“Sayang sekali, aku tidak percaya keajaiban.” Caraline sengaja memilih duduk di kursi yang tidak ditarik Diego. Wanita itu lantas menyilangkan kaki.
Tanpa diduga, Diego tiba-tiba bejongkok di depan Caraline. Pria itu mengambil sapu tangan dari saku celana, kemudian membersihkan kaki wanita itu. “Ini akan membuatmu lebih baik.”
“Apa ... yang kau lakukan?” tanya Caraline dengan nada panik. Wanita itu segera menahan tangan Diego. Melihat seorang CEO perusahaan otomotif terkenal bertindak seperti ini padanya, benar-benar membuatnya tak nyaman. “Aku bisa melakukannya sendiri.”
“Biarkan aku yang bertanggungjawab.” Diego melepas genggaman jemari Caraline dari tangannya satu per satu. “Aku yang membuatmu melepas sepatumu. Jadi, biarkan aku yang memasangkannya kembali.”
“Aku ... hanya tak ingin seseorang berpikir macam-macam.” Caraline merasa keberatan.
&l
Caraline dan Diego masih berada di meja makan malam. Setelah percakapan soal keinginan CEO Otopixel itu untuk bertemu Deric, tak ada obrolan selama beberapa menit ke depan. Keduanya fokus menikmati hidangan juga alunan musik yang menyejukkan indra pendengaran.“Kau tahu, Universe Corporation akan mengadakan sebuah event pencarian bakat terbesar di negeri ini beberapa bulan lagi. Pemenang utama acara itu akan dikontrak oleh Art Media, salah satu anak perusahaan mereka selama beberapa tahun. Seperti yang kita ketahui bersama, artis yang berada di bawah manajemen mereka akan meraih sukses besar,” ujar Diego memecah keheningan, “aku pikir itu kesempatan bagus bagimu untuk menjalin kerja sama dengan mereka. Acara itu pasti akan menyedot atensi seluruh negeri.”“Kau tidak sedang membual, kan?” tanya Caraline, “aku mendengar bila Universe Corporation tidak suka membocorkan beberapa agenda mereka pada publik. Mereka lebih memi
“Se-selamat ... malam, dan terima kasih kembali.”Kalimat Caraline nyatanya mengudara selama beberapa detik di dalam kamar. Wanita itu menggenggam ponselnya dengan erat, laksana tak ingin melepaskan benda elektronik itu walau sedetik. Detak jam terdengar mengisi kesunyian yang tiba-tiba mendekap. Akan tetapi, lambat laun kesadaran Caraline kembali. Ketika hal itu terjadi, netranya seketika membola.“Apa yang telah kukatakan?!” pekiknya dengan suara tertahan. Ponsel yang tadi digenggam erat justru tak sengaja ia lempar. Untungnya, benda elektronik itu mendarat di permadani di bawah ranjang.Caraline mendadak mundur hingga tubuhnya menabrak dinding. Tak dinyana, gawai itu justru mengulang kembali pesan suara Deric.‘Selamat malam dan terima kasih untuk hari ini.’CEO Mimiline Group itu sontak menutup kedua telinga. Aksinya diiringi dengan mengentak-entak lantai, berharap sura Deric itu jatuh dari pikiran, kemudian
Caraline hanya melirik Diego dengan ekor mata. Wanita itu lupa kalau pria di sampingnya memiliki telinga tajam. Ia diam sesaat untuk merangkai kata sebagai jawaban yang masuk akal. “Kau tahu, sejak kecil aku tidak terlalu menyukai anjing. Ketika mendiang adikku menitipkan anjing itu padaku, aku tentu saja ... tidak bisa menolaknya.”“Oh, jadi ini semacam terbiasa untuk mencintai,” kata Diego, “itu pasti tak mudah.”Caraline sontak terbatuk. Ia menolak sodoran minuman dari Diego. Terbiasa untuk mencintai? Yang benar saja, batinnya.“Sejak kecil aku juga tidak menyukai ayahku,” ujar Diego dengan pandangan mendongak ke langit senja. Kedua tangannya diletakkan di samping tubuh. Ia menoleh ke arah Caraline sekilas, kemudian kembali melabuhkan tatapan pada cakrawala.Diego melanjutkan, “Dia tipe ayah yang keras, tak suka dibantah, bahkan tak sungkan untuk memukuliku bila aku melakukan ke
‘Menikahlah dengan Jacob ....’Caraline sontak terperanjat ketika sebuah suara mendadak muncul dari pikiran. Deru napasnya tiba-tiba berubah cepat beberapa kali lipat. Tubuhnya langsung terduduk di kasur. Matanya terbelalak memindai sekeliling. Wanita itu seperti dilempar ke dunia nyata secara paksa. Butuh beberapa detik lamanya hingga kesadarannya kembali ke sedia kala.“Astaga,” lirih Caraline Wanita itu menyugar rambut beberapa kali, kemudian memijat dahi secara perlahan. Embusan napasnya menjadi suara dominan yang mengisi ruangan luas ini. “Kenapa ingatan itu bisa kembali?”Ketika Caraline akan bangkit dari kasur, bunyi ponsel justru mengagetkannya. Nama Deric segera terpampang di layar gawai. Ia dengan segera mematikan sambungan telepon tersebut. “Untuk apa dia meneleponku? Benar-benar tak tahu diri!”Caraline duduk di depan meja rias. Wanita itu sudah mewanti-wanti Helen dan para maid &n
Deric tengah berada di pinggiran danau. Wajahnya masih menggurat pahatan senyum ketika melirik kotak kecil yang sudah disiapkannya sejak kemarin. Seharian ini, ia hanya menghabiskan waktu untuk berjalan-jalan seraya mengambil gambar dengan kamera.Deric tak lagi bertanya mengenai keberadaan Caraline pada Helen maupun para maid. Pria itu percaya bila Caraline cepat atau lambat akan kembali ke rumah ini. Ia menduga wanita itu sibuk dengan urusan pekerjaan, atau mungkin tengah mengunjungi suatu tempat untuk melepas penat.Bukannya jengkel, Deric justru merasa tenang ketika tak mendapat sahutan ketika menelepon Caraline. Selama panggilannya terhubung, selama itu pula ia meyakini jika wanita itu dalam keadaan baik-baik saja.“Sebaiknya aku bergegas,” ujar Deric seraya melajukan kursi roda. Pria itu mengelilingi sekitaran danau. Dedaunan maple tampak berguguran seakan menyambut kehadirannya. Ia lantas berhenti di suatu tempat, kemud
Caraline tiba-tiba mendadak tegang setelah menekan tombol itu. Ia sesekali menyelipkan anak rambut ke belakang telinga yang entah mengapa kembali terjuntai menutupi bagian depan wajah. Helaan napasnya terdengar berat seakan sedang menunggu kabar penting. Caraline seketika diam ketika suara dari gawai mulai terdengar. Ia memasang telinga dengan baik. ‘Hai, kau baik-baik saja di sana, kan? Aku bersyukur karena kau mengabaikan panggilanku. Itu tandanya kau masih seperti Caraline yang kukenal.’ “Dasar aneh!” cibir Caraline seraya menghentikan rekaman. Setelahnya, ia kembali memutar pesan suara tersebut. ‘Sebenarnya, aku memiliki sebuah permintaan. Beberapa hari lalu, aku sempat ingin menyampaikan hal itu padamu. Tapi, sepertinya kau masih disibukkan dengan pekerjaan. Jadi, kupikir aku bisa sedikit menunggu. Tepat beberapa jam dari sekarang, aku berusia dua puluh lima tahun. Sungguh waktu terasa singkat bagiku. Dulu, aku berkeinginan untuk menjadi
“Kau sepertinya benar-benar kelelahan,” ucap Diego. Pria itu kontan tercenung ketika wajah Caraline melorot ke arah dada. Saat ini, Diego bisa merasakan degup jantungnya yang meningkat dua kali lebih cepat. Ia segera memberi kode pada para pemain musik untuk segera meninggalkan lokasi. Waktu terus beranjak pagi. Diego masih setia menjadikan dadanya sebagai bantal untuk Caraline. Saat menoleh pada jam tangan, waktu sudah menunjukkan pukul tiga pagi. Itu artinya, wanita itu sudah tertidur selama tiga jam di dekapannya. Diego menikmati hal itu dibanding kenikmatan apa pun yang pernah ia reguk. Pesona Caraline benar-benar memanjakan mata sekaligus hatinya. Rasa kantuknya mendadak lenyap entah ke mana. Baginya, ini adalah kesempatan yang tidak mungkin datang dua kali. Diego sebenarnya ingin membawa Caraline ke kamar agar wanita itu bisa tertidur dengan keadaan nyaman. Hanya saja, ia tak ingin membuat CEO Mimiline Group itu terbangun saat ia mengangkatnya.
“Kau mencariku?” tanya Deric yang tiba-tiba muncul di belakang Caraline.Caraline seketika tertegun kala mendengar suara tersebut. Ponselnya dengan perlahan menjauh dari daun telinga. Rahangnya bak lapuk hingga menyebabkan mulut menganga bak gua. Seiring waktu berjalan, ketakutannya berangsur-angsur reda. Ketika kondisinya perlahan stabil, ia dengan cepat menyeka air mata, kemudian berbalik.“Aku di sini,” kata Deric dengan seuntai senyum.Caraline menoleh pada kursi roda yang tergeletak di dekatnya. Wanita itu beberapa kali menoleh pada Deric dan benda itu secara bergantian. “Apa yang sebenarnya terjadi?” gumamnya.Caraline mundur dengan perlahan. Wanita itu nyaris berpikir jika Deric jatuh dan tenggelam di danau. Meski ia tahu kalau pria itu dapat berenang, tetapi kedalaman danau bukanlah sesuatu yang mudah untuk pria cacat itu tangani.Akan tetapi, pada kenyataannya, Caraline melihat jika Deric tengah berada d
Jeremy, Jonathan dan James tampak tegang saat mengikuti seorang pengawal menuju pinggiran taman. Deburan ombak menjadi musik pengiring degup jantung mereka yang menggila. Ketiganya mendadak terdiam ketika melihat Deric tengah memunggungi mereka di dekat pagar. Tak lama setelahnya, pengawal tadi memilih pamit. Untuk beberapa detik lamanya hanya ada keheningan yang meruang di antara keempat pria itu. Jeremy, Jonathan dan James saling melempar tatapan satu sama lain, bingung dengan tindakan apa yang akan mereka ambil saat ini. Haruskah mereka pamit? Deric perlahan berbalik, tersenyum menyambut ketiga saudara tirinya. Ia berjalan mendekat, tetapi Jeremy, Jonathan dan James sama sekali tidak bergerak dari tempat mereka atau bahkan menoleh ke arahnya. “Aku sudah menunggu kedatangan kalian,” kata Deric. Jeremy, Jonathan dan James sama sekali belum menggubris pertanyaan Deric. Wajah mereka juga belum sepenuhnya terangkat. “Bukankah kau sangat merinduk
Enam bulan kemudian Kabar pernikahan Presiden Universe Corporation membuat satu negara menjadi heboh. Banyak para wanita yang memimpikannya menjadi pasangan tiba-tiba merasakan patah hati dan kesedihan mendalam. Tak sedikit yang menjadikan hari itu sebagai hari patah hati nasional.Desas-desus beredar bak jamur di musim hujan mengenai siapa wanita beruntung yang akan menjadi pasangan seorang Jacob Balderic. Setelah enam bulan lalu sosok Presiden Universe Corporation itu muncul di publik dan memperkenalkan dirinya, pria itu sama sekali tidak pernah muncul kembali di hadapan media. Namun, beritanya terus memenuhi lini berita dan tayangan televisi.Kemudian setelah seminggu kabar penikahan itu terdengar, media berhasil membongkar siapa wanita beruntung tersebut yang tak lain adalah Caraline. Banyak pihak yang setuju dengan hal itu, berpendapat jika kedua sangat cocok. Akan tetapi, tak sedikit yang justru mencibir dan merundung Caraline di
Hampir semua mata tertuju pada seorang pria tampan bermanik biru yang baru saja mengakui dirinya sebagai pemilik perusahaan nomor satu di negara ini. Suasana acara seketika sunyi senyap, begitupun dengan orang-orang yang melihat berita dari saluran televisi dan internet. Tak lama setelahnya, decak kagum penuh pujian bersahutan dengan tepuk tangan yang bergemuruh.“Astaga, Nona.” Helen yang terkejut tanpa sadar mengguncang tubuh Caraline. “Bukankah itu Tuan Deric? Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Dia bisa berjalan dengan kedua kakinya dan saat ini dia berada di depan Nona.”Helen menoleh pada Caraline yang tengah menunduk dengan wajah diliputi senyuman. Saat menyadari sesuatu, Helen dengan cepat mengendalikan diri. Kini, ia tahu alasan di balik perubahan Caraline selama dua minggu ini.“Nona Caraline,” panggil Helen dengan senyum merekah. Meski ada retakan di hatinya, ia ikut berbahagia ketika melihat Caraline saat ini.
Seminggu berlalu setelah pertemuan Caraline dengan Deric di rooftop gedung. Namun, senyum bahagianya tak kunjung juga reda. Helen, Stevan serta seluruh maid dibuat tak mengerti akan sikap wanita itu. Jika beberapa bulan yang lalu Caraline dirundung kesedihan, maka selama seminggu terakhir, ia justru diliputi kebahagiaan.Caraline mengunjungi sebuah acara yang diselenggerakan oleh salah satu anak perusahaan Universe Coporation di sebuah taman luas. Banyak pejabat dan pengusaha terkenal ikut hadir dalam acara, termasuk Henry Hulbert.Caraline benar-benar tak bisa duduk dengan tenang ketika melihat Henry Hulbert tampil di atas panggung. Pandangannya seringkali tertuju ke sekeliling. Besar kemungkinan jika Deric juga berada di acara ini, pikirnya.Caraline sama sekali tidak menerima pesan apa pun dari Deric selama seminggu ini. Ia juga sengaja tidak menghubungi pria itu. Jika dahulu rindu sangat menyiksa, maka kerinduaan ini justru kian membesarkan rasa cin
Caraline dan Deric saling memandang satu sama lain selama beberapa waktu, ternggelam dalam perasaan masing-masing. Cahaya lampu di sekeliling rooftop tampak berganti warna seiring waktu berjalan.“Aku hanya takut jika kau tidak sadarkan diri lagi seperti waktu itu,” ujar Deric tiba-tiba.“Apa maksudmu?” tanya Caraline dengan pipi merona merah.“Kau tahu, kau tiba-tiba pingsan saat kita akan melakukan ... ‘itu’ di kamarmu.” Deric tertawa, mengelus lembut rambut Caraline.“Pingsan?” Caraline menaikkan satu alis. “Bukankah kita memang pernah melakukannya?”“Sama sekali tidak,” ungkap Deric, “kau sepertinya sangat gugup sampai kau tak sadarkan diri, terlebih selama tertidur kau tidak berhenti tersenyum.”Caraline tiba-tiba saja membelakangi Deric, menutup mata dengan wajah yang sudah sangat merah. Ia benar-benar malu ketika mendengarnya. Jadi
Sekujur tubuh Caraline kian bergetar ketika melihat sosok Deric tengah berdiri di depannya. Ponselnya sampai terjatuh saking tak bisa menahan keterkejutan. Untuk beberapa saat, ia hanya bisa menahan napas dengan tatapan tak berkedip.Caraline serasa ditimpa keterkejutan di atas keterkejutan. Ia memang sangat menginginkan Deric kembali berjalan, tetapi saat melihat hal itu secara langsung, Caraline justru hanya bisa tercenung tanpa bisa melakukan apa pun. Bibirnya setengah terbuka, tetapi dengan cepat kembali tertutup.Bukankah Deric tampak sempurna dengan penampilannya saat ini?Caraline mencubit lengan kirinya kuat-kuat. Ia merasakan sakit yang luar biasa di sana. Hal itu menandakan bahwa dirinya tengah berada di alam nyata. Meski demikian, Caraline masih merasa tersesat di alam mimpi. Deric yang selama ini ia anggap pria yang sudah kehilangan mimpi-mimpinya justru adalah sosok misterius yang selama ini orang-orang ingin ketahui. Deric tak lain adalah sosok pri
“Deric.”Untuk beberapa detik lamanya Caraline hanya bisa terdiam dengan mata membulat lebar. Mulutnya setengah terbuka dengan tatapan penuh ketidakpercayaan. Semua bayangan kebersamaannya dengan Deric seketika menyergap, membuat tubuhnya hampir saja ambruk di lantai. Tetesan air mata tanpa bisa dibendung kian membanjiri pipi.Caraline tahu bahwa dirinya sangat merindukan Deric lebih dari apa pun. Akan tetapi, ketika pria itu sudah berada di depannya saat ini, ia hanya bisa diam tanpa ada keinginan untuk mendekat atau bahkan memeluknya erat.Waktu terasa berhenti bagi Caraline. Semua pemandangan di sekelilingnya mendadak berubah menjadi hitam dan putih, kecuali Deric seorang. Di saat yang bersamaan, dunia menjadi menjadi sunyi senyap.Apa mungkin kerinduannya yang sangat besar pada Deric justru membawa pria itu kembali ke hadapannya?Apa mungkin ini semua khayalan?Apa mungkin saat ini ia berada di alam mimpi?Caraline mas
Dua bulan kemudian Acara pencarian bakat yang diselenggarakan salah satu anak perusahan Universe Corporation mendapat sambutan yang sangat luar biasa dari masyarakat. Acara tersebut menduduki peringkat tertinggi selama beberapa minggu acara tersebut berlangsung. Puncaknya pada laga final yang ditayangkan kemarin malam. Para peserta menampilkan hiburan sekaligus penampilan yang sangat luar biasa. Acara tersebut bahkan sampai ditayangkan di beberapa negara tetangga. Antusiasme masyarakat dan warganet pada program tersebut sangat tinggi hingga pihak penyelenggaran berniat untuk kembali menyelenggarakan acara serupa dengan konsep segar dan baru. Sebagai bentuk apresiasi pencapaian dan keberhasilan, diadakan penjamuan makan mewah untuk seluruh mitra yang bergabung dalam program tersebut. Beberapa petinggi Universe Corporation ikut hadir di mana salah satunya adalah Henry Hulbert. Caraline nyatanya masih berada di dalam kama
Satu bulan berlalu dengan cepat. Caraline kembali menata hidupnya yang baru. Diego dijatuhi hukuman sepuluh tahun penjara untuk semua kejahatan yang sudah diperbuatnya. Meski tak sebanding, tetapi hal itu cukup membuat dirinya merasa lega. Di sisi lain, Wilson juga ikut terseret ke dalam jeruji besi. Meski keluarga Wattson berusaha untuk membebaskannya, tetapi pria itu tetap mendapat hukuman tiga tahun penjara.Kehidupan Caraline lmabat laun kembali ke sedia kala seperti sebelum mengenal Deric. Wanita itu disibukkan dengan pekerjaan kantor. Akan tetapi, kerinduan dan rasa cintanya pada pria itu justru kian tak dapat dibendung.Caraline memiliki kebiasan baru saat ini. Ketika dirinya sangat merindukan Deric, ia akan pergi ke bekas kediaman pria itu, lalu bermalam di sana. Caraline akan tersenyum saat melihat deretan foto yang terpampang di dinding dan tak lama setelahnya menangis.Pencarian Deric, Lucy dan Thomas masih terus berlangsung hingga saat ini. Namun, be