Bab 129"Rangga aku rasa kamu tidak perlu berbuat sejauh ini untuk membuktikan ucapan mereka. Kalau kamu terus-terusan seperti ini, aku takut malah kau yang akan terjerat ke dalam kasus mereka," ucapku.Pria di sampingku tersebut hanya tertawa ringan dengan apa yang telah aku ucapkan."Bagaimana bisa kamu berpikir seperti itu? Tak ada yang perlu kamu khawatirkan dengan diriku, Rika. Kamulah yang harus selalu berhati-hati. Kadang aku khawatir pasti ada orang-orang yang tidak terima dengan keputusan hakim. Terlebih apa yang aku urus juga bukan melulu kasus Clara saja, tapi juga kasus yang melibatkan penyelundupan barang-barang haram dan terlarang lainnya. Tapi mudah-mudahan aku bisa mengatasi semua masalah yang menghampiriku. Jadi yang aku khawatirkan adalah kamu. Aku sungguh berharap Jangan sampai ada orang-orang yang berniat jahat padamu karena kita telah berhasil menumpas kasus itu hingga selesai,"Aku menghela nafas. Memang keputusan hakim beberapa hari yang lalu telah menjerat bany
Bab 130Sebelum hari mulai menggelap, aku memeriksa satu persatu jendela yang ada di rumah, sebelum kami terlelap Aku ingin memastikan bahwa semuanya sudah terkunci rapat. Tak lupa pula pintu pagar depan juga harus tergembok dengan sempurna. Kapan Rangga kembali terngiang-ngiang di telingaku, memang telah berkata benar bahwasanya aku dan Clara memang harus lebih berhati-hati lagi sekarang. Seperti yang dia katakan bahwa banyak orang yang memusuhi orang-orang yang berniat baik. Sebenarnya aku sudah merasakan ini sejak lama. Selama ini aku selalu berusaha untuk tidak merepotkan orang-orang di sekitarku, pernah meminta lebih pada mereka apalagi memberatkan. Kita memang benar-benar sedang membutuhkan bantuan. Ketika orang membutuhkan pertolongan maka aku akan membantu sebisa yang aku mampu, dan ketika orang-orang merendahkanku aku masih tetap berusaha untuk bersabar. Tapi entah mengapa kurasa ada-ada saja orang yang selalu mencari gara-gara denganku. Bahkan orang yang tidak tahu menahu
Bab 131Aku menghampuri gerbang dimana Rangga sudah menungguku di sana. "Tidak usah di buka gerbangnya. Biar lewat sini saja," ucapnya sembari menyodorkan bingkisan kotak menu dari sela-sela gerbang yang agak sempit."Udah, cepat masuklah lagi. Jangan lupa hati-hati ya. Jangan sembarangan membukakan gerbang ataupun pintu pada orang yang tidak dikenal. Aku kemari untuk memastikan kalian dalam keadaan aman. Kalau ada apa-apa jangan ragu untuk menghubungiku," Aku kembali termangu dengan kata yang Rangga ucapkan. Apa dia sungguh mengkhawatirkan aku dan Clara? Atau itu hanya actingnya saja?Ya Tuhaan, karena dulu sudah terbiasa hidup di lingkungan keluarga Valdi yang toksik, akhirnya sekarang membuatku selalu sering berprasangka buruk.Dampak dari lingkungan keluarga toksik memang luar biasa. Dan sekarang meskipun aku sudah terlepas dari lingkungan seperti itu, tapi bayang-bayangnya masih kerap mengganggu. Aku patut mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan yang telah menakdirkan aku keluar
Bab 132Karena pria yang menghubungiku tersebut mengatakan jika sekarang tengah berada di depan gerbang rumahku, aku memutuskan untuk memastikan perkataannya apakah benar atau tidak. Aku sedikit meningkat tirai jendela kamar, memastikan apakah ada orang di luar sana atau tidak.Tapi sama sekali aku tidak menemukan keberadaan orang di sana.Hatiku semakin was-was saja. Apa maksud semua ini? Jujur saja aku merasa takut dan cemas terutama akan putriku. Aku memandang ke arah Clara yang tengah terlelap, "Semoga kita terhindar dari orang-orang yang berniat jahat pada kita, Nak," aku berdoa dalam hati."Cepat bukakan pintumu, Rika!" Suara berat itu kembali terdengar.Aku semakin tidak menentu. Perasaan merasa terancam mendominasi sekarang."Kamu bilang kamu sekarang ada tepat di depan gerbang rumahku. Apa kata-kata mu bisa dipercaya? Kurasa kamu sudah berbohong!" ucapku."Apa kamu ingin aku langsung muncul di hadapanmu sekarang? Kalau iya, katakan! Aku bisa melakukan keinginanmu itu dengan
Bab 133"Itu tidak penting, Rika! Nanti kamu dengan sendirinya akan tahu siapa aku. Jadi tidak usahlah bertanya. Lagi pula tidak penting juga untuk menanyakan siapa. Sebab kita harus bertemu hanya karena harus membahas sesuatu yang penting. Jadi, bukalah pintumu!" Ucapan tersebut semakin membuat aku takut saja. Sebab mana ada orang yang berkata begitu kecuali menyimpan niat yang buruk. Apa aku harus menelpon polisi saja sekarang? Oh iya mengapa aku baru berpikir untuk menelpon polisi sekarang? Ya Ampun, seharusnya aku melakukan ini sejak tadi. Bukan malah meminta bantuan Rangga.Tapi jika aku menghubungi polisi bagaimana dengan laki-laki tidak dikenal yang sedang meneleponku ini?Oh iya, aku ada ide."Maaf sebelumnya pak bisakah aku mematikan teleponnya sebentar?" Aku berharap laki-laki itu tidak keberatan."Tidak bisa! Karena ketika kamu matiin telepon kamu tentu aja bisa menghubungi orang lain untuk meminta bantuan. Hahaha aku tidak mungkin membiarkan itu terjadi. Aku ini nggak b
Bab 134Samar-samar aku beberapa orang mengobrol lirih. Pelan-pelan aku membuka kelopak mata.Pandangan mataku terasa kabur, tidak bisa melihat ruangan ini dengan jelas. Tapi bayang-bayang putih terlihat meski agak berkunang-kunang.Untuk memperjelas penglihatan aku mengucek-ucek mataku lalu berusaha mengedit-ngedipkannya. Tapi entahlah mengapa aktivitas fisik ringan seperti itu saja membuatku agak sulit melakukannya.Aku bahkan tidak bisa melihat dengan jelas dimana aku tidur sekarang. Apa ini di kamarku? Atau di kamar Clara? Atau di ruang tamu? Tapi siapa yang kudengar tengah mengobrol tersebut? Seingatku Aku tidak pernah membawa orang asing ke dalam rumah kami. Di dalam rumah kami, hanya ada dua orang, yaitu aku dan anakku. Tidak ada yang lain sama sekali.Jadi siapa yang tengah bercakap-cakap tersebut? Dan mengapa suara mereka lirih sekali? Apa yang mereka bicarakan?"Sss.... Sss...," Oh mengapa sulit sekali bagiku untuk berbicara. Ini tidak seperti biasanya. Atau apakah aku sed
Bab 135"Alhamdulillah Rika sudah sadar, syukurlah," beberapa orang mengucapkan kata-kata yang sama.Berarti memang sebelumnya aku pingsan. Kalau tidak, tentu saja tidak mungkin mereka berkata begitu."Ya alhamdulillah, tapi sesuai saran dokter kita harus tetap tenang agar dia tidak telalu merasa terganggu. Kita harus tetap membiarkannya tenang," ucap Rangga."Benar begitulah pesan yang tadi disampaikan oleh dokter," Kak Zian Kakak laki-lakiku juga membenarkan apa yang dikatakan oleh Rangga.Sedangkan ibuku setelah tadi aku berhasil membuka mata, dia menghambur memelukku erat."Bu memangnya aku kenapa? mengapa Ibu menangis?" Tanyaku."Nak, kamu sudah dua hari tidak sadarkan diri. Dan sekarang kamu sadar tentu Ibu menjadi sangat senang. Ibu sangat bersyukur karena Tuhan masih menakdirkan yang terbaik untuk kita semua." Ucap Ibu sembari matanya yang berkaca-kaca.Aku sebenarnya masih ingin bertanya lebih, tapi karena itu masih terasa berat, akhirnya aku mengurungkan niatKulihat beberap
Bab 136Dengan menggunakan kursi roda, Rangga mendorongku. Tadi ketika aku meminta untuk ingin sejenak keluar mencari udara segar, dia sendiri yang memutuskan untuk mengajakku berkeliling taman. Karena memang aku sudah merasaterlalu sesak berada di dalam ruangan. "Mungkin aku harus belajar untuk berdiri sendiri dan mulai melangkah, Rangga." ucapku pelan. Karena memang tenagaku terlalu terkuras apabila Aku berbicara keras."Tidak usah sekarang, sebab tulang kakimu belum cukup kuat untuk itu, kalau mau melatih otot dan tulangmu, kamu bisa menggerak-gerakkan kakimu sedikit demi sedikit dari kursi roda ini. Aku takut kalau melangkah secara langsung akan berdampak buruk pada kesehatanmu sendiri," Aku mengikuti saran Rangga, dokter memang menyarankanku untuk menggerak-gerakkan kakiku sedikit demi sedikit dari atas kursi roda terlebih dahulu sebelum berlatih berjalan secara langsung. Di kaki ini memang ada sedikit tulang yang mengalami keretakan.Luar biasa sekali kejadian malam itu. Hingg