Apa yang harus Caraline lakukan saat ini? Pura-pura tidak melihat Deric dan meninggalkannya begitu saja atau menghabiskan waktu dengannya di tempat ini?
“Bagaimana keadaanmu sekarang?” tanya Deric.
Caraline akhirnya memilih opsi lain, yakni diam di tempat dengan pandangan mengarah ke permukaan danau. Ia masih tidak ingin berbicara dengan Deric saat ini.
“Kau tampak tertekan akhir-akhir ini,” ujar Deric sembari mendekat, menempatkan kursi rodanya di samping skuter yang dinaiki Caraline.
Caraline menggeser beberapa langkah, mengintip Deric melalui ekor mata. Pria di sampingnya tampak berkeringat. Meski begitu, ia enggan untuk sekadar bertanya.
“Bagaimana jika kita berlomba mengelilingi danau? Aku rasa itu bisa sedikit mengurangi masalahmu saat ini,” saran Deric.
Caraline kembali menggeser, menjauh dari Deric. Wajahnya teralih ke samping, setengah memunggungi pria itu. Rasanya benar-benar menyebalkan berada d
“Itu ide yang bagus. Aku setuju dengan syarat aku akan memilih pengawalku sendiri.” Deric mengajukan ide. “A-apa maksudmu?” tanya Caraline dengan wajah ketus, “aku sudah menyiapkan tim khusus untuk menangani pengamananmu. Mereka adalah orang-orang pilihan yang memiliki kemampuan mumpuni. Lagi pula kenapa kau harus repot-repot mengajukan pengawalmu sendiri? Kau hanya tinggal duduk manis di kursi rodamu dan mengikuti semua usulanku.” “Bukankah akan lebih baik jika orang yang kita percaya adalah orang yang menjaga kita?” tanya Deric. “Tapi bukan berarti aku bisa percaya dengan orang yang kau percaya.” Caraline memutar bola mata, menyilangkan kedua tangan di depan dada. Ia melirik Deric, membuang napas kasar. “Aku tidak setuju dengan usulanmu.” “Baiklah. Kalau itu keputusanmu, maka aku juga memutuskan untuk tidak setuju dengan rencanamu yang akan memberiku pengawal pribadi. Aku pikir keberadaan para pengawal di rumah ini dana pengawal yang mengikuti kita
Halaman samping, tepatnya di depan balkon kamar Caraline dan kediaman Deric, sudah dipadati para pengawal dan maid. Caraline sendiri tengah duduk di sebuah kursi, di mana Helen, Stevan dan Grace berada di dekatnya. Sementara itu, Deric masih berada di depan halaman rumah, menunggu rekannya yang masih dalam perjalanan. Saat pintu gerbang terbuka, sebuah mobil memasuki halaman dan menepi tak jauh dari Deric.“Tuan Deric, kami harus memeriksa teman tuan lebih dahulu sebelum dia memasuki rumah,” kata salah satu pengawal, “ini sesuai dengan prosedur yang ditetapkan Nona Caraline.”“Aku sama sekali tidak keberatan,” sahut Deric.Seorang pria bertubuh tinggi turun dari mobil. Ia memakai kacamata bulat dengan kemeja panjang yang dimasukkan ke dalam celana. Ada tahi lalat cukup besar di pipi kanan dan kumis agak tebal di atas bibir. Bila dilihat sekilas, penampilan pria itu seperti seorang kutu buku.
“Baik, Nona,” sahut Stevan. Ia maju beberapa langkah ke depan. “Waktumu sudah habis, Thomas.”Thomas kembali berjalan ke tengah halaman.“Sekarang kau akan masuk ke tes terakhir. Kami akan menguji kemampuan beladirimu. Kau akan berhadapan dengan pengawal satu lawan satu, satu lawan tiga dan satu lawan lima. Kua siap?”Thomas mengangguk.“Dan jika kau berhasil melewati tes itu dengan baik, kau akan berhadapan denganku di akhir ujianmu. Aku dan Nona Caraline akan memutuskan kau pantas untuk menjadi pengawal pribadi Tuan Deric atau tidak.”Thomas kembali mengangguk.“Peraturannya sederhana, yang pertama kali jatuh dan tidak bisa bangkit dalam hitungan lima, dia akan akan kalah. Jika kau tidak berhasil membuat lawanmu jatuh dalam waktu yang ditentukan, kau akan dianggap kalah,” jelas Stevan, “bersiaplah, Thomas.”Stevan memberikan kode pada salah satu pengawal untuk m
“Kau menang,” ucap Stevan yang langsung disambut tepukan dan sorakan dari para maid.Kali ini, Caraline ikut bertepuk tangan meski wajahnya masih tampak dingin. Ia harus mengakui jika sosok yang dibawa Deric luar biasa. Hal yang membuatnya bingung adalah, dari mana pria itu bisa menemukan sosok Thomas? “Kau punya waktu istirahat sebanyak dua menit,” kata Stevan. Pria itu mulai membuka baju, menanggalkan kemeja hitamnya hingga menyisakan kaus tanpa lengan yang langsung memamerkan otot-ototnya yang besar. Untuk sekali lagi, para maid berteriak heboh.Caraline memutar bola mata, menatap Deric dengan jengkel. Jika Thomas berhasil mengalahkan Stevan, mau tak mau ia harus menerima usulan pria itu. Sejujurnya, ia masih ragu meski kemampuan Thomas benar-benar luar biasa. Apa Thomas bisa dipercaya?“Aku jadi tidak sabar untuk menunggu pertarungan terakhir,” kata Deric, “ini benar-benar hiburan yang
“Thomas ... Thomas memenangkan pertandingan di detik-detik terakhir,” ujar pengawal yang bertugas memimpin pertandingan.Semua penonton diam selama beberapa detik karena terkejut. Akan tetapi, tak lama kemudian terdengar pekikan dan ucapan tepuk tangan yang membahana. Para pengawal tampak tidak percaya dengan kekalahan Stevan, tetapi di sisi lain, mereka tidak bisa melakukan protes karena Thomas adalah sosok yang juga luar biasa.“Terima kasih sudah menjadi lawanku. Aku berharap kita bisa bertanding lagi lain waktu.” Thomas bangkit dari tubuh Stevan, lalu mengulurkan tangan pada pria itu.Stevan tertawa singkat. Sesuatu yang sangat jarang ia lakukan seumur hidupnya. Ia meraih uluran tangan Thomas, lalu berdiri. “Aku akan membayar kekalahanku lain kali,” ujarnya.Stevan mengangkat tangan kanan Thomas, lalu berteriak, “Thomas sudah memenangkan pertandingan. Itu berari dia sudah berhasil melewati semua ujian.”
“Apa yang kau inginkan?” tanya Caraline ketus dengan posisi setengah memunggungi Deric. Pipinya merona karena membayangkan jika pria itu melakukan hal yang sama seperti yang sudah dirinya lakukan pada Deric beberapa waktu lalu.Menjadi budak Deric selama beberapa hari tentu bukan pilihan yang sulit, pikir Caraline. Lagi pula dirinya memang sudah diperbudak oleh pria itu selama ini.“Apa yang kau inginkan?” ulang Caraline sembari kembali menghadap Deric. Ia buru-buru mengalihkan pandangan ketika merasa wajahnya memanas.“Sejujurnya aku belum memikirkannya,” ungkap Deric.Caraline berdecak sebal. “Kau benar-benar menyebalka. Kau membuatku kehilangan waktuku yang berharga.”“Bagaimana jika kau ... menjadi kekasihku selama satu hari,” ucap Deric.“A-apa?” Caraline seketika membuka mata lebar-lebar. Jantungnya seperti melompat keluar saking terkejut mendengar ucapan Deric. Ka
Caraline sontak mendongak untuk melihat siapa yang berbicara barusan. Wanita itu dengan cepat bangkit saat melihat Catherine dengan angkuhnya berada di dekatnya. Ketika menoleh ke arah pintu, ia bisa melihat Helen baru saja tiba di ruangan.“Nona Caraline,” ucap Helen sembari mendekat dengan wajah tampak bersalah.“Apa yang kau inginkan, Catherine?” tanya Caraline ketus, “jangan membuat pagiku menjadi hancur seperti hidupmu.”Catherine mengembus napas panjang, menyelipkan anak rambut ke belakang telinga. Dibanding menjawab pertanyaan Caraline, ia justru lebih tertarik memandangi ruangan sepupunya. Sudah lama ia tidak berkunjung ke tempat ini. “Harus kuakui kau memiliki selera yang cukup bagus. Tapi sayangnya itu berbanding terbalik dengan hidupmu.”“Aku tidak ingin mendengar ocehanmu. Sebaiknya kau cepat pergi dari ruang kerjaku,” tegas Caraline sembari menunjuk pintu keluar.“Sepert
Catherine segera mengambil ponselnya. “Kau tidak berhak mengaturku lagi, Wilson!” “Apa yang sebenarnya kau pikirkan dengan menjadikan pria cacat itu sebagai layar ponselmu?” Wilson menggeleng penuh ketidakpercayaan. “Apa tidak ada laki-laki lain yang bisa kau pilih?”Beberapa pengawai kantor yang ada di sekitar lobi tiba-tiba menoleh. Untungnya, jendela mobil sudah ditutup. Catherine segera memberi kode pada sopir untuk segera meninggalkan gedung.“Itu bukan urusanmu, Wilson,” ketus Catherine.“Tentu saja itu urusanku, Catherine.” Wilson membalas sembari meraih bahu Catherine kuat-kuat. “Aku sudah memberikan peringatan keras padamu agar menjauh dari pria cacat itu, dan kau juga berkata padaku jika kau tidak memiliki rasa apa pun padanya. Tapi lihat sekarang, kau bahkan menjadikan foto pria cacat itu sebagai gambar ponselmu. Kau benar-benar sudah tidak waras! Apa kau ingin mati!