“Nona Caraline, aku sudah menghubungi pihak kepolisian terdekat,” kata sopir tanpa menoleh sedikit pun, “mereka akan tiba beberapa menit kemudian.”
“Lakukan apa pun untuk mengenyahkan para penjahat itu,” kata Caraline dengan wajah tegang. Ia berusaha kembali menghubungi Helen, tetapi ponselnya terjatuh karena tangannya bergetar. “Astaga, kenapa hal bodoh selalu terjadi di saat situasi kritis.”
Para penjahat yang ada di sekeliling mobil tak henti-hentinya memukuli badan kendaraan. Beberapa bagian mobil mulai penyok, termasuk kaca jendela yang tampak retak. Mobil berguncang karena ditendang dari berbagai arah. Saat itu terjadi, Caraline langsung memeluk Deric dengan begitu erat.
“Ah!” Caraline tiba-tiba menjerit ketika kaca mobil di bagian belakang pecah. Wanita itu kian mendekap Deric. Tubuhnya bergetar ketakutan dengan mata berkaca-kaca. Jendela bagian samping pengemudi ikut rusak beberapa detik kemudia
“Sayang sekali kami diperintahkan untuk tidak membunuhmu,” ujar penjahat yang mengarahkan pistol. Ucapannya langsung disambut kekehan rekan-rekannya. “Tapi kami diberikan kesempatan untuk menyakitimu sepuasnya.”Deric memilih diam sembari membaca situasi. Kondisinya benar-benar sangat tidak menguntungkan saat ini. Ia kalah jumlah dan persenjatan, terlebih dengan keadaannya yang berada di kursi roda. Kecil kemungkinan jika dirinya bisa selamat.Penjahat yang mengarahkan pistol kembali berbicara, “Aku akan membuat tanganmu menjadi cacat seperti kakimu.”“Kau benar-benar pria tidak berguna,” sahut penjahat yang lain.“Lebih tepatnya pria menyedihkan.”“Lihatlah dirimu! Seorang bayi bahkan lebih berharga dibanding dirimu.”“Apa kau bisa melakukan ini?” tanya seorang penjahat sambil melompat-lompat. Aksinya seketika menjadi bahan tertawaan orang-orang.&ldq
Detak jarum jam menemani keheningan yang ada di dalam kamar inap Caraline. Wanita itu masih belum sadarkan sejak lima jam lalu. Langit sudah bersolek lembayung dan matahari siap pulang ke peraduan. Hanya dalam waktu beberapa menit saja malam akan datang.Dari arah lorong, Helen tiba dengan Lucy dan beberapa pengawal. Wajahnya tampak tegang dan marah secara bersamaan. Para penjaga sudah disebar di semua titik rumah sakit ini. Selepas mendengar berita dari Caraline mengenai tindak kejahatan yang menimpanya, Helen langsung bergegas menuju lokasi setelah menghubungi para pengawal.Helen dan Lucy memasuki ruangan, sedang para pengawal berhenti di luar kamar. Kedua wanita itu melihat keadaan Caraline yang masih belum menandakan tanda-tanda akan siuman. Tak ada luka fatal yang dialami CEO Mimiline Group itu. Dokter mangatakan jika Caraline hanya mengalami syok berat setelah kejadian.“Lucy, kau boleh pergi untuk beristirahat,” kata Helen yang duduk di sampi
Caraline dengan cepat melepas pelukan, lalu mundur beberapa langkah dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Jantungnya kembali berdebar dengan kencang saat melirik ke belakang. Helen dan Setvan nyatanya melihat kejadian barusan. Sebisa mungkin ia harus bertindak senormal mungkin.“Tu-tutup pintu ruangan ini dan jangan biarkan siapa pun mendengar percakapan kita,” perintah Caraline.Stevan segera mengangguk, keluar sesaat, lalu kembali ke dalam ruangan. Sementara itu, Helen hanya tertunduk saat melihat peristiwa pelukan tadi. Dari tatapan dan bagaimana paniknya Caraline, ia bisa tahu kalau wanita itu benar-benar mencintai Deric. “Kenapa kau tiba-tiba menghubungiku untuk datang ke kamarmu?” tanya Caraline dengan mimik ketus sembari menatap Deric. “Kau benar-benar membuatku kerepotan. Kau sudah mengganggu waktu istirahatku.”“Tapi aku sama sekali tidak pernah memintamu untuk datang ke ruanganku
“Apa ada sesuatu, Nona?” tanya Stevan.“Menjauh dariku,” pinta Caraline.Stevan langsung meminta para pengawal merenggangkan jarak dari Caraline.“Apa yang sebenarnya terjadi, Helen?” tanya Caraline dengan suara berbisik.“Lucy menjelaskan kalau Tuan Deric menanyakan kabar tentang Nona padanya,” jelas Helen.“Helen, aku ingin kau terus mengawasinya.”“Baik, Nona.”Caraline segera memasuki mobil. Saat bertatapan Deric, ia dengan sengaja membuang wajah ke samping. Dadanya mulai terbakar api cemburu. Pikirannya dipenuhi oleh beragam pertanyaan soal kedekatan Deric dan Lucy.Mobil mulai melaju meninggalkan rumah sakit. Ada dua mobil pengawal yang lebih dahulu meluncur, sedang dua kendaraan lain berada di belakang kuda besi yang dinaiki Caraline dan Deric.Waktu masih menunjukkan pukul sembilan malam. Jalanan Heaventown tampak padat seperti biasanya. Lamp
Caraline bangun dari tidur dalam kondisi gelisah. Wanita itu mengalami mimpi buruk mengenai kejadian kemarin. Tubuhnya dibanjiri keringat dengan mata berkunang-kunang. Saat menoleh pada nakas, ia melihat jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi.Caraline beranjak menuju balkon. Wanita itu mendapati Deric tengah berada di pinggiran danau. Perasaannya mendadak dihimpit ketakutan saat bayangan buruk mengenai pria itu kembali hadir.Caraline keluar dari kamar setengah jam kemudian. Suhu tubuhnya agak panas dengan kepala yang sedikit berdenyut. Ketika sampai di lantai bawah, ia langsung dikerumuni para maid yang menatapnya khawatir.“Apa mau kalian?” Caraline memutar bola mata. Ia tidak suka menjadi pusat perhatian para asisten rumah tangga di rumah ini. “Jangan buat akhir pekanku menjadi lebih buruk karena tindakan aneh kalian.”“Bagaimana kondisi Nona saat ini?” tanya Grace yang seolah mewakili para pertanyaan
“A-aku ... aku ... diminta untuk mencelakai dan menculik ... seorang pria cacat,” ungkap penjahat berambut acak-acakan dengan wajah pucat.“APA?!” pekik Caraline bersamaan dengan tubuhnya yang mendadak berdiri. Bagai api yang disiram bensin, emosinya kian berkobar hingga menghanguskan kesabaran. Tanpa bisa dicegah, ia bergerak ke arah dua pria itu, lalu menampar mereka dengan sangat keras. “Kurang ajar!”Caraline mundur beberapa langkah. Jantung dan dadanya berdebar sangat cepat. Embusan napasnya mendadak meningkat berkali-kali. Rahang dan kepalan tangannya mengeras laksana batu karang yang siap menghancurkan kapal. Hatinya seperti ditusuk tombak hingga menciptakan lubang besar yang menganga.Ruangan mendadak hening setelah teriakan dan aksi Caraline barusan. Tak ada yang berani berbicara meski keterkejutan menghantam orang-orang di ruangan. Untuk pertama kalinya mereka melihat Caraline semarah ini.Caraline meras
“Jika tujuan mereka adalah mencelakakan Tuan Deric, maka ada kemungkinan kalau pelaku utama dari peristiwa itu adalah orang yang memang mengetahui hubungan Nona dengan Tuan Deric,” ujar Helen, “karena tidak mungkin dia mengincar Tuan Deric jika dia tidak mengetahui hal tersebut.”“Apa maksudmu?” Caraline tiba-tiba menoleh.“Ada beragam kemungkinan, Nona,” terang Helen sembari mencari posisi duduk ternyaman. “Pertama, pelaku mungkin tidak menyukai kehadiran Tuan Deric di sisi Nona. Kedua, pelaku memiliki dendam dengan Tuan Deric. Ketiga, pelaku merasa tidak senang melihat kedekatan Nona dengan Tuan Deric. Keempat, pelaku memiliki dendam dengan Nona hingga dia menjadikan Tuan Deric sebagai sasaran, terlebih saat melihat kondisi Tuan Deric ... yang berbeda dari orang kebanyakan.”Melihat Caraline hanya diam, Helen melanjutkan, “Aku pikir pelaku bukanlah orang sembarangan. Dia pasti sudah memikirkan r
Caraline memasuki rumah dengan langkah lebar. Kedua tangannya masih menutupi wajah. Ia tidak peduli jika harus menabrak para maid atau perabotan sekalipun. Hatinya benar-benar terluka saat Deric dengan enteng justru bersikap egois.Caraline menaiki tangga dengan terburu-buru. Suara percikan sepatunya menjadi bunyi yang mendominasi di ruang utama. Beberapa maid yang melihatnya hanya bisa menatap penuh kecemasan, tetapi tak bisa berbuat apa pun.“Grace, aku tidak ingin mendengar atau menerima benda apa pun dari Deric,” ujar Caraline saat melihat kepala maid itu mendekat.Caraline langsung mengunci pintu, melempar tubuhnya ke atas ranjang. Tembok ketegaran yang sudah ia susun sejak tadi akhirnya runtuh dengan air yang berlinang. Dadanya kembang kempis dengan bahu yang bergetar naik-turun.Caraline mengubah posisi menjadi duduk, memeluk kedua kaki, menenggelamkan wajah di atas lutut. Air mata kian berlinang tak kunjung h