***Pagi harinya Dev sangat bersemangat. Ia merasa bahagia karena Layla sudah kembali lagi di kota ini. Namun, Dev belum berani menampakkan diri di hadapan Layla."Mas, sarapan dulu," ucap Naomi lembut."Iya, terima kasih." "Dev, sayangku. Oma sudah memesan dua tiket liburan ke Bali untuk kalian berdua," ujar Sulis sembari menyerahkan dua lembar tiket.Naomi tersenyum senang. Sedangkan Dev sudah tak berminat pergi liburan."Kenapa tak memberitahuku terlebih dahulu, Oma? Aku sungguh sibuk akhir-akhir ini. Bisnisku tak bisa ditinggal, walau pekerjaan di rumah sakit bisa mendapat cuti," papar Dev berkilah."Pergilah walau hanya tiga hari saja, Dev!" sambung Lastri."Iya, Mas. Untuk saat ini kita memang cocok pergi berlibur. Bukankah Mas sendiri yang berkata akan memulai semuanya dari awal lagi." Naomi bersuara.Dev menarik nafas dalam-dalam, kemudian melepasnya dengan berat."Baiklah," sahut Dev singkat.Naomi dan yang lain sungguh senang mendapat persetujuan dari Dev."Aku berangkat du
***Waktu terus saja berjalan dengan cepat. Kini Dev dan keluarganya sudah sampai di rumah."Mas, silakan istirahat! Aku akan menyiapkan makanan yang sehat untukmu, Mas." Naomi masih berusaha bersikap tenang.Dev hanya mengangguk. Lastri dan Sulis menemaninya."Sayang, apa kau juga tak bisa mengingat kami?" tanya Sulis.Dev menggeleng dengan cepat dan berkata. "Layla, cuma Layla.""Bagaimana ini, Bu?" Lastri putus asa.Naomi yang memasak bubur, kini telah kembali ke kamar.Lastri dan Sulis pun bergegas pergi, dan membiarkan Naomi berduaan dengan suaminya."Makan dulu, Mas!" Naomi menyuapi bubur itu dengan penuh cinta.Dev memakan dua suapan saja."Cukup! Aku ingin bertemu Layla. Tolong bantu aku," ucap Dev.Naomi beristigfar berkali-kali dalam hatinya. Cobaan yang ia hadapi ini sungguhlah berat. "Apa Mas mengingat wajah Layla?" tanya Naomi."Ingat. Jika dia ada di sini, maka aku akan mengenalinya," sahut Dev.Lagi-lagi luka hati sang istri bagai disiram dengan air garam. Perih, tapi
***Waktu terus berganti. Setiap hari Naomi setia menemani Dev. Sesekali Naomi juga menceritakan tentang masa-masa indahnya dulu."Aku bosan, maukah membawaku keliling?" tanya Dev."Tentu saja, Mas. Ayo, kita keliling ke taman. Mas memang harus rilex," sahut Naomi.Kini Naomi bersiap-siap untuk pergi keluar. Naomi juga meminta izin pada Lastri dan Sulis."Bu, Oma. Mas Dev ingin jalan-jalan di luar. Aku akan membawanya," ucap Naomi senang."Wah, bagus itu, Nak. Silakan bersenang-senang diluar." Lastri sangat antusias.Dev berjalan pelan dengan bantuan Naomi, kini keduanya sudah berada di dalam mobil.Sepanjang jalan, Naomi menceritakan tentang hal-hal yang pernah dilaluinya bersama."Dulu awal menikah kita sering duduk di taman. Hari ini aku akan membawa Mas ke sana," ujar Naomi."Benarkah? Terima kasih, sayang." Mata Naomi berkaca-kaca karena bahagia. Suaminya bersikap romantis seperti dulu lagi.'Ya, Allah ... apa aku salah, jika menginginkan ingatan Mas Dev seperti ini saja. Asal M
***Hari berikutnya ....Layla membersihkan ruangan seorang CEO Perusahaan tempat ia bekerja.Namanya, Irfan Firnanda Saputra. CEO muda yang tampan dan mapan."Kau OB baru?" tanya Irfan dengan gaya merendahkan."I-iya Pak," jawab Layla gugup.Irfan menatap Layla dari ujung rambut hingga ujung kaki. Kemudian ia tersenyum getir."Benar-benar ingin bekerja sebagai OB, atau hanya kedok saja?" tanya Irfan pula."Apa maksud Bapak?" "Bukan apa-apa. Cepat bereskan gelas kotor di meja saya ini! Setelah itu buatkan saya segelas kopi yang pas. Ingat, harus pas!" Irfan terkenal cuek, dan angkuh. Usianya sekitar 27 tahun. Alisnya tebal, hidung mancung, bibir sedikit berisi tapi terkesan seksi. Setiap wanita yang melihatnya tentu akan terkesima, tapi akan berpikir dua kali setelah mengenal wataknya. Irfan cuek dan dingin, bahkan suka memandang rendah wanita. Itulah sebabnya hingga sampai saat ini, ia masih membujang.Layla bergegas membuatkan Irfan kopi. Ia sangat gugup, takut buatannya tak sesu
***Air mata Dev jatuh begitu saja, ketika membaca percakapan lamanya dengan Rio.'Layla ... di mana sekarang kau Layla? Maafkan aku yang tak mencarimu. Tetapi setelah ini, aku berjanji akan menemuimu,' gumam Dev.Tak lama kemudian, Naomi masuk ke dalam kamar. Dev menyembunyikan ponselnya di bawah bantal."Mas, apa sudah baikan?" tanya Naomi lembut."Iya. Mas sudah tidak sakit kepala lagi," sahut Dev memaksakan sebuah senyuman."Sudut mata, Mas kok basah. Apa Mas tadi menangis?" Naomi mengusap sisa air mata Dev dengan ujung jarinya. Hati Dev bergetar, ia tak mengerti kenapa bisa mencinta wanita lain, selain istrinya. "Sayang, katakan yang sejujurnya! Siapa Layla?" Dev menggenggam tangan Naomi.Naomi terdiam, tubuhnya menjadi lemas ketika mendengar suaminya menyebut nama Layla lagi."Apa Mas masih memikirkan tentang Layla?" Naomi menatap serius ke arah mata suaminya."Mas tidak mengerti, tetapi nama itu selalu menyelinap dalam pikiran, Mas."Lagi-lagi jantung Naomi bagai dihujani du
***Saat sore hari, Irfan pulang dari kantornya. Kini Layla juga sudah diperbolehkan kembali setelah Bik Ika datang."Saya pamit, Nyonya." Layla mencium punggung tangan Leni."Hati-hati di jalan. Berjanjilah untuk main ke sini lagi nanti," ujar Leni menyentuh kepala Layla dengan lembut."Tentu saja, Nyonya. Saya pasti mengunjungi Nyonya lagi."Layla melangkah masuk ke dalam taksi. Irfan hanya diam menatap kepergian Layla. Sikap cuek dan angkuhnya membuat Irfan enggan banyak bicara dengan orang kalangan bawah.Sementara di sisi lain, Rio sudah sampai di rumah Dev. Sesuai perintah Dev, ia menjemputnya sore ini."Mau ke mana?" tanya Naomi pada Rio."Em ... e ...." Rio tak bisa menjawab."Mau mengecek bisnisku, sayang. Mas meminta Rio menemani," sambung Dev."Mas mengingat Rio?" Naomi sedikit merasa ada yang disembunyikan."Tidak, tapi Mas membaca dari pesan lama tentang urusan bisnis yang dibantu oleh Rio."Dev memang ahli berkilah. Namun, naluri seorang istri mengatakan Dev berdusta."A
***Dev masih membisu menyaksikan Layla yang sudah berlalu bersama pria lain.Ingatannya kembali, tapi Layla malah pergi."Mas, jika memang tak ada lagi cinta itu untukku. Maka aku ikhlas Mas tinggalkan," ucap Naomi lemah.Dev masih bergeming. Hatinya belum rela berpisah dengan Layla, apa lagi sampai melihatnya bahagia dengan pria lain."Mas, ayo pulang! Kita selesaikan masalah ini dengan jelas.""Kau selalu melibatkan keluargaku, Naomi. Tak bisakah masalah ini jangan diceritakan pada mereka?" Dev menatap datar."Mereka bagian dari kita, Mas. Mana mungkin menyembunyikan masalah sebesar ini."Dev dan Naomi terlibat adu mulut di Apartemen. Bagi Dev masalah ini hanya dibesar-besarkan oleh Naomi.Sedangkan bagi Naomi ini memang masalah yang serius. "Terserah Mas saja! Aku akan pulang sendiri." Naomi berlari keluar.Dev tak mengejar, ia masih mematung di dalam Apartemen.'Kau keterlaluan Layla, aku tak akan bisa terima begitu saja keputusanmu memilih pria lain, selain aku.' ***Sementara
***Naomi tak pulang hingga malam hari. Dev semakin cemas, ia mulai mencari keberadaan Naomi."Bu, aku ingin mencari Naomi," ujar Dev berpamitan."Iya, carilah istrimu dan bawa pulang. Ibu tahu Naomi sangat berduka saat ini. Mungkin dia sedang di rumah Mamanya," papar Lastri.Dev berlari setelah mendapat izin. Ia bergegas melajukan mobilnya. 'Naomi, maafkan Mas. Mas tidak akan menyakiti hatimu lagi,' gumam Dev.Sepanjang perjalanan Dev menyesali semua kesalahannya. ***Sementara Layla masih meratapi kesedihannya. Layla pun ingin memulai kehidupan yang baru. Irfan mengunjungi Layla, dengan alasan mengecek keadaan rumahnya."Kau masih bersedih?" tanya Irfan."Ya, tentu saja." Layla menjawab dengan datar."Rumah ini tidak gratis. Kau harus mengurusnya dengan baik! Jangan berlarut dalam perasaan sedihmu itu. Nanti bisa merugikan saya," papar Irfan."Merugikan Bapak?" Layla menatap bingung."Iya. Kau akan merugikan saya, jika di kantor kerajaanmu tak beres, dan kau akan merugikan saya