Home / Romansa / Unexpected Life / 4 | Guru Steve

Share

4 | Guru Steve

last update Last Updated: 2021-05-03 01:06:51

Mereka terlelap seperti bayi kembar, saling berbagi pelukan hangat. Maria memunggungi Steve, tangan Steve mengapit perut Maria. Steve juga menekuk sedikit lutut Maria, hingga lutut mereka beradu.

Sinar matahari menyusup melewati celah—celah kecil jendela kamar yang mereka huni. Sinar itu mengecup mata Maria.

Mata Maria memicing sedikit, karena silauan cahaya itu tak nyaman bagi matanya. Maria bergerak dengan sedikit kesulitan. Ia baru menyadari kalau dirinya dipeluk oleh Steve dengan erat.

Maria berupaya untuk membalikkan dirinya, ia sudah kangen melihat wajah tampan sang suami. Maria mengangkat lengan kokoh Steve dari perutnya. Ia pegangi sementara tubuhnya yang polos bergerak untuk menyejajarkan posisi dengan Steve.

“Huh, akhirnya!”

Maria tersenyum, ia pandangi Steve lekat—lekat. Walau tubuhnya terasa sangat lengket akibat percintaan mereka tadi malam, namun Maria masih meresapi wajah pria yang sangat memahami dirinya. Pria yang tak egois. Pria yang memujanya bagai dewi Yunani. Pria yang galak pada semua orang, namun manis padanya.

Maria mengangkat tubuhnya sedikit, supaya mulutnya bisa membubuhkan morning kiss di pelipis Steve. “I love you hubby!”

“I love you more baby!”

Steve membalas ucapan Maria secara tiba—tiba. Hal itu membuat Maria terkejut. Maria pandangi muka bantal Steve.

“Kamu ngerjain aku ya?” tanya Maria mendelik.

Steve pun tersenyum, “Ia aku emang ngerjain kamu, gimana mau aku kerjain lagi? Mau dimana, di ranjang atau di kamar mandi sekalian bersih—bersih?” goda Steve.

Maria memukul bahu Steve, “Iiiccchhh, bukan yang itu Steve.” Wajah Maria merona seketika.

Steve menangkap tangan sang istri, lalu ia kecup, Cup. “Terus yang mana humm?” goda Steve lagi.

Satu tangan Maria memegangi pinggiran selimut yang digunakan untuk menutupi shirtless bagian atasnya. Bisa berbahaya kalau Steve melihat gundukan indah padatnya. Yang ada king akan berdiri tanpa diberi instruksi.

“Steve, jangan maju dong. Aku udah dipinggir ini, jatuh ntar gimana?” protes Maria.

Steve menyeringai, “Yaudah kamu nya gak usah mundur. Sini kamu pasrah aja deh sama aku. Ayo dong sayang, tadi malam baru appetizer nya aja. Pagi ini aku mau main course nya.”

Maria menautkan kedua alisnya, “What’s? are you kidding me?” Maria mulai khawatir.

Melihat posisi sang istri yang tak aman, Steve langsung menangkap Maria, mereka pun beradu. Steve peluk tubuh Maria erat, lalu ia gigit cuping telinga Maria. “I want more baby…”

Tubuh Maria meremang. Maria merutuki reaksi hormonnya yang tidak bisa diajak untuk memanipulasi si bayi besar.

Steve tahu kalau tubuh Maria menginginkan kegiatan tadi malam juga dilakukan lagi. Walau lisan Maria belum berucap, tapi act out Maria memberi izin.

Steve mulai mengecup rahang Maria, dagu Maria hingga ke bibir merona yang masih sedikit bengkak bekas gigitan gemas yang Steve berikan tadi malam.

Steve mengecupnya lembut, dari atas turun kebawah, sampai ia merasa puas. Steve mengusap bibir itu dengan lembut menggunakan ibu jarinya.

“Sayang, nanti aku bantu kompres ya, biar bengkaknya berkurang. Maaf ya, aku ganas banget sama bibir kamu.”

Maria terkekeh, “Kamu baru sadar ya?” goda Maria.

Steve membalasnya dengan mengusap dan meremas asset menyembulnya Maria. Sang istri tak kuasa menahan rasa nikmat yang diberikan sang suami.

Steve melihat Maria yang menggigit bibir bawahnya. Steve tak mau bibir itu semakin membengkak. Steve mengarahkan jari telunjuknya ke bibir Maria. Steve menguatkan pijitannya, hingga Maria membuka mulutnya. Jari Steve pun masuk ke dalam mulut Maria.

Kaki Maria bergerak asal. Mata Steve menangkap bahwa Maria sudah siap untuk dimasuki oleh king Steve. Satu jari itu ditarik keluar oleh Steve, ia remas tubuh king sebelum diarahkan pada Maria.

…………… Maria masih memekik.

Setruman king pada tubuhnya masih menjadi hal yang tabu ternyata. Namun Steve berniat untuk meningkatkan kegiatan olahraga pagi mereka.

Steve mulai berani untuk bergerak. Namun tempo di control oleh Steve. Ia harus memastikan Maria menikmatinya.

“Sayang, kamu kenapa masukin jari kamu tadi ke mulut aku?” tanya Maria disela tempo yang diberikan oleh steve.

Steve memegang wajah Maria, “Uji coba sayang!” seraya tersenyum mencurigakan.

Maria mendesah, dia melayang ke awan, “Maksudnya apa sayang?” tanya Maria lagi.

Steve menaikan sedikit temponya, “Supaya kamu bisa blow job king nantinya.” Maria belum menangkap maksud dari sang suami. Steve pun mengarahkan mata Maria pada king. Maria mendesah kuat.

‘Apa? Steve mau aku memasukkan king ke mulut ku?’

Steve terkikik disela pengaturan tempo yang ia berikan, “Bukan sekarang sayang. Kita akan melakukannya step by step. Tenangnya jangan tegang. Yang ada ntar sakit bukan nikmat!”

…………

Steve benar—benar membimbing Maria. Ia seperti guru buat Maria. Steve membimbing Maria bagaimana supaya Maria bisa melayaninya sesuai dengan yang dia inginkan.

Steve tahu kalau Maria sedikit polos akan hal—hal yang bersangkutan dengan hubungan orang dewasa. Sejak menginterview Maria untuk kali pertama, ia sudah tahu bahwa sekretarisnya ini bisa bekerja dengan profesional dan tidak akan melakukan hal yang aneh. Seperti mantan sekretarisnya yang dulu lakukan.

Mereka masih mengejar satu sama lain, tempo pun di naikan lagi oleh Steve. Desahan Maria meleok-leok. Tubuhnya terkukung dibawah oleh Steve.

……… Mereka pun sampai, Steve menjatuhkan sedikit tubuhnya di atas Maria. Tak mau menambah beban sang istri, Steve menyangga bobot tubuhnya dengan siku.

Steve mengecup kecil wajah Maria, “Gimana suka kan?” goda Steve.

Maria masih mengatur deru nafasnya, Maria menarik salivanya, “Makasih ya sayang, udah mau sabar sama aku!”

Steve pun berniat untuk mengeluarkan king dari Maria, namun tercekat, “Biarin aja dia didalam,” ujar Maria malu—malu.

Steve mencebik sudut bibirnya, “Kamu suka kalau king terus didalam, hum?” goda Steve lagi.

Entah kekuatan dari mana, Maria bisa bangkit dari Steve lalu menjatuhkan posisi Steve ke bawah. Maria pun bertengger diatas tubuh Steve.

Maria mengecup tubuh Steve, “Aku suka!” king pun masih dijepit kuat disana.

Steve terkikik, “Ternyata istriku sudah gak malu lagi ya. Kuat lagi. Boleh aku minta dessert ku sekarang?” pertanyaan Steve menggoda Maria lagi.

Maria tertawa, “Boleh, tapi kamu harus jawab aku dulu!”

Steve sudah bersiap untuk membawa Maria ke awan, tapi delay dulu karena Maria menahannya. “Apa?” Steve penasaran.

Maria berdehem, “Dulu aku pernah tanya soal gossip yang nggak—nggak tentang kamu sebelum kita nikah. Inget gak?”

Tentu saja Steve ingat, Cup, “Kan aku udah jelasin ke kamu sayang. Ada hal lain lagi yang mengusikmu, humm?”

Steve mengelus wajah Maria, tangan Maria juga mengelus tubuh Steve, “Aku yang pertama kan Steve buat kamu?” tanya Maria pelan banget.

Steve mendengarnya, ia bingung, namun pikiran cerdasnya menangkap maksud sang istri. “Sure, you are baby!”

“Nanti aku kenalin kamu sama guru aku, mau?” tanya Steve dengan mengerlingkan mata. Ia tak mau mood mereka down akibat gossip murahan yang disebar oleh mantan sekretarisnya dulu.

“Jadi kamu berguru dulu buat ini sayang?” Maria menanggapinya dengan serius.

Steve menahan geli di perutnya, “Iya dong sayang. Kan aku gak mau kita jadi pasangan yang monoton nantinya.”

“Boleh aku tau nama guru kamu?” tanya Maria lagi.

Steve mengangkat alisnya sebelah, “Jamie Dornan. Aku sama dia beda sedikit sayang, aku bermain lembut kalau dia berbagi ilmunya ke aku yang tipe-tipe agak kasarnya.”

Maria tiba—tiba bergidik ngeri, Steve pun mengelus punggung Maria. “Tenang aja, aku bisa memilih dan menyesuaikannya denganmu sayang. Aku udah gak tahan nih, kita mulai ya?”

Satu kali anggukan dari Maria dikantongi Steve. Sesegera mungkin Steve langsung bertindak, ia angkat tubuh polos Maria, meninggalkan selimut yang sudah tidak berbentuk. Steve berjalan cepat menuju kamar mandi.

“Di toilet sayang?”

Steve menggeleng, “Di bathup pake air, seru deh!” tak lupa ia mengerlingkan matanya pada Maria.

Related chapters

  • Unexpected Life   5 | Maria Ku Hamil

    Setelah acara dadakan di kamar mandi, keesokan harinya Maria bangun duluan. Ia pun bergegas membersihkan diri. Ia pun masuk ke dapur, memeriksa bahan masakan yang akan diolah untuk sarapan mereka.Ketika sedang sibuk berkutat dengan pisau, bawang—bawangan hingga talenan, ada saja yang mengusik kerjaan Maria.“Kamu ngapain disini?” Steve sudah memeluknya dari belakang, menciumi sebelah bahu Maria yang terbuka.Salah Maria juga, kenapa ia mengenakan midi dress selutut tanpa lengan. Maria juga mencepol seluruh rambut yang sudah ia hair dryer ke atas, otomatis leher jenjangnya akan terlihat lebih menggoda.“I wanna cook. Get away please…” usir Maria lembut, pada serigala lapar.Steve semakin m

    Last Updated : 2021-05-04
  • Unexpected Life   6 | Kurangi Pesonamu!

    Steven mengendarai mobil sport dengan tenang. Ia sengaja mempercepat kepulangannya dari kantor. Ia tak mau melewatkan jadwal cek up pertama Maria dengan dokter Gilsha.“Untung saja Nathan bisa menemukan dokter pengganti. Perempuan, yang penting dia junior dari dokter Gilbert. Artinya dokter Gilsha juga kompeten.”Maserati ghibli berwarna biru metalik telah menempati salah satu lahan parkir mobil pada garasi rumah Steven. Tuan rumah nan tampan tak ada bandingnya, turun seraya menebar pesonanya. Steve berjalan menuju ruang utama istananya dengan Maria.Sebuah rumah dengan interior klasik Italia. Rumah mewah berlantai tiga. Semua fasilitas ada di dalam istana mereka. Sebut saja, pasti ada. Bahkan rumah itu terlihat seperti hotel bintang tujuh. Padahal pemiliknya cuma dua orang, yang lainnya juga ikut tingga

    Last Updated : 2021-05-06
  • Unexpected Life   7 | Our Little Champ

    Steve dan Maria dituntun oleh seorang suster jaga yang mendapat tugas untuk mendampingi dokter Gilsha. Pelayanan mereka ramah dan sopan.“Silahkan duduk,” dokter Gilsha mempersilahkan Steve dan Maria untuk duduk pada kursi konsultasi.Dokter Gilsha membuka resume Maria, ia baca lamat—lamat kondisi yang dijelaskan sebelumnya. Maria merasa deg degan karena ini hal pertama baginya.“Rileks aja ya Bu Maria,”“Oke bu dokter,” balas Maria dengan senyum kikuk.“Ibu sudah periksa pake test pack ya?”“Ya bu dokter, pagi ini saya periksa dengan urine pertama bu dokter. Saya pernah baca artikel, kata penulisnya urine pertama di pagi

    Last Updated : 2021-05-07
  • Unexpected Life   8 | Fantasi Berakhir Sedih

    Malam ini terasa beda bagi Steve dan Maria. Biasanya mereka akan melewati malam dengan berolahraga bersama sampai lelah. Namun mulai malam ini, mereka hanya berolahraga ringan saja. Sekedar bercumbu hingga mengelus kasar bagian favorit masing—masing. Setelah itu Steve akan bermain solo, menuntaskan hasratnya.Steve beranjak terburu—buru dari kasur mereka. Meninggalkan Maria dengan ekspresi yang sulit diartikan.Maria melihat bayangan Steve juga ikut masuk ke dalam kamar mandi yang ada di kamar mereka. Hati Maria tak berlabel kini. Senang, karena ada bibit janin dalam rahimnya yang akan tumbuh berkembang menjadi bayi lucu. Dan sebagian lagi terluka, melihat Steve yang kelimpungan saat mengambil alih tugasnya.Maria semakin teriris saat mendengar Steve berfantasi seraya melolongkan namanya. Susah payah Mar

    Last Updated : 2021-05-08
  • Unexpected Life   9 | Hidupku Bergantung Padamu

    “owk…” “owk…” “owk…” Maria memegang kloset duduk itu dengan kuat. Hampir seluruh wajahnya masuk ke dalam kloset tersebut. Hari masih menunjukkan pukul 5 pagi. Tubuh Maria melemas. Tubuhnya tak mampu menopang diri lagi. Maria merosot lalu duduk di lantai kamar mandi. Kepalanya terasa pusing. Perutnya seperti memuat angin tornado, membuncah seperti lava gunung berapi yang ingin keluar dari sarang. “Astaga… sakit sekali rasanya.” Maria masih mengatur deru nafasnya, yang tak berimbang. Tangan Maria masih memegangi kepalanya, terasa mau pecah. Steve menggaruk sebelah pipinya pelan. Matanya masih terpejam. Reflek tubuh Steve mengeliat ke arah Maria, guna mencari pelipur tidurnya.

    Last Updated : 2021-05-09
  • Unexpected Life   10 | Maaf Itu Hanya Sekali

    Kepala Nathan cenut—cenut, ia menumpukan kepalanya yang berat itu pada kedua tangannya yang menekan permukaan meja kerjanya. Nathan sudah berusaha untuk mencari ahli gizi dan psikiater terbaik di kota ini.Problemnya adalah semua yang ia dapatkan mempunyai gender yang sejenis dengannya. Tentunya itu hal terlarang bagi Steven, No Male. Nathan menjambak kasar rambut hitamnya. Penampilan Nathan sudah tidak karuan. Nathan yang rapi menghilang sementara waktu.“Oh... GOD” Nathan berjalan asal, ia meninggalkan kursi kebanggaannya. Seperti setrika yang ada pada pakaian lecek, maju mundur sampai pakaian itu rapi.Nathan melihat jam tangannya, matanya semakin sakit melihat jarum jam yang sudah mendekati waktu sore hari. Nathan belum juga mendapatkan nama perempuan yang diminta Steven.

    Last Updated : 2021-05-10
  • Unexpected Life   11 | Hormon Bumil

    Nathan bergerak cepat. Setelah dari Hospital City Center ia langsung melajukan mobilnya ke rumah Steven. Dengan semangat ia membelah jalanan yang masih dilanda kemacetan. Nathan tak hentinya tersenyum. Suasana hatinya gembira ria. Bahkan di tengah kemacetan ibu kota, ia menyempatkan diri untuk bekerja. Berkas yang dimasukan ke dalam tas kerjanya, ia keluarkan satu buah. Ia pun mulai bekerja, memeriksa rincian laporan dari divisi kantor. Pembaharuan dari hasil rapat terakhir kemarin. Nathan yang terlalu fokus ke berkas laporan mendapat teguran dari pengendara lain. Mobilnya kena semprot klakson. Bukan hanya sekali tapi beberapa kali. “Astaga, lampu sudah hijau ternyata!” Nathan menaruh berkas di kursi sebelah pengemudi. I

    Last Updated : 2021-05-11
  • Unexpected Life   12 | Belinya Pake Motor Ya

    Setelah di bujuk oleh Steven akhirnya Maria mau berkonsultasi dengan dokter Angela spesialis gizi. Ia juga mau didampingi oleh dokter Michelle ahli psikologi. Maria pun berbicara heart to heart dengan para dokter.Dia bercerita apa yang dirasakan, dulu yang biasanya dia suka sekarang jadi mual melihatnya. Maria juga mendapat terapi bagaimana mengontrol emosi, agar stabil dan tidak mengganggu proses kehamilannya.Steven tampaknya harus menaikan gaji Nathan, sekalian memperbanyak bonus untuk diberikan pada Nathan. Asisten pribadi yang sangat handal, cekatan, pintar dan juga tampan.……… Six months later!Hari menunjukkan pukul 1 dini hari. Dimana semua orang sudah pada tidur, beristirahat supaya besok bisa melakukan aktifitas dengan baik.

    Last Updated : 2021-05-12

Latest chapter

  • Unexpected Life   92 | Kerinduan Yang Tumpah

    Sebelum waktu subuh menyapa, Edwin sudah rapi mengenakan kemeja lengan panjang, celana bahan, juga menggamit blazer beige di lengan. Ia menjinjing tas kerjanya yang berwarna coklat. Oxford shoes yang dikenakan senada dengan warna tas. Menuruni anak tangga rumah berbelok ke ruang makan. Sesibuk apapun pekerjaan, Edwin tidak pernah melewatkan waktu makan. Petunia meneliti menu sarapan yang akan dilahap tuan muda Rusyadi itu.“Morning Petunia,” sapa Edwin layaknya anak ke ibu.“Good morning tuan Edwin, silahkan sarapan dulu,” Petunia menunjuk ke hidangan waffle saus blueberry juga secangkir kopi hitam.“Thank you Petunia,” Edwin menyeruput kopi panas itu santai, “Kabar Aluna bagaimana Petunia, masih suka menangis?” ujarnya seraya memotong waffle.Petunia berdiri di samping kanan Edwin, “Masih tuan. Nona Aluna menutup diri, hanya di kamar saja.”“Selera makannya bagaimana?” tanya Edwin datar.“Susah tuan, kalau tidak dipaksa nona tidak mau makan. Paling banyak cuma tiga kali suapan, saya

  • Unexpected Life   91 | Penyesalan Yang Tak Manis

    Satu jam Steven duduk termenung, menanti namanya yang dipanggil. Ia lesu. Wajahnya di lekuk, bahkan ia tak memperdulikan pandangan pasien lain. Penyesalan yang sudah tidak ada artinya lagi. Steven hanya bisa pasrah, kejadian ini belum masuk logikanya, tapi semua yang telah terjadi. Fakta adalah kenyataan yang tidak bisa ia rubah lagi.‘Aku harus apa-in Serena? Demi Tuhan, cinta ini hanya untuk Aluna. Bagaimana kalau Serena berbadan dua karenanya? Argh…’Kepala Steven semakin sakit. Ulah ia menerka—nerka kemungkinan terburuk yang akan menimpa hidupnya. Hatinya sudah terisi sosok Aluna, tidak ada tempat lain lagi, kecuali itu mama Matilda juga putra semata wayang Kenzie.‘Aku nggak sanggup menceritakan kejadian ini pada Aluna. Tentu ia akan menangis bersedih, bahkan menampar pipi ini den

  • Unexpected Life   90 | Luka Tak Berdarah

    Steven semakin tersiksa, nyeri di tangan kanan terasa kian hebat. Sakit sekali. Kidal—nya beraksi, melalui telepon intercom memanggil supir pribadi. Ia tak menunggu lama, tepat di deringan nada pertama terdengar sahutan di seberang.“Halo tuan,” ujar seorang pria bernada sopan dibalik sambungan.“Jemput saya ke ruangan sekarang, cepat Anto!” tutup Steven.Anto, si supir pribadi termenung. Ia bertanya—tanya, selama mengabdi belum pernah sekali pun naik ke ruangan sang majikan guna menjemputnya. Dan kali ini?Steven terkenal jadi seorang yang mandiri, tegas dan dingin. Kemarahannya akan lama susut, bahkan ribuan cara pun dilakukan belum tentu akan membantu. Steven tipikal seorang pendendam.“Ah,… sudahlah, lebih baik segera naik. Jangan sampai tuan marah juga ke saya!” Anto mengetahui retaknya hubungan kerja antara Steven dengan Hunter juga Nathan. Kini ia pun menjadi kaki tangan mereka diam—diam, tanpa diketahui si bos besar.Anto naik elevator eksekutif, ruang kedap signal titanium it

  • Unexpected Life   89 | Masih segel ‘kah?

    Steven kelimpungan dalam ruangan. Ia heran pada Aluna, kekasihnya itu kenapa tidak bisa di telpon. Nomornya dialihkan ke pesan suara. Ia tak bisa mendengar lagi pesan manis yang sempat direkam Aluna kemarin. Ribuan tanya tersisipkan, “Apa terjadi sesuatu dengan Aluna? Angkat dong sayang, ku mohon Aluna,…”Beban pikirannya kian bertambah, kemanakah Steven harus mencari Aluna?Pada siapa pula ia harus bertanya?“Sekolah ‘kan masih libur, gak mungkin ada orang disana. Pasti cuma ada pegawai tata usaha disana, Aluna ‘kan tenaga pengajar, mustahil ia kesana!” Steven menjambak rambutnya marah.Sebuah memori tersampir dalam ingatan Steven.“Ya,.. Hunter, jawabannya. Benar sekali!”Steven memanggil sang asisten melalui panggilan intercom, “Ke ruangan saya sekarang!” kemudian nada kereta api yang terdengar.Hunter melerai gagang intercom, lalu memandangnya penuh tanya, ‘Ada apa lagi ya?’ telepon sudah diletakkan pada tempatnya. Ia melangkah lebar hendak menemui sang atasan.Pintu ruangan priba

  • Unexpected Life   88 | Seperti Jelangkung

    Amićo terparkir di halaman mansion. Steven keluar tanpa menutup pintu mobil, bahkan deru mesin mobil masih terdengar. Ia meninggalkan jagoan jalannya hidup—hidup. Steven menaiki anak tangga teras kemudian masuk ke dalam mansion. Ia mematung mendapati dua sosok yang masih ia kecam, kini sedang berdiri di depannya.“Ngapain kalian di rumah saya pagi—pagi?” sembur Steven masam.Mereka menunduk. Nathan berdehem, “Mohon beri kami maaf tuan. Tadi Kenzie mencari anda, bodyguard memberitahu kalau anda sedang keluar. Tadi Hunter yang mengantar Kenzie ke tempat kursus renang, dia sempat bertanya tentang anda.”“Lantas,.. kau beri jawaban apa pada putraku?” sahut Steven belum ingin senyum.“Saya hanya bilang kalau tuan sudah pergi ke kantor, ada rapat pagi ini dengan investor dari luar. Kenzie gak bertanya lagi, ia sudah paham dengan jam kerja anda yang sibuk.” Nathan memang ahli membuat alibi.“Kerja bagus,” sahut Steven lunak. Ia dirundung rasa bersalah pada Kenzie, tak seharusnya ia meninggal

  • Unexpected Life   87 | I Need You*

    Steven menggaruk jemarinya yang terasa gatal. Matanya masih terpejam. Tak lama ia menggeliat sedikit, melonggarkan otot—ototnya yang sedikit kram. Bughh,…‘Kenzie?’Pikirnya ada putranya sedang berbaring disebelah. Tanpa ragu, Steven merangkul hingga mendekap erat. Bahkan Steven membubuhkan kecupan di pucuk kepala.‘Hemm? Ini bukan wangi shampoo Kenzie!’Steven ingin tahu, siapakah gerangan yang mengisi sisi sebelah ranjangnya kini?Perlahan ia membuka matanya, sedikit ia paksa. Steven terperanjat, kasur yang ia huni berombak. Tubuh Steven bergetar karena mendapati ada seorang wanita tengah memunggungi dirinya. Nafasnya tersengal—sengal, matanya belum menyusut. Sungguh ia terkejut. Ia menyibak selimut yang menyelimuti mereka, kembali ia membelalak. Tak satupun helai kain menutupi tubuhnya. Keadaan sama juga pada wanita yang belum ia ketahui siapa namanya.‘Tapi king ku keset, nggak ada tanda—tanda habis main. Siapa nih perempuan?’Steven menelan saliva yang membumbung di tenggorokan.

  • Unexpected Life   86 | Penguasa Rusyadi

    Edwin terperangah sampai dirinya terhempas duduk di atas sofa. Sungguh ia terkejut mendengar pengakuan Aluna, ‘Kekasih?’ satu kata ini tertempel kuat dalam pikirannya. “Jadi putri papa ini menjalin hubungan asmara dengan anak dari pasien yang ada di rumah sakit kita?” sahut Lukman tak percaya. “Kami belum lama jadiannya pa. Aku minta maaf ya pa,” ungkap Aluna jujur. Kini, ia merasa sangat bersalah. “Kamu tahu status kekasihmu itu?” cicit Edwin menatap tajam. Aluna mengangguk, “Tentu saja abang. Putranya ‘kan aku yang ngajar di Vittorio. Aku juga wali kelasnya, semua data mereka aku yang pegang. Mustahil sekali aku gak tahu soal itu abang. I’m really sorry,..” “Kamu tahu soal ibu kandung murid mu itu?” cecar Edwin. “Setahuku, mommy 'nya Kenzie itu, istri Steven sudah tidak ada. Kenzie bilang kalau mommy 'nya sudah tenang di surga Bapa. Aku gak ngerebut suami orang pa, please abang ngertiin dong… aku juga gak minta sama Tuhan untuk rasa ini. Ngalir gitu aja,” jelas Aluna ke mereka.

  • Unexpected Life   85 | Keluarga Rusyadi

    Edwin mendapat laporan dari security rumah, jika ada paket untuk Aluna yang dikirim ke mansion. Mereka sengaja memberitahu padanya sebagai penanggung jawab seisi rumah. Lukman Rusyadi menunjuk Edwin untuk memikul tanggung jawab sebagai kepala keluarga Rusyadi. Lukman akui, dirinya semakin sepuh. Bulat tekadnya mendelegasikan satu tanggungan dirinya pada putra sulung satu—satunya.“Siapa pengirimnya?” selidik Edwin khas suara baritone.“Tidak ada namanya tuan. Paket dihantar oleh driver ojek online, waktu saya introgasi ia pun tidak tahu. Paket ini dia ambil dari seseorang bernama Poni.”“Taro paket itu di ruang kerja saya. Siapa yang tau soal paket itu?” sahut Edwin.“Baru tuan, saya tidak bisa menghubungi nona Aluna. Apa perlu saya—”“Tidak perlu. Kerjakan yang tadi saya suruh!” tandas Edwin.***Malam itu Edwin pergi ke ruang kerjanya. Selesai makan malam berdua Lukman, ia pamit duluan. Alasannya ada laporan mingguan yang belum selesai direvisi. Sesampainya di dekat meja kerja, mata

  • Unexpected Life   84 | Cek Ombak

    Vin valley residence, lokasi penginapan mewah yang dihuni Aluna. Strategis, dekat dengan tempat ia bekerja, Vittorio kiddy school. Hunter memberhentikan mobil yang dikemudikan, segera Nathan menghamburkan diri langsung keluar tanpa alih—alih permisi. Hunter cuma menatap punggung itu merasa kasihan, ‘Beruntung sekali anda tuan Steven Wijaya!’ tak lama ia pun menyusul langkah kaki yang masih menjejak.Mereka sudah tahu lokasi unit milik Aluna. Kini mereka telah berdiri tepat di depan pintu, dengan keberanian penuh Hunter menekan bel yang menempel di dinding. Sekali, belum juga keluar. Tatapan mata Nathan menyuruhnya mengulangi lagi. Hunter menggeleng, “Sepertinya tidak ada orang didalam tuan.”Nathan menghembuskan nafasnya, tapi sesak belum juga berkurang, “Kemana mereka?” monolog-nya bertanya.Hunter melirik, “Belum pasti mereka sedang bersama tuan,” sahutnya yakin.Bidikan mata Nathan tak setuju, “Seyakin itu kau, Nathan?”“Nada pesan yang disematkan miss Aluna terdengar padat, ia sep

DMCA.com Protection Status