“Kau baik-baik saja, Helen?” tanya Caraline tanpa mengalihkan pandangan ke arah asistennya. “Kau lebih banyak diam setelah pulang dari pertemuan menyebalkan itu.”
Helen mengembus napas panjang. Jemarinya saling melumat di atas paha. Beberapa kali ia melirik Caraline, lalu menjatuhkan pandangan ke arah jari-jari yang kian mengait satu satu sama lain.
“Nona, bolehkah aku bertanya sesuatu?” Helen mengeratkan tangan sesaat.
“Katakan,” jawab Caraline dengan pandangan yang masih menoleh ke samping jalan.
“Sebenarnya ... bagaimana hubungan Nona dengan Tuan Diego?” Helen menunduk sesaat, lalu memberanikan diri menoleh pada Caraline. “Anda bisa mengabaikannya jika pertanyaan itu tidak penting untuk Nona jawab.”
“Hubunganku dengan Diego ... hanya sebatas teman. Tidak lebih dan tidak kurang.” Caraline berkata jujur, menyelipkan anak rambut ke belakang telinga. “Apa itu y
“Ini tidak mungkin.” Caraline segera menyeka tangis dengan punggung tangan. Wanita itu kembali menggulir ponsel ke atas, memeriksa kembali deretan nama dari beberapa rumah sakit dengan lebih teliti. Seiring waktu berjalan, semakin cepat pula jantungnya dibuat seakan ingin meledak. Sungguh, ia merasa seperti tengah dikejar hewan berbahaya yang mengancam nyawa.Caraline menggingit bibir dengan kuat agar tak mulai berteriak. Tangisnya kembali pecah membasahi pipi. Dadanya kian sesak setiap kali jemarinya menggulir layar. Daftar pasien di sepuluh rumah sakit sudah ia baca dengan teliti, dan hanya tersisa satu rumah sakit di mana nama Deric tadi berada.Caraline mengembus napas panjang, terpejam untuk menghentikan derai air mata. Akan tetapi, pipinya kian basah seiring waktu berjalan.“Aku tidak ingin ini terjadi,” lirih Caraline sembari menyeka tangis dengan punggung tangan. Untuk sesaat, tangis memaksanya untuk diam, mencerna semua hal yang
“Apa aku ... boleh memelukmu?” tanya Caraline dengan suara parau. Tubuhnya bergetar kuat sebab dingin dan kemelut perasaan. Meski hujan sudah membasahi seluruh raga, tetapi air mata masih setia menghangatkan pipi.Deric terdiam beberapa saat, mengamati penampilan Caraline yang menurutnya sangat kacau. Tak ada wajah ketus yang terpahat di paras menawan wanita di depannya, yang tampak adalah raut kesedihan dan ketakutan.“Tentu,” jawab Deric pada akhirnya.“Terima ... kasih.” Caraline masih bertahan di rerumputan dengan wajah tertunduk. Kedua tangannya menyeka tangis dengan bergantian. Guntur dan pentir masih menampakkan kekuasaan di sekitar. Alam sepertinya ikut merasakan ketakutan yang menjalar.Caraline bergerak ke arah Deric dengan tiba-tiba, mendekap erat dengan tangis yang tak kunjung reda. Payung yang dipakai pria itu terjatuh hingga membuat keduanya dihujani air.Caraline lantas terpejam, memeluk pria yang
“Caraline,” ujar Deric setengah berteriak ketika tubuh wanita itu terdorong ke depan. Tak lama setelahnya, guntur menggelegar hingga membuat sekeliling menjadi terang. Angin berembus kencang, menggugurkan ranting dan daun.“Caraline.” Deric menepuk-nepuk pipi Caraline. Tubuh wanita itu sangat dingin dan pucat di saat bersamaan. Ia lantas mengambil ponsel dan segera menghubungi Grace. Deric dengan cepat memangku Caraline, membawa wanita itu ke kursi roda bersamanya. Setelahnya, ia melumat jalan dengan cepat. Ketika hampir dekat dengan rumah, ia melihat Grace dan beberapa maid mendekat dengan tatatapan khawatir.“Nona Caraline,” pekik beberapa maid bersamaan dengan payung di tangan.Deric membawa Caraline ke beranda rumah, yang kemudian disusul oleh beberapa maid dari belakang. “Grace, siapkan mobil untuk membawa Caraline ke rumah sakit.”“Ba-baik, Tuan,” sa
Caraline mengerjap beberapa kali. Wanita itu dengan perlahan membuka mata, kemudian mengubah posisi menjadi duduk. Kepalanya terasa berat dan sakit dalam waktu bersamaan. Kedua tangannya memijat kening dengan perlahan. “Di mana aku? Rumah sakit?” Caraline bersandar pada kepala kasur. Wajahnya tertunduk dan tak lama kemudian air mata berjatuhan. Fakta yang ia dapat kembali menyesakkan dada, menempatkannya pada situasi dan posisi sulit. Ada bagian dalam darinya yang serasa hilang. Hanya perkara waktu saja sampai Deric tahu kalau dirinya adalah dalang di balik kecelakaan itu. Sungguh, ia tak pernah menduga jika rasanya akan sesakit dan semenakutkan ini. “Apa ... Deric akan meninggalkanku?” tanya Caraline, “apa aku siap jika menghadapi hal itu?” Caraline buru-buru menyeka tangis begitu mendengar suara jejak kaki mendekat. Wanita itu segera berbaring, menoleh ke arah jendela. Dalam pantulan kaca, ia bisa melihat wajahnya yang pucat dan sembap. Helen membuk
Caraline nyatanya tak bisa terlelap. Raganya masih terbaring di ranjang dengan pandangan yang tertuju pada langit-langit ruangan. Dari arah luar, wanita itu mendengar suara jejak kaki. Ia langsung pura-pura terpejam dengan memunggungi pintu masuk.Terdengar pintu terbuka dan jejak kaki yang mendekat. Grace dan dua maid masuk, kemudian meletakkan sekeranjang susu cokelat pemberian Deric di atas nakas. Setelahnya, mereka meninggalkan ruangan.Setelah merasa jika Grace dan dua maid sudah menjauh, Caraline memutuskan duduk. Wanita itu menoleh pada nakas, lalu mengambil keranjang yang ada di sana. Saat mengambil sebotol minuman cokelat, air matanya kembali jatuh. Kilasan memori saat bersama Deric lagi-lagihadir. Ia mengingat bagaimana dirinya sangat menyukai minuman ini, bahkan berpura-pura menukar botol hanya agar bisa berciuman secara tidak langsung dengan Deric.“Aku ... harusnya senang sekarang,” gumam Caraline sembari menyeka air ma
Deric seketika menoleh ketika pintu mobil diketuk dari luar. Ia memasukkan ponsel ke dalam saku celana, kemudian membuka kaca jendela.“Tuan,” ucap seorang pria berkacamata hitam.“Masuklah,” kata Deric sembari membuka pintu untuk pria itu.Pria berkaus hitam itu segera melepas topi dan kacamata ketika tubuhnya mendarat di kursi. Saat mobil mulai melaju, pria itu berkata, “Saya sudah mendapatkan informasi akurat dari pihak terpercaya tentang orang itu.”“Aku harap kau tidak mengecewakanku,” ujar Deric dengan pandangan lurus ke depan.“Orang itu ...memang terlibat,” jawab pria itu, “kami menunggu perintah selanjutnya”Deric mengembus napas panjang. “Maaf, jika aku harus merepotkanmu lagi di tengah kesibukanmu. Tapi, hanya kau yang bisa kupercaya untuk masalah seperti ini.”“Aku justru sangat senang jika Anda repotkan, Tuan,” sahut pria
“Apa kau merindukannya, Catherine?” tanya Caraline dengan tatapan sinis. Bola matanya memutar ketika melihat aksi sepupu menyebalkannya yang sedikit terang-terangan menunjukkan ketertarikan pada Deric. Jelas saja ia tak suka. “Kau ... kau pasti sudah gila, Caraline.” Catherine mendengkus dengan wajah tertekuk sebal. Kedua tangannya dengan cepat terlipat di depan dada. Matanya memutar seiring dengan tubuhnya yang kembali berada di samping Wilson. “Untuk apa aku mencari pria cacat itu?” “Dasar pembual!” Caraline merotasikan bola mata, mengambil tas dari nakas. “Aku tidak ingin melihat kalian berdua di sini. Pergilah!” “Kau benar-benar kurang ajar, Caraline!” sentak Wilson dengan mata memelotot. “Harusnya kau bersyukur karena aku dan Catherine meluangkan waktu untuk menjengukmu.” “Kau benar-benar tak tahu diuntung.” Catherine melirik keranjang di atas nakas. Ada sebotol minuman di dalam sana. “Aku tahu kalian datang bukan untuk menjengukku.” Cara
Selama dua hari ini, Caraline lebih banyak menghabiskan waktu di dalam kamar. Wanita itu hanya akan keluar untuk berjalan-jalan di pinggiran danau saat pagi dan sore, di mana tujuan utamanya adalah mengintip Deric.Setelah kejadian beberapa hari lalu, Caraline justru menghindari Deric karena merasa malu dan tak tahu harus bersikap seperti apa. Pesan yang dikirimkan pria itu juga tidak pernah ia balas, dan panggilannya hanya akan dirinya tanggapi dengan diam.Caraline masih sering merasakan penyesalan dan kesedihan saat kenyataan bahwa dirinya yang menyebabkan Deric cacat hadir dalam pikiran. Saat rasa itu bertamu, tak jarang air mata membasahi pipi dan isak tangis terdengar.“Mungkin ini tujuan Carla memintaku untuk mencari dan menikahi Deric,” ujar Caraline yang kini berada di balkon kamar. Angin menerbangkan rambutnya ke kanan dan kiri. Rasanya segar sekali meski hati masih terasa sakit. “Sejujurnya, aku tidak menyesali hal ini sama sekali. A
Jeremy, Jonathan dan James tampak tegang saat mengikuti seorang pengawal menuju pinggiran taman. Deburan ombak menjadi musik pengiring degup jantung mereka yang menggila. Ketiganya mendadak terdiam ketika melihat Deric tengah memunggungi mereka di dekat pagar. Tak lama setelahnya, pengawal tadi memilih pamit. Untuk beberapa detik lamanya hanya ada keheningan yang meruang di antara keempat pria itu. Jeremy, Jonathan dan James saling melempar tatapan satu sama lain, bingung dengan tindakan apa yang akan mereka ambil saat ini. Haruskah mereka pamit? Deric perlahan berbalik, tersenyum menyambut ketiga saudara tirinya. Ia berjalan mendekat, tetapi Jeremy, Jonathan dan James sama sekali tidak bergerak dari tempat mereka atau bahkan menoleh ke arahnya. “Aku sudah menunggu kedatangan kalian,” kata Deric. Jeremy, Jonathan dan James sama sekali belum menggubris pertanyaan Deric. Wajah mereka juga belum sepenuhnya terangkat. “Bukankah kau sangat merinduk
Enam bulan kemudian Kabar pernikahan Presiden Universe Corporation membuat satu negara menjadi heboh. Banyak para wanita yang memimpikannya menjadi pasangan tiba-tiba merasakan patah hati dan kesedihan mendalam. Tak sedikit yang menjadikan hari itu sebagai hari patah hati nasional.Desas-desus beredar bak jamur di musim hujan mengenai siapa wanita beruntung yang akan menjadi pasangan seorang Jacob Balderic. Setelah enam bulan lalu sosok Presiden Universe Corporation itu muncul di publik dan memperkenalkan dirinya, pria itu sama sekali tidak pernah muncul kembali di hadapan media. Namun, beritanya terus memenuhi lini berita dan tayangan televisi.Kemudian setelah seminggu kabar penikahan itu terdengar, media berhasil membongkar siapa wanita beruntung tersebut yang tak lain adalah Caraline. Banyak pihak yang setuju dengan hal itu, berpendapat jika kedua sangat cocok. Akan tetapi, tak sedikit yang justru mencibir dan merundung Caraline di
Hampir semua mata tertuju pada seorang pria tampan bermanik biru yang baru saja mengakui dirinya sebagai pemilik perusahaan nomor satu di negara ini. Suasana acara seketika sunyi senyap, begitupun dengan orang-orang yang melihat berita dari saluran televisi dan internet. Tak lama setelahnya, decak kagum penuh pujian bersahutan dengan tepuk tangan yang bergemuruh.“Astaga, Nona.” Helen yang terkejut tanpa sadar mengguncang tubuh Caraline. “Bukankah itu Tuan Deric? Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Dia bisa berjalan dengan kedua kakinya dan saat ini dia berada di depan Nona.”Helen menoleh pada Caraline yang tengah menunduk dengan wajah diliputi senyuman. Saat menyadari sesuatu, Helen dengan cepat mengendalikan diri. Kini, ia tahu alasan di balik perubahan Caraline selama dua minggu ini.“Nona Caraline,” panggil Helen dengan senyum merekah. Meski ada retakan di hatinya, ia ikut berbahagia ketika melihat Caraline saat ini.
Seminggu berlalu setelah pertemuan Caraline dengan Deric di rooftop gedung. Namun, senyum bahagianya tak kunjung juga reda. Helen, Stevan serta seluruh maid dibuat tak mengerti akan sikap wanita itu. Jika beberapa bulan yang lalu Caraline dirundung kesedihan, maka selama seminggu terakhir, ia justru diliputi kebahagiaan.Caraline mengunjungi sebuah acara yang diselenggerakan oleh salah satu anak perusahaan Universe Coporation di sebuah taman luas. Banyak pejabat dan pengusaha terkenal ikut hadir dalam acara, termasuk Henry Hulbert.Caraline benar-benar tak bisa duduk dengan tenang ketika melihat Henry Hulbert tampil di atas panggung. Pandangannya seringkali tertuju ke sekeliling. Besar kemungkinan jika Deric juga berada di acara ini, pikirnya.Caraline sama sekali tidak menerima pesan apa pun dari Deric selama seminggu ini. Ia juga sengaja tidak menghubungi pria itu. Jika dahulu rindu sangat menyiksa, maka kerinduaan ini justru kian membesarkan rasa cin
Caraline dan Deric saling memandang satu sama lain selama beberapa waktu, ternggelam dalam perasaan masing-masing. Cahaya lampu di sekeliling rooftop tampak berganti warna seiring waktu berjalan.“Aku hanya takut jika kau tidak sadarkan diri lagi seperti waktu itu,” ujar Deric tiba-tiba.“Apa maksudmu?” tanya Caraline dengan pipi merona merah.“Kau tahu, kau tiba-tiba pingsan saat kita akan melakukan ... ‘itu’ di kamarmu.” Deric tertawa, mengelus lembut rambut Caraline.“Pingsan?” Caraline menaikkan satu alis. “Bukankah kita memang pernah melakukannya?”“Sama sekali tidak,” ungkap Deric, “kau sepertinya sangat gugup sampai kau tak sadarkan diri, terlebih selama tertidur kau tidak berhenti tersenyum.”Caraline tiba-tiba saja membelakangi Deric, menutup mata dengan wajah yang sudah sangat merah. Ia benar-benar malu ketika mendengarnya. Jadi
Sekujur tubuh Caraline kian bergetar ketika melihat sosok Deric tengah berdiri di depannya. Ponselnya sampai terjatuh saking tak bisa menahan keterkejutan. Untuk beberapa saat, ia hanya bisa menahan napas dengan tatapan tak berkedip.Caraline serasa ditimpa keterkejutan di atas keterkejutan. Ia memang sangat menginginkan Deric kembali berjalan, tetapi saat melihat hal itu secara langsung, Caraline justru hanya bisa tercenung tanpa bisa melakukan apa pun. Bibirnya setengah terbuka, tetapi dengan cepat kembali tertutup.Bukankah Deric tampak sempurna dengan penampilannya saat ini?Caraline mencubit lengan kirinya kuat-kuat. Ia merasakan sakit yang luar biasa di sana. Hal itu menandakan bahwa dirinya tengah berada di alam nyata. Meski demikian, Caraline masih merasa tersesat di alam mimpi. Deric yang selama ini ia anggap pria yang sudah kehilangan mimpi-mimpinya justru adalah sosok misterius yang selama ini orang-orang ingin ketahui. Deric tak lain adalah sosok pri
“Deric.”Untuk beberapa detik lamanya Caraline hanya bisa terdiam dengan mata membulat lebar. Mulutnya setengah terbuka dengan tatapan penuh ketidakpercayaan. Semua bayangan kebersamaannya dengan Deric seketika menyergap, membuat tubuhnya hampir saja ambruk di lantai. Tetesan air mata tanpa bisa dibendung kian membanjiri pipi.Caraline tahu bahwa dirinya sangat merindukan Deric lebih dari apa pun. Akan tetapi, ketika pria itu sudah berada di depannya saat ini, ia hanya bisa diam tanpa ada keinginan untuk mendekat atau bahkan memeluknya erat.Waktu terasa berhenti bagi Caraline. Semua pemandangan di sekelilingnya mendadak berubah menjadi hitam dan putih, kecuali Deric seorang. Di saat yang bersamaan, dunia menjadi menjadi sunyi senyap.Apa mungkin kerinduannya yang sangat besar pada Deric justru membawa pria itu kembali ke hadapannya?Apa mungkin ini semua khayalan?Apa mungkin saat ini ia berada di alam mimpi?Caraline mas
Dua bulan kemudian Acara pencarian bakat yang diselenggarakan salah satu anak perusahan Universe Corporation mendapat sambutan yang sangat luar biasa dari masyarakat. Acara tersebut menduduki peringkat tertinggi selama beberapa minggu acara tersebut berlangsung. Puncaknya pada laga final yang ditayangkan kemarin malam. Para peserta menampilkan hiburan sekaligus penampilan yang sangat luar biasa. Acara tersebut bahkan sampai ditayangkan di beberapa negara tetangga. Antusiasme masyarakat dan warganet pada program tersebut sangat tinggi hingga pihak penyelenggaran berniat untuk kembali menyelenggarakan acara serupa dengan konsep segar dan baru. Sebagai bentuk apresiasi pencapaian dan keberhasilan, diadakan penjamuan makan mewah untuk seluruh mitra yang bergabung dalam program tersebut. Beberapa petinggi Universe Corporation ikut hadir di mana salah satunya adalah Henry Hulbert. Caraline nyatanya masih berada di dalam kama
Satu bulan berlalu dengan cepat. Caraline kembali menata hidupnya yang baru. Diego dijatuhi hukuman sepuluh tahun penjara untuk semua kejahatan yang sudah diperbuatnya. Meski tak sebanding, tetapi hal itu cukup membuat dirinya merasa lega. Di sisi lain, Wilson juga ikut terseret ke dalam jeruji besi. Meski keluarga Wattson berusaha untuk membebaskannya, tetapi pria itu tetap mendapat hukuman tiga tahun penjara.Kehidupan Caraline lmabat laun kembali ke sedia kala seperti sebelum mengenal Deric. Wanita itu disibukkan dengan pekerjaan kantor. Akan tetapi, kerinduan dan rasa cintanya pada pria itu justru kian tak dapat dibendung.Caraline memiliki kebiasan baru saat ini. Ketika dirinya sangat merindukan Deric, ia akan pergi ke bekas kediaman pria itu, lalu bermalam di sana. Caraline akan tersenyum saat melihat deretan foto yang terpampang di dinding dan tak lama setelahnya menangis.Pencarian Deric, Lucy dan Thomas masih terus berlangsung hingga saat ini. Namun, be