Beranda / Rumah Tangga / Upik Abu Mertua / Bab 4. Menyiksa Menantu

Share

Bab 4. Menyiksa Menantu

Penulis: Rifat Nabilah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-26 21:04:53

Ketika semua mata tertuju pada pemakanan yang hampir selesai, ternyata Lestari baru datang dengan tangan kosong berdiri tanpa air mata.

"Pulang!"

Lestari menarik tangan Hafizah agar menjauh dari tempat peristirahatan terakhir anaknya, membiarkan Hafidz yang akan mengurus semuanya.

"Tapi, Bu ...."

"Jangan tapi-tapi! Sekarang pulang kerjakan tugas rumah, kamu lupa kalau jadi pembantu? Kamu keluar rumah seenaknya tanpa menyelesaikan pekerjaan terlebih dahulu. Aku tidak akan biarkan!"

Bisa-bisanya ibu mertuaku masih memikirkan pekerjaan rumah di saat pemakaman anak perempuan satu-satunya yang dia selalu bangga-banggakan.

"Bu, dia anakmu, apa Ibu tidak sedih Dera tiada? Aku saja sedih, Bu."

Belum pernah Hafizah menemui seorang ibu yang tidak sedih anaknya tiada. Namun, berbeda dengan ibu mertuanya yang tidak menangis sedikitpun.

"Diam kamu, Hafizah! Jangan mencoba mengatur aku bagaimana. Sudah aku bilang kamu harus panggil, Nyonya! Sekarang aku mau kamu pulang dan kerjakan tugasmu, aku akan terus mengawasi kamu sampai benar-benar selesai."

Hafizah keceplosan lagi memanggil ibu pada mertuanya, "Baik, Nyonya."

Tangannya baru memegang pintu mobil untuk dibuka, tangan Lestari mencegahnya.

"Siapa yang menyuruh kamu membuka pintu mobilku?"

"Nyonya, bukannya kita mau pulang?"

"Ya, kita mau pulang, tapi kamu tidak boleh masuk ke dalam mobilku, duduk dengan gratis di sana, bisa gatal-gatal kalau kamu duduk di dalam."

"Lalu, aku duduk di mana, Nyonya?"

Pikiran Hafizah berkecamuk memikirkan kendaraan pulang, karena dia tadi menumpang di mobil Hafidz, belum lagi tidak membawa uang sama sekali.

Ditariknya kasar Hafizah menuju belakang mobil, kini Lestari membuka bagasi mobilnya.

"Di dalam sini!"

Hafizah menatap bagasi yang pengap jika ditutup, apalagi perjalanan dari pemakaman sampai rumah cukup jauh.

"Nyonya, aku tidak akan sanggup jika ada di dalam bagasi, izinkan aku masuk ke dalam mobil untuk menumpang duduk sampai rumah, aku janji tidak akan berisik."

Tentu Hafizah menolak mentah-mentah kalau dirinya diletakkan di bagasi mobil, dan ada beberapa kardus yang isinya telur busuk yang Lestari letakkan untuk membuat menantunya tidak bisa bernafas lagi ketika sampai rumah.

"Masuk!" pekiknya dengan mata yang melebar kuat.

"B-baik, Nyonya."

Dengan terpaksa Hafizah masuk, senyum Lestari terlihat saat menutup perlahan bagasi mobilnya, Hafizah masuk dengan kaki yang tertekuk di bagasi mobil mertuanya, di tambah dengan aroma tidak sedap membuatnya tidak tahan. Akan tetapi semua itu tidak ada apa-apanya dengan bau sel penjara selama lima tahun.

"Bu, kenapa setega ini sama aku? Tapi aku akan kuat dengan bau ini, walaupun bau sekali, ini hanya sebagian kecil dari bau yang ada di dalam sel penjara dulu, aku sudah banyak menelan bau yang beda-beda. Bahkan bau ketiak teman satu sel, semua aku lakukan demi bisa melihat anakku," ucapnya bertekad.

Lestari mengendarai mobil secara ugal-ugalan untuk lebih membuat Hafizah tersiksa ada di dalam bagasi mobil.

"Auuu!"

Kepala Hafizah terbentur sana sini, matanya mulai memudar karena tubuhnya kekurangan oksigen di dalam tempat yang tertutup dan sempit.

Setengah jam mobil baru sampai di depan rumah, ternyata Lestari tidak langsung membukakan bagasi mobilnya.

"Aku punya ide nih, aku biarkan dia dalam sana sampai malam. Aku yakin Hafizah sudah pingsan, lagipula melihatnya hanya membuatku kesal, aku bersantai tanpanya dulu."

Lestari berjalan masuk meninggalkan mobilnya yang sudah ada di garasi mobil, dia bersantai hari ini di rumah mendiang Hamid dengan lebih tenang karena tidak ada Dera di dalamnya yang selalu mengomel dan meminta uang untuk berfoya-foya.

"Begitu tenang di dalam rumah mewah anakku, apalagi Dera sudah tiada, baguslah dia sudah mati, aku bisa menguasai semua ini, dan tidak perlu lagi membiayai suami dan anak haramnya itu."

Wanita paru baya yang usianya menginjak kepala empat itu akhirnya bisa menikmati hasil jeri payahnya membaca situasi agar Dera mati dan menyalahkan Hafizah.

Sampai malam tiba sekitar jam dua puluh, mata Hafizah terbuka perlahan, benar kata Lestari kalau Hafizah pasti pingsan di dalam bagasi mobil.

"Di mana aku?"

Hafizah mencoba mengingat apa yang terjadi padanya, ternyata dia baru ingat kalau dirinya ada di dalam bagasi mobil ibu mertuanya.

"Tolongggg!"

Teriakan Hafizah pelan, tetapi terdengar oleh seseorang yang baru keluar dari mobil.

"Kamu dengar tidak, Nak? Seperti ada yang teriak minta tolong."

Putri mulai fokus mendengarkan teriakan yang dibilang ayahnya, sumber suara yang dicari Hamid ternyata ada di dalam bagasi mobil Lestari, posisinya bersebelahan dengan mobilnya.

"Di dalam sini," ucapnya pada Putri.

"Cepat buka, Ayah."

Putri membantu ayahnya membuka bagasi mobil Lestari, dan terus terang Hafidz tidak menyangka kalau ada Hafizah di dalamnya.

"Sedang apa kamu?"

Hafizah bangun dari sana setelah dibukakan Hafidz, badannya sakit semua termasuk bagian kepalanya yang sakit.

"Menurut kamu apa?!"

Hafizah berjalan dengan badan yang terhuyung, lemas karena hanya makan satu roti tadi pagi, padahal malam Hafizah belum makan sama sekali.

"Mana aku tau, kamu sendiri yang masuk ke dalam sana, aku pikir kamu akan pulang bersamaku dan Putri, tadi kami mencari kamu, tapi kamu tidak ada," balas Hafidz.

"Ah, sudahlah jangan bicara lagi, aku mau masuk ke dalam, aku pusing."

Hafidz memang melihat Hafizah terlihat memegangi kepala, dia ingin membantu, tetapi Hafizah sangat jutek kepadanya.

"Ayah, Tante Hafizah kenapa?" tanya Putri.

Bocah itu tertarik pada Hafizah, dia ingin Hafizah menjadi ibunya, apalagi Hafizah tidak jahat seperti ibu tirinya Dera.

"Mungkin sakit, kita masuk yuk, sudah malam, kamu harus istirahat dan besok Ayah akan mendaftarkan kamu ke sekolah, kamu mau sekolah, Nak? Di sana pasti kamu mendapatkan banyak teman," kata Hafidz menawarkan pada anaknya.

"Mau, mau, mau, Putri mau sekolah, Ayah. Putri mau punya banyak teman," balasnya antusias.

Hafidz bersyukur memiliki anak seperti Putri yang penurut dan menggemaskan, apalagi Putri sudah bisa bicara sekarang ini.

Saat Hafidz dan Putri sudah masuk ke dalam, terlihat jika Hafizah sedang berhadapan dengan Lestari.

"Pel yang benar!"

Bentakan ibu mertuanya membuat kepala Hafizah bertambah pusing, tadinya Hafizah mau cepat masuk ke dalam kamar berpikir kalau ibu mertuanya sudah tidur.

"I-iya, Nyonya. Aku akan pel dengan benar, tapi kaki nyonya menginjaknya lagi, jadi aku sudah mengepel dengan benar," balas Hafizah.

Lestari mengambil ember yang isinya air cucian pel tersebut, dia tidak suka kalau Hafizah terus menjawab jika dirinya sedang marah.

'Byuuurr!'

Disiramkan ke kepala Hafizah yang sekarang basah kuyup dengan air kotor tersebut. Air matanya mengalir menerima perlakuan ini dari ibu mertuanya.

"Rasakan! Kalau majikan ngomong itu jangan protes terus!"

Lestari pergi meninggalkan Hafizah, di sana Hafizah menangis sendiri masih memegangi alat pel, dan akhirnya alat pel di lempar jauh-jauh.

"Argghhhhhhh! Kenapa aku memiliki Ibu mertua yang jahat, Tuhan? Hikss."

Bab terkait

  • Upik Abu Mertua   Bab 5. Rahasia Hafizah

    "Aku tidak tau bisa atau tidak untuk membantumu, setidaknya handuk ini bisa menutupi pakaianmu yang basah," ucap seseorang yang tiba-tiba datang menyodorkan handuk. Hafizah menoleh, "Hafidz, sejak kapan kamu di situ?" tanyanya. "Eum, dari tadi, sama Putri juga menyaksikan kamu diguyur air, ini sudah malam, sebaiknya dilanjutkan besok, aku rasa Ibu Lestari juga tidak akan keluar kamar lagi." Hafidz mengetahui kebiasaan ibu mertuanya yang mengunci diri di dalam kamar dengan alkoholnya. "Terima kasih," balas Hafizah mengambil handuk tersebut. Tiba-tiba matanya tertuju pada Putri yang menarik-narik pelan handuk yang dikenakan Hafizah. "Tante cantik, ini aku bawakan minuman hangat," ucapnya. Hafizah tersenyum, rasa sedihnya menghilang seketika menatap senyuman Putri, seperti ada magnet yang begitu luar biasa membuatnya bisa semangat lagi. "Terima kasih anak baik." Diambilnya minuman hangat yang dibawakan Putri padanya, setidaknya sudah menjadi obat penawar rasa sakit sudah

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-26
  • Upik Abu Mertua   Bab 6. Hukuman

    Kemarahan menyelimuti Lestari melihat menantunya membela anak sambung Dera. Sekarang Lestari berdiri memegang gelas yang ada di atas meja. "Rasakan ini!" Hafizah melindungi Putri dengan memeluk anak itu, matanya melihat Ibu mertuanya ingin melempar gelas yang ada di tangan. 'Cranggg!' Hafizah tidak merasakan sakit apa pun di punggungnya, padahal sudah jelas mendengar suara pecahan gelas jatuh ke lantai. "Ka-kalian, tidak apa-apa?" Suara yang meringis kesakitan bersumber dari belakang punggung Hafizah, wanita itu menoleh ke belakang perlahan. Dengan cepat memegangi pria yang sudah mengorbankan dirinya untuk melindunginya dan Putri. "Hafidz!" Hafizah menatap mata Hafidz dengan penuh kekhawatiran karena pasti pria itu terluka setelah melindungi dirinya dari serangan ibu mertuanya. "Ya, rasanya sakit," ucapnya pelan merasakan tubuhnya melemah. Ditangkapnya Hafidz dengan susah payah, walaupun harus melepaskan pelukan Putri yang sekarang melihat ayahnya terluka. Putri memega

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • Upik Abu Mertua   Bab 7. Semua Milikku

    "Bu, kami hanya membahas Putri," jawab Hafizah menjelaskan pada ibu mertuanya agar tidak ada salah paham. Berbeda dengan Hafidz yang perlahan melihat ibu mertuanya dengan santai. Lestari membawa sapu dan lap, dilemparkannya ke wajah Hafizah yang dari tadi belum juga membersihkan rumah. "Alasan! Ambil itu. Kerjakan semuanya sebelum aku pulang dari salon, jangan ada drama seisi ruangan kotor karena kamu sibuk pacaran sama Hafidz," ujarnya pergi setelah melemparkan barang-barang tersebut. Hafizah mengambilnya dengan wajah yang sedih karena dia harus terus diperlakukan buruk oleh ibu mertuanya sendiri. "Tidak perlu diambil hati semua yang keluar dari mulut Ibu, aku tau sebenarnya kamu menantunya, nasib kita sama Hafizah, sama-sama diperlakukan tidak baik di sini." Hafidz bisa merasakan kekecewaan Hafizah terhadap Lestari, dia paham betul sifat Lestari sejak menginjakkan kaki di rumah ini. "Aku tidak apa-apa, sekarang mau kerjakan semua pekerjaan rumah, terima kasih sekali lagi

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • Upik Abu Mertua   Bab 8. Selalu Salah

    "Hafizah!"Tentu Hafizah tahu siapa yang memanggilnya dengan kasar seperti tadi, segera Hafizah keluar dari rumah untuk menyambut ibu mertuanya yang mungkin baru menjual semua perhiasannya. "Iya, Nyonya."Hafizah sudah ada di ruang tamu masih membawa lap di bahunya, sedangkan Lestari kelihatan pucat dengan rasa takutnya karena baru mengalami perampokan. "Buatkan aku kopi, antarkan ke kamarku."Lestari berjalan tanpa menoleh ke wajah Hafizah yang ada di sampingnya, sekarang Lestari mau menenangkan pikirannya yang kacau serta menghilangkan rasa takutnya. "Baik, Nyonya."Saat Hafizah ke dapur, sudah ada Hafidz yang berdiri di sana dengan memegang satu gelas kopi di tangannya. Hafizah tidak bicara dengan pria itu, tangannya sibuk meracik kopi walaupun tidak tahu takaran yang cocok untuk Ibu mertuanya, terlihat sekali Hafizah kebingungan. "Aku sudah buatkan kopi untuk Ibu, kamu tinggal bawakan saja ke kamar," ucap Hafidz meletakkan kopi tersebut di meja dapur. Hafizah mengambil kopi

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-04
  • Upik Abu Mertua   Bab 1. Pembunuh!

    "Aku bukan pembunuh!" seru seorang wanita yang mulai bangkit di dekat batu nisan yang selesai di peluknya, air matanya pun masih belum mengering karena peristiwa yang baru dialaminya bersama mendiang suaminya yang baru meninggal dunia. "Bagiku kamulah pembunuh Hamid! Perempuan pembawa sial!" pekiknya berteriak lantang menunjukkan kemarahan di depan menantunya yang menurutnya menjadi penyebab anak laki-lakinya meninggalkan dunia ini. "Bukan! Aku tidak pernah membunuh Mas Hamid. Ibu salah paham padaku," balas Hafizah membela dirinya dari tuduhan mertua. "Tutup mulutmu! Jelas-jelas anakku yang sekarang meninggal, kuburannya masih belum kering dan kamu masih mengelak? Aku tidak akan memaafkan kamu, Hafizah! Sekarang kamu ikut aku ke kantor polisi." Hafizah mencoba melepaskan diri dari tangan Lestari yang menariknya sangat kuat, tetapi Lestari tidak terkalahkan menarik tangan Hafizah sampai bisa menjauh dari kuburan Hamid. "Lepas, Bu!" "Diam!" Lestari tetap pada pendiriannya un

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-26
  • Upik Abu Mertua   Bab 2. Lima Tahun Kemudian

    "Di mana anakku, Bu?" Suara Hafizah terdengar oleh Lestari dan Dera yang duduk di sofa karena baru menghabiskan satu hari dengan membelanjakan uang Hamid sesuka hati mereka. "Hafizah?" Lestari kaget tidak percaya ada Hafizah di dalam rumah mewah anaknya Hamid. Begitupun Dera sama kagetnya kakak iparnya sudah ada di dalam rumah bahkan di ruang keluarga. "Iya, ini aku, sekarang aku sudah bebas. Jadi, apa boleh aku mengetahui di mana panti asuhan itu? Aku merindukan anakku." Hafizah tidak mungkin melupakan pengakuan ibu mertuanya yang telah membuang anaknya. Lima tahun menjadi penantian untuk bisa bertemu kembali dengan buah hatinya. Lestari dan Dera berdiri mendekati Hafizah yang tidak membawa apa-apa ditangannya, karena Hafizah memang tidak membawa barangnya ketika masuk penjara. "Enak saja mau tau anakmu! Kamu pikir aku bodoh sembarangan cerita di mana panti asuhan itu? Jangan harap, Hafizah!" "Bu, aku mohon. Anakku tidak bersalah sama sekali. Sekarang aku bebas, biarkan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-26
  • Upik Abu Mertua   Bab 3. Kematian Dera

    "Lepas!" Tangan Hafidz melepaskan cengkraman tangan Lestari yang menyakiti Putri. "Menantu tidak tau diri! Sudah miskin, menumpang di rumahku. Sekarang kamu membela anak haram ini! Aku mau anakmu pergi dariku!" Mendengar anaknya diusir oleh ibu mertuanya membuat Hafidz geram ingin sekali bertindak kasar pada Lestari yang dari empat tahun yang lalu selalu merendahkan dan menghinanya habis-habisan. "Jaga bicara Anda!" Hafidz sangat marah pada ibu mertuanya, tetapi Lestari tidak mau kalah dari menantu laki-laki yang tidak bisa menguntungkan baginya ini. "Apa? Kamu yang harus jaga bicara! Pantas kamu membentak aku yang sudah memberikan kamu kehidupan mewah?" Lestari tidak takut pada Hafidz yang sedang marah, dia serius ingin mengusir Putri dari rumahnya karena Dera yang memintanya. Dera selalu mengeluh kalau anak Hafidz pembawa masalah. "Cukup!" Hafizah berteriak ke mereka berdua untuk menghentikan pertengkaran yang terjadi, karena masih ada mayat Dera yang masih tergeletak

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-26

Bab terbaru

  • Upik Abu Mertua   Bab 8. Selalu Salah

    "Hafizah!"Tentu Hafizah tahu siapa yang memanggilnya dengan kasar seperti tadi, segera Hafizah keluar dari rumah untuk menyambut ibu mertuanya yang mungkin baru menjual semua perhiasannya. "Iya, Nyonya."Hafizah sudah ada di ruang tamu masih membawa lap di bahunya, sedangkan Lestari kelihatan pucat dengan rasa takutnya karena baru mengalami perampokan. "Buatkan aku kopi, antarkan ke kamarku."Lestari berjalan tanpa menoleh ke wajah Hafizah yang ada di sampingnya, sekarang Lestari mau menenangkan pikirannya yang kacau serta menghilangkan rasa takutnya. "Baik, Nyonya."Saat Hafizah ke dapur, sudah ada Hafidz yang berdiri di sana dengan memegang satu gelas kopi di tangannya. Hafizah tidak bicara dengan pria itu, tangannya sibuk meracik kopi walaupun tidak tahu takaran yang cocok untuk Ibu mertuanya, terlihat sekali Hafizah kebingungan. "Aku sudah buatkan kopi untuk Ibu, kamu tinggal bawakan saja ke kamar," ucap Hafidz meletakkan kopi tersebut di meja dapur. Hafizah mengambil kopi

  • Upik Abu Mertua   Bab 7. Semua Milikku

    "Bu, kami hanya membahas Putri," jawab Hafizah menjelaskan pada ibu mertuanya agar tidak ada salah paham. Berbeda dengan Hafidz yang perlahan melihat ibu mertuanya dengan santai. Lestari membawa sapu dan lap, dilemparkannya ke wajah Hafizah yang dari tadi belum juga membersihkan rumah. "Alasan! Ambil itu. Kerjakan semuanya sebelum aku pulang dari salon, jangan ada drama seisi ruangan kotor karena kamu sibuk pacaran sama Hafidz," ujarnya pergi setelah melemparkan barang-barang tersebut. Hafizah mengambilnya dengan wajah yang sedih karena dia harus terus diperlakukan buruk oleh ibu mertuanya sendiri. "Tidak perlu diambil hati semua yang keluar dari mulut Ibu, aku tau sebenarnya kamu menantunya, nasib kita sama Hafizah, sama-sama diperlakukan tidak baik di sini." Hafidz bisa merasakan kekecewaan Hafizah terhadap Lestari, dia paham betul sifat Lestari sejak menginjakkan kaki di rumah ini. "Aku tidak apa-apa, sekarang mau kerjakan semua pekerjaan rumah, terima kasih sekali lagi

  • Upik Abu Mertua   Bab 6. Hukuman

    Kemarahan menyelimuti Lestari melihat menantunya membela anak sambung Dera. Sekarang Lestari berdiri memegang gelas yang ada di atas meja. "Rasakan ini!" Hafizah melindungi Putri dengan memeluk anak itu, matanya melihat Ibu mertuanya ingin melempar gelas yang ada di tangan. 'Cranggg!' Hafizah tidak merasakan sakit apa pun di punggungnya, padahal sudah jelas mendengar suara pecahan gelas jatuh ke lantai. "Ka-kalian, tidak apa-apa?" Suara yang meringis kesakitan bersumber dari belakang punggung Hafizah, wanita itu menoleh ke belakang perlahan. Dengan cepat memegangi pria yang sudah mengorbankan dirinya untuk melindunginya dan Putri. "Hafidz!" Hafizah menatap mata Hafidz dengan penuh kekhawatiran karena pasti pria itu terluka setelah melindungi dirinya dari serangan ibu mertuanya. "Ya, rasanya sakit," ucapnya pelan merasakan tubuhnya melemah. Ditangkapnya Hafidz dengan susah payah, walaupun harus melepaskan pelukan Putri yang sekarang melihat ayahnya terluka. Putri memega

  • Upik Abu Mertua   Bab 5. Rahasia Hafizah

    "Aku tidak tau bisa atau tidak untuk membantumu, setidaknya handuk ini bisa menutupi pakaianmu yang basah," ucap seseorang yang tiba-tiba datang menyodorkan handuk. Hafizah menoleh, "Hafidz, sejak kapan kamu di situ?" tanyanya. "Eum, dari tadi, sama Putri juga menyaksikan kamu diguyur air, ini sudah malam, sebaiknya dilanjutkan besok, aku rasa Ibu Lestari juga tidak akan keluar kamar lagi." Hafidz mengetahui kebiasaan ibu mertuanya yang mengunci diri di dalam kamar dengan alkoholnya. "Terima kasih," balas Hafizah mengambil handuk tersebut. Tiba-tiba matanya tertuju pada Putri yang menarik-narik pelan handuk yang dikenakan Hafizah. "Tante cantik, ini aku bawakan minuman hangat," ucapnya. Hafizah tersenyum, rasa sedihnya menghilang seketika menatap senyuman Putri, seperti ada magnet yang begitu luar biasa membuatnya bisa semangat lagi. "Terima kasih anak baik." Diambilnya minuman hangat yang dibawakan Putri padanya, setidaknya sudah menjadi obat penawar rasa sakit sudah

  • Upik Abu Mertua   Bab 4. Menyiksa Menantu

    Ketika semua mata tertuju pada pemakanan yang hampir selesai, ternyata Lestari baru datang dengan tangan kosong berdiri tanpa air mata. "Pulang!" Lestari menarik tangan Hafizah agar menjauh dari tempat peristirahatan terakhir anaknya, membiarkan Hafidz yang akan mengurus semuanya. "Tapi, Bu ...." "Jangan tapi-tapi! Sekarang pulang kerjakan tugas rumah, kamu lupa kalau jadi pembantu? Kamu keluar rumah seenaknya tanpa menyelesaikan pekerjaan terlebih dahulu. Aku tidak akan biarkan!" Bisa-bisanya ibu mertuaku masih memikirkan pekerjaan rumah di saat pemakaman anak perempuan satu-satunya yang dia selalu bangga-banggakan. "Bu, dia anakmu, apa Ibu tidak sedih Dera tiada? Aku saja sedih, Bu." Belum pernah Hafizah menemui seorang ibu yang tidak sedih anaknya tiada. Namun, berbeda dengan ibu mertuanya yang tidak menangis sedikitpun. "Diam kamu, Hafizah! Jangan mencoba mengatur aku bagaimana. Sudah aku bilang kamu harus panggil, Nyonya! Sekarang aku mau kamu pulang dan kerjakan tug

  • Upik Abu Mertua   Bab 3. Kematian Dera

    "Lepas!" Tangan Hafidz melepaskan cengkraman tangan Lestari yang menyakiti Putri. "Menantu tidak tau diri! Sudah miskin, menumpang di rumahku. Sekarang kamu membela anak haram ini! Aku mau anakmu pergi dariku!" Mendengar anaknya diusir oleh ibu mertuanya membuat Hafidz geram ingin sekali bertindak kasar pada Lestari yang dari empat tahun yang lalu selalu merendahkan dan menghinanya habis-habisan. "Jaga bicara Anda!" Hafidz sangat marah pada ibu mertuanya, tetapi Lestari tidak mau kalah dari menantu laki-laki yang tidak bisa menguntungkan baginya ini. "Apa? Kamu yang harus jaga bicara! Pantas kamu membentak aku yang sudah memberikan kamu kehidupan mewah?" Lestari tidak takut pada Hafidz yang sedang marah, dia serius ingin mengusir Putri dari rumahnya karena Dera yang memintanya. Dera selalu mengeluh kalau anak Hafidz pembawa masalah. "Cukup!" Hafizah berteriak ke mereka berdua untuk menghentikan pertengkaran yang terjadi, karena masih ada mayat Dera yang masih tergeletak

  • Upik Abu Mertua   Bab 2. Lima Tahun Kemudian

    "Di mana anakku, Bu?" Suara Hafizah terdengar oleh Lestari dan Dera yang duduk di sofa karena baru menghabiskan satu hari dengan membelanjakan uang Hamid sesuka hati mereka. "Hafizah?" Lestari kaget tidak percaya ada Hafizah di dalam rumah mewah anaknya Hamid. Begitupun Dera sama kagetnya kakak iparnya sudah ada di dalam rumah bahkan di ruang keluarga. "Iya, ini aku, sekarang aku sudah bebas. Jadi, apa boleh aku mengetahui di mana panti asuhan itu? Aku merindukan anakku." Hafizah tidak mungkin melupakan pengakuan ibu mertuanya yang telah membuang anaknya. Lima tahun menjadi penantian untuk bisa bertemu kembali dengan buah hatinya. Lestari dan Dera berdiri mendekati Hafizah yang tidak membawa apa-apa ditangannya, karena Hafizah memang tidak membawa barangnya ketika masuk penjara. "Enak saja mau tau anakmu! Kamu pikir aku bodoh sembarangan cerita di mana panti asuhan itu? Jangan harap, Hafizah!" "Bu, aku mohon. Anakku tidak bersalah sama sekali. Sekarang aku bebas, biarkan

  • Upik Abu Mertua   Bab 1. Pembunuh!

    "Aku bukan pembunuh!" seru seorang wanita yang mulai bangkit di dekat batu nisan yang selesai di peluknya, air matanya pun masih belum mengering karena peristiwa yang baru dialaminya bersama mendiang suaminya yang baru meninggal dunia. "Bagiku kamulah pembunuh Hamid! Perempuan pembawa sial!" pekiknya berteriak lantang menunjukkan kemarahan di depan menantunya yang menurutnya menjadi penyebab anak laki-lakinya meninggalkan dunia ini. "Bukan! Aku tidak pernah membunuh Mas Hamid. Ibu salah paham padaku," balas Hafizah membela dirinya dari tuduhan mertua. "Tutup mulutmu! Jelas-jelas anakku yang sekarang meninggal, kuburannya masih belum kering dan kamu masih mengelak? Aku tidak akan memaafkan kamu, Hafizah! Sekarang kamu ikut aku ke kantor polisi." Hafizah mencoba melepaskan diri dari tangan Lestari yang menariknya sangat kuat, tetapi Lestari tidak terkalahkan menarik tangan Hafizah sampai bisa menjauh dari kuburan Hamid. "Lepas, Bu!" "Diam!" Lestari tetap pada pendiriannya un

DMCA.com Protection Status