Almira Larasati seorang gadis cantik dan sederhana yang bekerja sebagai perawat disebuah rumah sakit terkenal di Jakarta. Ia harus rela kehilangan pekerjaan yang sangat dicintainya atas permintaan Ayah tirinya –Yacob Lucero-- untuk menggantikan kakak tirinya –Amanda Lucero—menikah dengan seorang laki-laki yang tidak ia kenal dan mempunyai sifat yang dingin, arogan serta temperamental. Nicolas Brahmantyo, CEO muda, tampan dan berkarisma yang banyak digemari dan menjadi idaman semua wanita, merupakan salah satu pewaris sebuah perusahaan Brahma Group, harus menerima kenyataan pahit bahwa calon istrinya, wanita yang ia cintai pergi meninggalkannya setelah tahu bahwa ia tidak bisa berjalan lagi, sehingga membuatnya frustasi dan menutup diri dari yang namanya ‘wanita'. Ayah tirinya memberikan Almira sebagai pengganti Amanda untuk menikah dengan Nicolas. Namun dibalik itu Dokter Yacob Lucero memiliki perjanjian antara dirinya dengan keluarga Brahmantyo yang Almira sendiri tidak mengetahuinya. Apa yang akan terjadi jika sebuah pernikahan yang dilakukan bukan didasari cinta melainkan didasari dengan perjanjian? Karena Cinta Tanpa Syarat.
Lihat lebih banyakTok!Tok!Tok!“Almira, Sayang?” panggil Ratna. Ia mengetuk pintu kamar menantunya karena merasa khawatir dengan keadaan Almira yang mengurung diri dalam kamar setelah pertengkaran dengan putranya.Tanpa sengaja Ratna mendengar pertengkaran mereka saat ia kembali dari berbelanja bersama koleganya. Ia pun sempat berpapasan dengan putranya yang saat itu sedang terlihat sedang marah.“Sayang, ini mama. Boleh mama masuk, Nak?” rayunya.Almira beranjak dari tempat tidurnya, berjalan ke arah pintu sambil menghapus sisa air matanya sebelum membuka kunci kamarnya.Ia tersenyum dan mempersilahkan Ratna masuk. Mereka duduk di sofa ruang tamu dalam kamar milik Almira.Ratna yang duduk di samping kanan Almira membelai lembut rambut menantunya dengan menatap wajah yang terlihat sembab bekas menangis, “kau kenapa, Sayang?” tanya Ratna.“Aku baik-baik saja, Ma.”“Tadi … mama tid
“Katakan apa yang kau inginkan?” tanyanya saat ia melihat ada keraguan dalam raut wajah Almira. “Aku ingin … mengakhiri pernikahan ini!” jawab Almira. Raut wajah Nico seketika menjadi datar. Rahangnya mengeras. ‘Jadi ini yang kau inginkan! Jangan bermimpi sampai kapanpun aku tidak akan melepaskanmu. Kau adalah milikku dan akan selamanya menjadi milikku!’ batin Nico. “Ditolak!” jawab Nico dingin dan datar. Kini Nico kembali pada sifatnya yang arogan, dingin dan egois seperti dulu. “Kenapa?” balasnya—datar. Nico tidak menjawab pertanyaan Almira dan berlalu pergi meninggalkannya. Ia sudah jatuh cinta teramat dalam pada wanita yang sekarang menjadi istrinya. Bagi Nico melepaskan Almira sama juga dengan membunuh separuh dirinya. Almira bergegas bangkit dari duduknya dan berlari mencekal tangan Nico. “Nico, tunggu!” panggilnya. Langkah Nico terhenti dan menatap dingin Almira. Ia tidak menyangka perjanjian pranikah yang ia buat sebelu
Bali- 01:30PM Almira menghela nafas, lalu memijit pangkal hidungnya karena merasa binggung dengan sikap Nico. Ia menolak permintaan dokter Nando untuk ikut bersamanya ke Bali. Namun, siapa yang mengira jika saat ini ia sendiri yang mengajaknya untuk menyusul kakak dan keponakannya. Benar-benar tipe manusia yang nomaden, batin Almira. “Nico,” panggil Almira. “Hem …,” jawabnya singkat tanpa mengalihkan padangannya dari ponsel. “Mengapa kau mengajakku kemari?” tanyanya. “Mengapa kau tiba-tiba berubah pikiran? Bukankah kau bilang tidak ingin pergi?” sambungnya. “Karena mama memintaku untuk mengajakmu ke Bali,” jawabnya. “Jadi karena mama yang memintamu untuk mengajakku, kau tidak bisa menolak seperti yang kau lakukan pada dokter Nando, begitu?!” ucap Almira. “Tapi untuk apa mama memintamu mengajakku ke sini?” tanyanya penasaran. “Aku tidak tahu! Kau bisa tanyakan sendiri pada mama nanti!” jawabnya.
Nando dan Hanif pergi meninggalkan Almira untuk masuk ke dalam pesawat. Ia melangkahkan kakinya untuk kembali ke parkiran mobil karena Johni telah menunggunya. Namun, saat akan kembali tiba-tiba sesuatu mengejutkan Almira. Brugh!! “Auw…,” ucapnya kesakitan. Seolah-olah ia sudah menabrak dinding yang sangat keras. “Apa Anda tidak punya mata?” ucap Almira kesal dengan mengusap-usap dahinya tanpa melihat siapa yang telah ia tabrak. “Tidak bisakah kau berjalan dengan benar?” balas Nico yang berdiri dihadapan Almira menggunakan tongkat penyangga. Almira yang hafal dengan suara Nico, buru-buru menengadah menatap Nico. “Kau …!” “Makanya kalau jalan itu lihat ke depan jangan lihat ke bawah! Untung aku yang kau tabrak, bagaimana jika orang lain!?” ucapnya ketus. “Maaf,” balas Almira. Tiba-tiba Almira menatap Nico penasaran, “Sedang apa kau di sini? Aa … jangan-jangan kau sudah berada di sini dan memperhatikan kami sedari tadi?”
Dering alarm ponsel Almira berbunyi, menunjukkan hari sudah pagi. Cepat-cepat Almira meraih ponselnya di atas nakas dan mematikkannya. Almira duduk sejenak untuk mengumpulkan kembali nyawanya, ia melihat ke samping tempat tidur yang masih rapi. Sekilas Almira teringat jika semalam ketika ia akan menghampiri Nico di ruang kerjanya, nampak keadaanya sangat kacau hingga ia membatalkan niatnya untuk menghampiri Nico. “Sepertinya semalam ia tidak tidur di sini. Apa ia ketiduran di ruang kerjanya?” batin Almira. Ia pun bergegas bangun dan membersihkan diri di kamar mandi. Selang beberapa menit menyelesaikan mandinya, Almira dikejutkan dengan Nico yang sudah duduk di tepi tempat tidur dengan memegang sebuah kotak miliknya. “Ish … kamu ngagetin aja! Sejak kapan kamu duduk di sana?” tanya Almira yang masih menggunakan handuk melilit di tubuhnya. Nico menatap Almira tanpa berkedip melihat wanita yang baru saja keluar dari kamar dengan menggunak
Almira duduk di kursi balkon teras kamarnya, ia menyadarkan tubuhnya pada sandaran kursi dengan memegang sebuah kotak yang terbuat dari kayu jati. Ia membuka kotak itu dan mengambil sebuah kotak kecil berisi sebuah cincin pemberian Benny, tunangannya. Sudah beberapa bulan ini ia tidak mendapatkan kabar dari Benny, tidak ada pesan, tidak ada email atau surat sekalipun. Tanpa sepengetahuan Almira semua pesan yang dikirimkan Benny padanya selama ini telah di sabotase oleh Nico, hingga komunikasi antara Benny dan Almira terputus dan hubungan keduanya berakhir. “Huft … Begitu sibuknya kah? Sampai kamu tidak bisa menghubungiku meski hanya sebentar atau mungkin sudah ada seseorang yang menggantikan ku di sana?” pikir Almira. “Jika aku tidak bisa menghubungimu lalu bagaimana aku bisa mengatakan yang sebenarnya padamu,” gerutunya. “Siapa yang sedang ingin kau hubungi? Dan apa yang sedang kamu pegang? Kotak apa itu?” tanya Nico tiba-tiba
“Kita sudah sampai. Masuklah dulu, aku masih harus mengurus sesuatu,” ucap Nando.Almira menganggukan kepalanya dan turun dari mobil. Baru beberapa langkah, gadis itu menghentikan langkahnya—berbalik menatap Nando dan menghampirinya. “Apa kau akan kembali kemari?” tanyanya.“Tentu. Aku tidak akan lama, tunggulah. Aku akan segera kembali,” ucapnya dengan tersenyum.“Baiklah.”Almira kembali melangkahkan kakinya masuk ke rumah perawatan itu, ia sudah tidak sabar ingin segera menemui neneknya.Gadis itu membuka pintu kamar neneknya, “Kesya ….” Ucap Almira“Hai … kau sudah sampai rupanya. Senang rasanya bisa bertemu dengan mu lagi setelah beberapa bulan kamu menghilang. Bagaimana kabarmu, Al?” tanya Kesya—menghampiri Almira dan memeluknya.“Aku baik. Maaf, aku sudah membuatmu khawatir dan merepotkanmu untuk menjaga Nenekku,&rdq
Beberapa bulan kemudian … “Kesembuhan kaki Anda mengalami kemajuan yang sangat baik, Tuan. Dan Anda akan dapat berjalan kembali namun untuk sementara waktu harus menggunakan tongkat hingga kaki Anda benar-benar bisa berjalan seperti semula,” ucap dokter. “Apakah Tuan Nico masih harus menjalani terapi, Dok?” tanya Almira. “Tentu saja. Tuan Nico tetap harus menjalani terapi hanya saja jadwal terapi yang seminggu dua kali bisa dijadwalkan menjadi seminggu sekali dan sering latihan dirumah, selain itu tetap harus mengkonsumsi obat dan vitamin yang sudah saya berikan,” jelas dokter. ‘Terima kasih, Tuhan. Semoga Nico bisa segera bisa berjalan kembali,’ batin Almira. “Terima kasih, Dok. Kalau begitu kami permisi,” ucap Almira—berpamitan. Almira membantu Nico mendorong kursi rodanya keluar dari ruangan terapi dan menuju ke lobi rumah sakit. Sepanjang perjalanan menuju lobi, Almira dan Nico sama-sama terdiam. Semenjak p
“Hey …,” sapa Almira pada Hanif saat memasuki kamarnya. “Aunty, Al?” jawab Hanif denga tersenyum. “Apa aunty menganggumu, Sayang?” Hanif menggelengkan kepala. “Aku senang aunty kemari. Aku tidak bisa tidur, bisakah aunty menceritakan sebuah dongeng untukku?” Almira menghampiri Hanif—ke tempat tidurnya. “Kemarilah,” ucap Almira. Hanif sedikit mengeser badannya dan menyandarkan kepalanya pada lengan Almira sebagai bantal. “Berdoalah dulu sebelum aunty membacakan dongeng untukmu,” kata Almira yang dijawab anggukkan oleh Hanif. Almira membacakan dongeng Pinokio pada Hanif. Belum habis dongeng yang dibacakan, Hanif sudah tertidur pulas di atas lengannya. Ia lalu meletakkan kepala Hanif di atas batal agar lebih nyaman dan membetulkan posisi selimut agar Hanif lebih merasa hangat. Dari balik pintu, Nando menatap interaksi antara Almira dan putra semata wayangnya. Ada sebuah rasa bahagia yan
“Kenapa kaki ku tidak bisa digerakkan?” gerutu Nico. Pria tampan berusia 29 tahun itu tampak kebinggungan saat ia tidak dapat merasakan kedua kakinya.“Suster…suster!” teriaknya memanggil perawat sambil menekan tombol yang berada disamping ranjangnya. Almira yang saat itu akan kembali ke ruang perawat segera berlari begitu mengetahui ruang VVIP menyalakan tombol. “Pak Nico, Anda tidak apa-apa?” tanya Almira yang melihat pasiennya sedang kebinggungan.“Suster, apa yang terjadi pada kaki saya? Kenapa saya tidak bisa merasakan apa-apa?”“Pak Nico, tenang dulu. Akan saya panggilkan Dokter Yacob segera.”Almira segera menghubungi Dokter Yacob yang saat itu sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit.Tidak lama berselang, Dokter Yacob dan seorang wanita paruh baya datang dan langsung menghampiri ruang VVIP.Wanita paruh baya itu terkejut melihat kondisi putranya yang
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen