Suasana di kampus sedang ramai-ramainya. Apalagi di kantin, sangat penuh dengan para mahasiswa yang kelaparan. Tak terkecuali Amel dan teman satu gengnya, Sela dan Lili. Mereka bertiga kini tengah menikmati bakso setan yang terkenal akan rasa pedasnya itu.
"Mel, Lino makin hari makin cakep yak!" seru Sela sembari menatap kagum ke layar ponselnya. Seketika itu juga, Amel langsung merebut ponsel itu dari tangan Sela.
"Lo follow Lino? Sejak kapan? Gue kan udah bilang, jangan pernah follow dia, Sela!" keluh Amel sembari memencet tombol unfollow pada Instagram Lino. Setelahnya, Amel pun mengembalikan ponsel Sela kepada pemiliknya.
"Yah, Amel, kok di unfollow sih!" kesal Sela.
"Ya, lagian. Apa bagusnya sih tuh anak! Sok kegantengan banget!" pekik Amel.
"Elo juga, malah pada klepek-klepek lagi sama dia!" imbuhnya.
"Heh, Amel, yang namanya cowok ganteng, ya wajarlah gue dan Lili naksir. Justru yang aneh itu elo, cowok seganteng Lino malah di hate! Ah payah amat sih mata lo itu, Mel!" cibir Sela.
"Lah, kok jadi malah ngatain gue sih! Gue tuh gak rabun dan mata gue juga gak bermasalah. Gue benci banget sama dia tuh karena dia pantes buat dibenci!" pekik Amel.
"Oh, jadi selama ini, elo yang suka nyampah di akun gue buat ngehate gue? Hebat, dendam kesumat amat sih lo sama gue!" pekik seseorang yang berada di belakang Amel.
Mendengar hal itu, Amel pun segera menolehkan kepalanya. Di sana, telah berdiri seorang pria dengan style kekinian yang akan membuat orang-orang memandang dia sangat keren. Walaupun terlihat keren, tatapan mata Lino itu langsung menusuk ke indera penglihatan Amel.
"Ngapain sih lo nimbrung-nimbrung!" omel Amel. Mendengar hal itu, Lino pun langsung memutar bola matanya.
"Siapa suruh sebut-sebut nama gue. Gue juga ada hak buat nimbrung," sahut Lino.
"Waaaaaa Lino! Kebetulan banget lo di sini, foto bareng yuk!" ajak Sela. Langsung saja, Lino menyunggingkan senyum miringnya.
"Gue bakal foto sama lo kalau lo udah nyingkirin cewek yang mukanya bikin eneg ini," sahut Lino. Mendengar hal itu, Sela pun langsung menatap Amel dan memberi isyarat kepada Amel untuk pergi sejenak.
"Sela, lo lebih milih ngusir gue ketimbang ngusir nih cowok songong?!" Amel menggelengkan kepalanya, tidak menyangka jika Sela akan seperti itu.
"Ya kapan lagi gue bisa deket dan foto bareng sama Lino, Amel. Lumayan, biar followers gue naik, udah ya, lo ngejauh dulu, kalau dah kelar fotonya, nanti lo boleh balik lagi," cetus Sela.
"Wah, wah, sahabat macam apa lo, Sel. Teganya lo ngusir gue demi cecurut macam dia!" keluh Amel sembari menunjukkan jarinya ke arah Lino.
"Lili, ikut gue pergi, yuk!" ajak Amel.
Melihat Amel berdiri dan seperti memusatkan perhatiannya kepadanya, Lili pun seketika menggelengkan kepalanya.
"Gak usah pergi, Mel. Kita di sini aja, makanan gue belum abis," sahut Lili.
"Ya kita makan di meja lain dong, Li. Ayolah, Li!" bujuk Amel. Namun, Lili tetap menggelengkan kepalanya.
"Tapi, Mel, kita di sini aja. Toh, kapan lagi, gue bisa makan sambil ditemenin sama cowok ganteng. Lo tahu sendiri kan kalau selama ini, gue ditolak mulu sama cowok," sahut Lili. Amel pun seketika tidak habis pikir pada kedua temannya itu.
"Ssssttt, ya udah, gue biarin lo duduk santai di situ. Lagipula, gue juga mau nyusul temen-temen gue di sana, bye!" ceplos Lino sembari melangkahkan kakinya ke meja yang tidak jauh dari meja yang dihuni oleh Amel.
Amel tidak mengenal jelas siapa saja cowok yang duduk bersama Lino. Lagipula, Amel juga tidak peduli. Dia kan haters tingkat akutnya Lino.
"Eh, by the way, ada yang beda deh dari Lino yang tadi," cetus Sela tiba-tiba. Hal itu tentu memancing perhatian Amel.
"Beda apanya?" tanya Amel.
"Emmm beda apanya ya?" Sela meletakkan jarinya di dagunya, menunjukkan bahwa ia sedang berpikir.
"Parfumnya," sahut Lili.
"Nah, iya tuh! Parfum!" seru Sela.
Mendengar hal itu, Amel pun langsung menyatukan kedua alisnya.
"Parfum doang, kirain apaan," sahut Amel sembari memasang ekspresi wajah tidak tertarik.
"Tapi, Mel, parfum ini keluaran terbaru dari produk xxxx, dan aromanya tuh kalau gak salah, ada manisnya gitu dan lebih mengentalkan aroma romantis. Biasanya digunakan sama cowok yang udah punya pasangan, ya semacam pacaran gitu. Ah gue curiga deh, jangan-jangan, Lino udah beneran punya pacar ya, humm sedih!" Sela perlahan mengerucutkan bibirnya.
Amel berusaha berpikir untuk mencerna perkataan Sela. Mana ada parfum yang baunya romantis? Terus seperti apa baunya? Perasaan pas Lino di sini tadi, yang masuk ke hidung Amel cuma bau apek doang tuh.
"Bagus dong kalau udah punya pacar, biar cewek-cewek jomblo kek elo gini gak pada ngehalu," ceplos Amel.
"Ah elo jangan gitu, Mel, entar tahu-tahu lo naksir lagi sama Lino. Menurut film yang biasanya gue tonton sih, ending-nya rata-rata begitu. Awalnya benci, eh terus jadi cinta," sahut Lili. Amel pun menghela napasnya.
"Kebanyakan nonton film romantis sih lo! Makanya, nonton tuh film zombie, biar lo tuh tahu, mau sedekat apapun lo sama dia, kalau dia udah jadi zombie, ya dia bakal bunuh dan makan elo," cetus Amel.
PLETAK!
Detik itu juga, Sela menjitak kepala Amel. Hal itu, tentu membuat Amel langsung mengusap kepalanya yang telah terkena jitakan dari Sela.
"Tontonan lo aja nyeremin gitu, makanya lo gak pernah terpesona dan baper kalau ngeliat cowok ganteng. Palingan juga tipe lo yang udah kek zombie gitu, Mel, yang jalannya aja udah kek orang mabuk berat, gak bisa jalan dengan tegak dan bener gitu," sahut Sela.
"Apaan sih lo, zombie masih agak kerenan dikit ya dari Lino, cowok idola lo yang sok kegantengan itu," sentak Amel.
"Yeee baru kali ini gue denger, ada cewek yang bilang zombie keren. Di mana-mana juga, orang bilang zombie itu serem, Mel," sahut Lili. Mendengar hal itu, Amel pun langsung mengibaskan rambutnya.
"Gue kan orangnya beda. Jadi, jangan samain selera gue dengan selera-selera cewek lainnya," cetus Amel dengan penuh percaya diri.
"Beda sih beda, tapi realita dikit dong, Mel! Mana ada cewek nikah sama cowok zombie dan berakhir dengan bahagia. Sebelum bahagia, lo udah mati dimakan sama cowok lo duluan kali, gak jadi happy eh malah sad ending!" ceplos Sela.
"Ishh syirik aja sih lo sama gue! Dahlah, perasaan tadi bahas Lino deh, kenapa jadi meleber ke zombie!" keluh Amel. Mendengar hal itu, Sela pun langsung memutar bola matanya jengah.
"Lah, elo yang mulai duluan!" ketus Sela.
"Siapa yang mulai ngomongin Lino duluan?" cibir Amel.
"Ya gue," sahut Sela sembari melanjutkan aksi memakan baksonya.
"Gimana kalau kita taruhan," ajak Sela. Sontak saja, Amel langsung mengerutkan dahinya.
"Taruhan apa?" tanya Amel dan Lili secara bersamaan.
"Dalam setahun ini, kalau Amel masih benci sama Lino, gue dan Lili akan ngelakuin apapun yang Amel minta. Tapi, kalau ternyata Amel jadi jatuh cinta sama Lino, maka, Amel harus ngikutin apa apapun yang gue dan Lili minta. Gimana, deal?" tawar Sela.
"Gue sih deal," sahut Lili. Kini, Sela dan Lili saling melemparkan pandangannya ke arah Amel.
"Oke, gue deal. Lagipula, gue pasti bakalan menang taruhan," sahut Amel.
"Oke, kita taruhan ya!" seru Sela.
Amel mengendap-endap menjauh dari area kampus. Ia berusaha mencari tempat yang setidaknya tidak banyak orang di sana. Saat tengah melangkahkan kakinya, tiba-tiba saja, seseorang memelankan laju motor sport merahnya. Ia berusaha mengimbangi langkah yang diambil oleh Amel."Ssssttt, cepetan naik!" seru orang yang tengah melakukan motor sport-nya secara pelan. Detik itu juga, Amel membelalakkan matanya."Gue udah bilang, tungguin gue di tikungan sana! Cepat lo jalan ke sana deh, gue gak mau ada seorang pun yang ngeliat lo boncengin gue nanti!" keluh Amel dengan tatapan penuh kekesalan."Ashh ribet amat sih lo, Mel!" cibir orang itu, Lino.Lino pun segera melajukan motornya dan berhenti di area tikungan. Di sana, nyaris tidak ada seorang mahasiswa pun yang lewat. Melihat Lino sudah memberhentikan motornya di area tikungan, membuat Amel buru-buru mempercepat langkah kakinya.Sesampainya di sana, Lino segera meng
Lino tanpa sengaja mendongakkan kepalanya. Kini, pandangannya langsung menangkap Amel yang tengah memandangi Lino. Sontak saja, terbitlah senyuman miring di wajahnya."Kenapa lo? Naksir?" tanya Lino dengan nada congkak.Tentu saja, Amel langsung menolehkan pandangannya. Pada detik itu juga, Lino juga turut melepaskan helm tersebut dari kepala Amel."Sampai kapanpun, gue gak akan naksir sama lo!" seru Amel sembari menjulurkan lidahnya.Amel pun bergegas melangkahkan kakinya menghampiri pegawai butik tersebut. Kemudian, ia mengikuti arahan dari sang pegawai butik.Di sisi lain, Lino hanya menghela napasnya. Ia kemudian mengikuti langkah pegawai butik untuk menemukan baju untuk pengantin pria. uwuu dah siap nikah.***Sesaat kemudian, Lino sudah selesai berganti pakaian. Dengan balutan jas berwarna hitam dengan celana berwarna sama, ia kini mengarahkan dirinya untuk duduk di area sofa. Menunggu Amel yang sangat lama walau ha
Buku diary itu telah berada di tangan Lino. Setelah terjadi pertarungan sengit dengan mamanya itu. Dengan cepat, Lino langsung melesat pergi ke kamar, meninggalkan Citra yang saat ini tengah senyum-senyum tidak jelas."Aishh, dasar anak itu! Apa karena pas hamil, aku ngidam peluk kucing ya, sampai-sampai Lino bisa malu-malu meong gitu sikapnya," lirih Citra sembari terkikik pelan.Ia pun sontak melangkahkan kakinya ke arah pintu. Melihat keadaan di luar rumah, kemudian bergegas menutup pintu itu kembali. Dikarenakan langit masih cerah, Citra tidak jadi mengangkat jemuran pakaiannya.***Di sisi lain, Lino langsung mengunci pintu kamarnya. Jujur saja, jantungnya langsung berdegup kencang. Sesaat kemudian, diamatinya lekat benda berbentuk kotak tersebut. Buku yang menjadi saksi, kisah percintaannya yang sangat suram."Perasaan buku ini pernah gue buang ke tong sampah, kok bisa ada di Mama sih! Arghh, Mama pasti udah baca s
Seorang wanita dengan rambut panjang sepunggung itu tampak berjalan anggun memasuki sebuah kafe. Kaca matanya mulai ia turunkan, untuk memancing perhatian para penghuni yang sedang asyik menyantap makanan di area kafe."Rendi!" seru wanita itu.Yang disapa hanya satu orang, tetapi yang menoleh, bahkan lebih dari satu orang. Termasuk cowok yang duduk berhadapan dengan Rendi. Tiba-tiba saja, mata Lino membelalak lebar ketika mengetahui pelaku yang sukses mengambil semua perhatian pengunjung kafe tersebut.Rendi perlahan berdiri dari duduknya, kemudian tangannya bergerak merangkul kedua bahu wanita itu. Dengan senyuman lebarnya, Rendi bersiap untuk membuka suara."Halo, Lino, kenalin, dia Yia. Dia seorang model, cantik kan? Stylish abis lagi!" seru Rendi. Sebuah pelototan pun langsung tertuju ke Rendi."Ngapain lo kenalin ke gue, Rendi. Yia kan mantan gue, geblek!" pekik Lino kesal."Yee siapa tahu lo mendadak amnesia pas putus
Amel mengantarkan secangkir kopi ke ruang kerja ayahnya. Di sana, tampak seorang pria dengan kaca mata yang sedang fokus menatap laptop kerjanya."Papa kalau capek, mending istirahat dulu aja. Amel gak tega kalau sampai melihat Papa sakit hanya gara-gara terlalu sibuk bekerja," ucap Amel.Pria berkaca mata itu tampak menghela napasnya. Beberapa helai rambut berwarna putih bahkan sudah terlihat mencolok di antara banyak rambut berwarna hitamnya."Papa harus bekerja keras, Amel. Perusahaan kita nyaris saja gulung tikar. Papa lebih gak rela kalau melihat hidup kamu sengsara. Bagi Papa, kamu adalah sesuatu yang sungguh berharga, Amel," cetus Papa. Amel pun lantas memandang lekat laki-laki yang sukses menjadi cinta pertamanya itu."Dari kecil, Papa sudah bekerja keras untuk Amel, untuk menghidupi Amel, membahagiakan Amel juga. Apapun yang Amel minta, pasti Papa akan berusaha untuk menuruti permintaan Amel. Mungkin, ini saatnya bagi Amel untuk memb
Hari ini, tepat di mana hari sakral itu terjadi. Hari yang ditunggu dengan sangat antusias dari dua keluarga.Amel lantas mendudukkan diri di samping Lino. Pria dengan jas hitam yang rapi, terlihat sangat mencolok di antara tamu lain yang hadir."Bagaimana, sudah siap?" tanya seorang pria yang telah sejak tadi duduk di balik meja.Dalam hitungan detik, ingin sekali rasanya Amel menghilangkan dirinya sendiri. Hal seperti ini, bahkan dalam bayangan Amel, tak pernah terlintas sedikitpun."Saya sudah siap," jawab Lino."Baiklah, mari kita mulai," ucap pria itu sembari mengulurkan tangan ke arah Lino."Saudara Lino Altezza Saputra bin Rio Saputra, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan Camelia Putri Fabian binti Fabian Adijaya, dengan maskawinnya berupa logam mulia seberat sepuluh gram dengan seperangkat alat sholat, tunai!"Detik itu juga, Lino segera menarik napas panjang
"Apa? Jadi, Mama ingin menjodohkanku dengan dia?"Amel menunjuk ke seorang pria yang saat ini tengah menolehkan kepala agar tak bertemu pandangan dengan Amel. Wajah pria itu juga sama kusutnya seperti wajah Amel.Namun, kedua wanita yang saat ini tengah mendudukkan tawanya berjejeran itu malah meledakkan tawanya."Tuh, Citra, anak-anak kita kayaknya sudah serasi banget ya? Tuh, sampai ekspresi wajahnya aja sama!" seru Mama Amel, Lani."Iya, Lani, bener tuh. Sepertinya keputusan kita untuk menjodohkan mereka berdua itu adalah keputusan yang sangat benar," sahut Citra, Mama pria itu.Amel pun seketika membuka mulutnya lebar-lebar. Seperti tercengang ketika mendengar penuturan dua wanita dengan usia sepantaran itu. Sontak saja, Amel memandang wajah pria itu dengan sorot mata sinis."Apa hebatnya sih dia, Ma, sampai-sampai, Mama harus jodohin aku sama dia!" keluh Amel sembari menunjukkan jarinya ke
Hari ini, tepat di mana hari sakral itu terjadi. Hari yang ditunggu dengan sangat antusias dari dua keluarga.Amel lantas mendudukkan diri di samping Lino. Pria dengan jas hitam yang rapi, terlihat sangat mencolok di antara tamu lain yang hadir."Bagaimana, sudah siap?" tanya seorang pria yang telah sejak tadi duduk di balik meja.Dalam hitungan detik, ingin sekali rasanya Amel menghilangkan dirinya sendiri. Hal seperti ini, bahkan dalam bayangan Amel, tak pernah terlintas sedikitpun."Saya sudah siap," jawab Lino."Baiklah, mari kita mulai," ucap pria itu sembari mengulurkan tangan ke arah Lino."Saudara Lino Altezza Saputra bin Rio Saputra, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan Camelia Putri Fabian binti Fabian Adijaya, dengan maskawinnya berupa logam mulia seberat sepuluh gram dengan seperangkat alat sholat, tunai!"Detik itu juga, Lino segera menarik napas panjang
Amel mengantarkan secangkir kopi ke ruang kerja ayahnya. Di sana, tampak seorang pria dengan kaca mata yang sedang fokus menatap laptop kerjanya."Papa kalau capek, mending istirahat dulu aja. Amel gak tega kalau sampai melihat Papa sakit hanya gara-gara terlalu sibuk bekerja," ucap Amel.Pria berkaca mata itu tampak menghela napasnya. Beberapa helai rambut berwarna putih bahkan sudah terlihat mencolok di antara banyak rambut berwarna hitamnya."Papa harus bekerja keras, Amel. Perusahaan kita nyaris saja gulung tikar. Papa lebih gak rela kalau melihat hidup kamu sengsara. Bagi Papa, kamu adalah sesuatu yang sungguh berharga, Amel," cetus Papa. Amel pun lantas memandang lekat laki-laki yang sukses menjadi cinta pertamanya itu."Dari kecil, Papa sudah bekerja keras untuk Amel, untuk menghidupi Amel, membahagiakan Amel juga. Apapun yang Amel minta, pasti Papa akan berusaha untuk menuruti permintaan Amel. Mungkin, ini saatnya bagi Amel untuk memb
Seorang wanita dengan rambut panjang sepunggung itu tampak berjalan anggun memasuki sebuah kafe. Kaca matanya mulai ia turunkan, untuk memancing perhatian para penghuni yang sedang asyik menyantap makanan di area kafe."Rendi!" seru wanita itu.Yang disapa hanya satu orang, tetapi yang menoleh, bahkan lebih dari satu orang. Termasuk cowok yang duduk berhadapan dengan Rendi. Tiba-tiba saja, mata Lino membelalak lebar ketika mengetahui pelaku yang sukses mengambil semua perhatian pengunjung kafe tersebut.Rendi perlahan berdiri dari duduknya, kemudian tangannya bergerak merangkul kedua bahu wanita itu. Dengan senyuman lebarnya, Rendi bersiap untuk membuka suara."Halo, Lino, kenalin, dia Yia. Dia seorang model, cantik kan? Stylish abis lagi!" seru Rendi. Sebuah pelototan pun langsung tertuju ke Rendi."Ngapain lo kenalin ke gue, Rendi. Yia kan mantan gue, geblek!" pekik Lino kesal."Yee siapa tahu lo mendadak amnesia pas putus
Buku diary itu telah berada di tangan Lino. Setelah terjadi pertarungan sengit dengan mamanya itu. Dengan cepat, Lino langsung melesat pergi ke kamar, meninggalkan Citra yang saat ini tengah senyum-senyum tidak jelas."Aishh, dasar anak itu! Apa karena pas hamil, aku ngidam peluk kucing ya, sampai-sampai Lino bisa malu-malu meong gitu sikapnya," lirih Citra sembari terkikik pelan.Ia pun sontak melangkahkan kakinya ke arah pintu. Melihat keadaan di luar rumah, kemudian bergegas menutup pintu itu kembali. Dikarenakan langit masih cerah, Citra tidak jadi mengangkat jemuran pakaiannya.***Di sisi lain, Lino langsung mengunci pintu kamarnya. Jujur saja, jantungnya langsung berdegup kencang. Sesaat kemudian, diamatinya lekat benda berbentuk kotak tersebut. Buku yang menjadi saksi, kisah percintaannya yang sangat suram."Perasaan buku ini pernah gue buang ke tong sampah, kok bisa ada di Mama sih! Arghh, Mama pasti udah baca s
Lino tanpa sengaja mendongakkan kepalanya. Kini, pandangannya langsung menangkap Amel yang tengah memandangi Lino. Sontak saja, terbitlah senyuman miring di wajahnya."Kenapa lo? Naksir?" tanya Lino dengan nada congkak.Tentu saja, Amel langsung menolehkan pandangannya. Pada detik itu juga, Lino juga turut melepaskan helm tersebut dari kepala Amel."Sampai kapanpun, gue gak akan naksir sama lo!" seru Amel sembari menjulurkan lidahnya.Amel pun bergegas melangkahkan kakinya menghampiri pegawai butik tersebut. Kemudian, ia mengikuti arahan dari sang pegawai butik.Di sisi lain, Lino hanya menghela napasnya. Ia kemudian mengikuti langkah pegawai butik untuk menemukan baju untuk pengantin pria. uwuu dah siap nikah.***Sesaat kemudian, Lino sudah selesai berganti pakaian. Dengan balutan jas berwarna hitam dengan celana berwarna sama, ia kini mengarahkan dirinya untuk duduk di area sofa. Menunggu Amel yang sangat lama walau ha
Amel mengendap-endap menjauh dari area kampus. Ia berusaha mencari tempat yang setidaknya tidak banyak orang di sana. Saat tengah melangkahkan kakinya, tiba-tiba saja, seseorang memelankan laju motor sport merahnya. Ia berusaha mengimbangi langkah yang diambil oleh Amel."Ssssttt, cepetan naik!" seru orang yang tengah melakukan motor sport-nya secara pelan. Detik itu juga, Amel membelalakkan matanya."Gue udah bilang, tungguin gue di tikungan sana! Cepat lo jalan ke sana deh, gue gak mau ada seorang pun yang ngeliat lo boncengin gue nanti!" keluh Amel dengan tatapan penuh kekesalan."Ashh ribet amat sih lo, Mel!" cibir orang itu, Lino.Lino pun segera melajukan motornya dan berhenti di area tikungan. Di sana, nyaris tidak ada seorang mahasiswa pun yang lewat. Melihat Lino sudah memberhentikan motornya di area tikungan, membuat Amel buru-buru mempercepat langkah kakinya.Sesampainya di sana, Lino segera meng
Suasana di kampus sedang ramai-ramainya. Apalagi di kantin, sangat penuh dengan para mahasiswa yang kelaparan. Tak terkecuali Amel dan teman satu gengnya, Sela dan Lili. Mereka bertiga kini tengah menikmati bakso setan yang terkenal akan rasa pedasnya itu."Mel, Lino makin hari makin cakep yak!" seru Sela sembari menatap kagum ke layar ponselnya. Seketika itu juga, Amel langsung merebut ponsel itu dari tangan Sela."Lo follow Lino? Sejak kapan? Gue kan udah bilang, jangan pernah follow dia, Sela!" keluh Amel sembari memencet tombol unfollow pada Instagram Lino. Setelahnya, Amel pun mengembalikan ponsel Sela kepada pemiliknya."Yah, Amel, kok di unfollow sih!" kesal Sela."Ya, lagian. Apa bagusnya sih tuh anak! Sok kegantengan banget!" pekik Amel."Elo juga, malah pada klepek-klepek lagi sama dia!" imbuhnya."Heh, Amel, yang namanya cowok ganteng, ya wajarlah gue dan Lili naksir. Justru yang aneh itu elo, cowok seganteng Lino malah di hate! A
"Apa? Jadi, Mama ingin menjodohkanku dengan dia?"Amel menunjuk ke seorang pria yang saat ini tengah menolehkan kepala agar tak bertemu pandangan dengan Amel. Wajah pria itu juga sama kusutnya seperti wajah Amel.Namun, kedua wanita yang saat ini tengah mendudukkan tawanya berjejeran itu malah meledakkan tawanya."Tuh, Citra, anak-anak kita kayaknya sudah serasi banget ya? Tuh, sampai ekspresi wajahnya aja sama!" seru Mama Amel, Lani."Iya, Lani, bener tuh. Sepertinya keputusan kita untuk menjodohkan mereka berdua itu adalah keputusan yang sangat benar," sahut Citra, Mama pria itu.Amel pun seketika membuka mulutnya lebar-lebar. Seperti tercengang ketika mendengar penuturan dua wanita dengan usia sepantaran itu. Sontak saja, Amel memandang wajah pria itu dengan sorot mata sinis."Apa hebatnya sih dia, Ma, sampai-sampai, Mama harus jodohin aku sama dia!" keluh Amel sembari menunjukkan jarinya ke