Share

Bab 131

Author: Silla Defaline
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Bab 131

Aku menghampuri gerbang dimana Rangga sudah menungguku di sana.

"Tidak usah di buka gerbangnya. Biar lewat sini saja," ucapnya sembari menyodorkan bingkisan kotak menu dari sela-sela gerbang yang agak sempit.

"Udah, cepat masuklah lagi. Jangan lupa hati-hati ya. Jangan sembarangan membukakan gerbang ataupun pintu pada orang yang tidak dikenal. Aku kemari untuk memastikan kalian dalam keadaan aman. Kalau ada apa-apa jangan ragu untuk menghubungiku,"

Aku kembali termangu dengan kata yang Rangga ucapkan. Apa dia sungguh mengkhawatirkan aku dan Clara? Atau itu hanya actingnya saja?

Ya Tuhaan, karena dulu sudah terbiasa hidup di lingkungan keluarga Valdi yang toksik, akhirnya sekarang membuatku selalu sering berprasangka buruk.

Dampak dari lingkungan keluarga toksik memang luar biasa. Dan sekarang meskipun aku sudah terlepas dari lingkungan seperti itu, tapi bayang-bayangnya masih kerap mengganggu.

Aku patut mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan yang telah menakdirkan aku keluar
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Uangku Bukan Uangmu, Mas!   Bab 132

    Bab 132Karena pria yang menghubungiku tersebut mengatakan jika sekarang tengah berada di depan gerbang rumahku, aku memutuskan untuk memastikan perkataannya apakah benar atau tidak. Aku sedikit meningkat tirai jendela kamar, memastikan apakah ada orang di luar sana atau tidak.Tapi sama sekali aku tidak menemukan keberadaan orang di sana.Hatiku semakin was-was saja. Apa maksud semua ini? Jujur saja aku merasa takut dan cemas terutama akan putriku. Aku memandang ke arah Clara yang tengah terlelap, "Semoga kita terhindar dari orang-orang yang berniat jahat pada kita, Nak," aku berdoa dalam hati."Cepat bukakan pintumu, Rika!" Suara berat itu kembali terdengar.Aku semakin tidak menentu. Perasaan merasa terancam mendominasi sekarang."Kamu bilang kamu sekarang ada tepat di depan gerbang rumahku. Apa kata-kata mu bisa dipercaya? Kurasa kamu sudah berbohong!" ucapku."Apa kamu ingin aku langsung muncul di hadapanmu sekarang? Kalau iya, katakan! Aku bisa melakukan keinginanmu itu dengan

  • Uangku Bukan Uangmu, Mas!   Bab 133

    Bab 133"Itu tidak penting, Rika! Nanti kamu dengan sendirinya akan tahu siapa aku. Jadi tidak usahlah bertanya. Lagi pula tidak penting juga untuk menanyakan siapa. Sebab kita harus bertemu hanya karena harus membahas sesuatu yang penting. Jadi, bukalah pintumu!" Ucapan tersebut semakin membuat aku takut saja. Sebab mana ada orang yang berkata begitu kecuali menyimpan niat yang buruk. Apa aku harus menelpon polisi saja sekarang? Oh iya mengapa aku baru berpikir untuk menelpon polisi sekarang? Ya Ampun, seharusnya aku melakukan ini sejak tadi. Bukan malah meminta bantuan Rangga.Tapi jika aku menghubungi polisi bagaimana dengan laki-laki tidak dikenal yang sedang meneleponku ini?Oh iya, aku ada ide."Maaf sebelumnya pak bisakah aku mematikan teleponnya sebentar?" Aku berharap laki-laki itu tidak keberatan."Tidak bisa! Karena ketika kamu matiin telepon kamu tentu aja bisa menghubungi orang lain untuk meminta bantuan. Hahaha aku tidak mungkin membiarkan itu terjadi. Aku ini nggak b

  • Uangku Bukan Uangmu, Mas!   Bab 134

    Bab 134Samar-samar aku beberapa orang mengobrol lirih. Pelan-pelan aku membuka kelopak mata.Pandangan mataku terasa kabur, tidak bisa melihat ruangan ini dengan jelas. Tapi bayang-bayang putih terlihat meski agak berkunang-kunang.Untuk memperjelas penglihatan aku mengucek-ucek mataku lalu berusaha mengedit-ngedipkannya. Tapi entahlah mengapa aktivitas fisik ringan seperti itu saja membuatku agak sulit melakukannya.Aku bahkan tidak bisa melihat dengan jelas dimana aku tidur sekarang. Apa ini di kamarku? Atau di kamar Clara? Atau di ruang tamu? Tapi siapa yang kudengar tengah mengobrol tersebut? Seingatku Aku tidak pernah membawa orang asing ke dalam rumah kami. Di dalam rumah kami, hanya ada dua orang, yaitu aku dan anakku. Tidak ada yang lain sama sekali.Jadi siapa yang tengah bercakap-cakap tersebut? Dan mengapa suara mereka lirih sekali? Apa yang mereka bicarakan?"Sss.... Sss...," Oh mengapa sulit sekali bagiku untuk berbicara. Ini tidak seperti biasanya. Atau apakah aku sed

  • Uangku Bukan Uangmu, Mas!   Bab 135

    Bab 135"Alhamdulillah Rika sudah sadar, syukurlah," beberapa orang mengucapkan kata-kata yang sama.Berarti memang sebelumnya aku pingsan. Kalau tidak, tentu saja tidak mungkin mereka berkata begitu."Ya alhamdulillah, tapi sesuai saran dokter kita harus tetap tenang agar dia tidak telalu merasa terganggu. Kita harus tetap membiarkannya tenang," ucap Rangga."Benar begitulah pesan yang tadi disampaikan oleh dokter," Kak Zian Kakak laki-lakiku juga membenarkan apa yang dikatakan oleh Rangga.Sedangkan ibuku setelah tadi aku berhasil membuka mata, dia menghambur memelukku erat."Bu memangnya aku kenapa? mengapa Ibu menangis?" Tanyaku."Nak, kamu sudah dua hari tidak sadarkan diri. Dan sekarang kamu sadar tentu Ibu menjadi sangat senang. Ibu sangat bersyukur karena Tuhan masih menakdirkan yang terbaik untuk kita semua." Ucap Ibu sembari matanya yang berkaca-kaca.Aku sebenarnya masih ingin bertanya lebih, tapi karena itu masih terasa berat, akhirnya aku mengurungkan niatKulihat beberap

  • Uangku Bukan Uangmu, Mas!   Bab 136

    Bab 136Dengan menggunakan kursi roda, Rangga mendorongku. Tadi ketika aku meminta untuk ingin sejenak keluar mencari udara segar, dia sendiri yang memutuskan untuk mengajakku berkeliling taman. Karena memang aku sudah merasaterlalu sesak berada di dalam ruangan. "Mungkin aku harus belajar untuk berdiri sendiri dan mulai melangkah, Rangga." ucapku pelan. Karena memang tenagaku terlalu terkuras apabila Aku berbicara keras."Tidak usah sekarang, sebab tulang kakimu belum cukup kuat untuk itu, kalau mau melatih otot dan tulangmu, kamu bisa menggerak-gerakkan kakimu sedikit demi sedikit dari kursi roda ini. Aku takut kalau melangkah secara langsung akan berdampak buruk pada kesehatanmu sendiri," Aku mengikuti saran Rangga, dokter memang menyarankanku untuk menggerak-gerakkan kakiku sedikit demi sedikit dari atas kursi roda terlebih dahulu sebelum berlatih berjalan secara langsung. Di kaki ini memang ada sedikit tulang yang mengalami keretakan.Luar biasa sekali kejadian malam itu. Hingg

  • Uangku Bukan Uangmu, Mas!   Bab 137

    Bab 137"Aku sendiri yang memancingnya!"Dahiku berkerut, dengan cara apa dia memancing Melia untuk mengakui kesalahannya sendiri?"Bagaimana caramu memancing Melia untuk mengatakan itu semua? Apa kamu yakin orang akan dengan mudah menceritakan kesalahan sendiri? Kurasa kalau dia waras tentu saja dia tak akan mengumbar kesalahan yang begitu besar padamu. Atau jangan-jangan pengakuannya tersebut hanyalah sebagai umpan?" Aku berucap sembari menyelidiki ekspresi yang ditunjukkan oleh Rangga.Mendengar kata-kataku Rangga menghela nafas panjang, ia menatapku sejenak sebelum menjawab."Pemikiranmu boleh juga. Tapi aku sudah memperhitungkan segala konsekuensinya, kalau dia menceritakan hal-hal seperti itu untuk menjebak, maka aku pasti kan pasti ada sesuatu yang ingin dia peroleh dari aku. Maka aku tidak pernah memberi informasi apapun padanya selain dari membahas kata-kata dia itu sendiri. Jadi aku bisa memastikan bahwa dia tidak mendapatkan informasi apapun tentangku. Bahkan sebaliknya jik

  • Uangku Bukan Uangmu, Mas!   Bab 138

    Bab 138Semua penjelasan yang diterangkan oleh Rangga masih belum membuatku puas. Tentu saja karena yang Rangga jelaskan hanya tentang bagaimana cara yang dia tempuh dalam usaha memancing media untuk berkata jujur. Akan tetapi aku belum mendengar secara penuh alasan mengapa Melia justru hampir saja membuatku terbunuh dalam tragedi malam tersebut."Tapi mengapa Melia ingin mencelakaiku malam itu, Rangga?" aku bertanya tanpa bisa menahan rasa ingin tahu dari dalam hatiku. "Baiklah, aku akan menjelaskan lebih lanjut kepadamu.""Sebenarnya dari dulu ketika aku mendekatimu, yaitu sejak kamu masih bekerja dalam satu perusahaan dengannya, dia tidak suka melihat kedekatan yang terjalin di antara kita. Aku sebenarnya tidak bisa menjelaskan secara detail, sebab aku rasa terlalu rumit untuk menjabarkannya padamu. Akan tetapi lebih singkatnya dia mendendam padamu padamu karena hal itu,""Kalau kamu masih belum mengerti juga, aku akan jabarkan...,"***Beberapa hari yang lalu,Aku kaget ketika se

  • Uangku Bukan Uangmu, Mas!   Bab 139

    Bab 139Tengah berbicara, dering telepon Melia mengganggu obrolan. Cepat-cepat Melia melirik ke arah ponsel."Bu Ratih?" Kulihat matanya sedikit terperanjat.Dia menyebut nama Bu Ratih? Itu kan nama ibunya Valdi. Apa ada Bu Ratih yang lain. Sedangkan raut mukanya terlihat cemas dan sesekali ia menatapku.Aku pikir ada yang mengganggunya dari orang yang sedang menghubunginya tersebut."Sebentar, ya. Aku mau ngomong sama temenku. sebentar aja, kok," ucapnya sembari melangkah cepat menuju ke luar kafe. Aneh bin ajaib, cara berjalannya yang tadi agak terseok-seok, kini terlihat malah lancar sekali langkahnya. Tidak ada tanda-tanda menahan sakit sana sekali. Aku mulai curiga dengan wanita ini. Tapi untuk sementara aku menyembunyikan rasa ganjil yang mulai muncul.Melihat raut mukanya yang seperti panik tadi, aku tersentil untuk menelisik apa yang akan dia bicarakan pada seseorang yang tadi dia panggil Bu Ratih.Maafkan aku, kali ini aku terpaksa mencuri obrolan mereka. Kalau saja tadi aku

Latest chapter

  • Uangku Bukan Uangmu, Mas!   Bab 147

    Bab 147Beberapa tahun kemudian...Aku dan Rangga baru saja keluar dari sebuah area sekolah berbasis internasional terkemuka di pusat ibukota. Iya Clara anakku sekarang sedang menempuh pendidikan di sekolah tersebut. Di sekolah berbasis internasional itu Clara telah mengukir berbagai prestasi. Hingga membuatnya mendapat beasiswa. Bahkan prestasi yang telah dia dapatkan membuatnya bisa mendapatkan beasiswa hingga ke fakultas kedokteran nanti. Itu adalah salah satu kebahagiaan terbesar yang pernah aku miliki. "Sedangkan disampingku, seorang pria tampan nan gagah tengah mendorong stroller dengan seorang bayi lucu yang tengah berada di dalamnya. Sesekali terdengar gelak tawa lucu menggemaskan yang berasal dari sang baby. Pria tampan yang sedang mendorong stroller itu adalah Rangga. Ya, kalian tidak sedang salah baca, pria itu adalah Rangga.Iya orang-orang mengatakan jika sekarang aku dan Rangga adalah sepasang suami istri. Akan sulit untuk dipercaya mengingat dulu kami hanyalah rekan bi

  • Uangku Bukan Uangmu, Mas!   Bab 146

    Bab 146Apapun yang terjadi, aku tak akan pernah mengabulkan permintaan keluarga mereka untuk mencabut laporan itu. Apapun alasannya! Hingga keputusanku membuat mereka kelihatan seperti enggan untuk menghampiriku lagi. Tapi tidak mengapa aku justru bersyukur dengan sikap mereka demikian. Menurutku akan jauh lebih baik dihindari oleh orang-orang seperti mereka, lebih baik dianggap jahat daripada dianggap baik tapi selalu dimanfaatkan. Mungkin saja mereka berpikir jika aku bisa kembali bersikap seperti dulu. Tapi itu tidak akan pernah terjadi lagi. Sikap Valdi terhadap putriku telah menghancurkan semuanya. Laki-laki itu tidak pernah bisa menjadi Ayah maupun suami yang baik. Lebih baik Aku mengucapkan selamat tinggal kepada pria model begitu.***Beberapa waktu telah berlalu semua vonis yang ditujukan kepada Valdli resmi diputuskan oleh hakim. Karena kesalahan yang telah Dia berbuat maka dia harus menuai hukuman sesuai dengan hukum yang berlaku tanpa ada keringanan dari pihak manapun.

  • Uangku Bukan Uangmu, Mas!   Bab 145

    Bab 145"Eh, Pa. Papa ngapain kesini? Udah Papa pulang duluan sana. Aku masih mau nemuin temen aku." Ucap Mel dengan terburu-buru."Dek, kok kamu ngomong kayak gini? Panggilan tiba-tiba berubah. Biasa panggil "Mas", kok sekarang bisa panggil"Papa"?" Suaminya nampak heran. Namun Mel dengan cepat cepat memberi isyarat pada suaminya untuk diam segera."Heyy... Aku bilang kamu pulang dulu, banyak bicara banget, pulang dulu ganti baju sana. Kok kucel banget!" Mel mengomel. Meski omelan itu tidak terlalu keras namun kami masih bisa mendengar dengan baik.Sebenarnya aku mau tertawa mendengarnya, selama yang aku tahu, Mel memanggil suaminya bukanlah dengan panggilan Papa melainkan Mas. Aneh saja mendengar panggilannya berubah tiba-tiba begini."Dek, Mas cuma mau ambil kunci kontrakan," Ucap suaminya."Ooh, kunci kontrakan kita, bentar," Mel merogoh tas."Nih! Cepat pergi sono!" Usir Mel setelah menyodorkan kunci.Mungkin melihat raut muka Mel yang sangat berubah naik pitam, suami Mel langsu

  • Uangku Bukan Uangmu, Mas!   Bab 144

    Bab 144"Lho Mel, limit tarik tunai via atm kan cuma bisa sebatas sepuluh juta? Kok kamu bisa narik lima puluh juta sekaligus sih?"Ha... ha... aku ikut terkekeh mendengarnya. Pertanyaan Dini memang menyerang mental."Nggak, nggak, maksudku bukan gitu, Ah udahlah lupakan kata-kata aku yang tadi," ujar Mel."Maaf banget ya, Din. Aku tadi cuma pengen pinjem uang gitu sama kamu, soalnya kan nggak lama. Sampai sore besok aku kembaliin," ujar Mel kembali."Mana ada aku uang segitu Mel, gaji aku juga cuma UMR. Lagian juga penghasilan kamu dan suami kamu kan udah puluhan juta. Masa iya kamu nggak malu bilang mau pinjam sama karyawan yang gaji UMR kayak aku. Kalau kamu sama suami kamu emang punya gaji gede, Nggak mungkin lah mau pinjam sama aku. Aneh," ujar Dini."Eh kamu nggak usah ngomong kayak gitu Din. Aku bilang pengen pinjam sama kamu tuh karena uang aku barusan aja dipinjam sama orang." "Loh kamu udah tahu kalau kamu sedang butuh uang kenapa malah minjemin orang?" sambar Dini."Idih k

  • Uangku Bukan Uangmu, Mas!   Bab 143

    Bab 143"Mel, kamu dimana sih sekarang? Udah lama banget nggak ngeliat kamu? Aku liat kontrakan yang lama udah kosong tuh," salah seorang perempuan muda berkata pada Mel."Aku enang udah lama pindah, Say. Kamu aja yang ketinggalan informasi. Aku udah pindah ke rumah baru aku," ucap Mel."Rumah baru? Kamu udah punya rumah sendiri, Mel?" Teman wanitanya kembali bertanya."Ya iya, dong. Aku udah bosen hidup di kontrakan mulu. Jadi Alhamdulillah Tuhan kasih rezeki lebih, jadi aku bisa membangun rumah tiga lantai, Say. Alhamdulillah banget aku bisa bikin rumah mewah ala-ala klasik gitu lho, yang ada pilar-pilarnya," Mel bercerita bangga.Mungkin saja Mel tidak menyadari jika aku ada di dekat mereka. Aku memang duduk di kursi agak pojokan, sendirian saja. Sedangkan dia ada di sebelah kanan, jarak satu meja denganku. Aku pura-pura tidak melihatnya. Lagipula apa yang dia katakan juga tidak ada urusannya denganku."Rumah tiga lantai? Waw, kamu keren banget, Mel. Di mana itu rumah kamu? Boleh d

  • Uangku Bukan Uangmu, Mas!   Bab 142

    Bab 142Setelah aku mendengar rentetan cerita yang diceritakan secara detail oleh Rangga, tentang bagaimana kronologi aku mendapatkan informasi penting itu dari Melia, barulah aku bisa percaya. "Nah sekarang kamu tentu sudah tahu apa yang akan kita lakukan setelahnya, kan? Tapi tenang saja kamu tidak perlu membuang-buang banyak waktu untuk mengurus semua masalah ini. Kamu hanya butuh istirahat sekarang, untuk masa penyelesaian masalah tersebut biar kami yang melakukannya." ujar Rangga.***Aku baru saja keluar dari ruang sidang. Lihat beberapa wajah yang mungkin saja kecewa dengan apa yang terjadi dengan sidang siang ini. Beberapa diantara mereka memang menelan karena kejahatan mereka benar-benar terkuak dan mereka akan sulit sekali untuk mengelak. Rangga memang bisa mengumpulkan informasi sedetail mungkin. Apa yang telah dipersiapkan olehnya memang berdampak positif pada jalannya sidang. Mereka dibuat kalah telak dengan bukti-bukti yang ada di pihak kami. Sebentar kemudian samar-sa

  • Uangku Bukan Uangmu, Mas!   Bab 141

    Bab 141"Tentu saja. Ketika seseorang sedang membutuhkan pertolongan, sedangkan aku bisa untuk mengulurkan bantuan tersebut, maka tidak mungkin aku mengabaikannya. Demikian juga hal-nya denganmu," ucapku berusaha untuk menarik kepercayaannya."Sebenarnya...," Melia tidak melanjutkan kata-katanya, seperti ada keraguan pada wajahnya.Namun aku tetap sabar menunggunya untuk mengumpulkan keberanian terlebih dahulu."Pak, apakah anda benar-benar akan menolongku?" "Ya, bukankah tadi kamu bilang kalau kamu mencintaiku, jadi apa salahnya aku seseorang yang di mana aku ada di hatinya,"Melia tersenyum."Pak, Rangga. Karena tadi tadi anda juga bilang sudah membenci Rika, jadi kurasa aku harus jujur sama anda sekarang. Jujur saja sebenarnya perempuan itu terlalu berbahaya untuk didekati. Dia tak pantas untuk dijadikan teman apa lagi partner hidup. Karena bu Ratih sudah menceritakan semua rahasianya. Sebenarnya sebelumnya aku marah pada bu Ratih karena menceritakan aib Rika sama aku, tapi belaka

  • Uangku Bukan Uangmu, Mas!   Bab 140

    Bab 140Aku tidak habis pikir dengan wanita ini, mengapa harus berkata seperti itu sedangkan dia sendiri masih mempunyai seorang kekasih."Oke, oke, terima kasih. Aku senang dengan kejujuranmu. Tapi sepertinya, kamu lebih baik berkata seperti itu sama Roy saja." Ucapku kemudian."Aku dan Roy akan segera putus. Aku tidak mencintainya sana sekali. Aku hanya mencintai anda Pak Rangga," ucapnya dengan mata berkaca-kaca.Sebenarnya aku sama sekali tidak bersimpati dengan kata-kata yang dia ucapkan. Aku tidak bisa tertarik pada seseorang yang suka menghianati sebuah hubungan. Aku menganggapnya menghianati karena dia berkata seperti itu di tengah-tengah hubungannya dan Roy yang masih belum berakhir. Tapi untuk sementara biar ku hal yang lebih penting, jika kira-kira pembahasan ini bisa membuatku banyak mendapatkan informasi, maka aku akan melanjutkan. Ide segera muncul di otakku."Melia, kemarin aku melihat kamu bertemu dengan Bu Ratih dan Mel, ibu dan saudari Valdi. Kalau boleh tahu, apa k

  • Uangku Bukan Uangmu, Mas!   Bab 139

    Bab 139Tengah berbicara, dering telepon Melia mengganggu obrolan. Cepat-cepat Melia melirik ke arah ponsel."Bu Ratih?" Kulihat matanya sedikit terperanjat.Dia menyebut nama Bu Ratih? Itu kan nama ibunya Valdi. Apa ada Bu Ratih yang lain. Sedangkan raut mukanya terlihat cemas dan sesekali ia menatapku.Aku pikir ada yang mengganggunya dari orang yang sedang menghubunginya tersebut."Sebentar, ya. Aku mau ngomong sama temenku. sebentar aja, kok," ucapnya sembari melangkah cepat menuju ke luar kafe. Aneh bin ajaib, cara berjalannya yang tadi agak terseok-seok, kini terlihat malah lancar sekali langkahnya. Tidak ada tanda-tanda menahan sakit sana sekali. Aku mulai curiga dengan wanita ini. Tapi untuk sementara aku menyembunyikan rasa ganjil yang mulai muncul.Melihat raut mukanya yang seperti panik tadi, aku tersentil untuk menelisik apa yang akan dia bicarakan pada seseorang yang tadi dia panggil Bu Ratih.Maafkan aku, kali ini aku terpaksa mencuri obrolan mereka. Kalau saja tadi aku

DMCA.com Protection Status