Detak jarum jam menemani keheningan yang ada di dalam kamar inap Caraline. Wanita itu masih belum sadarkan sejak lima jam lalu. Langit sudah bersolek lembayung dan matahari siap pulang ke peraduan. Hanya dalam waktu beberapa menit saja malam akan datang.
Dari arah lorong, Helen tiba dengan Lucy dan beberapa pengawal. Wajahnya tampak tegang dan marah secara bersamaan. Para penjaga sudah disebar di semua titik rumah sakit ini. Selepas mendengar berita dari Caraline mengenai tindak kejahatan yang menimpanya, Helen langsung bergegas menuju lokasi setelah menghubungi para pengawal.
Helen dan Lucy memasuki ruangan, sedang para pengawal berhenti di luar kamar. Kedua wanita itu melihat keadaan Caraline yang masih belum menandakan tanda-tanda akan siuman. Tak ada luka fatal yang dialami CEO Mimiline Group itu. Dokter mangatakan jika Caraline hanya mengalami syok berat setelah kejadian.
“Lucy, kau boleh pergi untuk beristirahat,” kata Helen yang duduk di sampi
Caraline dengan cepat melepas pelukan, lalu mundur beberapa langkah dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Jantungnya kembali berdebar dengan kencang saat melirik ke belakang. Helen dan Setvan nyatanya melihat kejadian barusan. Sebisa mungkin ia harus bertindak senormal mungkin.“Tu-tutup pintu ruangan ini dan jangan biarkan siapa pun mendengar percakapan kita,” perintah Caraline.Stevan segera mengangguk, keluar sesaat, lalu kembali ke dalam ruangan. Sementara itu, Helen hanya tertunduk saat melihat peristiwa pelukan tadi. Dari tatapan dan bagaimana paniknya Caraline, ia bisa tahu kalau wanita itu benar-benar mencintai Deric. “Kenapa kau tiba-tiba menghubungiku untuk datang ke kamarmu?” tanya Caraline dengan mimik ketus sembari menatap Deric. “Kau benar-benar membuatku kerepotan. Kau sudah mengganggu waktu istirahatku.”“Tapi aku sama sekali tidak pernah memintamu untuk datang ke ruanganku
“Apa ada sesuatu, Nona?” tanya Stevan.“Menjauh dariku,” pinta Caraline.Stevan langsung meminta para pengawal merenggangkan jarak dari Caraline.“Apa yang sebenarnya terjadi, Helen?” tanya Caraline dengan suara berbisik.“Lucy menjelaskan kalau Tuan Deric menanyakan kabar tentang Nona padanya,” jelas Helen.“Helen, aku ingin kau terus mengawasinya.”“Baik, Nona.”Caraline segera memasuki mobil. Saat bertatapan Deric, ia dengan sengaja membuang wajah ke samping. Dadanya mulai terbakar api cemburu. Pikirannya dipenuhi oleh beragam pertanyaan soal kedekatan Deric dan Lucy.Mobil mulai melaju meninggalkan rumah sakit. Ada dua mobil pengawal yang lebih dahulu meluncur, sedang dua kendaraan lain berada di belakang kuda besi yang dinaiki Caraline dan Deric.Waktu masih menunjukkan pukul sembilan malam. Jalanan Heaventown tampak padat seperti biasanya. Lamp
Caraline bangun dari tidur dalam kondisi gelisah. Wanita itu mengalami mimpi buruk mengenai kejadian kemarin. Tubuhnya dibanjiri keringat dengan mata berkunang-kunang. Saat menoleh pada nakas, ia melihat jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi.Caraline beranjak menuju balkon. Wanita itu mendapati Deric tengah berada di pinggiran danau. Perasaannya mendadak dihimpit ketakutan saat bayangan buruk mengenai pria itu kembali hadir.Caraline keluar dari kamar setengah jam kemudian. Suhu tubuhnya agak panas dengan kepala yang sedikit berdenyut. Ketika sampai di lantai bawah, ia langsung dikerumuni para maid yang menatapnya khawatir.“Apa mau kalian?” Caraline memutar bola mata. Ia tidak suka menjadi pusat perhatian para asisten rumah tangga di rumah ini. “Jangan buat akhir pekanku menjadi lebih buruk karena tindakan aneh kalian.”“Bagaimana kondisi Nona saat ini?” tanya Grace yang seolah mewakili para pertanyaan
“A-aku ... aku ... diminta untuk mencelakai dan menculik ... seorang pria cacat,” ungkap penjahat berambut acak-acakan dengan wajah pucat.“APA?!” pekik Caraline bersamaan dengan tubuhnya yang mendadak berdiri. Bagai api yang disiram bensin, emosinya kian berkobar hingga menghanguskan kesabaran. Tanpa bisa dicegah, ia bergerak ke arah dua pria itu, lalu menampar mereka dengan sangat keras. “Kurang ajar!”Caraline mundur beberapa langkah. Jantung dan dadanya berdebar sangat cepat. Embusan napasnya mendadak meningkat berkali-kali. Rahang dan kepalan tangannya mengeras laksana batu karang yang siap menghancurkan kapal. Hatinya seperti ditusuk tombak hingga menciptakan lubang besar yang menganga.Ruangan mendadak hening setelah teriakan dan aksi Caraline barusan. Tak ada yang berani berbicara meski keterkejutan menghantam orang-orang di ruangan. Untuk pertama kalinya mereka melihat Caraline semarah ini.Caraline meras
“Jika tujuan mereka adalah mencelakakan Tuan Deric, maka ada kemungkinan kalau pelaku utama dari peristiwa itu adalah orang yang memang mengetahui hubungan Nona dengan Tuan Deric,” ujar Helen, “karena tidak mungkin dia mengincar Tuan Deric jika dia tidak mengetahui hal tersebut.”“Apa maksudmu?” Caraline tiba-tiba menoleh.“Ada beragam kemungkinan, Nona,” terang Helen sembari mencari posisi duduk ternyaman. “Pertama, pelaku mungkin tidak menyukai kehadiran Tuan Deric di sisi Nona. Kedua, pelaku memiliki dendam dengan Tuan Deric. Ketiga, pelaku merasa tidak senang melihat kedekatan Nona dengan Tuan Deric. Keempat, pelaku memiliki dendam dengan Nona hingga dia menjadikan Tuan Deric sebagai sasaran, terlebih saat melihat kondisi Tuan Deric ... yang berbeda dari orang kebanyakan.”Melihat Caraline hanya diam, Helen melanjutkan, “Aku pikir pelaku bukanlah orang sembarangan. Dia pasti sudah memikirkan r
Caraline memasuki rumah dengan langkah lebar. Kedua tangannya masih menutupi wajah. Ia tidak peduli jika harus menabrak para maid atau perabotan sekalipun. Hatinya benar-benar terluka saat Deric dengan enteng justru bersikap egois.Caraline menaiki tangga dengan terburu-buru. Suara percikan sepatunya menjadi bunyi yang mendominasi di ruang utama. Beberapa maid yang melihatnya hanya bisa menatap penuh kecemasan, tetapi tak bisa berbuat apa pun.“Grace, aku tidak ingin mendengar atau menerima benda apa pun dari Deric,” ujar Caraline saat melihat kepala maid itu mendekat.Caraline langsung mengunci pintu, melempar tubuhnya ke atas ranjang. Tembok ketegaran yang sudah ia susun sejak tadi akhirnya runtuh dengan air yang berlinang. Dadanya kembang kempis dengan bahu yang bergetar naik-turun.Caraline mengubah posisi menjadi duduk, memeluk kedua kaki, menenggelamkan wajah di atas lutut. Air mata kian berlinang tak kunjung h
Waktu terasa begitu lambat bagi Caraline saat ini. Wanita itu hanya duduk termenung di sofa tanpa melakukan apa pun. Ia hanya menatap buku-buku yang ada di atas meja dengan malas, lalu mengembus napas panjang. Jam masih menunjukkan pukul delapan malam, tetapi keheningan di ruangan ini benar-benar membuatnya sangat bosan.Caraline beranjak menuju balkon. Kondisinya cukup ramai dengan para pengawal yang tengah berlarian menuju ruang interogasi. Tiga penjahat itu masih berada di ruangan itu. Ia mendengar jika orang-orang itu menutup mulut rapat-rapat saat ditanya oleh anak buah Stevan meski sudah diberi sedikit pelajaran. Namun, secara mengejutkan mereka tiba-tiba mau memberi informasi pagi tadi.Caraline menyandarkan punggung ke pagar balkon. Saat menoleh ke pinggiran danau, wanita itu melihat Deric tengah melaju dari arah lokasinya biasa berolahraga. Sejak obrolan mereka tadi siang, ia sama sekali belum bertemu dengan Deric, terlebih berbicara satu sama lain. Entahlah,
“Astaga! Apa yang aku lakukan di sini?” Caraline tiba-tiba gemetar saat melihat dirinya berada di atas ketinggian. Tubuhnya mendadak membeku seperti patung. Wanita itu benci ketinggian dan keadaannya saat ini membuatnya sangat ketakutan. Bagaimana mungkin ia bisa berada di tempat ini tanpa sadar?“Nona!” pekik beberapa maid dengan wajah cemas. Suara jeritan itu mengundang para asisten rumah tangga yang lain mendekat ke arah halaman.Para pengawal satu per satu berdatangan. Tampak Stevan berbicara pada beberapa anak buahnya. Bawahannya langsung bergerak ke dalam rumah bersama Grace yang mengikuti dari belakang. Sisanya langsung pergi ke belakang untuk membawa sesuatu.“Apa yang sebenarnya terjadi padaku?” gumam Caraline dengan wajah yang mulai pucat. Kepalanya berkunang-kunang karena ketakutan berada di tempat tinggi. Ia bisa melihat raut ketegangan dan kecemasan dari orang-orang di bawah sana, tak terkecuali Deric.
Jeremy, Jonathan dan James tampak tegang saat mengikuti seorang pengawal menuju pinggiran taman. Deburan ombak menjadi musik pengiring degup jantung mereka yang menggila. Ketiganya mendadak terdiam ketika melihat Deric tengah memunggungi mereka di dekat pagar. Tak lama setelahnya, pengawal tadi memilih pamit. Untuk beberapa detik lamanya hanya ada keheningan yang meruang di antara keempat pria itu. Jeremy, Jonathan dan James saling melempar tatapan satu sama lain, bingung dengan tindakan apa yang akan mereka ambil saat ini. Haruskah mereka pamit? Deric perlahan berbalik, tersenyum menyambut ketiga saudara tirinya. Ia berjalan mendekat, tetapi Jeremy, Jonathan dan James sama sekali tidak bergerak dari tempat mereka atau bahkan menoleh ke arahnya. “Aku sudah menunggu kedatangan kalian,” kata Deric. Jeremy, Jonathan dan James sama sekali belum menggubris pertanyaan Deric. Wajah mereka juga belum sepenuhnya terangkat. “Bukankah kau sangat merinduk
Enam bulan kemudian Kabar pernikahan Presiden Universe Corporation membuat satu negara menjadi heboh. Banyak para wanita yang memimpikannya menjadi pasangan tiba-tiba merasakan patah hati dan kesedihan mendalam. Tak sedikit yang menjadikan hari itu sebagai hari patah hati nasional.Desas-desus beredar bak jamur di musim hujan mengenai siapa wanita beruntung yang akan menjadi pasangan seorang Jacob Balderic. Setelah enam bulan lalu sosok Presiden Universe Corporation itu muncul di publik dan memperkenalkan dirinya, pria itu sama sekali tidak pernah muncul kembali di hadapan media. Namun, beritanya terus memenuhi lini berita dan tayangan televisi.Kemudian setelah seminggu kabar penikahan itu terdengar, media berhasil membongkar siapa wanita beruntung tersebut yang tak lain adalah Caraline. Banyak pihak yang setuju dengan hal itu, berpendapat jika kedua sangat cocok. Akan tetapi, tak sedikit yang justru mencibir dan merundung Caraline di
Hampir semua mata tertuju pada seorang pria tampan bermanik biru yang baru saja mengakui dirinya sebagai pemilik perusahaan nomor satu di negara ini. Suasana acara seketika sunyi senyap, begitupun dengan orang-orang yang melihat berita dari saluran televisi dan internet. Tak lama setelahnya, decak kagum penuh pujian bersahutan dengan tepuk tangan yang bergemuruh.“Astaga, Nona.” Helen yang terkejut tanpa sadar mengguncang tubuh Caraline. “Bukankah itu Tuan Deric? Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Dia bisa berjalan dengan kedua kakinya dan saat ini dia berada di depan Nona.”Helen menoleh pada Caraline yang tengah menunduk dengan wajah diliputi senyuman. Saat menyadari sesuatu, Helen dengan cepat mengendalikan diri. Kini, ia tahu alasan di balik perubahan Caraline selama dua minggu ini.“Nona Caraline,” panggil Helen dengan senyum merekah. Meski ada retakan di hatinya, ia ikut berbahagia ketika melihat Caraline saat ini.
Seminggu berlalu setelah pertemuan Caraline dengan Deric di rooftop gedung. Namun, senyum bahagianya tak kunjung juga reda. Helen, Stevan serta seluruh maid dibuat tak mengerti akan sikap wanita itu. Jika beberapa bulan yang lalu Caraline dirundung kesedihan, maka selama seminggu terakhir, ia justru diliputi kebahagiaan.Caraline mengunjungi sebuah acara yang diselenggerakan oleh salah satu anak perusahaan Universe Coporation di sebuah taman luas. Banyak pejabat dan pengusaha terkenal ikut hadir dalam acara, termasuk Henry Hulbert.Caraline benar-benar tak bisa duduk dengan tenang ketika melihat Henry Hulbert tampil di atas panggung. Pandangannya seringkali tertuju ke sekeliling. Besar kemungkinan jika Deric juga berada di acara ini, pikirnya.Caraline sama sekali tidak menerima pesan apa pun dari Deric selama seminggu ini. Ia juga sengaja tidak menghubungi pria itu. Jika dahulu rindu sangat menyiksa, maka kerinduaan ini justru kian membesarkan rasa cin
Caraline dan Deric saling memandang satu sama lain selama beberapa waktu, ternggelam dalam perasaan masing-masing. Cahaya lampu di sekeliling rooftop tampak berganti warna seiring waktu berjalan.“Aku hanya takut jika kau tidak sadarkan diri lagi seperti waktu itu,” ujar Deric tiba-tiba.“Apa maksudmu?” tanya Caraline dengan pipi merona merah.“Kau tahu, kau tiba-tiba pingsan saat kita akan melakukan ... ‘itu’ di kamarmu.” Deric tertawa, mengelus lembut rambut Caraline.“Pingsan?” Caraline menaikkan satu alis. “Bukankah kita memang pernah melakukannya?”“Sama sekali tidak,” ungkap Deric, “kau sepertinya sangat gugup sampai kau tak sadarkan diri, terlebih selama tertidur kau tidak berhenti tersenyum.”Caraline tiba-tiba saja membelakangi Deric, menutup mata dengan wajah yang sudah sangat merah. Ia benar-benar malu ketika mendengarnya. Jadi
Sekujur tubuh Caraline kian bergetar ketika melihat sosok Deric tengah berdiri di depannya. Ponselnya sampai terjatuh saking tak bisa menahan keterkejutan. Untuk beberapa saat, ia hanya bisa menahan napas dengan tatapan tak berkedip.Caraline serasa ditimpa keterkejutan di atas keterkejutan. Ia memang sangat menginginkan Deric kembali berjalan, tetapi saat melihat hal itu secara langsung, Caraline justru hanya bisa tercenung tanpa bisa melakukan apa pun. Bibirnya setengah terbuka, tetapi dengan cepat kembali tertutup.Bukankah Deric tampak sempurna dengan penampilannya saat ini?Caraline mencubit lengan kirinya kuat-kuat. Ia merasakan sakit yang luar biasa di sana. Hal itu menandakan bahwa dirinya tengah berada di alam nyata. Meski demikian, Caraline masih merasa tersesat di alam mimpi. Deric yang selama ini ia anggap pria yang sudah kehilangan mimpi-mimpinya justru adalah sosok misterius yang selama ini orang-orang ingin ketahui. Deric tak lain adalah sosok pri
“Deric.”Untuk beberapa detik lamanya Caraline hanya bisa terdiam dengan mata membulat lebar. Mulutnya setengah terbuka dengan tatapan penuh ketidakpercayaan. Semua bayangan kebersamaannya dengan Deric seketika menyergap, membuat tubuhnya hampir saja ambruk di lantai. Tetesan air mata tanpa bisa dibendung kian membanjiri pipi.Caraline tahu bahwa dirinya sangat merindukan Deric lebih dari apa pun. Akan tetapi, ketika pria itu sudah berada di depannya saat ini, ia hanya bisa diam tanpa ada keinginan untuk mendekat atau bahkan memeluknya erat.Waktu terasa berhenti bagi Caraline. Semua pemandangan di sekelilingnya mendadak berubah menjadi hitam dan putih, kecuali Deric seorang. Di saat yang bersamaan, dunia menjadi menjadi sunyi senyap.Apa mungkin kerinduannya yang sangat besar pada Deric justru membawa pria itu kembali ke hadapannya?Apa mungkin ini semua khayalan?Apa mungkin saat ini ia berada di alam mimpi?Caraline mas
Dua bulan kemudian Acara pencarian bakat yang diselenggarakan salah satu anak perusahan Universe Corporation mendapat sambutan yang sangat luar biasa dari masyarakat. Acara tersebut menduduki peringkat tertinggi selama beberapa minggu acara tersebut berlangsung. Puncaknya pada laga final yang ditayangkan kemarin malam. Para peserta menampilkan hiburan sekaligus penampilan yang sangat luar biasa. Acara tersebut bahkan sampai ditayangkan di beberapa negara tetangga. Antusiasme masyarakat dan warganet pada program tersebut sangat tinggi hingga pihak penyelenggaran berniat untuk kembali menyelenggarakan acara serupa dengan konsep segar dan baru. Sebagai bentuk apresiasi pencapaian dan keberhasilan, diadakan penjamuan makan mewah untuk seluruh mitra yang bergabung dalam program tersebut. Beberapa petinggi Universe Corporation ikut hadir di mana salah satunya adalah Henry Hulbert. Caraline nyatanya masih berada di dalam kama
Satu bulan berlalu dengan cepat. Caraline kembali menata hidupnya yang baru. Diego dijatuhi hukuman sepuluh tahun penjara untuk semua kejahatan yang sudah diperbuatnya. Meski tak sebanding, tetapi hal itu cukup membuat dirinya merasa lega. Di sisi lain, Wilson juga ikut terseret ke dalam jeruji besi. Meski keluarga Wattson berusaha untuk membebaskannya, tetapi pria itu tetap mendapat hukuman tiga tahun penjara.Kehidupan Caraline lmabat laun kembali ke sedia kala seperti sebelum mengenal Deric. Wanita itu disibukkan dengan pekerjaan kantor. Akan tetapi, kerinduan dan rasa cintanya pada pria itu justru kian tak dapat dibendung.Caraline memiliki kebiasan baru saat ini. Ketika dirinya sangat merindukan Deric, ia akan pergi ke bekas kediaman pria itu, lalu bermalam di sana. Caraline akan tersenyum saat melihat deretan foto yang terpampang di dinding dan tak lama setelahnya menangis.Pencarian Deric, Lucy dan Thomas masih terus berlangsung hingga saat ini. Namun, be