“Astaga! Apa yang aku lakukan di sini?” Caraline tiba-tiba gemetar saat melihat dirinya berada di atas ketinggian. Tubuhnya mendadak membeku seperti patung. Wanita itu benci ketinggian dan keadaannya saat ini membuatnya sangat ketakutan. Bagaimana mungkin ia bisa berada di tempat ini tanpa sadar?
“Nona!” pekik beberapa maid dengan wajah cemas. Suara jeritan itu mengundang para asisten rumah tangga yang lain mendekat ke arah halaman.
Para pengawal satu per satu berdatangan. Tampak Stevan berbicara pada beberapa anak buahnya. Bawahannya langsung bergerak ke dalam rumah bersama Grace yang mengikuti dari belakang. Sisanya langsung pergi ke belakang untuk membawa sesuatu.
“Apa yang sebenarnya terjadi padaku?” gumam Caraline dengan wajah yang mulai pucat. Kepalanya berkunang-kunang karena ketakutan berada di tempat tinggi. Ia bisa melihat raut ketegangan dan kecemasan dari orang-orang di bawah sana, tak terkecuali Deric.
“Nona Caraline.” Para maid langsung mendekat, membawa tubuh Caraline menjauh dari Deric. Sementara Deric langsung dibantu oleh beberapa pengawal untuk kembali duduk di kursi roda.Caraline dibawa ke dalam kamar. Grace juga sudah sadarkan diri dan segera memanggil dokter dan Helen. Para pengawal tampak bersiaga di dalam rumah meski biasanya mereka hanya akan berjaga di luar kediaman, sedang para maid menunggu dengan khawatir di depan ruangan Caraline.Beberapa menit kemudian, dokter keluar dari kamar. Wanita berjas putih itu menerangkan jika Caraline hanya mengalami syok berat dan sedikit demam. Setelah merasa keadaan aman, para pengawal mulai keluar dari bangunan dan kembali berjaga di sekitar lokasi rumah.Dari arah halaman depan, Helen tampak terburu-buru keluar dari mobil. Wanita itu berlari dengan wajah panik ketika memasuki rumah. Saat berada di anak tangga, dari arah berlawanan, ia bertemu dengan Grace.“Bagaimana
“Nona, aku ingin memberi tahu Nona kalau Tuan Diego tiba-tiba saja datang ke kantor dan menanyakan soal kondisi Nona,” terang Helen.“Apa yang diinginkan pria itu?” tanya Caraline, “Diego sama sekali tidak pernah menghubungi dari beberapa hari lalu.”“Tuan Diego pergi setelah aku mengatakan jika Nona dalam keadaan baik-baik saja,” sahut Helen.Caraline mengembus napas panjang. “Baiklah, kau boleh kembali ke kantor, Helen. Biar aku yang mengurus Diego.”“Baik, Nona.” Helen membungkuk singkat meski Caraline masih memunggunginya. Wanita itu bergegas keluar. Saat berada di beranda rumah, ia tidak sengaja melihat Deric berada di pinggiran danau. Pria itu tampak sedang menghubungi seseorang. Agak aneh menurutnya, tetapi ia tidak memiliki waktu untuk sekadar bertanya, terlebih dirinya sudah mewanti-wanti agar bisa melupakan pria itu.Caraline menikmati sarapan sekaligus makan siangnya
Apa yang harus Caraline lakukan saat ini? Pura-pura tidak melihat Deric dan meninggalkannya begitu saja atau menghabiskan waktu dengannya di tempat ini?“Bagaimana keadaanmu sekarang?” tanya Deric.Caraline akhirnya memilih opsi lain, yakni diam di tempat dengan pandangan mengarah ke permukaan danau. Ia masih tidak ingin berbicara dengan Deric saat ini.“Kau tampak tertekan akhir-akhir ini,” ujar Deric sembari mendekat, menempatkan kursi rodanya di samping skuter yang dinaiki Caraline.Caraline menggeser beberapa langkah, mengintip Deric melalui ekor mata. Pria di sampingnya tampak berkeringat. Meski begitu, ia enggan untuk sekadar bertanya.“Bagaimana jika kita berlomba mengelilingi danau? Aku rasa itu bisa sedikit mengurangi masalahmu saat ini,” saran Deric.Caraline kembali menggeser, menjauh dari Deric. Wajahnya teralih ke samping, setengah memunggungi pria itu. Rasanya benar-benar menyebalkan berada d
“Itu ide yang bagus. Aku setuju dengan syarat aku akan memilih pengawalku sendiri.” Deric mengajukan ide. “A-apa maksudmu?” tanya Caraline dengan wajah ketus, “aku sudah menyiapkan tim khusus untuk menangani pengamananmu. Mereka adalah orang-orang pilihan yang memiliki kemampuan mumpuni. Lagi pula kenapa kau harus repot-repot mengajukan pengawalmu sendiri? Kau hanya tinggal duduk manis di kursi rodamu dan mengikuti semua usulanku.” “Bukankah akan lebih baik jika orang yang kita percaya adalah orang yang menjaga kita?” tanya Deric. “Tapi bukan berarti aku bisa percaya dengan orang yang kau percaya.” Caraline memutar bola mata, menyilangkan kedua tangan di depan dada. Ia melirik Deric, membuang napas kasar. “Aku tidak setuju dengan usulanmu.” “Baiklah. Kalau itu keputusanmu, maka aku juga memutuskan untuk tidak setuju dengan rencanamu yang akan memberiku pengawal pribadi. Aku pikir keberadaan para pengawal di rumah ini dana pengawal yang mengikuti kita
Halaman samping, tepatnya di depan balkon kamar Caraline dan kediaman Deric, sudah dipadati para pengawal dan maid. Caraline sendiri tengah duduk di sebuah kursi, di mana Helen, Stevan dan Grace berada di dekatnya. Sementara itu, Deric masih berada di depan halaman rumah, menunggu rekannya yang masih dalam perjalanan. Saat pintu gerbang terbuka, sebuah mobil memasuki halaman dan menepi tak jauh dari Deric.“Tuan Deric, kami harus memeriksa teman tuan lebih dahulu sebelum dia memasuki rumah,” kata salah satu pengawal, “ini sesuai dengan prosedur yang ditetapkan Nona Caraline.”“Aku sama sekali tidak keberatan,” sahut Deric.Seorang pria bertubuh tinggi turun dari mobil. Ia memakai kacamata bulat dengan kemeja panjang yang dimasukkan ke dalam celana. Ada tahi lalat cukup besar di pipi kanan dan kumis agak tebal di atas bibir. Bila dilihat sekilas, penampilan pria itu seperti seorang kutu buku.
“Baik, Nona,” sahut Stevan. Ia maju beberapa langkah ke depan. “Waktumu sudah habis, Thomas.”Thomas kembali berjalan ke tengah halaman.“Sekarang kau akan masuk ke tes terakhir. Kami akan menguji kemampuan beladirimu. Kau akan berhadapan dengan pengawal satu lawan satu, satu lawan tiga dan satu lawan lima. Kua siap?”Thomas mengangguk.“Dan jika kau berhasil melewati tes itu dengan baik, kau akan berhadapan denganku di akhir ujianmu. Aku dan Nona Caraline akan memutuskan kau pantas untuk menjadi pengawal pribadi Tuan Deric atau tidak.”Thomas kembali mengangguk.“Peraturannya sederhana, yang pertama kali jatuh dan tidak bisa bangkit dalam hitungan lima, dia akan akan kalah. Jika kau tidak berhasil membuat lawanmu jatuh dalam waktu yang ditentukan, kau akan dianggap kalah,” jelas Stevan, “bersiaplah, Thomas.”Stevan memberikan kode pada salah satu pengawal untuk m
“Kau menang,” ucap Stevan yang langsung disambut tepukan dan sorakan dari para maid.Kali ini, Caraline ikut bertepuk tangan meski wajahnya masih tampak dingin. Ia harus mengakui jika sosok yang dibawa Deric luar biasa. Hal yang membuatnya bingung adalah, dari mana pria itu bisa menemukan sosok Thomas? “Kau punya waktu istirahat sebanyak dua menit,” kata Stevan. Pria itu mulai membuka baju, menanggalkan kemeja hitamnya hingga menyisakan kaus tanpa lengan yang langsung memamerkan otot-ototnya yang besar. Untuk sekali lagi, para maid berteriak heboh.Caraline memutar bola mata, menatap Deric dengan jengkel. Jika Thomas berhasil mengalahkan Stevan, mau tak mau ia harus menerima usulan pria itu. Sejujurnya, ia masih ragu meski kemampuan Thomas benar-benar luar biasa. Apa Thomas bisa dipercaya?“Aku jadi tidak sabar untuk menunggu pertarungan terakhir,” kata Deric, “ini benar-benar hiburan yang
“Thomas ... Thomas memenangkan pertandingan di detik-detik terakhir,” ujar pengawal yang bertugas memimpin pertandingan.Semua penonton diam selama beberapa detik karena terkejut. Akan tetapi, tak lama kemudian terdengar pekikan dan ucapan tepuk tangan yang membahana. Para pengawal tampak tidak percaya dengan kekalahan Stevan, tetapi di sisi lain, mereka tidak bisa melakukan protes karena Thomas adalah sosok yang juga luar biasa.“Terima kasih sudah menjadi lawanku. Aku berharap kita bisa bertanding lagi lain waktu.” Thomas bangkit dari tubuh Stevan, lalu mengulurkan tangan pada pria itu.Stevan tertawa singkat. Sesuatu yang sangat jarang ia lakukan seumur hidupnya. Ia meraih uluran tangan Thomas, lalu berdiri. “Aku akan membayar kekalahanku lain kali,” ujarnya.Stevan mengangkat tangan kanan Thomas, lalu berteriak, “Thomas sudah memenangkan pertandingan. Itu berari dia sudah berhasil melewati semua ujian.”