Caraline segera menyambar tas di atas meja rias. Wanita itu kemudian keluar dari kamar dengan langkah terburu-buru. Kekesalan masih dengan jelas terlukis di paras cantiknya. Selama berada di bawah guyuran shower, ia tak henti-hentinya mencibir Deric. Akan tetapi, ia tak berani mendoakan hal jelek padanya. Sungguh aneh, setiap kali ia berharap sesuatu yang buruk terjadi pada pria itu, ia malah mendapati dirinya sendiri yang menjadi korban.
Caraline melewati sebuah lorong agak panjang. Ia langsung disambut angin dan udara dingin ketika kaki jenjangnya melangkah ke arah balkon. Deburan ombak dapat terdengar jelas dari posisinya saat ini. Pemandangan laut dan sekitarnya benar-benar memanjakan mata.
“Apa kau suka berada di tempat ini?” tanya Diego yang muncul dari belakang Caraline.
“Aku harap kau bisa menilainya sendiri,” sahut Caraline tanpa menoleh pada lawan bicara. Ia lantas bergerak ke arah pagar balkon.
“Apa yang terjadi de
“Sayang sekali, aku tidak percaya keajaiban.” Caraline sengaja memilih duduk di kursi yang tidak ditarik Diego. Wanita itu lantas menyilangkan kaki.Tanpa diduga, Diego tiba-tiba bejongkok di depan Caraline. Pria itu mengambil sapu tangan dari saku celana, kemudian membersihkan kaki wanita itu. “Ini akan membuatmu lebih baik.”“Apa ... yang kau lakukan?” tanya Caraline dengan nada panik. Wanita itu segera menahan tangan Diego. Melihat seorang CEO perusahaan otomotif terkenal bertindak seperti ini padanya, benar-benar membuatnya tak nyaman. “Aku bisa melakukannya sendiri.”“Biarkan aku yang bertanggungjawab.” Diego melepas genggaman jemari Caraline dari tangannya satu per satu. “Aku yang membuatmu melepas sepatumu. Jadi, biarkan aku yang memasangkannya kembali.” “Aku ... hanya tak ingin seseorang berpikir macam-macam.” Caraline merasa keberatan.&l
Caraline dan Diego masih berada di meja makan malam. Setelah percakapan soal keinginan CEO Otopixel itu untuk bertemu Deric, tak ada obrolan selama beberapa menit ke depan. Keduanya fokus menikmati hidangan juga alunan musik yang menyejukkan indra pendengaran.“Kau tahu, Universe Corporation akan mengadakan sebuah event pencarian bakat terbesar di negeri ini beberapa bulan lagi. Pemenang utama acara itu akan dikontrak oleh Art Media, salah satu anak perusahaan mereka selama beberapa tahun. Seperti yang kita ketahui bersama, artis yang berada di bawah manajemen mereka akan meraih sukses besar,” ujar Diego memecah keheningan, “aku pikir itu kesempatan bagus bagimu untuk menjalin kerja sama dengan mereka. Acara itu pasti akan menyedot atensi seluruh negeri.”“Kau tidak sedang membual, kan?” tanya Caraline, “aku mendengar bila Universe Corporation tidak suka membocorkan beberapa agenda mereka pada publik. Mereka lebih memi
“Se-selamat ... malam, dan terima kasih kembali.”Kalimat Caraline nyatanya mengudara selama beberapa detik di dalam kamar. Wanita itu menggenggam ponselnya dengan erat, laksana tak ingin melepaskan benda elektronik itu walau sedetik. Detak jam terdengar mengisi kesunyian yang tiba-tiba mendekap. Akan tetapi, lambat laun kesadaran Caraline kembali. Ketika hal itu terjadi, netranya seketika membola.“Apa yang telah kukatakan?!” pekiknya dengan suara tertahan. Ponsel yang tadi digenggam erat justru tak sengaja ia lempar. Untungnya, benda elektronik itu mendarat di permadani di bawah ranjang.Caraline mendadak mundur hingga tubuhnya menabrak dinding. Tak dinyana, gawai itu justru mengulang kembali pesan suara Deric.‘Selamat malam dan terima kasih untuk hari ini.’CEO Mimiline Group itu sontak menutup kedua telinga. Aksinya diiringi dengan mengentak-entak lantai, berharap sura Deric itu jatuh dari pikiran, kemudian
Caraline hanya melirik Diego dengan ekor mata. Wanita itu lupa kalau pria di sampingnya memiliki telinga tajam. Ia diam sesaat untuk merangkai kata sebagai jawaban yang masuk akal. “Kau tahu, sejak kecil aku tidak terlalu menyukai anjing. Ketika mendiang adikku menitipkan anjing itu padaku, aku tentu saja ... tidak bisa menolaknya.”“Oh, jadi ini semacam terbiasa untuk mencintai,” kata Diego, “itu pasti tak mudah.”Caraline sontak terbatuk. Ia menolak sodoran minuman dari Diego. Terbiasa untuk mencintai? Yang benar saja, batinnya.“Sejak kecil aku juga tidak menyukai ayahku,” ujar Diego dengan pandangan mendongak ke langit senja. Kedua tangannya diletakkan di samping tubuh. Ia menoleh ke arah Caraline sekilas, kemudian kembali melabuhkan tatapan pada cakrawala.Diego melanjutkan, “Dia tipe ayah yang keras, tak suka dibantah, bahkan tak sungkan untuk memukuliku bila aku melakukan ke
‘Menikahlah dengan Jacob ....’Caraline sontak terperanjat ketika sebuah suara mendadak muncul dari pikiran. Deru napasnya tiba-tiba berubah cepat beberapa kali lipat. Tubuhnya langsung terduduk di kasur. Matanya terbelalak memindai sekeliling. Wanita itu seperti dilempar ke dunia nyata secara paksa. Butuh beberapa detik lamanya hingga kesadarannya kembali ke sedia kala.“Astaga,” lirih Caraline Wanita itu menyugar rambut beberapa kali, kemudian memijat dahi secara perlahan. Embusan napasnya menjadi suara dominan yang mengisi ruangan luas ini. “Kenapa ingatan itu bisa kembali?”Ketika Caraline akan bangkit dari kasur, bunyi ponsel justru mengagetkannya. Nama Deric segera terpampang di layar gawai. Ia dengan segera mematikan sambungan telepon tersebut. “Untuk apa dia meneleponku? Benar-benar tak tahu diri!”Caraline duduk di depan meja rias. Wanita itu sudah mewanti-wanti Helen dan para maid &n
Deric tengah berada di pinggiran danau. Wajahnya masih menggurat pahatan senyum ketika melirik kotak kecil yang sudah disiapkannya sejak kemarin. Seharian ini, ia hanya menghabiskan waktu untuk berjalan-jalan seraya mengambil gambar dengan kamera.Deric tak lagi bertanya mengenai keberadaan Caraline pada Helen maupun para maid. Pria itu percaya bila Caraline cepat atau lambat akan kembali ke rumah ini. Ia menduga wanita itu sibuk dengan urusan pekerjaan, atau mungkin tengah mengunjungi suatu tempat untuk melepas penat.Bukannya jengkel, Deric justru merasa tenang ketika tak mendapat sahutan ketika menelepon Caraline. Selama panggilannya terhubung, selama itu pula ia meyakini jika wanita itu dalam keadaan baik-baik saja.“Sebaiknya aku bergegas,” ujar Deric seraya melajukan kursi roda. Pria itu mengelilingi sekitaran danau. Dedaunan maple tampak berguguran seakan menyambut kehadirannya. Ia lantas berhenti di suatu tempat, kemud
Caraline tiba-tiba mendadak tegang setelah menekan tombol itu. Ia sesekali menyelipkan anak rambut ke belakang telinga yang entah mengapa kembali terjuntai menutupi bagian depan wajah. Helaan napasnya terdengar berat seakan sedang menunggu kabar penting. Caraline seketika diam ketika suara dari gawai mulai terdengar. Ia memasang telinga dengan baik. ‘Hai, kau baik-baik saja di sana, kan? Aku bersyukur karena kau mengabaikan panggilanku. Itu tandanya kau masih seperti Caraline yang kukenal.’ “Dasar aneh!” cibir Caraline seraya menghentikan rekaman. Setelahnya, ia kembali memutar pesan suara tersebut. ‘Sebenarnya, aku memiliki sebuah permintaan. Beberapa hari lalu, aku sempat ingin menyampaikan hal itu padamu. Tapi, sepertinya kau masih disibukkan dengan pekerjaan. Jadi, kupikir aku bisa sedikit menunggu. Tepat beberapa jam dari sekarang, aku berusia dua puluh lima tahun. Sungguh waktu terasa singkat bagiku. Dulu, aku berkeinginan untuk menjadi
“Kau sepertinya benar-benar kelelahan,” ucap Diego. Pria itu kontan tercenung ketika wajah Caraline melorot ke arah dada. Saat ini, Diego bisa merasakan degup jantungnya yang meningkat dua kali lebih cepat. Ia segera memberi kode pada para pemain musik untuk segera meninggalkan lokasi. Waktu terus beranjak pagi. Diego masih setia menjadikan dadanya sebagai bantal untuk Caraline. Saat menoleh pada jam tangan, waktu sudah menunjukkan pukul tiga pagi. Itu artinya, wanita itu sudah tertidur selama tiga jam di dekapannya. Diego menikmati hal itu dibanding kenikmatan apa pun yang pernah ia reguk. Pesona Caraline benar-benar memanjakan mata sekaligus hatinya. Rasa kantuknya mendadak lenyap entah ke mana. Baginya, ini adalah kesempatan yang tidak mungkin datang dua kali. Diego sebenarnya ingin membawa Caraline ke kamar agar wanita itu bisa tertidur dengan keadaan nyaman. Hanya saja, ia tak ingin membuat CEO Mimiline Group itu terbangun saat ia mengangkatnya.