan ekspresi marah. Matanya penuh emosi, dan suaranya menggema di ruangan yang sebelumnya dipenuhi keceriaan."Aku hamil! Kamu seharusnya bertanggung jawab, bukan bersenang-senang di sini!" serunya lantang.Semua mata tertuju pada Mahesa, lelaki yang disebut wanita itu. Namun, bukannya menunjukkan rasa bersalah, Mahesa justru mengangkat tangannya dengan ekspresi bosan. Dengan kekuasaannya, ia memberi isyarat kepada petugas keamanan untuk mengusir wanita itu.Wanita itu meronta, berusaha bertahan, tapi akhirnya dia terseret keluar. Namun, dia tidak menyerah begitu saja. Beberapa menit kemudian, dia kembali lagi, menerobos kerumunan, dan kali ini su

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-29

Bab terbaru

  • Usai Bangun dari Koma   Tentang Ardan

    Mahesa awalnya berniat menghampiri ibunya dan ikut mencaci-maki, tetapi ia mengurungkan niatnya saat melihat Ayunda yang kini benar-benar berbeda. Ia tak menyangka bahwa wanita itu telah berubah begitu drastis—menjadi lebih berani daripada yang pernah ia bayangkan."Apa Ardan yang mengajarimu menjadi seperti ini? Dulu kau adalah wanita manis, lembut, dan mudah diinjak-injak tanpa perlawanan. Tapi sekarang ...."Mahesa merasa kesal. Dengan kondisinya yang lumpuh, ia kesulitan merencanakan cara untuk menyingkirkan Keyla dan membalas dendam kepada Ardan. Dulu, ia bahkan berhasil menyingkirkan anak mereka. Lalu, kenapa sekarang mereka kembali lagi?Tatapannya terus tertuju pada Ayunda. Kini, wanita itu bukan hanya berubah sikap, tetapi juga semakin cantik—terlebih dengan kariernya sebagai model ternama."Ah, kenapa dulu aku bisa menyia-nyiakannya?"Ayunda sudah melangkah meninggalkan dapur. Karena Bu Tari sudah dalam kebekuan tidak bisa menja

  • Usai Bangun dari Koma   Ayunda Badas

    Ardan menatap dalam-dalam ke mata Ayunda, seolah mencari keyakinan di balik kata-katanya. Hatinya masih dipenuhi kegelisahan, tapi ia tak ingin menunjukkan ketakutannya di depan wanita yang begitu ia cintai."Tentu saja, aku akan selalu melindungimu," jawab Ardan dengan suara yang mantap. "Tapi aku tetap tak bisa mengabaikan bahaya yang mengintai. Mahesa bukan orang sembarangan, dan Danu ... dia lebih licik dari yang kita duga."Ayunda tersenyum lembut, mencoba menenangkan kegundahan suaminya. Ia mengusap pipi Ardan dengan penuh kasih sayang. "Kita sudah melalui banyak hal bersama, Ar. Ini bukan pertama kalinya kita dihadapkan pada situasi sulit. Aku percaya padamu."Ardan menghela napas panjang. Ia tahu Ayunda selalu kuat, tapi kali ini situasinya berbeda. Mahesa dan Danu bukan lawan yang bisa diremehkan. Jika mereka benar-benar merencanakan sesuatu, maka ia harus lebih waspada dari sebelumnya."Baiklah," kata Ardan akhirnya. "Aku akan mencari ta

  • Usai Bangun dari Koma   Ketakutan Lagi

    Ardan memperhatikan ponsel Ayunda yang bergetar di kursi mobil. Nama Mahesa terpampang jelas di layar, membuat hatinya tiba-tiba terasa sesak.Ayunda yang baru saja hendak masuk ke dalam studio berhenti sejenak, menyadari bahwa ia lupa membawa ponselnya. Dengan langkah ringan, ia kembali ke mobil dan membuka pintu."Handphone-ku," ujarnya singkat sambil meraihnya dari jok.Ardan tetap diam, hanya memperhatikan istrinya dengan tatapan penuh arti. Namun, saat Ayunda melihat nama di layar ponselnya, ia hanya tersenyum kecil sebelum menekan tombol ignore."Kenapa nggak diangkat?" tanya Ardan, mencoba terdengar biasa saja.Ayunda memasukkan ponselnya ke dalam tas dan menatap suaminya. "Untuk apa? Aku bilang tadi, aku lebih suka melihat Mahesa menderita lebih lama."Ardan tidak yakin apakah jawaban itu benar-benar tulus, atau hanya Ayunda mencoba menutupi sesuatu. Namun, ia memilih untuk tidak bertanya lebih jauh."Aku akan me

  • Usai Bangun dari Koma   Pertengkaran Keluarga Mahesa

    Ayunda sudah siap dengan pakaian rapi yang sangat cocok untuknya. Terlebih lagi, penampilannya semakin anggun dengan balutan tas mewah serta perhiasan sederhana, namun tetap memancarkan aura kecantikan yang elegan—seperti seorang wanita berkelas.Ardan sengaja meluangkan waktu untuk menemani Ayunda seharian, terutama saat tidak ada pekerjaan. Apalagi jika Ayunda menjalani sesi pemotretan untuk produk baru. Bukan karena ia tidak percaya kepada Ayunda, melainkan karena ia ingin selalu berada di dekatnya. Meskipun Ayunda memiliki seorang asisten, Ardan lebih suka jika dirinya sendiri yang menemani.Baru saja mereka menuruni anak tangga terakhir, terdengar keributan dari halaman. Di sana, terlihat Mawar dan Kayla sedang bertengkar hebat."Kamu yang nggak tahu diri! Dasar, sudah menumpang tapi sok-sokan bertingkah seperti tuan rumah!" bentak Mawar.Pakaian keduanya sudah acak-acakan, menandakan bahwa sebelum Ayunda dan Ardan turun, pertengkaran itu mun

  • Usai Bangun dari Koma   Keberanian Ayunda

    "Cerdas, Oma suka pemikiran wanita seperti ini.""Wanita memang harus independen," ujar Oma Ola.Mawar merasa tersinggung. Selama ini, ia hanya menghamburkan uang tanpa berpikir panjang.Keyla terdiam. Bukan hanya kekayaan, keluarga Atmaja juga menginginkan seseorang yang cerdas. Ia menunduk malu.Oma Ola menyesap tehnya dengan tenang, sementara suasana di ruangan itu menjadi sedikit canggung. Mawar berusaha menata perasaannya, mencoba meyakinkan diri bahwa ucapannya tadi tidak ditujukan untuk menyindirnya.Keyla masih menunduk, pikirannya berkecamuk. Ia merasa seakan dinilai dan diukur berdasarkan standar yang selama ini tidak pernah ia pikirkan."Kalian masih muda," lanjut Oma Ola, menatap mereka satu per satu. "Jangan sampai hidup kalian hanya bergantung pada harta tanpa memiliki nilai lebih. Dunia ini luas, banyak hal yang bisa kalian capai dengan usaha dan kecerdasan sendiri."Mawar menggigit bibirnya, merasa semaki

  • Usai Bangun dari Koma   Meja Makan

    Makan malam pertama di kediaman Atmaja berlangsung dengan penuh ketegangan. Seluruh anggota keluarga hadir, termasuk Mahesa, yang kini sudah diperbolehkan pulang meski harus menggunakan kursi roda. Ia tetap duduk di meja makan, ikut serta dalam kebersamaan yang terasa dingin.Ayunda duduk di sebelah Ardan, sementara Bu Tari sibuk menyiapkan makanan untuk suaminya. Setelahnya, Ayunda dengan tenang menyiapkan makanan untuk Ardan. Gerak-geriknya menjadi pusat perhatian, seolah setiap tindakan yang ia lakukan harus dinilai dan dikomentari.Mahesa, yang duduk di seberang, menatapnya dengan tajam, sorot matanya penuh kemarahan yang tidak tersamarkan."Lakukan apa pun sesukamu," suara Bu Tari tiba-tiba memecah kesunyian. "Tapi sikap makanmu yang manis itu tidak akan pernah menghapus fakta bahwa kamu hanyalah seorang wanita miskin."Ardan yang mendengar itu langsung menatap ibunya dengan sorot tajam, jelas tidak terima. Namun, sebelum ia sempat membuka mu

  • Usai Bangun dari Koma   Sikap Ayunda

    Ayunda tersenyum. Sudah cukup penderitaan yang ia alami selama ini. Sekarang, saatnya ia bangkit dan melawan siapa pun yang berani menyakitinya. Apalagi, ia memiliki Ar dan sang suami—dua orang yang benar-benar menyayanginya sepenuh hati."Kamu pikir aku akan takut dengan ancaman seperti ini? Hidupku dulu jauh lebih parah, dan aku sudah tidak takut mati lagi."Dengan senyum merekah, Ayunda melangkah keluar dari kamar. Ia tidak gentar tinggal di tempat ini—mental dan tekadnya sudah ia siapkan habis-habisan. Tidak akan ada lagi yang bisa menjatuhkannya.Baru saja keluar, pandangannya langsung tertuju pada Mawar yang tengah mengurus anaknya. Tak lama kemudian, Bu Tari muncul dari balik pintu, menatapnya dengan sinis.Tanpa menghiraukan tatapan itu, Ayunda menuangkan air ke dalam gelas, lalu meminumnya perlahan. Tatapannya kosong, tapi hatinya sudah bulat.Setelah meneguk air, Ayunda meletakkan gelasnya dengan tenang. Ia bisa merasakan atmosf

  • Usai Bangun dari Koma   Kembali Ke Rumah Atmaja

    "Lebih tepatnya, kau bukan darah dagingku!" seru Tuan Surya, suaranya tegas namun penuh emosi."Kamu adalah anak kakakku, Ardan. Victoria."Ardan terpaku. Kata-kata itu bergema di kepalanya, menghantamnya lebih keras dari apa pun yang pernah ia bayangkan. Di usianya yang telah menginjak 35 tahun, ia baru mengetahui kebenaran ini."Surya!" Oma Ola berseru dengan nada marah, wajahnya memerah menahan emosi.Tuan Surya menoleh tajam ke arah ibunya. "Sudah saatnya dia tahu! Sudah saatnya dia sadar akan siapa dirinya sebenarnya!"Ardan merasakan dunia seakan berputar. Dadanya sesak, seolah udara di ruangan itu menghilang. Ia menatap Tuan Surya dengan mata yang penuh kebingungan dan keterkejutan."Tidak ... Itu tidak mungkin." suaranya nyaris berbisik.Oma Ola melangkah maju, tangannya gemetar. "Surya, kau seharusnya tidak mengatakannya dengan cara seperti ini.""Cara seperti ini?" Tuan Surya mendengus. "Berapa lama la

  • Usai Bangun dari Koma   Oma Ola?

    "Setelah tiga tahun menghilang, kamu kembali hanya untuk membawa masalah baru, Ardan?" suara Tuan Surya terdengar tajam, penuh tekanan.Mereka semua kini berdiri di lobi rumah sakit. Mahesa masih tak sadarkan diri setelah dilarikan ke UGD. Mawar, istrinya, duduk dengan wajah murung, matanya terus melirik ke arah Keyla—wanita yang tadi menuntut pertanggungjawaban Mahesa. Kehadirannya hanya menambah beban pikiran Mawar, seolah memberi tamparan bahwa suaminya telah berkhianat secara terang-terangan.Di luar rumah sakit, para wartawan sudah berkerumun, siap mengabadikan setiap momen dari skandal keluarga Atmaja. Ini bukan sekadar berita biasa—ini adalah kejatuhan keluarga yang selama ini dianggap sempurna.Ardan menatap ayahnya tanpa gentar. "Aku tidak datang membawa masalah baru, Ayah. Aku hanya ingin menikmati hidupku. Kehancuran Mahesa bukan salahku—itu akibat dari kebodohan dan kecerobohannya sendiri."Tuan Surya mendengus, menatap putranya seakan

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status