Lino tanpa sengaja mendongakkan kepalanya. Kini, pandangannya langsung menangkap Amel yang tengah memandangi Lino. Sontak saja, terbitlah senyuman miring di wajahnya.
"Kenapa lo? Naksir?" tanya Lino dengan nada congkak.
Tentu saja, Amel langsung menolehkan pandangannya. Pada detik itu juga, Lino juga turut melepaskan helm tersebut dari kepala Amel."Sampai kapanpun, gue gak akan naksir sama lo!" seru Amel sembari menjulurkan lidahnya.
Amel pun bergegas melangkahkan kakinya menghampiri pegawai butik tersebut. Kemudian, ia mengikuti arahan dari sang pegawai butik.Di sisi lain, Lino hanya menghela napasnya. Ia kemudian mengikuti langkah pegawai butik untuk menemukan baju untuk pengantin pria. uwuu dah siap nikah.***Sesaat kemudian, Lino sudah selesai berganti pakaian. Dengan balutan jas berwarna hitam dengan celana berwarna sama, ia kini mengarahkan dirinya untuk duduk di area sofa. Menunggu Amel yang sangat lama walau hanya berganti pakaian.Sejenak, Lino mengeluarkan ponselnya. Jemarinya mulai aktif bergerak menaik-turunkan beranda sebuah sosial media. Sesekali, muncul beberapa video yang sukses membuat Lino terkekeh pelan.Saat sedang asyik mengamati deretan foto yang masuk ke akun sosial medianya, tiba-tiba saja, suara deheman sukses memasuki indra pendengaran Lino. Detik itu juga, Lino langsung menolehkan pandangannya. Di sana, terdapat Amel yang telah mengenakan sebuah gaun putih yang cantik."Heh, gue cantik kan?" ucap Amel sembari menaik-turunkan kedua alisnya. Amel lantas berpose berputar, untuk menampilkan seluruh tubuhnya yang terbalut baju pengantin.
"Gak usah muter-muter, entar kesrimpet, jatuh, gaunnya robek, jahitnya lama!" sentak Lino.
"Ish, kenapa sih lo kayaknya alergi banget memuji gue! Kalau gue cantik, bilang aja cantik!" keluh Amel sembari menggembungkan pipinya.
"Gak usah manyun-manyun, tambah jelek. Dah sana ganti baju, toh gaunnya juga gak kekecilan kan?" ceplos Lino. Mendengar hal itu, Amel langsung menghela napasnya.
"Punya calon suami gini amat sih! Bisa gak, gue minta dijodohin sama cowok yang lebih so sweet dikit?!" keluh Amel sembari membalikkan badannya.
Amel pun lantas melangkahkan kedua kakinya dengan penuh hentakan kekesalan. Baru beberapa langkah yang Amel ambil, tiba-tiba saja terdengar suara dari Lino."Cantik kok," sahut Lino. Detik itu juga, Amel langsung mengembangkan senyumannya.
Tanpa pikir panjang, Amel segera membalikkan badannya dengan dipenuhi senyuman di wajahnya."Tuh kan, gue bilang juga apa. Gue tuh can—"
"Yang cantik gaunnya, bukan elonya. Dah sana ganti, gue juga mau ganti!" ketus Lino sembari melangkahkan kaki meninggalkan Amel.
Diam-diam, Amel mengepalkan tangannya. Laki-laki itu memang tak henti-hentinya membuat darahnya naik."Dari zaman sekolah dasar sampai sekarang, gak ada perubahan! Tetep aja nyebelin!" pekik Amel sembari menjejak-jejakkan kakinya kesal.
Tanpa pikir panjang, Amel langsung membalikkan badannya. Kemudian, bergegas melangkahkan kaki ke arah tempat berganti pakaian.***Tidak sampai sepuluh menit, Amel dan Lino sudah bertemu di area lobby butik. Di sana, Lino tampak mengeluarkan sebuah kartu untuk menyelesaikan pembayaran. Setelahnya, Lino mulai berjalan cepat menghampiri Amel."Mau makan gak?" tawar Lino.
Awalnya Amel tertarik, tetapi ketika melihat ekspresi datar di wajah Lino, segeralah Amel mengurungkan niatnya.
"Gak usah," jawab Amel.
"Yakin gak laper?" ceplos Lino.
"Kalau gue beneran laper, udah dari tadi, elo yang gue makan. Udah rese, nyebelin, bikin naik darah mulu!" sentak Amel tiba-tiba. Langsung saja, terdengar decihan pelan dari bibir Lino.
"Ya biasa aja kali jawabnya, gue nanya malah dijawabnya ngegas!" protes Lino.
"Ah bodoamat, gue mau pulang!" seru Amel sembari bergegas meninggalkan Lino.
"Woy, helm lo ketinggalan tuh di sofa!" seru Lino ketika Amel mulai menjangkau pintu keluar.
Sontak saja, Lino memutar bola matanya malas ketika melihat Amel mengeloyor pergi begitu saja. Dengan cepat, Lino segera mengambil helm milik Amel dan mulai bergegas menghampiri Amel.Waktu keluar dari butik, Lino segera disajikan dengan nuansa langit yang sudah mulai menggoreskan warna jingga. Seperti lukisan yang cantik, dengan perpaduan warna yang sangat pas, memberikan kesan indah pada alam semesta.Langsung saja, Lino menyerahkan helm milik Amel, yang pemiliknya sudah asyik nangkring di atas motor sport merah milik Lino. Amel sepertinya masih kesal dengan perlakuan Lino tadi. Ia segera merebut helm miliknya itu dari tangan Lino, dan mulai memasangkannya di kepalanya."Heh, Mel, pernah gak lo jatuh cinta?" tanya Lino tiba-tiba. Amel pun segera melipat tangannya di depan dada.
"Kenapa lo tanya gitu? Mulai kepo?" sentak Amel. Langsung saja, Lino menghela napasnya.
"Kalau lo jatuh cinta sama orang itu, mending lo kejar. Biasanya, cowok akan lebih keberatan ketika cewek yang mengejarnya sudah berstatus janda. Kalaupun cowoknya menerima, susah buat meyakinkan keluarganya," cetus Lino.
"Ini kesempatan lo sebelum kita nikah. Gue gak mau, nantinya bakal jadi alasan buat menghalangi kisah cinta lo sama orang yang lo suka," imbuh Lino.
Jantung Amel langsung berdebar tidak karuan. Ia bahkan masih bingung, kepada siapa perasaannya akan tertuju. Pernah sih, Amel terpesona sama cowok pas masih SMA, tapi, apakah perasaan itu masih ada? Bahkan Amel pun tidak mengerti dan masih merasa bimbang."Kenapa lo tiba-tiba peduli dengan hidup gue? Kalau dibalik, kenapa lo gak ngejar Lina dan nikahin dia aja?" cibir Amel. Langsung saja, terdengar kekehan pelan dari bibir Lino.
"Lina? Hahaha, gue kan gak boleh nikah sama Lina. Bakalan ditentang sama nyokap dan bokap, jadi ya, cukup saling sayang aja," ceplos Lino.
"Emangnya Lina kuliah di universitas mana? Setahu gue, di universitas kita, gak ada tuh yang namanya Lina?" tanya Amel.
"Yang namanya Lina sih ada. Kalau Lina yang gue sayang, dia gak kuliah tuh, bahkan sekolah juga enggak. Kenapa? Kok tumben lo jadi kepo tentang gue, biasanya apapun tentang gue, pasti lo benci?!" Lino menaikkan sebelah alisnya.
"Emang, gue benci sama lo! Udah deh, cepetan pulang. Gue gak mau kalau sampai ada anak kampus yang lihat lo dan gue ada di parkiran butik! Citra cewek single yang susah buat didapetin, bisa rusak kalau mereka ngeliat gue sama elo di sini!" pekik Amel.
Tanpa berkata-kata, Lino segera menaiki motornya. Menghidupkan mesinnya dan mulai melajukan motornya hingga membelah jalan raya yang semakin ramai.***Lino melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam rumah. Saat membuka pintu, tiba-tiba ia dikejutkan oleh seorang wanita yang saat ini tengah menyajikan senyum lebarnya."Ah, Mama! Ngagetin aja deh!" keluh Lino. Namun, Citra, Mama Lino itu segera terkekeh pelan.
"Gimana? Deg-degan gak?" tanya Citra dengan menaikkan sebelah alisnya. Seperti antusias mendengarkan jawaban dari Lino.
"Ya iyalah deg-degan, orang masih hidup kok!" sahut Lino.
"Aishh bukan itu, maksud Mama, di sinimu deg-degan gak?" tanya Citra lagi sembari menunjuk ke dada Lino.
"Maksud Mama?" tanya Lino bingung.
"Tentang perasaan kamu sama Amel," cetus Citra sembari mengangkat sebuah buku yang sedari tadi ia sembunyikan di belakang punggungnya.
"Mama! Kok buku diary-ku bisa sama Mamaaaa!" pekik Lino sembari berusaha merebut kembali sebuah benda berbentuk kotak tersebut.
Buku diary itu telah berada di tangan Lino. Setelah terjadi pertarungan sengit dengan mamanya itu. Dengan cepat, Lino langsung melesat pergi ke kamar, meninggalkan Citra yang saat ini tengah senyum-senyum tidak jelas."Aishh, dasar anak itu! Apa karena pas hamil, aku ngidam peluk kucing ya, sampai-sampai Lino bisa malu-malu meong gitu sikapnya," lirih Citra sembari terkikik pelan.Ia pun sontak melangkahkan kakinya ke arah pintu. Melihat keadaan di luar rumah, kemudian bergegas menutup pintu itu kembali. Dikarenakan langit masih cerah, Citra tidak jadi mengangkat jemuran pakaiannya.***Di sisi lain, Lino langsung mengunci pintu kamarnya. Jujur saja, jantungnya langsung berdegup kencang. Sesaat kemudian, diamatinya lekat benda berbentuk kotak tersebut. Buku yang menjadi saksi, kisah percintaannya yang sangat suram."Perasaan buku ini pernah gue buang ke tong sampah, kok bisa ada di Mama sih! Arghh, Mama pasti udah baca s
Seorang wanita dengan rambut panjang sepunggung itu tampak berjalan anggun memasuki sebuah kafe. Kaca matanya mulai ia turunkan, untuk memancing perhatian para penghuni yang sedang asyik menyantap makanan di area kafe."Rendi!" seru wanita itu.Yang disapa hanya satu orang, tetapi yang menoleh, bahkan lebih dari satu orang. Termasuk cowok yang duduk berhadapan dengan Rendi. Tiba-tiba saja, mata Lino membelalak lebar ketika mengetahui pelaku yang sukses mengambil semua perhatian pengunjung kafe tersebut.Rendi perlahan berdiri dari duduknya, kemudian tangannya bergerak merangkul kedua bahu wanita itu. Dengan senyuman lebarnya, Rendi bersiap untuk membuka suara."Halo, Lino, kenalin, dia Yia. Dia seorang model, cantik kan? Stylish abis lagi!" seru Rendi. Sebuah pelototan pun langsung tertuju ke Rendi."Ngapain lo kenalin ke gue, Rendi. Yia kan mantan gue, geblek!" pekik Lino kesal."Yee siapa tahu lo mendadak amnesia pas putus
Amel mengantarkan secangkir kopi ke ruang kerja ayahnya. Di sana, tampak seorang pria dengan kaca mata yang sedang fokus menatap laptop kerjanya."Papa kalau capek, mending istirahat dulu aja. Amel gak tega kalau sampai melihat Papa sakit hanya gara-gara terlalu sibuk bekerja," ucap Amel.Pria berkaca mata itu tampak menghela napasnya. Beberapa helai rambut berwarna putih bahkan sudah terlihat mencolok di antara banyak rambut berwarna hitamnya."Papa harus bekerja keras, Amel. Perusahaan kita nyaris saja gulung tikar. Papa lebih gak rela kalau melihat hidup kamu sengsara. Bagi Papa, kamu adalah sesuatu yang sungguh berharga, Amel," cetus Papa. Amel pun lantas memandang lekat laki-laki yang sukses menjadi cinta pertamanya itu."Dari kecil, Papa sudah bekerja keras untuk Amel, untuk menghidupi Amel, membahagiakan Amel juga. Apapun yang Amel minta, pasti Papa akan berusaha untuk menuruti permintaan Amel. Mungkin, ini saatnya bagi Amel untuk memb
Hari ini, tepat di mana hari sakral itu terjadi. Hari yang ditunggu dengan sangat antusias dari dua keluarga.Amel lantas mendudukkan diri di samping Lino. Pria dengan jas hitam yang rapi, terlihat sangat mencolok di antara tamu lain yang hadir."Bagaimana, sudah siap?" tanya seorang pria yang telah sejak tadi duduk di balik meja.Dalam hitungan detik, ingin sekali rasanya Amel menghilangkan dirinya sendiri. Hal seperti ini, bahkan dalam bayangan Amel, tak pernah terlintas sedikitpun."Saya sudah siap," jawab Lino."Baiklah, mari kita mulai," ucap pria itu sembari mengulurkan tangan ke arah Lino."Saudara Lino Altezza Saputra bin Rio Saputra, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan Camelia Putri Fabian binti Fabian Adijaya, dengan maskawinnya berupa logam mulia seberat sepuluh gram dengan seperangkat alat sholat, tunai!"Detik itu juga, Lino segera menarik napas panjang
"Apa? Jadi, Mama ingin menjodohkanku dengan dia?"Amel menunjuk ke seorang pria yang saat ini tengah menolehkan kepala agar tak bertemu pandangan dengan Amel. Wajah pria itu juga sama kusutnya seperti wajah Amel.Namun, kedua wanita yang saat ini tengah mendudukkan tawanya berjejeran itu malah meledakkan tawanya."Tuh, Citra, anak-anak kita kayaknya sudah serasi banget ya? Tuh, sampai ekspresi wajahnya aja sama!" seru Mama Amel, Lani."Iya, Lani, bener tuh. Sepertinya keputusan kita untuk menjodohkan mereka berdua itu adalah keputusan yang sangat benar," sahut Citra, Mama pria itu.Amel pun seketika membuka mulutnya lebar-lebar. Seperti tercengang ketika mendengar penuturan dua wanita dengan usia sepantaran itu. Sontak saja, Amel memandang wajah pria itu dengan sorot mata sinis."Apa hebatnya sih dia, Ma, sampai-sampai, Mama harus jodohin aku sama dia!" keluh Amel sembari menunjukkan jarinya ke
Suasana di kampus sedang ramai-ramainya. Apalagi di kantin, sangat penuh dengan para mahasiswa yang kelaparan. Tak terkecuali Amel dan teman satu gengnya, Sela dan Lili. Mereka bertiga kini tengah menikmati bakso setan yang terkenal akan rasa pedasnya itu."Mel, Lino makin hari makin cakep yak!" seru Sela sembari menatap kagum ke layar ponselnya. Seketika itu juga, Amel langsung merebut ponsel itu dari tangan Sela."Lo follow Lino? Sejak kapan? Gue kan udah bilang, jangan pernah follow dia, Sela!" keluh Amel sembari memencet tombol unfollow pada Instagram Lino. Setelahnya, Amel pun mengembalikan ponsel Sela kepada pemiliknya."Yah, Amel, kok di unfollow sih!" kesal Sela."Ya, lagian. Apa bagusnya sih tuh anak! Sok kegantengan banget!" pekik Amel."Elo juga, malah pada klepek-klepek lagi sama dia!" imbuhnya."Heh, Amel, yang namanya cowok ganteng, ya wajarlah gue dan Lili naksir. Justru yang aneh itu elo, cowok seganteng Lino malah di hate! A
Amel mengendap-endap menjauh dari area kampus. Ia berusaha mencari tempat yang setidaknya tidak banyak orang di sana. Saat tengah melangkahkan kakinya, tiba-tiba saja, seseorang memelankan laju motor sport merahnya. Ia berusaha mengimbangi langkah yang diambil oleh Amel."Ssssttt, cepetan naik!" seru orang yang tengah melakukan motor sport-nya secara pelan. Detik itu juga, Amel membelalakkan matanya."Gue udah bilang, tungguin gue di tikungan sana! Cepat lo jalan ke sana deh, gue gak mau ada seorang pun yang ngeliat lo boncengin gue nanti!" keluh Amel dengan tatapan penuh kekesalan."Ashh ribet amat sih lo, Mel!" cibir orang itu, Lino.Lino pun segera melajukan motornya dan berhenti di area tikungan. Di sana, nyaris tidak ada seorang mahasiswa pun yang lewat. Melihat Lino sudah memberhentikan motornya di area tikungan, membuat Amel buru-buru mempercepat langkah kakinya.Sesampainya di sana, Lino segera meng
Hari ini, tepat di mana hari sakral itu terjadi. Hari yang ditunggu dengan sangat antusias dari dua keluarga.Amel lantas mendudukkan diri di samping Lino. Pria dengan jas hitam yang rapi, terlihat sangat mencolok di antara tamu lain yang hadir."Bagaimana, sudah siap?" tanya seorang pria yang telah sejak tadi duduk di balik meja.Dalam hitungan detik, ingin sekali rasanya Amel menghilangkan dirinya sendiri. Hal seperti ini, bahkan dalam bayangan Amel, tak pernah terlintas sedikitpun."Saya sudah siap," jawab Lino."Baiklah, mari kita mulai," ucap pria itu sembari mengulurkan tangan ke arah Lino."Saudara Lino Altezza Saputra bin Rio Saputra, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan Camelia Putri Fabian binti Fabian Adijaya, dengan maskawinnya berupa logam mulia seberat sepuluh gram dengan seperangkat alat sholat, tunai!"Detik itu juga, Lino segera menarik napas panjang
Amel mengantarkan secangkir kopi ke ruang kerja ayahnya. Di sana, tampak seorang pria dengan kaca mata yang sedang fokus menatap laptop kerjanya."Papa kalau capek, mending istirahat dulu aja. Amel gak tega kalau sampai melihat Papa sakit hanya gara-gara terlalu sibuk bekerja," ucap Amel.Pria berkaca mata itu tampak menghela napasnya. Beberapa helai rambut berwarna putih bahkan sudah terlihat mencolok di antara banyak rambut berwarna hitamnya."Papa harus bekerja keras, Amel. Perusahaan kita nyaris saja gulung tikar. Papa lebih gak rela kalau melihat hidup kamu sengsara. Bagi Papa, kamu adalah sesuatu yang sungguh berharga, Amel," cetus Papa. Amel pun lantas memandang lekat laki-laki yang sukses menjadi cinta pertamanya itu."Dari kecil, Papa sudah bekerja keras untuk Amel, untuk menghidupi Amel, membahagiakan Amel juga. Apapun yang Amel minta, pasti Papa akan berusaha untuk menuruti permintaan Amel. Mungkin, ini saatnya bagi Amel untuk memb
Seorang wanita dengan rambut panjang sepunggung itu tampak berjalan anggun memasuki sebuah kafe. Kaca matanya mulai ia turunkan, untuk memancing perhatian para penghuni yang sedang asyik menyantap makanan di area kafe."Rendi!" seru wanita itu.Yang disapa hanya satu orang, tetapi yang menoleh, bahkan lebih dari satu orang. Termasuk cowok yang duduk berhadapan dengan Rendi. Tiba-tiba saja, mata Lino membelalak lebar ketika mengetahui pelaku yang sukses mengambil semua perhatian pengunjung kafe tersebut.Rendi perlahan berdiri dari duduknya, kemudian tangannya bergerak merangkul kedua bahu wanita itu. Dengan senyuman lebarnya, Rendi bersiap untuk membuka suara."Halo, Lino, kenalin, dia Yia. Dia seorang model, cantik kan? Stylish abis lagi!" seru Rendi. Sebuah pelototan pun langsung tertuju ke Rendi."Ngapain lo kenalin ke gue, Rendi. Yia kan mantan gue, geblek!" pekik Lino kesal."Yee siapa tahu lo mendadak amnesia pas putus
Buku diary itu telah berada di tangan Lino. Setelah terjadi pertarungan sengit dengan mamanya itu. Dengan cepat, Lino langsung melesat pergi ke kamar, meninggalkan Citra yang saat ini tengah senyum-senyum tidak jelas."Aishh, dasar anak itu! Apa karena pas hamil, aku ngidam peluk kucing ya, sampai-sampai Lino bisa malu-malu meong gitu sikapnya," lirih Citra sembari terkikik pelan.Ia pun sontak melangkahkan kakinya ke arah pintu. Melihat keadaan di luar rumah, kemudian bergegas menutup pintu itu kembali. Dikarenakan langit masih cerah, Citra tidak jadi mengangkat jemuran pakaiannya.***Di sisi lain, Lino langsung mengunci pintu kamarnya. Jujur saja, jantungnya langsung berdegup kencang. Sesaat kemudian, diamatinya lekat benda berbentuk kotak tersebut. Buku yang menjadi saksi, kisah percintaannya yang sangat suram."Perasaan buku ini pernah gue buang ke tong sampah, kok bisa ada di Mama sih! Arghh, Mama pasti udah baca s
Lino tanpa sengaja mendongakkan kepalanya. Kini, pandangannya langsung menangkap Amel yang tengah memandangi Lino. Sontak saja, terbitlah senyuman miring di wajahnya."Kenapa lo? Naksir?" tanya Lino dengan nada congkak.Tentu saja, Amel langsung menolehkan pandangannya. Pada detik itu juga, Lino juga turut melepaskan helm tersebut dari kepala Amel."Sampai kapanpun, gue gak akan naksir sama lo!" seru Amel sembari menjulurkan lidahnya.Amel pun bergegas melangkahkan kakinya menghampiri pegawai butik tersebut. Kemudian, ia mengikuti arahan dari sang pegawai butik.Di sisi lain, Lino hanya menghela napasnya. Ia kemudian mengikuti langkah pegawai butik untuk menemukan baju untuk pengantin pria. uwuu dah siap nikah.***Sesaat kemudian, Lino sudah selesai berganti pakaian. Dengan balutan jas berwarna hitam dengan celana berwarna sama, ia kini mengarahkan dirinya untuk duduk di area sofa. Menunggu Amel yang sangat lama walau ha
Amel mengendap-endap menjauh dari area kampus. Ia berusaha mencari tempat yang setidaknya tidak banyak orang di sana. Saat tengah melangkahkan kakinya, tiba-tiba saja, seseorang memelankan laju motor sport merahnya. Ia berusaha mengimbangi langkah yang diambil oleh Amel."Ssssttt, cepetan naik!" seru orang yang tengah melakukan motor sport-nya secara pelan. Detik itu juga, Amel membelalakkan matanya."Gue udah bilang, tungguin gue di tikungan sana! Cepat lo jalan ke sana deh, gue gak mau ada seorang pun yang ngeliat lo boncengin gue nanti!" keluh Amel dengan tatapan penuh kekesalan."Ashh ribet amat sih lo, Mel!" cibir orang itu, Lino.Lino pun segera melajukan motornya dan berhenti di area tikungan. Di sana, nyaris tidak ada seorang mahasiswa pun yang lewat. Melihat Lino sudah memberhentikan motornya di area tikungan, membuat Amel buru-buru mempercepat langkah kakinya.Sesampainya di sana, Lino segera meng
Suasana di kampus sedang ramai-ramainya. Apalagi di kantin, sangat penuh dengan para mahasiswa yang kelaparan. Tak terkecuali Amel dan teman satu gengnya, Sela dan Lili. Mereka bertiga kini tengah menikmati bakso setan yang terkenal akan rasa pedasnya itu."Mel, Lino makin hari makin cakep yak!" seru Sela sembari menatap kagum ke layar ponselnya. Seketika itu juga, Amel langsung merebut ponsel itu dari tangan Sela."Lo follow Lino? Sejak kapan? Gue kan udah bilang, jangan pernah follow dia, Sela!" keluh Amel sembari memencet tombol unfollow pada Instagram Lino. Setelahnya, Amel pun mengembalikan ponsel Sela kepada pemiliknya."Yah, Amel, kok di unfollow sih!" kesal Sela."Ya, lagian. Apa bagusnya sih tuh anak! Sok kegantengan banget!" pekik Amel."Elo juga, malah pada klepek-klepek lagi sama dia!" imbuhnya."Heh, Amel, yang namanya cowok ganteng, ya wajarlah gue dan Lili naksir. Justru yang aneh itu elo, cowok seganteng Lino malah di hate! A
"Apa? Jadi, Mama ingin menjodohkanku dengan dia?"Amel menunjuk ke seorang pria yang saat ini tengah menolehkan kepala agar tak bertemu pandangan dengan Amel. Wajah pria itu juga sama kusutnya seperti wajah Amel.Namun, kedua wanita yang saat ini tengah mendudukkan tawanya berjejeran itu malah meledakkan tawanya."Tuh, Citra, anak-anak kita kayaknya sudah serasi banget ya? Tuh, sampai ekspresi wajahnya aja sama!" seru Mama Amel, Lani."Iya, Lani, bener tuh. Sepertinya keputusan kita untuk menjodohkan mereka berdua itu adalah keputusan yang sangat benar," sahut Citra, Mama pria itu.Amel pun seketika membuka mulutnya lebar-lebar. Seperti tercengang ketika mendengar penuturan dua wanita dengan usia sepantaran itu. Sontak saja, Amel memandang wajah pria itu dengan sorot mata sinis."Apa hebatnya sih dia, Ma, sampai-sampai, Mama harus jodohin aku sama dia!" keluh Amel sembari menunjukkan jarinya ke