Happy Reading . . .
***Seperti biasanya, waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam namun saat ini aku justru sedang memanaskan makan malam yang aku simpan untuk Bryce, untuk yang kedua kalinya. Ya, aku sudah menunggu lama yang ternyata Bryce tidak kunjung pulang juga, sampai-sampai aku sudah memanaskan makanan untuk yang kedua kalinya. Setelah dirasa cukup, aku pun menaruh makanan-makanan yang aku masak di piring semula, lalu menatanya di atas meja makan seperti sedia kala.Lalu aku melangkah kembali menuju sofa untuk menunggu di sana sambil menonton televisi. Hingga tidak lama kemudian, aku pun mendengar suara pintu rumah yang terbuka dan munculah Bryce di sana. Dengan cepat aku pun menghampiri pria itu untuk membantu membukakan mantel sekaligus membawakan tas kerjanya."Hai, maafkan aku jika sampai di rumah hingga selarut ini. Pasieku tadi benar-benar begitu tidak terkendali hingga sampai menguras tenagaku." Ucap Bryce lalu ia pun memberikan kecupan pada keningku."Tidak masalah. Tetapi, mulai biasakanlah untuk bisa menghubungiku, Bryce. Aku tahu kau ini sangatlah sibuk, tetapi usahakan untuk satu menit saja mengambil ponselmu agar kau bisa menghubungiku.""Okay, lain kali aku akan memberitahumu jika akan pulang larut lagi.""Lalu, apa kau masih ingin makan malam?""Tentu saja. Aku tidak ingin membuatmu sedih karena aku tidak memakan masakan buatanmu. Tetapi, aku ingin membersihkan tubuh terlebih dahulu, okay?”"Kalau begitu aku akan menunggumu di meja makan.""Baiklah."Setelah melihatnya melangkah menuju kamar kami, aku pun menaruh tas kerja Bryce di kursi dan tidak lupa menggantungkan mantelnya di tempat biasanya. Lalu, aku melangkah menuju meja makan dan menunggu Bryce di sana. Sepiring makanan berisi stik daging ayam dengan guyuran saus tomat khas buatanku sendiri adalah makanan kesukaannya, sudah aku persiapan tepat di depan kursi yang akan pria itu tepati nanti."Tidak lama, bukan? Aku ingin cepat-cepat memakan- wow... kau memang tahu apa yang sedang aku inginkan," ucap Bryce setelah melihat menu makanannya itu."Kalau begitu cepat makanlah sebelum menjadi dingin kembali." Dengan cepat Bryce pun langsung duduk di kursi meja makan, dan tidak membuang waktu lagi dilahapnya makanan tersebut."Bryce..." Panggilku kepada pria di hadapanku yang langsung membuatnya mulai mengalihkan pandangan kepadaku."Ya?""Tadi Renne cerita kepadaku. Katanya, dia bermimpi sedang pergi ke taman hiburan. Dia ingin ke taman hiburan dan naik carrousel, Bryce. Bagaimana jika kita benar-benar merencakan pergi ke Coney Island?""Aku tidak bisa, Mandy.""Tetapi tadi pagi kau sudah berjanji jika besok akan menghabiskan waktu bersama denganku. Bagaimana jika besok saja kita pergi?""Jadwalku benar-benar sudah tidak bisa diubah lagi. Bahkan tadi pun disaat aku memintanya kepada Fey, aku justru dimarahi olehnya karena ia begitu lelah mengatur kepadatan jadwalku.""Tidak besok pun, tidak masalah. Akhir pekan ini, atau minggu depan. Bagaimana? Kapan pun itu asalkan kita bisa pergi berlibur dengan Renne, Bryce.""Tidak bisa. Jika kau ingin tahu, empat bulan ke depan jadwalku benar-benar penuh, Mandy. Bahkan hari libur yang aku dapatkan tidak sebanding dengan hari kerjaku, dan aku ingin menggunakannya dengan beristirahat saja.""Kalau begitu aku saja yang akan mengajak Renne pergi berlibur sendirian.""Tidak. Tidak ada yang akan menjagamu dan juga Renne. Aku sama sekali tidak setuju, apalagi mengizinkannya.""Kau tidak bisa egois, Bryce! Selain memikirkan pekerjaanmu yang sangat penting itu, kau juga harus memikirkan Renne. Kau harus memikirkan perasaan anak kita juga," ucapku dengan mulai sedikit menaikkan intonasi suara."Aku bekerja untukmu dan Renne. Aku bekerja keras untuk membahagiakanmu dan juga Renne. Apakah hal itu masih membuatmu berpikir dengan aku ini yang bersikap egois? Untuk keluarga kita, Mandy. Bukan untuk diriku sendiri.""Aku hanya tidak ingin membuat Renne kecewa dan sedih, Bryce. Aku tidak bisa mengecewakan perasaan anakku sendiri," jelasku dengan nada bicara yang mulai sendu."Sama denganku, Mandy. Aku juga tidak ingin Renne merasa sedih," balasnya sambil menggenggam satu tanganku."Bahkan Renne pun sampai memiliki pikiran jika kau itu membencinya.""Bagaimana bisa?""Hari ini dia mengatakannya kepadaku sendiri. Kau sudah tidak pernah lagi meluangkan waktu apalagi sekedar bermain bersama dengannya, Bryce. Kau masih mempertanyakan hal itu?""Maafkan aku, Mandy. Tetapi kau harus tahu, aku pun juga ingin meluangkan waktuku untukmu dan juga Renne. Tetapi sekali lagi, aku tidak bisa. Aku tidak bisa karena pekerjaanku, bukan karena aku yang tidak menginginkannya. Aku mohon kau bisa mengerti, Mandy.""Okay. Kita tidak perlu membahas mengenai hal ini lagi. Aku tidak ingin membuatmu merasakan tertekan denganku dan juga Renne. Biar aku saja yang memberi pengertian kepada Renne nanti.” Lagi dan lagi, aku harus mengalah kembali dan membiarkan pria itu menang atas keegoisan yang dimilikinya itu."Terima kasih, Mandy.""Habiskan makananmu.""Oh ya, tadi aku melihat ada gaun di dalam kamar. Itu milik siapa?" Tanya Bryce yang kembali menyuapkan makanan ke dalam mulutnya."Ava yang memberikannya kepadaku. Tadi dia datang ke sini, dan kembali mengajakku ke pesta yang pernah aku katakan kepadamu sebelumnya.""Kau tetap ingin datang?""Jika kau tidak mengizinkannya, aku tidak akan datang.""Sebenarnya kau ingin datang atau tidak?""Hm..., y-ya. Aku menginginkannya,” balasku dengan ragu."Jika kau pergi, bagaimana dengan Renne?""Mungkin aku akan menunggunya sampai tertidur, mengingat kau tidak mengizinkanku juga untuk mengantarnya kepada Lorraine.""Ava akan menjemputmu?""Dan mengantarkanku pulang kembali.""Kalau begitu pergilah.""Apa?" Tanyaku dengan sangat terkejut, sekaligus tidak percaya."Ya, pergilah. Kau menginginkannya, bukan? Dan karena ada Ava yang juga akan menjagamu, aku rasa itu sudah cukup. Pergilah, Mandy. Kau membutuhkan kesenangan.""Kau bersungguh-sungguh? Bryce, aku akan sangat sedih jika keesokan harinya kau berubah pikiran lagi.""Tidak, Mandy. Aku tidak akan berubah pikiran lagi.""Terima kasih! Aku sangat senang, Bryce." Ucapku dengan gembira dan langsung memeluk tubuhnya dengan begitu erat."Okay! Kau akan menghancurkan tulangku dengan pelukanmu yang seperti ular ini," balasnya yang membuatku tertawa dan langsung melepaskan pelukanku."Aku sangat senang, kau tahu?""Iya, aku tahu kau sedang senang. Tetapi aku memiliki satu syarat untukmu.""Oh ayolah, tadi kau sudah berjanji tidak akan berubah pikiran.""Hei, dengarkan dulu.""Apa?""Jangan pergi menggunakan gaun itu. Terlalu terbuka dan akan memperlihatkan bentuk tubuhmu. Aku tidak suka jika kau ingin tetap memakainya.""Hanya itu?""Ya, hanya itu.""Kalau begitu aku akan memakai gaun yang pernah kau belikan saja.""Aku baru bisa bernafas dengan lega.""Aku pikir kau akan berubah pikiran lagi.""Tidak, Mandy. Aku hanya tidak ingin milikku ini dilihat banyak orang dengan gaun serba terbuka itu.""Okay,". " Terima kasih, Bryce. Aku senang kau mengerti dengan perasaanku," ucapku dengan senyuman yang kembali terbit di wajahku."Tentu, Mandy. Apapun untukmu," balasnya yang juga tersenyum tidak kalah lebarnya dariku.***To be continued . . .Happy Reading . . . *** Dengan menampilkan senyuman, aku menatap akan rasa puas yang aku rasakan pada saat memandang diriku yang sudah merasa cukup setelah selesai merias penampilan yang hanya bisa aku lakukan sederhana ini. Setelah memakai high heels setinggi lima centimeter, sekali lagi aku memandang penampilanku di depan kaca dengan gaun sederhana setinggi di atas lututku sedikit, dan cukup tertutup yang Bryce pernah belikan untukku dulu, membuatku merasa cukup siap untuk datang ke pesta undangan Ava. Sejenak aku pun mengirimkan pesan kepada Bryce untuk memberitahu bahwa aku akan pergi dan Renne pun yang juga sudah tertidur sejak tadi. Tidak lupa dengan makan malam pria itu juga sudah aku taruh di dalam microwave, agar jika ingin memakan Bryce bisa langsung mengeluarkannya dengan kondisi makanan yang hangat. Hingga dentingan suara pesan masuk dari Ava yang memberitahu jika dia sudah sampai di luar rumah, membuatku langsung mengambil tas jinjing dan bergegas melangkah keluar dari
Happy Reading . . . *** "Daddy, bisakah nanti menjemputku setelah pulang sekolah?" Kunyahanku terhadap sarapan yang sedang aku makan ini secara otomatis langsung terhenti disaat mendengar permintaan Renne, yang sesungguhnya sangatlah mudah untuk dilakukan. Namun setelah pandanganku langsung bertemu dengan pandangan Bryce yang duduk di kursi berhadapan denganku, lagi dan lagi tanpa harus pria itu menjawabnya, akulah yang harus menangani hal sederhana seperti ini. "Hmm..., bagaimana kalau Mommy saja yang nanti menjemput Renne sepulang sekolah?" Ucapku yang memberikan penawaran kepada anakku ini, sebagai inisiatif untuk mencegah Bryce yang pasti tidak akan bisa melakukannya. "Daddy sudah sangat lama tidak pernah menjemput Renne di sekolah lagi. Kemarin Renne melihat teman-teman Renne banyak yang dijemput oleh Daddy-nya setelah sepulang sekolah. Renne ingin seperti itu, Mommy." Rajuk Renne yang membuat hatiku luluh, namun aku sendiri tidak tahu harus melakukan hal apalagi mengetahui
Happy Reading . . . *** Aku menatap diriku yang kini sudah mengenakan pakaian renang bermodel dua potong di depan cermin besar yang memperlihatkan keseluruhan tubuhku. Potongan atas dan bawah dari pakaian yang aku kenakan ini terlalu minim sehingga tidak cukup menutupi bagian pribadi tubuhku, terutama dibagian dada dan bokong. Bokong ku yang memang tidak tertutupi apa-apa selain pakaian renang yang aku kenakan ini, membuatku benar-benar merasa seperti telanjang saja. Belum lagi warna hijau neon yang terlihat cukup kontras di tubuhku yang berkulit natural ini, semakin membuatku merasa tidak percaya diri dengan seketika. "Wow..., lihatlah dirimu. Kau terlihat sama mengagumkan layaknya model profesional," ucap Ava yang tiba-tiba saja datang di ruang ganti pakaianku ini, membuatku langsung menerbitkan senyuman bersamaan dengan pujian yang diberikannya kepadaku itu. "Jangan menyindirku, Av." "Siapa yang menyindir? Kau memang benar-benar terlihat begitu luar biasa, Mandy." "Tetapi aku
Happy Reading . . . *** "Dimana pikiranmu, Mandy? Kau tidak menjemput Renne di sekolah dan membiarkannya menunggu sendirian disaat sekolah pun juga sudah sepi. Guru Renne sudah berkali-kali menghubungi ponselmu, tetapi kau tidak kunjung mengangkatnya juga dan hingga pada akhirnya aku yang hendak melakukan operasi dengan terpaksa aku tunda dulu karena aku yang harus menjemput Renne di sekolahnya. Pergi kemana kau hari ini, Mandy?" Aku sudah tidak asing lagi menghadapi situasi seperti ini. Dengan hanya tertunduk pasrah di bawah amarah yang sedang begitu menguasai Bryce, aku hanya bisa tersenyum kecut di dalam hati disaat mendengar setiap ocehan yang keluar dari bibir pria itu saja. Hanya karena baru satu kali aku terlambat untuk menjemput Renne, ia bisa sampai semarah ini kepadaku. Aku sungguh sudah tidak habis pikir lagi dengannya. "Tetapi lihatlah dari sisi baiknya, Bryce. Dengan begitu kau jadi bisa menjemput Renne sepulang dari sekolah, bukan? Dan Renne pun pasti sangat merasa s
Happy Reading . . . *** Setelah mengantar Renne menuju bis sekolahnya, aku melangkah memasuki rumah kembali dan langsung melihat Bryce yang sedang memakai sepatunya dan bersiap untuk pergi ke rumah sakit di kursi yang berada di dekat pintu. "Hari ini aku ingin pergi keluar sejenak. Tidak sampai malam hari, mungkin siang dan sekaligus menjemput Renne di sekolah, setelah itu aku sudah kembali ke rumah." "Pergilah." Balasan singkat dan tidak adanya keraguan ataupun keterpaksaan pada nada bicaranya itu membuatku langsung mengernyitkan kening setelah mendengarnya. "Kau tidak ingin menginterogasi atau melarangku terlebih dahulu?" Tanyaku yang sedikit bingung akan sikap yang baru aku lihat darinya itu. Padahal aku sudah menyiapkan jawaban karanganku jika saja Bryce menanyakan kepergianku yang ingin menemui Becks. "Tidak perlu. Kau ini istriku, bukan seorang tawanan. Jadi aku tidak ingin mengekangmu lagi." "Ada apa denganmu? Terasa cukup berbeda." "Hanya perasaanmu saja. Kalau begitu
Happy Reading . . . *** Aku yang saat ini sedang berada di dapur untuk mencuci beberapa perlatan bekas masak tadi, langsung mendengar suara pintu rumah yang terbuka lalu tertutup kembali secara tiba-tiba. Aku yang merasa penasaran akan siapa yang datang itu, hendak melangkah menuju pintu rumah untuk melihatnya. Namun pada saat aku baru saja mematikan aliran air yang mengalir dari keran wastafel tempat mencuci piring ini, aku pun langsung melihat keberadaan Bryce yang rupanya sudah pulang di saat langit di luar sana masih terang. Dengan masih mengenakan pakaian tugas rumah sakitnya itu, ia melangkah memasuki dapur dan menghampiri keberadaanku. "Bryce? Tidak biasanya kau pulang disaat hari masih terang seperti ini. Ini masih pukul enam, kau baik-baik saja?" Tanyaku yang tentu merasa bingung akan hal tidak biasa yang kembali pria itu lakukan. "Ya, tentu aku baik-baik saja." "Kau sedang sakit?" "Tidak. Aku baik-baik saja, Mandy." "Kau yakin?" "Ya, tentu saja. Hei, ada apa? Kenapa k
Happy Reading . . . *** "Kau yakin tidak apa-apa pergi dengan Renne saja? Aku masih bisa membatalkan rencanaku, Bryce." Tanyaku sambil memasukkan beberapa kotak bekal berisi makan siang yang sudah aku buat tadi ke dalam tas. "Tidak apa, Mandy. Kita sudah membicarakan permasalahan ini kemarin, bukan?" "Aku tidak ingin membuat siapapun merasa kecewa." "Aku tidak kecewa. Begitu pun juga dengan Renne. Aku sudah bertanya kepadanya tadi. Katanya, ia justru senang karena akan bertemu dengan Nana-nya yang sudah cukup lama tidak dijumpainya." "Lorraine akan benar-benar marah kepadaku, Bryce. Aku akan dianggap sebagai Mommy tidak bertanggung jawab dan-“ "Hei, Mommy tidak seperti itu." "Ia memang tidak seperti itu, tetapi hanya kepadamu dan Renne saja. Seakan-akan aku ini tidak dianggap sebagai menantunya saja." "Mandy..., kau tidak perlu takut. Di depan Mommy, aku yang akan menjadi pembela nomor satu untukmu." "Tetap saja, Lorraine tidak akan pernah baik kepadaku." Pembela apanya? Kau
Happy Reading . . . *** "Kau sungguh terlihat luar biasa, Mandy." "Benarkah?" "Tetap pertahankan posisimu pada cahaya itu, dan keluarkan improvisasi yang lainnya dari dirimu." Sudah cukup lama pemotretan ini berjalan, dan entah sudah ke berapa kalinya juga Becks menghasilkan foto diriku pada kameranya. Di sebuah gedung kosong yang sudah sangat lama sudah ditinggalkan terlihat dari struktur bangunan yang terlihat sebagian besarnya sudah rapuh. Namun Becks mengatakan bukan situasi yang terasa cukup menyeramkan yang ingin ia ambil, tetapi pencahayaan alami yang masuk melalui celah dan jendela bangunan adalah targetnya. Dan sebagai modelnya, tentu aku hanya bisa mengikuti perintah yang diucapkan oleh Becks saja. Dan di sebuah tangga melingkar yang menuju penghubung menuju lantai demi lantai bangunan tersebut, aku mencoba memberikan pose terbaikku di depan kamera Becks. Pencahayaan siang hari menjelang sore dan sedikit angin yang menyapu wajahku, memberikan efek alami dalam pemotretan