Home / Rumah Tangga / Upik Abu Mertua / Bab 5. Rahasia Hafizah

Share

Bab 5. Rahasia Hafizah

Author: Rifat Nabilah
last update Last Updated: 2024-11-26 21:04:59

"Aku tidak tau bisa atau tidak untuk membantumu, setidaknya handuk ini bisa menutupi pakaianmu yang basah," ucap seseorang yang tiba-tiba datang menyodorkan handuk.

Hafizah menoleh, "Hafidz, sejak kapan kamu di situ?" tanyanya.

"Eum, dari tadi, sama Putri juga menyaksikan kamu diguyur air, ini sudah malam, sebaiknya dilanjutkan besok, aku rasa Ibu Lestari juga tidak akan keluar kamar lagi."

Hafidz mengetahui kebiasaan ibu mertuanya yang mengunci diri di dalam kamar dengan alkoholnya.

"Terima kasih," balas Hafizah mengambil handuk tersebut.

Tiba-tiba matanya tertuju pada Putri yang menarik-narik pelan handuk yang dikenakan Hafizah.

"Tante cantik, ini aku bawakan minuman hangat," ucapnya.

Hafizah tersenyum, rasa sedihnya menghilang seketika menatap senyuman Putri, seperti ada magnet yang begitu luar biasa membuatnya bisa semangat lagi.

"Terima kasih anak baik."

Diambilnya minuman hangat yang dibawakan Putri padanya, setidaknya sudah menjadi obat penawar rasa sakit sudah diperlakukan tidak baik oleh mertua sendiri.

"Sama-sama," balasnya.

Putri menggandeng tangan Hafidz kembali, mereka berjalan menuju kamar meninggalkan Hafizah di sana yang masih minum.

"Wajah anak itu mengingat aku dengan seseorang, tapi siapa? Mengapa rasanya aku memiliki ikatan batin yang begitu kuat padanya? Entahlah, dia anak yang baik dan cantik, andaikan anakku ada di sini, pasti sama-sama cantik dengannya."

Hafizah segera pergi ke kamarnya, meninggalkan pekerjaannya begitu saja, dia tidak peduli walaupun besok Lestari akan memakinya lagi, yang penting sekarang dirinya bisa mandi dan beristirahat.

Setelah Hafizah berendam air hangat seperti dulu ketika masih ada suaminya, dia menggunakan piyama cantiknya yang ada di lemari, dan membuka sebuah koper kecil yang isinya sesuatu yang sangat berharga.

"Sertifikat rumah ini masih tercantum namaku, tapi aku selalu menutupinya dari mertuaku kalau semua harta Mas Hamid adalah milikku, karena Mas Hamid selalu memberikan uang gajinya pada selingkuhan dan Ibu maupun Dera, tidak sedikitpun membeli sesuatu, bahkan mobil yang digunakan Ibu adalah milikku, tapi mengapa perlakuan Ibu sangatlah jahat kepadaku? Begitu juga Mas Hamid yang tega berselingkuh mengkhianati pernikahan kami," ucapnya lirih menangis kembali memeluk sertifikat rumahnya.

Hamid suaminya membuat sertifikat palsu untuk ditunjukkan dan diberikan pada ibunya untuk menunjukkan jika dirinya sudah mapan dan mampu menghidupkan ibu dan adiknya, begitu juga mampu memiliki istri lebih dari satu, tetapi pada kenyataannya berbeda, semuanya bukan milik Hamid, melainkan milik Hafizah yang mendapatkan warisan dari kedua orang tuanya yang sudah meninggal dunia sejak dirinya masih gadis.

Disimpannya lagi sertifikat rumahnya di dalam koper, di pandangannya foto pernikahan yang penuh dengan noda hitam karena perselingkuhan tersebut.

"Mas, andaikan kamu ada di sini, mungkin Ibu tidak akan berbuat semacam itu padaku, tapi aku tau semua perlakuan Ibu juga karena kamu selalu menjelekkan aku kepadanya, aku masih belum memaafkan kamu, Mas."

Malam panjang menjadi saksi kesedihannya yang mengingat berapa sakitnya dikhianati suami sendiri, dengan perlahan Hafizah menaiki tempat tidurnya dan menarik selimut untuk menutupi seluruh tubuhnya.

"Selamat tidur, dunia Ibu mertuaku."

Baginya sekarang memang dunia yang dia jalankan adalah milik Ibu mertuanya, sama dengan dunianya dulu yang terpenjara lima tahun begitu menyiksa batinnya. Mata Hafizah tertutup perlahan-lahan, tidak ada yang dia pikirkan lagi.

Pukul tujuh pagi seseorang tengah membuka kasar pintu kamar, dia membawa sebuah ember ditangannya yang berisi air.

'Byuuurr!'

Tangan Hafizah menyeka air yang ada di wajahnya, setengah badannya basah kuyup seperti semalam, dan ternyata memang ibu mertuanya sudah ada di samping tempat tidur.

"Nyonya, ada apa?" tanyanya terperanjat.

"Menurutmu? Ini sudah jam berapa kamu masih tidur dengan nyaman di rumahku! Seenaknya juga tadi malam masih meninggalkan pekerjaan. Memang di sini tempat penampungan gratis! Cepat kerjakan pekerjaan rumah dan masak sarapan untuk aku."

Hafizah menarik nafasnya perlahan, dia tetap harus sabar menghadapi tingkah laku mertuanya di pagi hari yang sudah marah-marah.

"Baik, Nyonya, aku akan kerjakan semuanya."

Segera Hafizah beranjak dari tempat tidur menuju dapur untuk mengambil alat-alat kebersihan dan memasak terlebih dahulu untuk ibu mertuanya. Namun, apa yang dia lihat di dapur?

"Hafidz, sedang apa kamu?" tanyanya.

Hafidz baru meletakkan makanan di piring dan mangkuk, "Aku memesan makanan, kamu tinggal bilang semua ini hasil masakanmu pada Ibu." tangannya merapihkan bungkus makanan dan dibuangnya ke tempat sampah.

"Eh, tapi bukannya itu bohong? Aku tidak mau, kalau nanti ketahuan, gimana?"

"Sudah jangan banyak berpikir seperti itu. Ibu Lestari tidak akan tau kalau kamu tidak masak, lagipula selama aku menikah dengan Dera, dia tidak pernah menginjakkan kaki ke dapur ini. Ikuti caraku daripada nanti majikanmu marah lagi," ujarnya meninggalkan Hafizah.

Hafizah melihat semua makanan yang dibeli Hafidz begitu menggiurkan, terutama ayam gorengnya. Hafizah ingin sekali melahap ayam tersebut.

"Ayamnya aku simpan satu untukku, aku juga harus sarapan, tapi ini disembunyikan dulu, nanti ketika Ibu sedang makan, aku makan di tempat persembunyianku," ucapnya segera mengambil satu ayam goreng dengan roti yang ada di depan matanya.

Ada ikan goreng juga, tetapi kalau Hafizah mengambilnya akan lama untuk dimakan, dia harus menghadapi Lestari setelah makan, entah apa yang akan dilakukan Lestari setelah ini, yang pasti Lestari tidak mau menantunya nyaman di rumah.

Saat semua sudah dihidangkan oleh Hafizah, ternyata Lestari mencium aroma sedap dari makanan yang disajikan pembantunya itu, dia berselera makan pagi ini, karena setiap pagi masakan pembantu sebelumnya tidak tercium aroma sedap yang menjadi seleranya.

"Silakan, Nyonya."

Hafizah berdiri memandangi makanan yang dibeli Hafidz, semuanya serba mewah dari restoran bintang lima, belum lagi ada potongan buah-buahan segar dengan fla terbaik.

"Sedang apa kamu berdiri situ?" tanyanya ketus.

"Maaf, Nyonya. Kalau begitu aku permisi."

"Ya, pergi yang jauh dari hadapanku!"

Hafizah pergi segera bersembunyi untuk sarapan, terlihat oleh Hafidz kalau Hafizah sedang makan di bawah meja dapur.

"Dia terlalu bodoh!"

Hafidz menggelengkan kepalanya, dia juga tidak sarapan satu meja dengan ibu mertuanya, sudah jelas kalau ibu mertuanya tidak akan menyukainya sampai kapanpun.

Tiba-tiba terdengar suara pecahan dari arah rumah makan.

'Crangggg!'

"Suara apa itu?"

Hafizah menghentikan makanannya yang tinggal sedikit, sedangkan Hafidz bersembunyi agar tidak terlihat oleh Hafizah.

"Anak bodoh! Kamu kalau mau makan tuh ya, minta sama Ayahmu! Enak saja mengambil makanan di meja makan ini. Bilang sama Ayahmu kalau mau makan di rumahku harus bayar!"

Tangan Lestari mencengkram kuat lengan Putri yang ketakutan sudah menjatuhkan piring yang ada ayam gorengnya.

"Ampunn! Sakit!"

Putri menjerit kuat karena ditekan tangannya oleh Lestari. Hafizah datang melepaskan cengkraman ibu mertuanya.

"Cukup, Nyonya!" ditariknya Putri menjauh.

Related chapters

  • Upik Abu Mertua   Bab 6. Hukuman

    Kemarahan menyelimuti Lestari melihat menantunya membela anak sambung Dera. Sekarang Lestari berdiri memegang gelas yang ada di atas meja. "Rasakan ini!" Hafizah melindungi Putri dengan memeluk anak itu, matanya melihat Ibu mertuanya ingin melempar gelas yang ada di tangan. 'Cranggg!' Hafizah tidak merasakan sakit apa pun di punggungnya, padahal sudah jelas mendengar suara pecahan gelas jatuh ke lantai. "Ka-kalian, tidak apa-apa?" Suara yang meringis kesakitan bersumber dari belakang punggung Hafizah, wanita itu menoleh ke belakang perlahan. Dengan cepat memegangi pria yang sudah mengorbankan dirinya untuk melindunginya dan Putri. "Hafidz!" Hafizah menatap mata Hafidz dengan penuh kekhawatiran karena pasti pria itu terluka setelah melindungi dirinya dari serangan ibu mertuanya. "Ya, rasanya sakit," ucapnya pelan merasakan tubuhnya melemah. Ditangkapnya Hafidz dengan susah payah, walaupun harus melepaskan pelukan Putri yang sekarang melihat ayahnya terluka. Putri memega

    Last Updated : 2025-01-01
  • Upik Abu Mertua   Bab 7. Semua Milikku

    "Bu, kami hanya membahas Putri," jawab Hafizah menjelaskan pada ibu mertuanya agar tidak ada salah paham. Berbeda dengan Hafidz yang perlahan melihat ibu mertuanya dengan santai. Lestari membawa sapu dan lap, dilemparkannya ke wajah Hafizah yang dari tadi belum juga membersihkan rumah. "Alasan! Ambil itu. Kerjakan semuanya sebelum aku pulang dari salon, jangan ada drama seisi ruangan kotor karena kamu sibuk pacaran sama Hafidz," ujarnya pergi setelah melemparkan barang-barang tersebut. Hafizah mengambilnya dengan wajah yang sedih karena dia harus terus diperlakukan buruk oleh ibu mertuanya sendiri. "Tidak perlu diambil hati semua yang keluar dari mulut Ibu, aku tau sebenarnya kamu menantunya, nasib kita sama Hafizah, sama-sama diperlakukan tidak baik di sini." Hafidz bisa merasakan kekecewaan Hafizah terhadap Lestari, dia paham betul sifat Lestari sejak menginjakkan kaki di rumah ini. "Aku tidak apa-apa, sekarang mau kerjakan semua pekerjaan rumah, terima kasih sekali lagi

    Last Updated : 2025-01-03
  • Upik Abu Mertua   Bab 8. Selalu Salah

    "Hafizah!"Tentu Hafizah tahu siapa yang memanggilnya dengan kasar seperti tadi, segera Hafizah keluar dari rumah untuk menyambut ibu mertuanya yang mungkin baru menjual semua perhiasannya. "Iya, Nyonya."Hafizah sudah ada di ruang tamu masih membawa lap di bahunya, sedangkan Lestari kelihatan pucat dengan rasa takutnya karena baru mengalami perampokan. "Buatkan aku kopi, antarkan ke kamarku."Lestari berjalan tanpa menoleh ke wajah Hafizah yang ada di sampingnya, sekarang Lestari mau menenangkan pikirannya yang kacau serta menghilangkan rasa takutnya. "Baik, Nyonya."Saat Hafizah ke dapur, sudah ada Hafidz yang berdiri di sana dengan memegang satu gelas kopi di tangannya. Hafizah tidak bicara dengan pria itu, tangannya sibuk meracik kopi walaupun tidak tahu takaran yang cocok untuk Ibu mertuanya, terlihat sekali Hafizah kebingungan. "Aku sudah buatkan kopi untuk Ibu, kamu tinggal bawakan saja ke kamar," ucap Hafidz meletakkan kopi tersebut di meja dapur. Hafizah mengambil kopi

    Last Updated : 2025-01-04
  • Upik Abu Mertua   Bab 9. Demi Anakku

    "Maksud kamu?"Lestari mendongakkan kepalanya lebih berani daripada Hafizah. "Ya, aku akan katakan sesuatu yang mungkin membuat Ibu malu seumur hidup," balas Hafizah masih dengan puncak emosinya. "Malu? Seharusnya kamu yang malu seumur hidup, Hafizah! Kamu itu tidak tau diri, selalu menyusahkan aku di sini."Lestari ingin sekali mengusir Hafizah dari rumah, karena sudah tidak ada penghalang lagi untuknya bisa menikmati harta Hamid yang diincarnya selama ini. "Menyusahkan? Apa Ibu tidak pernah bercermin sama diri sendiri? Selalu aku yang Ibu salahkan, padahal aku yang sepantasnya marah sama Ibu dan Mas Hamid. Kalian jahat! Ibu juga sudah membuang cucu sendiri, coba bayangkan jika anakku kedinginan dan kelaparan di luar sana, Bu! Di mana hati Ibu sebagai seorang Ibu? Ibu sama Mas Hamid memiliki sifat yang sama-sama jahat dan tidak pernah memikirkan orang lain!"Dengan lantang Hafizah berbicara seperti itu pada Ibu mertuanya, apalagi semuanya memang harus diselesaikan agar ibu mertua

    Last Updated : 2025-01-06
  • Upik Abu Mertua   Bab 10. Gagal Mencari Anakku

    Selesai memberikan makanan ke Hafizah membuat Hafidz jauh lebih tenang saat masuk ke dalam kamar anaknya lagi. "Ayah, apa Tante cantik sudah makan?"Mata kecil yang ditatap Hafidz begitu mengkhawatirkan Hafizah, padahal mereka masih baru mengenal dan anaknya yang sulit akrab dengan orang lain bisa begitu perduli pada Hafizah. "Sudah, sekarang Putri tidur dulu ya. Ayah juga mau tidur, kamu harus bangun pagi karena besok mau sekolah," balas Hafidz. "Siap, Ayahku yang paling baik."Dikecupnya dahi Putri oleh Hafidz, anaknya ini selalu bisa memanjakan diri setiap bersamanya. "Aku janji akan menyayangi kamu seumur hidupku," ucapnya membelai halus rambut anaknya. Hafidz segera mandi membersihkan badannya, sedangkan Hafizah ingin menemui Putri sebelum dirinya tidur malam ini, dan dia melihat kalau kamar Putri tidak ditutup dengan rapat. "Putri, ternyata kamu sudah tidur, padahal Tante masih mau ngobrol sama kamu."Ada yang dipandangnya, wajah Putri yang begitu mirip dengan almarhum sua

    Last Updated : 2025-01-06
  • Upik Abu Mertua   Bab 11. Sarapan Bersama

    "Baik, Bu. Aku permisi pergi ingin mengambil alat kebersihannya," pamit Hafizah pada Ibu mertuanya. "Ya, sudah sana!"Lestari yang dari tadi sudah rapih untuk pergi ke tempat biasa dirinya bersenang-senang, tentu bersama teman sosialitanya yang setiap hari selalu belanja barang-barang mewah. "Saatnya aku belanja-belanja, terserah Hafizah di rumah ini, aku juga butuh kesenangan."Lestari sebenarnya tidak merelakan menantunya tenang di rumahnya, apalagi bisa berdua bersama Hafidz. Tetapi Lestari tahu sifat Hafidz yang tidak mungkin menggoda seorang wanita. "Tante cantik, apa yang Tante lakukan?"Putri sudah mengenakan pakaian seragam sekolahnya dengan menggendong tas ranselnya. "Putri, ternyata kamu. Ini Tante mau bersih-bersih," jawab Hafizah menaruh alat kebersihannya karena ingin bicara dengan anak itu. "Tante sudah sarapan? Hari ini aku mau sarapan di luar sama Ayah, tapi perutku sudah lapar, apa di sini ada makanan untuk mengganjal perutku dulu ya, Tante?" tanyanya dengan meme

    Last Updated : 2025-01-07
  • Upik Abu Mertua   Bab 12. Penolong Misterius

    "Bukan apa-apa Tante, cuma lupa kalau Putri ada tugas sekolah, kalau begitu Putri mau masuk kamar dulu untuk mengerjakan semuanya," jawab Putri. "Rajin ya, Putri. Kalau begitu Putri masuk kamar, nanti Tante buatkan kamu camilan," balas Hafizah. "Asik, Tante cantik memang baik, aku masuk dulu," ujar Putri berlarian menuju kamarnya. Bergegas Hafizah menyiapkan segalanya, karena semuanya sudah disediakan sebelum Putri datang, dan mertuanya juga belum pulang. Selesai menyiapkan makanan untuk Putri dan mengantarkannya ke kamar anak itu, sekarang Hafizah ingin pergi ke kamarnya karena harus merapihkan pakaiannya yang waktu itu di keluarkan semua dari lemarinya. "Kotak perhiasanku, kenapa ada di sini?"Dengan terheran-heran melihat kotak perhiasan dan brankasnya ada di atas tempat tidur, dan ada sepucuk surat yang menempel di atas brankas. Isi surat: "Sembunyikan semuanya di tempat yang aman, jangan sampai Ibu Lestari mengambilnya lagi, aku hanya membantu satu kali untuk hal ini."Tida

    Last Updated : 2025-01-08
  • Upik Abu Mertua   Bab 13. Siapa Perempuan Itu, Bu?

    "Bu, silakan buahnya sudah ada," ucap Hafizah menaruhnya di meja makan. Lestari sudah menunggu buah yang diinginkannya, akan tetapi Hafizah baru memberikannya setelah dirinya kesal. "Aku tidak mau lagi!""Kenapa Bu? Aku sudah belikan buah yang Ibu mau, tolong hargai.""Hargai? Kamu yang tidak menghargai mertuamu, di sini aku menunggu lama sampai mulutku kering, dan kamu meminta aku menghargai kamu? Yang benar saja!"Lestari berdiri menatap penuh dengan kemarahan kepada Hafizah yang menundukkan kepalanya. "Maafkan aku, aku sudah berusaha cepat membelikannya, dan memang membutuhkan waktu, tapi buahnya sudah ada sekarang. Ibu bisa memakannya.""Singkirkan dari hadapan aku sekarang juga! Aku tidak membutuhkannya lagi, pantas Hamid berselingkuh dengan wanita yang lebih pintar dan tau bagaimana menghargai mertua, bukan seperti kamu yang menyediakan apa yang aku mau kalau diperintah saja." Air mata Hafizah mengalir, bisa-bisanya mertuanya membandingkan dirinya dengan selingkuhan suaminya

    Last Updated : 2025-01-09

Latest chapter

  • Upik Abu Mertua   Bab 40. Fakta Dan Penyesalan

    Hafidz, dengan suara lembut namun mendesak, bertanya pada Hafizah apakah ia bersedia ikut dengannya ke rumahnya lagi. Menurut Hafidz, Putri sepertinya tak bisa jauh dari Hafizah, dan jika Hafizah setuju, mereka harus segera pergi sebelum Putri merasa kelaparan. Hafidz mengungkapkan bahwa ia meninggalkan Putri tadi karena mendapat pesan dari Hafizah. Namun, Hafizah tidak kunjung menjawab, membuat Hafidz akhirnya bertindak tanpa meminta persetujuan wanita itu. Dia berkata sambil bercanda, jika Hafizah tak memberikan jawaban, maka ia tak akan segan untuk langsung menggendongnya. Tanpa menunggu jawaban, Hafidz mengangkat tubuh Hafizah dan membawanya keluarHafizah terkejut setengah mati melihat dirinya tiba-tiba digendong oleh Hafidz keluar dari rumah. Dia memprotes keras, memintanya untuk segera menurunkannya. Namun, Hafidz bergeming, tetap membawanya hingga ke depan mobilnya.Sambil membuka pintu mobil, Hafidz menjelaskan bahwa malam ini ia memiliki janji k

  • Upik Abu Mertua   Bab 39. Lestari Datang Ke Rumah

    Hafizah bertanya dengan percaya diri, menyiratkan harapan besar dalam suaranya. "Jadi, maksudnya ada kesempatan aku diterima cintanya sama kamu? Aku memang bukan Dera, tapi aku Hafizah, wanita yang tulus menyayangi Putri, anakmu. Aku yakin Putri juga akan bahagia jika aku bersama kamu."Hafidz menghentikan mobilnya perlahan. Tanpa sadar, mereka sudah sampai di depan rumah Hafizah. Namun, kebingungan masih menguasai dirinya. Ia tidak tahu bagaimana harus merespons pernyataan Hafizah yang begitu jujur."Sudah sampai, Hafizah. Kamu bisa masuk sekarang. Aku harus segera pulang. Putri pasti mencariku di rumah," katanya singkat dengan nada terukur.Hafizah hanya mengangguk memahami situasi. Ia turun dari mobil tanpa mendesak lebih jauh. Setelah menutup pintu mobil, ia melambaikan tangan ke arah Hafidz yang langsung melanjutkan perjalanan.Dalam hatinya, Hafizah berbicara kepada dirinya sendiri. "Aku tahu kamu cuma mau kebahagiaan untuk Putri, tapi aku j

  • Upik Abu Mertua   Bab 38. Mengungkapkan Perasaan

    Hari itu terasa hangat dan penuh semangat saat Hafizah berdiri di depan pintu rumah. Dalam suaranya, terdengar harapan yang tersirat, "Hari ini menyenangkan. Apa aku masih boleh bertemu dengan Putri? Aku tahu mungkin hanya ada satu kesempatan, tapi aku pasti akan merindukan Putri."Hafidz berdiri tak jauh darinya, mendengarkan dengan seksama. Raut wajahnya menunjukkan pemahaman akan ketulusan wanita di hadapannya terhadap anak perempuannya."Benarkah?" tanyanya dengan mata yang berbinar penuh harapan."Benar. Tapi untuk sekarang, lebih baik kamu pulang sebelum malam semakin larut. Apa aku boleh mengantarmu? Rasanya tidak pantas jika seorang wanita pulang larut malam sendirian."Hafizah mengangguk kecil. "Baiklah, aku tidak masalah.""Sekarang ayo ke mobil, biar aku antar kamu pulang," lanjut Hafidz.Tanpa banyak kata lagi, mereka menuju mobil Hafidz. Di dalam kendaraan itu, keduanya duduk bersebelahan, namun keheningan menyelimut

  • Upik Abu Mertua   Bab 37. Saling Jatuh Cinta

    Hafizah terdiam sejenak, merenungkan kata-kata Hafidz. Dia tahu betul bahwa keluarganya memiliki harapan besar padanya, untuk melanjutkan bisnis keluarga dan menjadi sosok yang diandalkan. "Aku akan bekerja di perusahaan Ayahku, aku bisa memulai dari sana," ucapnya bersemangat. Sebuah perasaan campur aduk mengisi hatinya. Di satu sisi, dia merasa lega bisa berbagi beban dengan Hafidz, adik ipar yang tidak disangka-sangka bisa menjadi pendengar yang baik. Namun di sisi lain, bayang-bayang masalah dengan mertuanya masih membayangi pikirannya.Hafidz, yang duduk di dekatnya, merasakan ketegangan yang menyelimuti suasana. "Kamu tahu, Hafizah, setiap orang memiliki jalan hidup yang berbeda. Kadang, kita perlu berani mengambil langkah yang tak terduga, aku rasa langkahmu sudah benar," katanya sambil memandangi wanita itu. "Terima kasih, Hafidz. Semua ini berguna untuk aku, tidak akan aku lupakan semua ucapan kamu, Hafidz."Pembicaraan mereka

  • Upik Abu Mertua   Bab 36. Bercerita

    Di ruang keluarga yang penuh dengan keheningan, Hafizah menatap Hafidz dengan tatapan yang penuh makna. Di dinding, jam berdetak pelan seolah ikut merasakan ketegangan di antara mereka. Suasana itu terasa berat, namun ada sesuatu yang tak terucapkan, sebuah keinginan untuk memahami dan diterima.Hafidz, yang awalnya terdiam, mulai merasakan getaran emosional yang aneh. "Tapi, kenapa harus sampai mengusirnya? Bukankah dia mertuamu?" tanyanya, suaranya bergetar tidak yakin.Hafizah menghela napas panjang, matanya menatap keluar jendela, seolah mencari jawaban di luar sana. "Kau tidak mengerti, Hafidz. Ibu Lestari jahat, dia juga seorang wanita yang keras kepala. Dia selalu merasa berhak untuk mengatur hidupku, bahkan setelah aku menikah dengan anaknya. Dia tidak bisa menerima bahwa rumah ini adalah milikku sekarang. Dia masih terjebak dalam pandangan bahwa semua yang ada di sini adalah miliknya."Hafidz merasa hatinya bergetar. Dia tahu betul bagaimana hubun

  • Upik Abu Mertua   Bab 35. Ke Rumah Hafidz

    Hafizah memohon dengan nada penuh harap kepada Hafidz, meminta kesempatan untuk menghabiskan satu hari bersama mereka. "Setidaknya untuk hari ini saja aku bisa bersama kalian, atau aku ke tempat tinggal kalian berdua. Aku janji tidak akan meminta lebih dari itu," katanya sambil menatap Hafidz.Meski berusaha menahan diri, Hafidz akhirnya mengalah. Ia tahu, terutama karena Putri, anaknya, juga senang berada di dekat Hafizah. "Baiklah, kita pergi ke rumahku. Tapi jangan kaget kalau nanti kamu mengetahui sesuatu yang belum pernah kamu tahu tentangku," kata Hafidz tegas."Tenang saja. Aku akan mencoba memahami semuanya. Hal yang kamu sembunyikan mungkin memang urusanmu. Aku tidak berhak menanyakan itu. Aku hanya ingin bersama Putri hari ini," jawab Hafizah dengan lembut.Tanpa kata tambahan, Hafidz menyetujui. "Baik, kita pergi sekarang," putusnya, berjalan lebih dulu meninggalkan Hafizah dan Putri yang masih saling pandang. Putri terus memeluk Hafiz

  • Upik Abu Mertua   Bab 34. Bertemu

    Hafidz mengarahkan mobilnya menuju restoran yang terkenal dengan steak daging segar. Di sepanjang perjalanan, Putri, yang berusia lima tahun, terlihat ceria memainkan boneka kesayangannya, sambil sesekali melirik ke arah jendela, menyaksikan pemandangan kota yang berlalu-lalang."Putri, nanti setelah makan, kita bisa pergi ke taman bermain, ya?" tawar Hafidz dengan senyum hangat di wajahnya."Yeay! Aku suka taman bermain! Tapi Ayah, aku mau naik wahana yang tinggi-tinggi," jawab Putri dengan semangat, matanya berbinar penuh harapan.Hafidz hanya bisa tertawa mendengar keinginan anaknya. "Baiklah, kita akan naik wahana yang tinggi, tapi Ayah harus melihat dulu apakah itu aman untukmu."Setelah beberapa menit, mereka tiba di restoran. Aroma daging yang dipanggang memenuhi udara, membuat perut Putri berbunyi. Mereka duduk di meja dekat jendela, dan Hafidz memesan berbagai hidangan daging yang diinginkan Putri."Sambil menunggu makanan, Ayah

  • Upik Abu Mertua   Bab 33. Bebas

    "Sekarang ikut dengan kami tanpa perlawanan, karena kami akan kasar kalau Ibu tidak mau mengikuti kami, semuanya akan diproses ke polisi kalau Ibu tidak mau."Lestari mendengarnya, ancaman petugas yang menakutkan baginya, tidak mau berurusan dengan polisi karena Lestari sendiri sudah memalsukan saksi untuk membuat menantunya bersalah. "Ok, baik. Tapi jangan kasar! Aku akan jalan sampai di tempat tujuan kalian."Terpaksa Lestari mengikuti mereka berdua, akhirnya Hafizah melihat mertuanya pergi dari halaman rumah dan sudah keluar bersama petugas tadi. "Rasanya lega hidup tanpa orang seperti Ibu, mungkin bukan aku yang akan mengerti Ibu, maafkan aku Mas, tadinya aku mau berbakti pada Ibumu karena kamu adalah suamiku, tapi aku tidak sanggup dengannya," ucap Hafizah membalikkan tubuhnya ke arah lain. Hafizah berjalan ke arah tempat tidur, dia merebahkan tubuhnya setelah selesai dengan drama mertuanya. "Akhirnya aku bebas, apa yang

  • Upik Abu Mertua   Bab 32. Kehidupan Hafidz

    "Ayah, kita ada di mana?" Saat kakinya melangkah pada pintu rumah yang dibuka beberapa pelayan, seketika mereka menundukkan kepalanya, "Selamat datang Pak Hafidz," ucap salah satu kepala pelayan pada Hafidz yang berdiri di samping anaknya. "Terima kasih, tolong kalian siapkan kamar untuk anakku, dia akan tinggal di rumah ini." perintah Hafidz pada kepala pelayan. "Laksanakan Pak Hafidz."Putri melihat ke arah ayahnya, tidak lupa menarik tangan ayahnya agar mau menjawab pertanyaannya. "Ayah, rumah siapa?"Hafidz mendengar pertanyaan anaknya, dia juga kebingungan harus menceritakan dari mana dirinya memulai. "Ini rumah Ayah, rumah kamu juga, sekarang kita berdua tinggal di sini, kamu tidak apa-apa 'kan?"Putri melirik rumah yang dia masuki bersama ayahnya, terlihat berbeda dari rumah yang dia tempati sebelumnya. "Tidak apa-apa, Ayah. Rumah ini besar sekali. Putri suka rumahnya, tidak ada yang berter

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status