Bab 135"Alhamdulillah Rika sudah sadar, syukurlah," beberapa orang mengucapkan kata-kata yang sama.Berarti memang sebelumnya aku pingsan. Kalau tidak, tentu saja tidak mungkin mereka berkata begitu."Ya alhamdulillah, tapi sesuai saran dokter kita harus tetap tenang agar dia tidak telalu merasa terganggu. Kita harus tetap membiarkannya tenang," ucap Rangga."Benar begitulah pesan yang tadi disampaikan oleh dokter," Kak Zian Kakak laki-lakiku juga membenarkan apa yang dikatakan oleh Rangga.Sedangkan ibuku setelah tadi aku berhasil membuka mata, dia menghambur memelukku erat."Bu memangnya aku kenapa? mengapa Ibu menangis?" Tanyaku."Nak, kamu sudah dua hari tidak sadarkan diri. Dan sekarang kamu sadar tentu Ibu menjadi sangat senang. Ibu sangat bersyukur karena Tuhan masih menakdirkan yang terbaik untuk kita semua." Ucap Ibu sembari matanya yang berkaca-kaca.Aku sebenarnya masih ingin bertanya lebih, tapi karena itu masih terasa berat, akhirnya aku mengurungkan niatKulihat beberap
Bab 136Dengan menggunakan kursi roda, Rangga mendorongku. Tadi ketika aku meminta untuk ingin sejenak keluar mencari udara segar, dia sendiri yang memutuskan untuk mengajakku berkeliling taman. Karena memang aku sudah merasaterlalu sesak berada di dalam ruangan. "Mungkin aku harus belajar untuk berdiri sendiri dan mulai melangkah, Rangga." ucapku pelan. Karena memang tenagaku terlalu terkuras apabila Aku berbicara keras."Tidak usah sekarang, sebab tulang kakimu belum cukup kuat untuk itu, kalau mau melatih otot dan tulangmu, kamu bisa menggerak-gerakkan kakimu sedikit demi sedikit dari kursi roda ini. Aku takut kalau melangkah secara langsung akan berdampak buruk pada kesehatanmu sendiri," Aku mengikuti saran Rangga, dokter memang menyarankanku untuk menggerak-gerakkan kakiku sedikit demi sedikit dari atas kursi roda terlebih dahulu sebelum berlatih berjalan secara langsung. Di kaki ini memang ada sedikit tulang yang mengalami keretakan.Luar biasa sekali kejadian malam itu. Hingg
Bab 137"Aku sendiri yang memancingnya!"Dahiku berkerut, dengan cara apa dia memancing Melia untuk mengakui kesalahannya sendiri?"Bagaimana caramu memancing Melia untuk mengatakan itu semua? Apa kamu yakin orang akan dengan mudah menceritakan kesalahan sendiri? Kurasa kalau dia waras tentu saja dia tak akan mengumbar kesalahan yang begitu besar padamu. Atau jangan-jangan pengakuannya tersebut hanyalah sebagai umpan?" Aku berucap sembari menyelidiki ekspresi yang ditunjukkan oleh Rangga.Mendengar kata-kataku Rangga menghela nafas panjang, ia menatapku sejenak sebelum menjawab."Pemikiranmu boleh juga. Tapi aku sudah memperhitungkan segala konsekuensinya, kalau dia menceritakan hal-hal seperti itu untuk menjebak, maka aku pasti kan pasti ada sesuatu yang ingin dia peroleh dari aku. Maka aku tidak pernah memberi informasi apapun padanya selain dari membahas kata-kata dia itu sendiri. Jadi aku bisa memastikan bahwa dia tidak mendapatkan informasi apapun tentangku. Bahkan sebaliknya jik
Bab 138Semua penjelasan yang diterangkan oleh Rangga masih belum membuatku puas. Tentu saja karena yang Rangga jelaskan hanya tentang bagaimana cara yang dia tempuh dalam usaha memancing media untuk berkata jujur. Akan tetapi aku belum mendengar secara penuh alasan mengapa Melia justru hampir saja membuatku terbunuh dalam tragedi malam tersebut."Tapi mengapa Melia ingin mencelakaiku malam itu, Rangga?" aku bertanya tanpa bisa menahan rasa ingin tahu dari dalam hatiku. "Baiklah, aku akan menjelaskan lebih lanjut kepadamu.""Sebenarnya dari dulu ketika aku mendekatimu, yaitu sejak kamu masih bekerja dalam satu perusahaan dengannya, dia tidak suka melihat kedekatan yang terjalin di antara kita. Aku sebenarnya tidak bisa menjelaskan secara detail, sebab aku rasa terlalu rumit untuk menjabarkannya padamu. Akan tetapi lebih singkatnya dia mendendam padamu padamu karena hal itu,""Kalau kamu masih belum mengerti juga, aku akan jabarkan...,"***Beberapa hari yang lalu,Aku kaget ketika se
Bab 139Tengah berbicara, dering telepon Melia mengganggu obrolan. Cepat-cepat Melia melirik ke arah ponsel."Bu Ratih?" Kulihat matanya sedikit terperanjat.Dia menyebut nama Bu Ratih? Itu kan nama ibunya Valdi. Apa ada Bu Ratih yang lain. Sedangkan raut mukanya terlihat cemas dan sesekali ia menatapku.Aku pikir ada yang mengganggunya dari orang yang sedang menghubunginya tersebut."Sebentar, ya. Aku mau ngomong sama temenku. sebentar aja, kok," ucapnya sembari melangkah cepat menuju ke luar kafe. Aneh bin ajaib, cara berjalannya yang tadi agak terseok-seok, kini terlihat malah lancar sekali langkahnya. Tidak ada tanda-tanda menahan sakit sana sekali. Aku mulai curiga dengan wanita ini. Tapi untuk sementara aku menyembunyikan rasa ganjil yang mulai muncul.Melihat raut mukanya yang seperti panik tadi, aku tersentil untuk menelisik apa yang akan dia bicarakan pada seseorang yang tadi dia panggil Bu Ratih.Maafkan aku, kali ini aku terpaksa mencuri obrolan mereka. Kalau saja tadi aku
Bab 140Aku tidak habis pikir dengan wanita ini, mengapa harus berkata seperti itu sedangkan dia sendiri masih mempunyai seorang kekasih."Oke, oke, terima kasih. Aku senang dengan kejujuranmu. Tapi sepertinya, kamu lebih baik berkata seperti itu sama Roy saja." Ucapku kemudian."Aku dan Roy akan segera putus. Aku tidak mencintainya sana sekali. Aku hanya mencintai anda Pak Rangga," ucapnya dengan mata berkaca-kaca.Sebenarnya aku sama sekali tidak bersimpati dengan kata-kata yang dia ucapkan. Aku tidak bisa tertarik pada seseorang yang suka menghianati sebuah hubungan. Aku menganggapnya menghianati karena dia berkata seperti itu di tengah-tengah hubungannya dan Roy yang masih belum berakhir. Tapi untuk sementara biar ku hal yang lebih penting, jika kira-kira pembahasan ini bisa membuatku banyak mendapatkan informasi, maka aku akan melanjutkan. Ide segera muncul di otakku."Melia, kemarin aku melihat kamu bertemu dengan Bu Ratih dan Mel, ibu dan saudari Valdi. Kalau boleh tahu, apa k
Bab 141"Tentu saja. Ketika seseorang sedang membutuhkan pertolongan, sedangkan aku bisa untuk mengulurkan bantuan tersebut, maka tidak mungkin aku mengabaikannya. Demikian juga hal-nya denganmu," ucapku berusaha untuk menarik kepercayaannya."Sebenarnya...," Melia tidak melanjutkan kata-katanya, seperti ada keraguan pada wajahnya.Namun aku tetap sabar menunggunya untuk mengumpulkan keberanian terlebih dahulu."Pak, apakah anda benar-benar akan menolongku?" "Ya, bukankah tadi kamu bilang kalau kamu mencintaiku, jadi apa salahnya aku seseorang yang di mana aku ada di hatinya,"Melia tersenyum."Pak, Rangga. Karena tadi tadi anda juga bilang sudah membenci Rika, jadi kurasa aku harus jujur sama anda sekarang. Jujur saja sebenarnya perempuan itu terlalu berbahaya untuk didekati. Dia tak pantas untuk dijadikan teman apa lagi partner hidup. Karena bu Ratih sudah menceritakan semua rahasianya. Sebenarnya sebelumnya aku marah pada bu Ratih karena menceritakan aib Rika sama aku, tapi belaka
Bab 142Setelah aku mendengar rentetan cerita yang diceritakan secara detail oleh Rangga, tentang bagaimana kronologi aku mendapatkan informasi penting itu dari Melia, barulah aku bisa percaya. "Nah sekarang kamu tentu sudah tahu apa yang akan kita lakukan setelahnya, kan? Tapi tenang saja kamu tidak perlu membuang-buang banyak waktu untuk mengurus semua masalah ini. Kamu hanya butuh istirahat sekarang, untuk masa penyelesaian masalah tersebut biar kami yang melakukannya." ujar Rangga.***Aku baru saja keluar dari ruang sidang. Lihat beberapa wajah yang mungkin saja kecewa dengan apa yang terjadi dengan sidang siang ini. Beberapa diantara mereka memang menelan karena kejahatan mereka benar-benar terkuak dan mereka akan sulit sekali untuk mengelak. Rangga memang bisa mengumpulkan informasi sedetail mungkin. Apa yang telah dipersiapkan olehnya memang berdampak positif pada jalannya sidang. Mereka dibuat kalah telak dengan bukti-bukti yang ada di pihak kami. Sebentar kemudian samar-sa