Beranda / Rumah Tangga / Upik Abu Mertua / Bab 3. Kematian Dera

Share

Bab 3. Kematian Dera

Penulis: Rifat Nabilah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-26 21:04:42

"Lepas!"

Tangan Hafidz melepaskan cengkraman tangan Lestari yang menyakiti Putri.

"Menantu tidak tau diri! Sudah miskin, menumpang di rumahku. Sekarang kamu membela anak haram ini! Aku mau anakmu pergi dariku!"

Mendengar anaknya diusir oleh ibu mertuanya membuat Hafidz geram ingin sekali bertindak kasar pada Lestari yang dari empat tahun yang lalu selalu merendahkan dan menghinanya habis-habisan.

"Jaga bicara Anda!"

Hafidz sangat marah pada ibu mertuanya, tetapi Lestari tidak mau kalah dari menantu laki-laki yang tidak bisa menguntungkan baginya ini.

"Apa? Kamu yang harus jaga bicara! Pantas kamu membentak aku yang sudah memberikan kamu kehidupan mewah?"

Lestari tidak takut pada Hafidz yang sedang marah, dia serius ingin mengusir Putri dari rumahnya karena Dera yang memintanya. Dera selalu mengeluh kalau anak Hafidz pembawa masalah.

"Cukup!"

Hafizah berteriak ke mereka berdua untuk menghentikan pertengkaran yang terjadi, karena masih ada mayat Dera yang masih tergeletak di lantai.

"Diam kamu, Hafizah!" sembur Lestari pada Hafizah yang mau menghentikan dirinya berseteru dengan Hafidz.

"Nyonya, aku minta maaf, rasanya Dera jauh lebih penting daripada masalah ini, kita harus segera mengurusnya."

Lestari beralih ke Hafizah yang sudah berani mengaturnya sekarang, "Berani kamu mengatur aku?" tanyanya melebarkan mata kuat-kuat memandangi Hafizah.

Hafizah sudah tidak kuat lagi dengan perkataan Lestari yang selalu semena-mena padanya, apalagi sekarang Hafizah melihat seorang ibu kandung yang tidak memperdulikan anaknya yang meninggal dunia.

"Biarkan aku yang keluar dari rumah ini," kata Hafizah di depan Lestari yang masih meledak-ledak amarahnya.

"Oh, jadi kamu mau pergi? Sudah siap kamu melihat anakmu sama persis seperti Dera? Aku bisa menyuruh anak buahku untuk menghabisi anakmu di panti asuhan!" ancam Lestari untuk kesekian kalinya pada Hafizah.

Hafizah menggelengkan kepalanya, dia tidak mau anaknya mati mengenaskan sebelum dirinya bertemu, hatinya terenyuh ibu mertuanya tega menggunakan cucunya sendiri sebagai ancaman.

"Jangan, Nyonya. Aku mohon jangan lakukan itu, aku akan mengurusnya sampai tuntas. Nyonya akan terima rapih saat penguburan, tapi tolong jangan sakiti anakku."

Butiran mutiara bening yang keluar dari mata mengalir begitu dirinya memohon pada Lestari untuk tidak menyakiti anaknya. Hatinya sakit seketika mengingat lima tahun ini tidak bisa melihat pertumbuhan anaknya seperti apa? Yah, sebagai seorang Hafizah menginginkan semua itu.

"Bagus! Rapihkan bersama Hafidz dan anak haramnya itu! Aku tidak mau rumah ini kotor!"

Lestari pergi meninggalkan tempat setelah selesai mengancam Hafizah, ada Hafidz yang masih memegangi anaknya yang ketakutan.

"Hikss ... Aku tidak mau anakku disakiti, hanya ini yang bisa aku lakukan. Aku ingin bertemu dengan kamu anakku, maafkan Ibumu ini yang tidak berdaya melawan nenekmu yang jahat."

Hafizah meratapi nasibnya, mengapa dirinya memiliki ibu mertua yang tidak bisa sayang kepadanya, padahal Hafizah selalu berbakti dan menghormati Lestari sebagai mana perlakuannya pada kedua orang tua sendiri.

"Tan-te," ucap Putri yang mendekati Hafizah.

Sontak menghentikan tangis Hafizah setelah dihampiri Putri dan Hafidz.

"Kamu, terima kasih telah menyelamatkan aku," ucap Hafizah meraih tangan Putri dan mengecupnya lembut.

Putri bisa merasakan kehangatan dari perlakuan Hafizah pada dirinya, jauh berbeda dari Dera yang selalu memakinya dan menyalahkan dia setiap hari.

"Tante cantik, sama-sama. Tante juga sudah menyelamatkan aku," balasnya sudah lancar berbicara.

Entah dari mana Putri bisa lancar bicara, padahal lima tahun Hafidz selalu hidup dengannya, tidak ada satu katapun keluar dari mulut anaknya itu.

"Kamu anak baik, pasti Ibu kandungmu juga seseorang yang luar biasa, Nak." Hafizah memujinya.

"Ibuku sudah tidak ada, kata Ayahku, Ibuku ada di surga sana," balas Putri menatap dengan mata yang sendu.

"Jadi, kamu tidak tau wajah Ibumu?"

"Ya, Tante."

Hafizah teringat kembali akan anaknya yang dibuang ibu mertuanya, dia tidak mau nasib anaknya sama seperti Putri.

"Kamu masih punya Ayah yang sangat sayang padamu, Nak. Percayalah dia selalu mengorbankan segalanya untuk kamu," balas Hafizah menguatkan Putri untuk tidak bersedih.

"Iya, Tante. Ayahku yang terbaik."

Senyuman Putri terpancar melihat ke arah ayahnya yang mematung mendengarkan mereka berbicara.

"Ayah," panggilnya.

"Iya, sayang?"

"Aku mau pergi dari rumah ini, aku tidak mau melihat Tante yang galak itu," tunjuknya ke arah Dera.

Hafidz saling pandang ke Hafizah, ternyata anak sekecil itu mengerti Dera memiliki sifat kurang baik terhadap orang lain.

"Ayah tau kamu tidak suka sama Tante Dera, tapi bagaimanapun dia adalah Ibu sambung Putri, itu artinya Putri harus memaafkannya walaupun Tante Dera pernah jahat sama Putri, jadi anak yang baik ya, sayang. Ayah tidak mau kamu mengotori hati kamu," kata Hafidz menasehati anak kesayangannya.

Putri mengangguk, walaupun masih berumur lima tahun, tetapi Putri cukup pintar mendengarkan dan merespon orang dewasa, bahkan dia bisa berbicara lancar karena mendengarkan orang-orang sekitarnya.

"Kalau begitu Ayah mau kamu pergi ke kamar lebih dulu, karena Ayah masih ada kerjaan, sekarang sudah waktunya kamu tidur."

"Iya, Ayah."

Putri berlalu meninggalkan tempat itu, dia mendengarkan ayahnya untuk masuk ke dalam kamar. Sedangkan Hafizah masih sedih membayangkan anak sekecil Putri belum pernah melihat wajah ibunya.

"Ambil ini," kata Hafidz menyodorkan tissue pada Hafizah.

"Tidak perlu, aku biasa menyeka air mataku dengan tangan, anakmu berhak tau wajah Ibunya, aku sebagai seorang wanita dewasa yang kehilangan seorang anak bisa merasakan kalau anak sangat berharga."

"Dia tidak memiliki Ibu kandung, aku tidak tau Ibu kandungnya."

Jawaban Hafidz membuat Hafizah kebingungan, bisa-bisanya ada mantan suami yang tidak mau anaknya bertemu dengan Ibu kandungnya, salah paham pun terjadi.

"Eh, kasihan anakmu, masa kamu biarkan dia hidup sampai dewasa tanpa tau Ibunya, jangan begitu jadi orang tua, kamu tidak lihat kalau anakmu menangis? Dia berhak tau Ibunya! Jangan karena kalian berpisah tidak baik, anak jadi korban."

Hafidz menggelengkan kepala dirinya dikomentari Hafizah yang tidak tahu apa-apa mengenai hidupnya.

"Cerewet sekali jadi wanita! Aku mau mengurus istriku dulu, lagipula bukan urusanmu, benar kata Ibu Lestari, kamu terlalu ikut campur urusan orang," balas ketus Hafidz.

Hafizah tidak terima, dia harus membantu Putri untuk mencari tahu Ibu kandungnya, kalau perlu meneror Hafidz setiap hari, mencecarnya dengan banyak pertanyaan mengenai keberadaan Ibu kandung Putri.

"Aku bukan cerewet! Tapi anakmu memiliki hak bertemu dengan Ibunya. Pasti kamu tipe laki-laki yang tidak mau mantan istrimu mengunjungi anak sendiri. Dasar egois! Aku tidak suka laki-laki seperti kamu!"

Tiba-tiba Hafizah emosi karena Hafidz tidak mau terbuka, padahal dirinya juga baru mengenal laki-laki yang ada di depannya. Normal apabila Hafidz tidak terbuka mengenai kehidupan rumah tangganya.

"Berhenti bicara! Aku tidak mau mendengar satu kata pun dari mulutmu! Aku harus mengurus Dera, kamu tau kalau Ibu Lestari masih melihat Dera di sana, kamu juga akan terkena marahnya."

"Huft, kamu benar. Nyonya pasti marah besar kalau tidak segera diselesaikan. Tapi jangan harap aku lupa ya, sama kamu yang menutupi Ibu kandung Putri, aku akan pastikan kamu buka mulut untuk memberitahukan keberadaan Ibu kandung Putri," balas Hafizah menyipitkan mata tanda dirinya akan meneror Hafidz sampai mendapatkan jawaban.

"Terserah!"

Rasanya baru pertama kali bertemu dengan wanita semacam Hafizah, terlihat pendiam saat pertama bertemu, nyatanya salah. Hafizah berani memarahinya.

Hafidz menghubungi rumah sakit untuk membersihkan mayat Dera yang berlumuran darah, dengan begitu besok akan siap dikebumikan.

Saat ambulance datang ke rumah, ada sepasang mata dari dalam mobil yang terparkir tidak jauh dari rumah itu terus memperhatikan.

"Dengan begini, harta Hamid jadi milikku," ucapnya.

Bab terkait

  • Upik Abu MertuaĀ Ā Ā Bab 4. Menyiksa Menantu

    Ketika semua mata tertuju pada pemakanan yang hampir selesai, ternyata Lestari baru datang dengan tangan kosong berdiri tanpa air mata. "Pulang!" Lestari menarik tangan Hafizah agar menjauh dari tempat peristirahatan terakhir anaknya, membiarkan Hafidz yang akan mengurus semuanya. "Tapi, Bu ...." "Jangan tapi-tapi! Sekarang pulang kerjakan tugas rumah, kamu lupa kalau jadi pembantu? Kamu keluar rumah seenaknya tanpa menyelesaikan pekerjaan terlebih dahulu. Aku tidak akan biarkan!" Bisa-bisanya ibu mertuaku masih memikirkan pekerjaan rumah di saat pemakaman anak perempuan satu-satunya yang dia selalu bangga-banggakan. "Bu, dia anakmu, apa Ibu tidak sedih Dera tiada? Aku saja sedih, Bu." Belum pernah Hafizah menemui seorang ibu yang tidak sedih anaknya tiada. Namun, berbeda dengan ibu mertuanya yang tidak menangis sedikitpun. "Diam kamu, Hafizah! Jangan mencoba mengatur aku bagaimana. Sudah aku bilang kamu harus panggil, Nyonya! Sekarang aku mau kamu pulang dan kerjakan tug

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-26
  • Upik Abu MertuaĀ Ā Ā Bab 5. Rahasia Hafizah

    "Aku tidak tau bisa atau tidak untuk membantumu, setidaknya handuk ini bisa menutupi pakaianmu yang basah," ucap seseorang yang tiba-tiba datang menyodorkan handuk. Hafizah menoleh, "Hafidz, sejak kapan kamu di situ?" tanyanya. "Eum, dari tadi, sama Putri juga menyaksikan kamu diguyur air, ini sudah malam, sebaiknya dilanjutkan besok, aku rasa Ibu Lestari juga tidak akan keluar kamar lagi." Hafidz mengetahui kebiasaan ibu mertuanya yang mengunci diri di dalam kamar dengan alkoholnya. "Terima kasih," balas Hafizah mengambil handuk tersebut. Tiba-tiba matanya tertuju pada Putri yang menarik-narik pelan handuk yang dikenakan Hafizah. "Tante cantik, ini aku bawakan minuman hangat," ucapnya. Hafizah tersenyum, rasa sedihnya menghilang seketika menatap senyuman Putri, seperti ada magnet yang begitu luar biasa membuatnya bisa semangat lagi. "Terima kasih anak baik." Diambilnya minuman hangat yang dibawakan Putri padanya, setidaknya sudah menjadi obat penawar rasa sakit sudah

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-26
  • Upik Abu MertuaĀ Ā Ā Bab 6. Hukuman

    Kemarahan menyelimuti Lestari melihat menantunya membela anak sambung Dera. Sekarang Lestari berdiri memegang gelas yang ada di atas meja. "Rasakan ini!" Hafizah melindungi Putri dengan memeluk anak itu, matanya melihat Ibu mertuanya ingin melempar gelas yang ada di tangan. 'Cranggg!' Hafizah tidak merasakan sakit apa pun di punggungnya, padahal sudah jelas mendengar suara pecahan gelas jatuh ke lantai. "Ka-kalian, tidak apa-apa?" Suara yang meringis kesakitan bersumber dari belakang punggung Hafizah, wanita itu menoleh ke belakang perlahan. Dengan cepat memegangi pria yang sudah mengorbankan dirinya untuk melindunginya dan Putri. "Hafidz!" Hafizah menatap mata Hafidz dengan penuh kekhawatiran karena pasti pria itu terluka setelah melindungi dirinya dari serangan ibu mertuanya. "Ya, rasanya sakit," ucapnya pelan merasakan tubuhnya melemah. Ditangkapnya Hafidz dengan susah payah, walaupun harus melepaskan pelukan Putri yang sekarang melihat ayahnya terluka. Putri memega

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • Upik Abu MertuaĀ Ā Ā Bab 7. Semua Milikku

    "Bu, kami hanya membahas Putri," jawab Hafizah menjelaskan pada ibu mertuanya agar tidak ada salah paham. Berbeda dengan Hafidz yang perlahan melihat ibu mertuanya dengan santai. Lestari membawa sapu dan lap, dilemparkannya ke wajah Hafizah yang dari tadi belum juga membersihkan rumah. "Alasan! Ambil itu. Kerjakan semuanya sebelum aku pulang dari salon, jangan ada drama seisi ruangan kotor karena kamu sibuk pacaran sama Hafidz," ujarnya pergi setelah melemparkan barang-barang tersebut. Hafizah mengambilnya dengan wajah yang sedih karena dia harus terus diperlakukan buruk oleh ibu mertuanya sendiri. "Tidak perlu diambil hati semua yang keluar dari mulut Ibu, aku tau sebenarnya kamu menantunya, nasib kita sama Hafizah, sama-sama diperlakukan tidak baik di sini." Hafidz bisa merasakan kekecewaan Hafizah terhadap Lestari, dia paham betul sifat Lestari sejak menginjakkan kaki di rumah ini. "Aku tidak apa-apa, sekarang mau kerjakan semua pekerjaan rumah, terima kasih sekali lagi

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • Upik Abu MertuaĀ Ā Ā Bab 8. Selalu Salah

    "Hafizah!"Tentu Hafizah tahu siapa yang memanggilnya dengan kasar seperti tadi, segera Hafizah keluar dari rumah untuk menyambut ibu mertuanya yang mungkin baru menjual semua perhiasannya. "Iya, Nyonya."Hafizah sudah ada di ruang tamu masih membawa lap di bahunya, sedangkan Lestari kelihatan pucat dengan rasa takutnya karena baru mengalami perampokan. "Buatkan aku kopi, antarkan ke kamarku."Lestari berjalan tanpa menoleh ke wajah Hafizah yang ada di sampingnya, sekarang Lestari mau menenangkan pikirannya yang kacau serta menghilangkan rasa takutnya. "Baik, Nyonya."Saat Hafizah ke dapur, sudah ada Hafidz yang berdiri di sana dengan memegang satu gelas kopi di tangannya. Hafizah tidak bicara dengan pria itu, tangannya sibuk meracik kopi walaupun tidak tahu takaran yang cocok untuk Ibu mertuanya, terlihat sekali Hafizah kebingungan. "Aku sudah buatkan kopi untuk Ibu, kamu tinggal bawakan saja ke kamar," ucap Hafidz meletakkan kopi tersebut di meja dapur. Hafizah mengambil kopi

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-04
  • Upik Abu MertuaĀ Ā Ā Bab 9. Demi Anakku

    "Maksud kamu?"Lestari mendongakkan kepalanya lebih berani daripada Hafizah. "Ya, aku akan katakan sesuatu yang mungkin membuat Ibu malu seumur hidup," balas Hafizah masih dengan puncak emosinya. "Malu? Seharusnya kamu yang malu seumur hidup, Hafizah! Kamu itu tidak tau diri, selalu menyusahkan aku di sini."Lestari ingin sekali mengusir Hafizah dari rumah, karena sudah tidak ada penghalang lagi untuknya bisa menikmati harta Hamid yang diincarnya selama ini. "Menyusahkan? Apa Ibu tidak pernah bercermin sama diri sendiri? Selalu aku yang Ibu salahkan, padahal aku yang sepantasnya marah sama Ibu dan Mas Hamid. Kalian jahat! Ibu juga sudah membuang cucu sendiri, coba bayangkan jika anakku kedinginan dan kelaparan di luar sana, Bu! Di mana hati Ibu sebagai seorang Ibu? Ibu sama Mas Hamid memiliki sifat yang sama-sama jahat dan tidak pernah memikirkan orang lain!"Dengan lantang Hafizah berbicara seperti itu pada Ibu mertuanya, apalagi semuanya memang harus diselesaikan agar ibu mertua

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06
  • Upik Abu MertuaĀ Ā Ā Bab 10. Gagal Mencari Anakku

    Selesai memberikan makanan ke Hafizah membuat Hafidz jauh lebih tenang saat masuk ke dalam kamar anaknya lagi. "Ayah, apa Tante cantik sudah makan?"Mata kecil yang ditatap Hafidz begitu mengkhawatirkan Hafizah, padahal mereka masih baru mengenal dan anaknya yang sulit akrab dengan orang lain bisa begitu perduli pada Hafizah. "Sudah, sekarang Putri tidur dulu ya. Ayah juga mau tidur, kamu harus bangun pagi karena besok mau sekolah," balas Hafidz. "Siap, Ayahku yang paling baik."Dikecupnya dahi Putri oleh Hafidz, anaknya ini selalu bisa memanjakan diri setiap bersamanya. "Aku janji akan menyayangi kamu seumur hidupku," ucapnya membelai halus rambut anaknya. Hafidz segera mandi membersihkan badannya, sedangkan Hafizah ingin menemui Putri sebelum dirinya tidur malam ini, dan dia melihat kalau kamar Putri tidak ditutup dengan rapat. "Putri, ternyata kamu sudah tidur, padahal Tante masih mau ngobrol sama kamu."Ada yang dipandangnya, wajah Putri yang begitu mirip dengan almarhum sua

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06
  • Upik Abu MertuaĀ Ā Ā Bab 11. Sarapan Bersama

    "Baik, Bu. Aku permisi pergi ingin mengambil alat kebersihannya," pamit Hafizah pada Ibu mertuanya. "Ya, sudah sana!"Lestari yang dari tadi sudah rapih untuk pergi ke tempat biasa dirinya bersenang-senang, tentu bersama teman sosialitanya yang setiap hari selalu belanja barang-barang mewah. "Saatnya aku belanja-belanja, terserah Hafizah di rumah ini, aku juga butuh kesenangan."Lestari sebenarnya tidak merelakan menantunya tenang di rumahnya, apalagi bisa berdua bersama Hafidz. Tetapi Lestari tahu sifat Hafidz yang tidak mungkin menggoda seorang wanita. "Tante cantik, apa yang Tante lakukan?"Putri sudah mengenakan pakaian seragam sekolahnya dengan menggendong tas ranselnya. "Putri, ternyata kamu. Ini Tante mau bersih-bersih," jawab Hafizah menaruh alat kebersihannya karena ingin bicara dengan anak itu. "Tante sudah sarapan? Hari ini aku mau sarapan di luar sama Ayah, tapi perutku sudah lapar, apa di sini ada makanan untuk mengganjal perutku dulu ya, Tante?" tanyanya dengan meme

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-07

Bab terbaru

  • Upik Abu MertuaĀ Ā Ā Bab 36. Bercerita

    Di ruang keluarga yang penuh dengan keheningan, Hafizah menatap Hafidz dengan tatapan yang penuh makna. Di dinding, jam berdetak pelan seolah ikut merasakan ketegangan di antara mereka. Suasana itu terasa berat, namun ada sesuatu yang tak terucapkan, sebuah keinginan untuk memahami dan diterima.Hafidz, yang awalnya terdiam, mulai merasakan getaran emosional yang aneh. "Tapi, kenapa harus sampai mengusirnya? Bukankah dia mertuamu?" tanyanya, suaranya bergetar tidak yakin.Hafizah menghela napas panjang, matanya menatap keluar jendela, seolah mencari jawaban di luar sana. "Kau tidak mengerti, Hafidz. Ibu Lestari jahat, dia juga seorang wanita yang keras kepala. Dia selalu merasa berhak untuk mengatur hidupku, bahkan setelah aku menikah dengan anaknya. Dia tidak bisa menerima bahwa rumah ini adalah milikku sekarang. Dia masih terjebak dalam pandangan bahwa semua yang ada di sini adalah miliknya."Hafidz merasa hatinya bergetar. Dia tahu betul bagaimana hubun

  • Upik Abu MertuaĀ Ā Ā Bab 35. Ke Rumah Hafidz

    Hafizah memohon dengan nada penuh harap kepada Hafidz, meminta kesempatan untuk menghabiskan satu hari bersama mereka. "Setidaknya untuk hari ini saja aku bisa bersama kalian, atau aku ke tempat tinggal kalian berdua. Aku janji tidak akan meminta lebih dari itu," katanya sambil menatap Hafidz.Meski berusaha menahan diri, Hafidz akhirnya mengalah. Ia tahu, terutama karena Putri, anaknya, juga senang berada di dekat Hafizah. "Baiklah, kita pergi ke rumahku. Tapi jangan kaget kalau nanti kamu mengetahui sesuatu yang belum pernah kamu tahu tentangku," kata Hafidz tegas."Tenang saja. Aku akan mencoba memahami semuanya. Hal yang kamu sembunyikan mungkin memang urusanmu. Aku tidak berhak menanyakan itu. Aku hanya ingin bersama Putri hari ini," jawab Hafizah dengan lembut.Tanpa kata tambahan, Hafidz menyetujui. "Baik, kita pergi sekarang," putusnya, berjalan lebih dulu meninggalkan Hafizah dan Putri yang masih saling pandang. Putri terus memeluk Hafiz

  • Upik Abu MertuaĀ Ā Ā Bab 34. Bertemu

    Hafidz mengarahkan mobilnya menuju restoran yang terkenal dengan steak daging segar. Di sepanjang perjalanan, Putri, yang berusia lima tahun, terlihat ceria memainkan boneka kesayangannya, sambil sesekali melirik ke arah jendela, menyaksikan pemandangan kota yang berlalu-lalang."Putri, nanti setelah makan, kita bisa pergi ke taman bermain, ya?" tawar Hafidz dengan senyum hangat di wajahnya."Yeay! Aku suka taman bermain! Tapi Ayah, aku mau naik wahana yang tinggi-tinggi," jawab Putri dengan semangat, matanya berbinar penuh harapan.Hafidz hanya bisa tertawa mendengar keinginan anaknya. "Baiklah, kita akan naik wahana yang tinggi, tapi Ayah harus melihat dulu apakah itu aman untukmu."Setelah beberapa menit, mereka tiba di restoran. Aroma daging yang dipanggang memenuhi udara, membuat perut Putri berbunyi. Mereka duduk di meja dekat jendela, dan Hafidz memesan berbagai hidangan daging yang diinginkan Putri."Sambil menunggu makanan, Ayah

  • Upik Abu MertuaĀ Ā Ā Bab 33. Bebas

    "Sekarang ikut dengan kami tanpa perlawanan, karena kami akan kasar kalau Ibu tidak mau mengikuti kami, semuanya akan diproses ke polisi kalau Ibu tidak mau."Lestari mendengarnya, ancaman petugas yang menakutkan baginya, tidak mau berurusan dengan polisi karena Lestari sendiri sudah memalsukan saksi untuk membuat menantunya bersalah. "Ok, baik. Tapi jangan kasar! Aku akan jalan sampai di tempat tujuan kalian."Terpaksa Lestari mengikuti mereka berdua, akhirnya Hafizah melihat mertuanya pergi dari halaman rumah dan sudah keluar bersama petugas tadi. "Rasanya lega hidup tanpa orang seperti Ibu, mungkin bukan aku yang akan mengerti Ibu, maafkan aku Mas, tadinya aku mau berbakti pada Ibumu karena kamu adalah suamiku, tapi aku tidak sanggup dengannya," ucap Hafizah membalikkan tubuhnya ke arah lain. Hafizah berjalan ke arah tempat tidur, dia merebahkan tubuhnya setelah selesai dengan drama mertuanya. "Akhirnya aku bebas, apa yang

  • Upik Abu MertuaĀ Ā Ā Bab 32. Kehidupan Hafidz

    "Ayah, kita ada di mana?" Saat kakinya melangkah pada pintu rumah yang dibuka beberapa pelayan, seketika mereka menundukkan kepalanya, "Selamat datang Pak Hafidz," ucap salah satu kepala pelayan pada Hafidz yang berdiri di samping anaknya. "Terima kasih, tolong kalian siapkan kamar untuk anakku, dia akan tinggal di rumah ini." perintah Hafidz pada kepala pelayan. "Laksanakan Pak Hafidz."Putri melihat ke arah ayahnya, tidak lupa menarik tangan ayahnya agar mau menjawab pertanyaannya. "Ayah, rumah siapa?"Hafidz mendengar pertanyaan anaknya, dia juga kebingungan harus menceritakan dari mana dirinya memulai. "Ini rumah Ayah, rumah kamu juga, sekarang kita berdua tinggal di sini, kamu tidak apa-apa 'kan?"Putri melirik rumah yang dia masuki bersama ayahnya, terlihat berbeda dari rumah yang dia tempati sebelumnya. "Tidak apa-apa, Ayah. Rumah ini besar sekali. Putri suka rumahnya, tidak ada yang berter

  • Upik Abu MertuaĀ Ā Ā Bab 31. Batas Kesabaran

    "Tidak mau!"Lestari tidak sedikitpun melangkah pergi dari rumah yang menurutnya adalah peninggalan anaknya. "Aku tidak perduli Ibu mau atau tidak, yang aku mau Ibu pergi dari rumahku sekarang."Ditariknya tangan Lestari oleh Hafizah yang tidak bisa sabar terhadap sikap mertuanya selama ini. "Jangan kurang ajar kamu, Hafizah! Aku berhak tinggal di rumah anakku."Masih terus berontak menolak untuk keluar dari rumah, walaupun sebenarnya Lestari sendiri memiliki kecurigaan pada Hamid anaknya yang selalu bisa memberikannya uang, karena Hamid tidak terlihat bekerja sama sekali. "Lepaskan aku!""Pergi sekarang!"Hafizah tetap mau mertuanya pergi dari rumahnya yang seharusnya bisa nyaman dan tenang di dalamnya, rumah yang sudah beberapa tahun ditinggalkannya selama dirinya di dalam penjara. "Jangan coba-coba kamu mengusir aku! Kamu lupa aku bisa melakukan apa saja yang aku mau terhadap kamu? Hukuman akan a

  • Upik Abu MertuaĀ Ā Ā Bab 30. Pergi Dari Rumahku!

    "Hanya kebetulan, di dunia ini nama orang bisa sama, kedua orang tua bebas memberikan nama pada anaknya, bahkan wajah seseorang terkadang sama walaupun kita tidak sedarah."Hafizah mulai berpikir dan melihat Hafidz dari atas sampai bawah, tidak mungkin kalau Hafidz yang dia kenal ini orang kaya. "Dari jawaban kamu aku percaya, aku rasa tidak mungkin kamu seorang pengusaha kaya raya, aku saja yang berlebihan, mungkin memang kalian memiliki wajah dan nama yang sama, hanya kehidupan yang berbeda, atau jangan-jangan pengusaha ini adalah saudara kembar kamu?""Tidak perlu sembarangan bicara lagi, aku tidak mungkin memiliki saudara kembar, karena aku anak tunggal dari keluargaku," balas Hafidz. Hafidz masih berusaha menyembunyikan semua identitasnya di depan Hafizah ataupun semua orang yang ada di rumah, bukan tanpa alasan, tetapi Hafidz tidak mau kalau dirinya akan dimanfaatkan. "Maaf, aku rasa karena tekanan hidupku jadi aku seperti ini, t

  • Upik Abu MertuaĀ Ā Ā Bab 29. Masih Disembunyikan

    "Putri, kamu mau sekolah lagi besok 'kan? Ayah ada acara penting, jadi nanti Ayah kemungkinan tidak bisa menjemput kamu, tapi kamu tenang saja, Ayah akan mengirim seseorang untuk datang menjemput kamu," ucap Hafidz duduk di samping anaknya yang sedang bermain boneka. "Tidak apa-apa Ayah, Putri tau kalau Ayah pasti mau mencari uang untuk kebutuhan Putri. Kalau Tante cantik yang menjemput Putri, bagaimana Ayah?" tanyanya menatap mata ayahnya yang sendu akibat kesedihan yang dipendam sendiri. Hafidz meraih tangan anaknya yang mungil, dia mengecupnya lembut penuh kasih sayang, ditatapnya mata anaknya yang ingin dipenuhi keinginannya. "Maafkan Ayah, untuk kali ini Ayah tidak mungkin memaksa Tante Hafizah untuk menjemput kamu. Tante Hafizah sibuk di rumah membersihkan semuanya, nanti Tante Hafizah bisa dimarahi Nenek kalau pergi sembarangan. Jadi kamu harus memahami itu semua, kamu tau bagaimana Nenek 'kan?""Baiklah Ayah, Putri mengerti. Nenek memil

  • Upik Abu MertuaĀ Ā Ā Bab 28. Menggunakan Uang

    "Tenanglah, aku akan menolong kamu," ucap Hafidz mendekati Hafizah yang hampir tidak sadarkan diri. Hafizah tersenyum setelah tangan dan kakinya dilepaskan oleh penolongnya, tidak pernah dibayangkannya kalau Hafidz berani melepaskan dirinya dari hukuman mertuanya . "Hafidz, bagaimana Ibu?""Sudahlah jangan bicara tentang Ibu, aku harus bersembunyi dulu," jawab Hafidz sudah melepaskan semua ikatan Hafizah. "Kenapa bersembunyi?""Karena aku telah memukul Ibu Lestari dengan kayu yang ada di kamarmu, jadi sekarang kita harus bersembunyi sebelum Ibu memaki kita berdua."Hafizah menahan tawanya, ternyata Hafidz lebih berani daripada yang dipikirkannya, tentu laki-laki semacam ini adalah idaman wanita-wanita di luar sana. "Jadi menurutmu ini lucu, Hafizah?""Tidak, aku tidak bilang ini lucu, maaf kalau aku menertawakan perbuatanmu ke Ibu, aku seharusnya berterima kasih sama kamu, karena telah menolong aku."Hafidz membantu Hafizah berdiri untuk berjalan, tetapi Hafizah kesulitan karena l

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status