"Abang berangkat dua hari, mau survei lapangan. Ada proyek di sana. Sudah abang telpon restoran untuk mengantarkan makanan saat makan malam. Makanan di kulkas juga sudah diisi penuh. Jaga diri baik-baik, biar abang nelpon diangkat."
Adora diam, padahal dalam hatinya ia ingin menari zumba saking senangnya. Dalam 19 tahun hidupnya akhirnya Harry meninggalkan dirinya walau dalam dua hari. Tentu ini proyek yang besar, mana mau Harry meninggalkan dirinya.
"Karena proyek ini bonusnya besar. Abang usahakan dapat, biar nanti kita bisa liburan." Adora tersenyum, walau hanya terpaksa. Ia memang jadi manusia paling munafik di dunia ini.
"Oh iya hati-hati." Basa-basi. Padahal dalam hati Adora berharap Harry mati dalam perjalanan entah kecelakaan pesawat atau mobil masuk jurang. Gadis itu menggeleng, jangan dulu ia belum kerja dan belum punya tabungan yang cukup untuk masa depannya.
"Sebenarnya Abang mau minta orang temanin kami tidur."
"Tidak perlu!" Adora menolak cepat. Ayolah, ia sudah berbulu bukannya anak balita yang masih minta susu sama ibunya. Walau Harry masih melihat dirinya seperti anak usia balita.
"Jangan lupa obatnya." Adora mengangguk. Setiap hari hanya itu terus yang Harry katakan, tak ada hal lain.
Dan Harry berangkat pagi. Laki-laki itu beribu kali memberi pesan agar menjaga diri seolah Harry tidak peduli jika rumah ini dirampok.
Adora melambai pada Harry yang keluar dari rumah mereka. Karena tak ada Harry, Adora ingin bebas dan berencana bolos kuliah hari ini. Hanya satu hari, jadi ia tidak berdosa. Adora ingin me time memanfaatkan sebaik mungkin, menonton film kesukaan karena bersama Harry, Adora mengalah dan mengikuti selera film laki-laki yang tidak cocok untuknya.
Pertama-tama Adora ingin menelpon Syden hingga ponselnya meledak karena selama ini mereka tak pernah bertelpon banyak hal yang bisa Adora manfaatkan. Seperti mencoba makanan kesukaan atau melihat halaman belakang mereka yang ada tumbuh pohon mangga. Siapa tahu Adora bisa panen.
Adora berbaring di sofa, karena selama ada Harry ia bahkan segan duduk di sofa karena ada laki-laki itu. Adora menaikan kakinya ke atas sambil bermain ponsel, bersama Harry ia tak bebas bermain ponsel. Adora seperti burung yang baru lepas dari sangkar. Harry memang kejam, perhatian yang berlebihan malah membuat orang tak suka padanya.
Adora mengetik pesan pada Syden, apa laki-laki itu ikut abangnya atau tidak. Tapi Syden membalas tidak, Adora tersenyum dan menelpon laki-laki itu walau ia tahu sekarang jam kerja.
"Hai." sapa Adora malu. Gadis itu berbaring dengan wajah tanpa tempelan apa-apa. Bahkan Adora hanya cuci muka dan sikat gigi, jika ada Harry ia harus mandi terlebih dahulu baru sarapan. Karena jika hari libur atau hari Sabtu-Minggu Harry akan memasak spesial sehingga mereka telat sarapan.
"Hey." Adora makin tersenyum saat melihat Syden yang sepertinya berada di luar kantor. Angin bertiup membuat rambut laki-laki itu terikut dan Syden makin tampan di mata Adora sekarang.
"Nggak ke kampus?" Adora menggeleng. Dari sekolah ia selalu menjadi anak teladan dan lebih memilih sekolah daripada di rumah yang membuat hidupnya semakin terlihat menyedihkan. Tapi, sekarang Adora benar-benar merasa lega dan baru merasa nyaman.
Sebenarnya Adora ingin menanyakan apa proyek yang Harry maksud, tapi Adora sudah mengambil prinsip tak peduli pada urusan Harry, biarlah laki-laki itu mengatur hidupnya tapi Adora jangan ikut campur hidup laki-laki itu.
"Jadi di rumah ngapain?"
"Uhm. Rencana mau masak seblak. Mau?" Syden menggeleng.
"Makan aja, biar kamu kenyang." Adora tertawa. Ia memang berencana memasak seblak satu kuali dan makan sendiri, ia ingin memuaskan dahaganya. Atau Adora membeli ice cream satu kulkas dan memakan ice cream terus, walau seblak kedengarannya lebih mengugah selera. Adora membaca sekilas di internet dan memang tidak susah membuatnya.
"Nikmatin masa kesendiriannya dengan sebaik mungkin." pesan Syden. Adora yang tadinya tersenyum lebar langsung berubah kecut. Ya benar, ia memang harus memanfaatkan sebaik mungkin.
"Atau kamu mau kita Dinner besok?" hibur Syden.
"Oh boleh."
"Besok ya jam 8 aku jemput." Adora hanya tersenyum. Sekarang otaknya malah memikirkan berbagai macam makanan dan ia ingin makan semuanya, Adora juga ingin makan kepiting saos tiram. Daging kepiting yang manis membuat gadis itu makin keroncongan.
"Okay. Nanti aku telpon lagi, mau masak seblak dulu." Syden tertawa tapi ia akhirnya melambai pada Adora. Gadis itu mematikan sambungan telpon. Nanti ia bisa menelpon Syden kembali lagian Syden juga masih bekerja.
Adora langsung ke dapur, dan membuka kulkas. Harry tidak bohong, semuanya sudah ada. Walau Adora juga ingin memesan lewat jasa go-pasar.
Adora melihat barang-barang di kulkas dan menunggu pesanannya diantar. Benar saja, tak sampai tiga puluh menit pesanan bahan mentah itu tiba. Adora membayar mengunci pintu dan mulai memasaknya. Andai saja ia hidup sendiri, rasanya lebih menyenangkan.
Adora mulai memasak semuanya di dapur. Dari dulu ia memang suka memasak, tapi sifat over protektif Harry membuat passion Adora seolah dimatikan. Padahal kalau tak jadi psikolog Adora ingin sekolah chef.
Mencoba membuat makanan atau mencoba resep baru itu rasanya sangat menyenangkan.
Sesuai semua keinginannya, Adora memasak satu kuali penuh seblak dan kepiting bahkan ia juga membuat salad buah porsi besar. Puas! Sangat puas!
Semoga Harry memang tak kembali dan menyulitkan hidup Adora!
💸💸💸💸💸💸💸💸💸💸💸💸💸💸
Ilana harus bertanggung jawab pada tytyd Barry. Karena sepertinya laki-laki itu tidak main-main jika masa depannya terancam. Awalnya Ilana mengira Barry hanya mengerjainya tapi melihat Barry yang bahkan tak bisa berjalan, Ilana tahu ia baru saja merusak masa depan orang lain, bahkan Barry sudah impoten sekarang.
Flat Ilana ada dua kamar, jadi ia bisa meminjamkan sampai Barry sembuh. Jika laki-laki ini modus terus makan Ilana tak segan akan memotong milik Barry.
Barry berlakon seperti orang yang baru sunat laki-laki itu memakai sarung dan hanya tidur katanya tytyd-nya begitu nyeri. Ilana tak tega, ia sudah mencari di internet dan memberi obat pereda nyeri agar tytyd Barry tidak nyeri lagi.
"Masih sakit nggak?" tanya Ilana berdiri di depan kamar Barry—kamar inap Barry.
"Iyalah. Orang tyty-nya bengkak. Gila nih cewek! Kalau patah gimana atau bolanya pecah?" Ilana menelan ludahnya gugup, perkara tytyd saja sampai seperti ini.
"Sorry."
"Tytyd-nya memar warna biru. Mau lihat?" Ilana menggeleng.
Gadis itu keluar lagi duduk di sofa. Ia harus bertanggung jawab karena ia yang membuat kekacaun ini walau Barry yang memulai segalanya. Ilana menjadi takut dan masih tak tenang karena tytyd merupakan alat vital bagi sang empunya, dikhawatirkan Barry tak bisa menikah karena ia impoten dan tytyd-nya tak bisa ereksi. Ilana mengusap lehernya. Ini sangat horor sekali.
Ilana jadi bolak-balik. Bagaimana ia harus menyelamatkan Barry, tanpa ada yang tahu apalagi Alena dan keluarganya. Bisa saja bundanya bertamu tiba-tiba dan mengamuk jika ia menyimpan laki-laki di sini. Apalagi kondisi Barry yang membuat semua orang suudzon.
Ilana melihat ponselnya. Apa yang ia baca di internet dengan pengakuan Barry kemungkinan tytyd Barry mengalami trauma. Ya Tuhan bagaimana ini?
Ilana akhirnya memanggil dokter ke unit miliknya karena Barry tak bisa berjalan. Bahkan berjalan ke kamar aja, ia harus memapah Barry dengan sangat hati-hati.
"Kamu pipis sakit nggak?" tanya Ilana berdiri di depan pintu. Barry sedang bermain ponsel, ia mengabarkan Alena jika ia sedang berada di luar kota hingga ia tak bisa dijumpai sekarang. Padahal ia sekarang sedang mengendap di kamar sahabat Alena. Hidup macam apa yang Barry jalani?
"Iyalah. Orang tytyd-nya perih."
"Berdarah nggak?" tanya Ilana dengan rasa bersalah.
Ilana masuk ke dalam. Dan melihat Barry yang memanjangkan kakinya laki-laki ini memang kesusahan.
"Aku udah telpon dokter. Bentar lagi dokter datang, kan kamu tak bisa jalan."
"Kalau aku mandul, kamu harus nikahin aku." tuntut Barry. Ilana memutar bola matanya malas. Siapa suruh Barry yang mesum duluan itu adalah salah satu bentuk perlindungan diri, walau Ilana merasa bersalah sekarang.
"Oh c'mon Bar, jangan main drama murahan seperti ini. Kamu pikir siapa yang mulia duluan?" balas Ilana sengit. Memangnya Barry pikir ia wanita bodoh yang mau-mau saja seperti kerbau dicocok hidung? Nope! Ilana itu wanita cerdas yang tak gampang ditindas. Baginya laki-laki itu yang harus tunduk di kakinya, walau nyatanya ia belum berhasil membuat Harry bertekuk lutut padanya, tapi Ilana bisa pastikan Harry akan melakukan hal itu padanya.
"I'm not jokes at all. Aku serius memang rasanya perih dan kurasa aku sudah mandul."
Ilana mendekat ke arah Barry. Wanita itu duduk di samping laki-laki itu. "I'm sorry okay. Aku sudah menampung kamu dan kurasa semuanya sudah impas, makanya ini sebagai pelajaran untuk kamu jangan menggoda orang sembarangan. I'm not your lover, your girlfriend or your fiance."
"But you're my future wife." Ilana menggeleng.
"Aku serius Bar. Tubuh kamu masih sakit, dan aku bisa buat tytyd kamu tercabut dari sarangnya." Barry langsung bergidik ngeri miliknya semakin terasa ngilu. Wanita ini seperti monster. Mungkin ia harus pikir-pikir lagi jika menyukai wanita seperti model Ilana.
"Tapi aku juga serius jika aku suka sama kamu." Ilana terus menggeleng. Mengabaikan semua kata-kata yang keluar dari mulut Barry.
"Beristirahat lah. Sebentar lagi dokter datang, dan cepat sembuh. Karena aku tak bisa menampung orang lebih lama lagi. Setelah itu, kamu tahu apa yang harus kamu lakukan kecuali memang kamu mau tytyd hilang beneran." Ilana memperingatkan Barry. Tapi semua ancaman Ilana seolah lelucon bagi Barry. Laki-laki itu malah terkekeh, memang tak perlu diragukan jika laki-laki psikopat. Harusnya Ilana tak memanggil dokter kelamin tapi psikiater. Jiwa Harry butuh penanganan.
"Dan aku tetap akan memilih opsi kedua. Tytyd hilang di tangan kamu rasanya menyenangkan. Apalagi saat kita bercinta dengan panas." goda Barry. Ia berusaha menghibur dirinya karena tytyd-nya terasa nyeri.
"Oh Tuhan Barry. Please stop! Jangan bersikap kekanakan, kamu sudah dewasa pikirkan masa depan yang baik bersama pacarmu. Kasian Alena terlalu memujamu."
"Salahkan dirimu kenapa terlalu cantik. Serius, saat pertemuan pertama kita di Cafe Daun-Daun juga. Aku langsung jatuh cinta, aku jatuh dengan semua kepribadian dan semua sikap kamu. Ada seorang wanita yang begitu sinis, tapi semakin terlihat menawan, bicaranya tak ada manis sama sekali tapi lumatannya terasa manis sekali."
"Well. Aku cukup tersanjung dengan semua pujianmu, terima kasih."
"Beri padaku ciuman sebagai rasa terima kasih." Ilana mengepalkan tangannya dan menunjuk pada Barry. Laki-laki itu tertawa makin keras.
"Awhhh. Shit!" umpat Barry, saat tytyd-nya ikut berdenyut nyeri karena terlalu keras tertawa.
"Kualat lagi!"
Dokter datang. Ilana mempersilahkan dokter laki-laki itu memeriksa milik Barry. Wanita itu menunggu di luar sambil menyiapkan uang untuk membayar dokter. Barry psikopat memang menyusahkan hidupnya saja, bahkan kerjaannya terbengkalai. Pacar tak guna juga sampai sekarang belum mengutus seseorang untuk membantu Ilana mengatur jadwal karena endors yang ia terima makin banyak.
Hampir lama juga dokter di dalam dan akhirnya keluar. Ilana tak perlu bertanya karena itu urusan para lelaki, ia tak perlu tahu milik Barry seperti apa yang penting Barry cepat sembuh dan ia bisa menendang laki-laki ini keluar dari hidupnya selamanya.
"Penisnya mengalami traumatik. Usahakan pakai kain lembut, dan juga hindari aktivitas seksual." Ilana memalingkan wajahnya. Memangnya dokter ini pikir ia melakukan aktivitas seksual dengan Barry. Oh Tuhan, para sekali.
"Terima kasih." Ilana hanya perlu mengatakan itu. Dan menyodorkan uang dalam amplop, dokter itu menolak dengan tangannya dan memberi isyarat Barry sudah membayar di dalam. Syukurlah, Barry tak terlalu jadi parasit dalam hidupnya.
"Kalau ada masalah lagi tolong telpon saya. Nanti saya beri pesan, untuk minum obatnya." Ilana mengangguk.
Ilana masuk ke dalam kamarnya. Sekarang ia juga harus memikirkan Barry makan. Laki-laki itu memang menyusahkan, tak jadi Ilana memujinya.
Ilana akhirnya memakai uang tadi untuk memesan makanan untuk dirinya dan Barry, karena ingin memperlakukan seperti orang sakit, Ilana membelikan Barry bubur.
"Aku udah pesan makanan. Kamu bisa jalan atau nggak?" Barry menggeleng. Tentu saja ia sekarang bisa ia manfaatkan untuk modus dengan Ilana menguapi dirinya.
"Selain tytyd sakit, ternyata tanganku juga sakit jadi bisanya disuapin." pinta Barry manja. Ilana mengepalkan tangannya, jika tak sabar ia bisa melemparkan bubur itu ke wajah Barry.
Ilana berbalik. Niat hati membiarkan Barry mati kelaparan, tapi rasanya tak tega ya. Akhirnya Ilana membawa bungkusan steryfoam yang berisi bubur yang masih panas. Bahkan Ilana tak perlu repot-repot untuk memindahkan ke mangkok. Walau ia berbaik hati membawa air putih juga. Barry butuh minum obat, walau tak mengerti obat apa yang dokter beri.
"Kita memang lagi stimulasi jadi suami-istri." goda Barry. Mulut Barry memang minta dikoyak.
"Bar jangan mulai. Ingat! Aku melakukan semua ini terpaksa." Ilana mendekat ke arah Barry yang duduk seperti orang habis melahirkan.
"Oh yes, terpaksa yang jadi kebiasaan dan sebentar lagi pasti beneran." Barry diam ketika melihat raut wajah Ilana makin galak. Laki-laki itu langsung kalem takut tytyd patah jilid ke dua.
Ilana menyuapi Barry. Bahkan laki-laki itu membuka mulutnya begitu lebar. Memalukan! Bahkan Barry tak pernah bersikap sok cool seperti para laki-laki di luaran sana, Barry selalu bersikap seperti orang bodoh di hadapannya Ilana membuat gadis itu semakin tak menyukai laki-laki ini.
"Sebenarnya makan bubur aja tak kenyang."
"Jadi makan apa?" tanya Ilana jengkel. Bahkan bunda dan papahnya belum pernah ia rawat seperti ini, tapi laki-laki sial ini ia rawat seperti telur emas. Ilana ingat abangnya pernah kecelakaannya tapi Ilana tak merawat langsung, tapi si psikopat ini karena masalah tytyd ia jadi menanggung semua hidup Barry.
"Nanti aku jujur kamu marah."
"Apa?" desak Ilana tak sabaran. Jika Barry macam-macam Ilana sudah mengambil sendok mengancam laki-laki itu. Barry akhirnya hanya tertawa, sikap ketus Ilana yang membuatnya tertarik dan semakin tertarik untuk menaklukan wanita ini.
"Baiklah-baiklah aku menyerah."
"Psikopat!" umpat Ilana. Dan bangkit dari tempat tidur. Sudah ada beberapa macam obat di atas nakas.
Ilana membaca satu-satu dan memberi pada Barry.
"Barry sialan! Apa yang kau lakukan?" pekik Ilana murka sedangkan Barry tertawa keras memegang perutnya, bahkan ia sampai melupakan jika tytyd-nya sedang bengkak.
Ilana membaca kertas yang sengaja dimasukan dalam obat.
Tips sembuh :
Minum obat ❌
Tytyd dipegang Ilana ✅
💸💸💸💸💸💸💸💸💸💸💸💸💸💸
Ngakak parah😭😭😭😭😭😭🤣🤣🤣🤣🤣.
Barry ai lope pull. Suka bangat sama karakter Barry🤣🤣🤣🤣🤣🤣.
Siapa yang ngakak baca part ini?
Semoga kalian terus bahagia dan terhibur dengan kisah mereka🥰🥰🥰🥰🥰.
See ya❤️❤️❤️❤️.
"Serius Bar, aku merasa kayak pelihara kambing." ujar Ilana tanpa peduli lawannya tersinggung. Barry yang sedang bermain PS di layar plasma lebar Ilana hanya diam dan melanjutkan makan popcorn.Barry adalah keturunan manusia yang urat malunya putus. Saat pembagian urat malu, Barry datang telat jadi ia tak dapat. Sehingga terjadilah manusia tak tahu malu seperti sekarang.Rasanya Ilana ingin melemparkan remote ke kepala Barry agar laki-laki ini sadar dan segera minggat dari unitnya. Selain psikopat, tak punya malu, Barry juga tak peka. Padahal sudah terang-terangan Ilana mengusirnya."Serius deh aku betah bangat di sini. Kayaknya kita nikah aja."Ilana merenggut kesal. Barry sudah bisa bergerak kesana kemari, walau ia masih memakai sarung dan dokter belum mengizinkan laki-laki ini untuk kembali beraktivitas normal. Barry beralasan tytyd miliknya masih bengkak, walau Ilana merasa semuanya hanya akal-akalan Barry
Yang Adora ingat, Harry selalu lembut padanya. Jarang sekali laki-laki itu membentak dirinya. Dan kali ini, Adora tak mau Harry muka padanya. Walau bagaimanapun Harry, Adora masih membutuhkan Harry. Laki-laki itulah tempatnya bergantung selama ini.Rasanya benci, tapi Adora membutuhkan Harry. Jadi, memang Adora tak bisa memendam lama-lama perasaan itu. Walau ada rasa kesal yang membuatnya ingin mengeluh, ingin mengadu, atau ingin berteriak sekuat yang ia bisa atas hidup yang ia terima.Adora langsung naik ojek pulang, khawatir Harry mengetahui dirinya. Bahkan Adora meminta tukang ojek untuk terbang saja.Adora tahu, Harry pasti tahu bagaimana penampilan Adora sekarang dan Harry pasti curiga karena Adora beralasan mereka kerja kelompok. Kerja kelompok di mana sampai larut malam? Makanan mahal yang masuk dalam perutnya rasanya mau dimuntahkan semuanya."Pak please pak! Cepat!" Adora mendesak tukang ojek. Syd
Malam ini, Ilana bisa melihat sebagai seorang laki-laki. Laki-laki yang bisa membuat dirinya terlindungi, laki-laki yang membuat dirinya sebagai seorang wanita seutuhnya, bukan dirinya yang dikenal sebagai wanita judes anti laki-laki.Udara malam yang dingin menusuk, tak menyurutkan keduanya untuk berbagi kebersamaan setelah sekian lama mereka saling merasa asing. Ilana selalu yakin, ia tak pernah salah memilih laki-laki ini. Bagaimana malam ini Ilana melihat diri Dennis—abangnya ada dalam diri Harry. Semoga Harry terus seperti ini."Saya pinjamkan jaket?" Ilana mengangguk, ia mencium bau tubuh Harry. Segalak apapun wanita, mau semandiri apapun, ia tetap makhluk lemah yang bergantung pada laki-laki, apalagi laki-lakinya itu yang menawarkan.Harry tahu, Ilana adalah wanita galak yang kurang belaian. Jika diberi perhatian sedikit saja maka ia akan begitu menurut seperti anjing pada majikannya. Harry tidak memanfaatkan Ilana, tapi ia sedang belajar u
"Gils! Akhirnya, kita berpesta. Ajak pacarmu juga Nana."Ilana yang sedang sibuk mengoles di bibirnya menoleh pada Alena. Well, pacarnya bukan seperti manusia normal hal itu tak semudah itu ia mengundang Harry ikut bersama mereka."Dia sibuk jaga kandang babi." jawab Ilana asal, sebelum ia mendengar barang yang dilemparkan tapi tak tepat sasaran. Ilana hanya memandang Alena malas, lebih malas lagi ia tahu fakta jika psikopat Barry akan ada di sana. Sepertinya Ilana harus menyiapkannya pisau lipat kecil di tasnya, jika Barry macam-macam padanya, Ilana langsung mengembiri milik laki-laki itu."Nana babinya." gurau Alena sambil tertawa begitu kencang. Ilana tak perlu tersinggung, karena ia juga sering berbicara seperti itu dan berharap lawannya tidak tersinggung, lagian persetan dengan tersinggung, Ilana melakukan apa yang menurutnya benar."Ke cafe pacarmu lagi?" tanya Ilana. Terlihat pancaran bahagia dia mata Alena. Andai sahabatnya tah
Ilana memegang kepalanya yang terasa sangat berat, tapi di satu sisi kepalanya seperti kopong jadi saat ia menggerakkan ke kiri atau kanan rasanya seperti ada batu di dalamnya.Kepala masih berat, mata juga masih mengantuk, tapi ia berusaha membuka matanya, sekarang jam berapa.Ilana meraba-raba ponselnya, seperti yang biasa ia lakukan karena ia selalu meletakan ponsel di atas kepalanya atau di bawah bantal. Padahal menurut penelitian, saat kamu tertidur jauhi ponsel karena terkena radiasi ke otak. Bagi Ilana, selama otaknya masih bisa berpikir waras atau menjadi otak mendadak, ia akan terus melakukan kebiasaan tersebut.Ilana meraba-raba ponsel yang sudah menemani dirinya selama 2 tahun. Walau perkejaannya menuntut tentang penampilan, tapi Ilana tak pernah ganti ponsel sesuai trend sekarang, ganti ponsel tiap bulan. Bagi Ilana selama ponsel itu masih menyala dan berfungsi dengan baik, akan terus ia gunakan. Pemikiran dia memang sedikit beda dari
Walau sempat bersitegang, tapi akhirnya Barry mengantarkan juga semua aset-aset milik Ilana, walau wanita galak itu tak mau menyambutnya dan Melati yang menerima kedatangan Barry.Ilana sudah mandi dan merasa lebih ringan sekarang, ia akhirnya menyuruh melati memesan es buah, butuh yang segar-segar agar bisa mengusir setan-setan Barry dari otaknya.Ilana sedang duduk di barstool dengan nyaman hanya memakai bathrobe dan tak berniat untuk berganti baju. Ilana ingin beristirahat total hari ini, dan menghilangkan racun Barry dari hidupnya. Bisa gila!"Melati makan sini." ajak Ilana. Melati yang seorang pemalu, dengan ragu duduk di samping Ilana. Ilana yang menuangkan es itu dalam mangkok."Melati berapa umurnya?""21 Kak." Ilana mengangguk, berarti beda satu tahun dengan dua adik kembarnya."Melati kuliah?""Nggak Kak. Saya sudah lama keluar sekolah, SMP bahkan cuman sampai kelas 8.""Oh ya?
Dalam hidupnya Ilana tahu akan ada laki-laki yang datang menyunting dirinya dan meminta izin pada orang tuanya, jika sudah waktunya ada laki-laki yang mengambil alih tugas ayahnya, menjaganya, menyanyangi dirinya, dan menjadi tempat ia berkeluh kesah.Kalau boleh jujur Ilana merasa hatinya kosong. Ada apa? Wanita cantik itu duduk dan menarik napas panjang. Kamu akan jadi perawan tua jika terlalu banyak milih, lagian Harry sudah mengerti sifat burukmu."Jadi, dengan itu maksud kedatangan saya di sini adalah untuk membicarakan keseriusan bersama Ilana. Usia kami sudah sama-sama dewasa, dan saya sedikit menempati posisi atas dalam kerjaan.""Papa apapun yang terbaik buat anak-anak pasti setuju. Selama Nana merasa aman, Nana tidak akan mengeluh dan menceritakan keburukan yang lain. Sebisa mungkin saat menikah nanti selesaikan dulu masalahnya sebelum orang lain tahu. Sebelum naik ke ranjang masalah hari ini harus beres."Ilana mem
Ilana melirik Barry dengan kesal, dan memakan sarapan seolah ingin menelan laki-laki itu. Kesal tentu saja, dia benar-benar seorang penguntit yang meresahkan."Sarapan gini memang nikmat, di tengah hutan, ada wanita cantik dari masa depan." goda Barry, membuat Ilana membanting sendoknya dengan kuat, mulut Barry perlu diberi cabe agar berhenti berbicara tak jelas."Diam deh Bar. Aku jadi hilang selera makan!" sungut Ilana. Barry terkekeh, laki-laki ini seperti orang yang benar-benar kurang kerjaan. Kerjanya hanya membuat dirinya kesal dan Barry layak dapat penghargaan piala Citra sebagai manusia paling menyebalkan versi Ilana."Eits! Jangan kabur. Sarapan cepat!" cegat Barry saat Ilana berdiri dan menarik tangan wanita itu agar duduk kembali. Ilana semakin bersungut dengan wajah yang siap menyemburkan api naga. Andai dia naga wajah Barry sudah hangus sekarang.Ilana menarik lagi sarapannya dan makan. Jadi teringat semalam ada
Layaknya sebuah keluarga bahagia, Ilana dan keluarga kecilnya akan melaksanakan kegiatan outdoor yang menyenangkan. Mereka berusaha untuk mengenalkan banyak hal pada putri mereka. Hari ini, akan diadakan camping di belakang rumah. Usia Elena sudah tiga tahun, sudah belajar banyak hal, dan mencoba-coba banyak hal, serta memiliki rasa penasaran yang begitu tinggi. Tapi, Ilana tahu putrinya cuek dan lebih suka melakukan banyak hal sendiri. "Elena, kita akan bercamping di belakang rumah. Apa yang perlu dibawa?" Elena menatap ibunya, tidak banyak bicara dan langsung menuju kamarnya, bocah itu membawa buku dongeng dengan campuran warna pink dan biru. "Bantuin Mami dan Daddy bawa barang ke belakang?" tawar Ilana, Elena mengangguk dan mencoba membantu barang-barang kecil yang sekiranya bisa dia bawa. Ilana dan Barry sudah merencanakan hal ini lama, jadi, mereka akan bersenang-senang. Di belakang rumah, sengaja dibuat bany
Ilana melihat pantulannya di cermin, masih dengan perut yang belum kempes, dia mengangkat sedikit kaosnya dan mengelus-elus perutnya.Dia berbalik dan melihat sebuah kedamaian berada di depannya, Elena.Bayi berumur dua minggu, 13 hari lebih tepatnya.Hari ini, Ilana akan sibuk, karena pemotretan Baby Elena. Seperti orang tua kebanyakan, mereka ingin mengambil banyak moment-moment indah dan pertumbuhan putrinya.Dengan persiapan yang hampir rampung, mereka menyewa sang fotografer untuk datang ke rumah. Tak lupa, Ilene dengan segala kerempongan yang dia punya. Ilene juga akan melakukan pemotretan bayi kembarnya yang sudah berusia dua bulan, ibu-ibu rempong itu memotret bayinya setiap bulan, dengan kostum yang beda-beda."Jangan lupa bawa tisu, popok, baju-baju kalian. Jangan sampai, tiba di sini baru sibuk." Ilana langsung menelpon Ilene dan mengingatkan, dia tahu Ilene itu berisik, Ilana tak suka, jika Ilene bertamu ke
Kebanyakan menonton film yang megah, modern, dan kehidupan yang dinamis, membuat Ilana selalu membayangkan Hawaii sebagai salah satu kota yang layak dikunjungi, dream country, yang wajib dikunjungi selama kamu hidup.Tapi, apa yang terpampang di depan matanya membuat dia terdiam dan bisa melihat dunia dalam pandangan yang lebih luas. Ilana berjalan pelan, sambil memperhatikan banyak homeless yang memeluk tubuhnya kepanasan atau kedinginan dengan perut kosong yang luar biasa.Dia melihat seorang wanita berusia sekitar 40 tahun sedang menikmati mie dengan lahap, dan Ilana bisa menduga, itu adalah salah hidangan terenak yang masuk dalam mulutnya.Ilana masih terdiam, ketika merasakan tubuhnya ditarik oleh Barry, karena mereka sedang melintasi zebra cross.Ilana menggengam tangan suaminya, niat awal bulan madu dan bersenang-senang, dan banyak hal yang dipaparkan di wajahnya, bahwa beginilah kehidupan yang sesungguhnya.Ilana
Kalau kamu mendengar kata Hawaii atau membaca kata Hawaii, apa yang pertama terlintas dipikiranmu? Pantai, pohon kelapa, ombaknya, masyarakatnya yang ramah, gunung berapi, atau hula-hula?Dalam benak Ilana, Hawaii itu sebuah pulau dengan banyak pantai cantik seperti kartun Moana. Dan benar adanya, walau mereka tetap disambut banyak gedung-gedung tinggi."Aku tahu ini sensitif, tapi, Ayah kamu ke mana?""Aku nggak yakin, pernah diceritakan, tapi, hanya sekilas. Banyak anak-anak kurang beruntung seperti aku yang tidak punya orang tua lengkap, Nana. Bahkan, aku kurang dekat sama ibu sendiri karena keadaan yang memaksa seperti itu."Ilana alihkan pandanganya keluar dari bus, dan merenungi kata-kata tadi. Barry benar, tidak semua anak-anak beruntung untuk punya keluarga utuh yang harmonis seperti keluarganya. Bahkan, ada anak yang punya keluarga utuh tapi mempunyai orang tua yang abusive.Dia mencoba mengingat-ingat masa ke
"Hahaha. Malam pertama, tapi, udah unboxing duluan. Nggak seru ah!" Ilana harusnya tahu, dia mempunyai keluarga ember bocor. Dia memang tidak tersinggung, dan memang begitu faktanya. Tapi, mendengar ejekan itu, kenapa rasanya mengesalkan? Itu adalah ejekan Ilene padanya. Resmi satu minggu menikah dan dia pulang ke rumah tuanya, Ilana sedang mempersiapkan bulan madu ke Hawaii. Tempat tinggal Ibu Barry. Hari ini, mereka akan ada bakar-bakar. Bakar ikan, bakar ayam, bakar jagung, bakar sampah. Bundanya sedang sibuk, di saat para menantu lelaki sibuk membantu ibu mertua mereka yang cantik. Sebagai seorang koki handal, Barry sedang mengipas-ngipas makanan di atas tungku arang tersebut. Sebenarnya Ilene ingin membantu, tapi disuruh duduk oleh suami, dua ibu hamil itu tidak diizinkan untuk bekerja. Mereka hanya boleh mencicipi. "Ahhh! Bosan bangat hidupku, Tuhan!" Ilana dan Ilene sama-sama menoleh ke sumber suara
Pita pink dengan tatanan dekorasi meja bundar. Hiasan lentera kertas yang menggantung di atap tenda warna-warni.Sudah tidak ada konsep pernikahan, jika yang ditampilkan adalah seluruh konsep dipadu-padankan.Awalnya, Ilana tidak begitu antusias menyambut pernikahannya sendiri, tapi, dia tidak bisa bohong, jika, sekarang dia merasa gugup luar biasa.Venue yang mereka pilih adalah di halaman belakang, karena Ilana hanya ingin sederhana, walau sudah disulap bundanya menjadi lebih baik. Bahkan, Ilana sampai terdiam, bagaimana mungkin pernikahan yang dia impikan sederhana terjadi begitu mewah di matanya. Dia senang, dia punya keluarga yang luar biasa bisa diandalkan.Ilana menarik sedikit long laces veil yang panjang hingga bokongnya. Sedikit mahkota kecil mewah di atas kepalanya walau dia sudah protes karena kebanyakan aksesoris.Dia mematut dirinya di cermin sekitar tiga menit, melihat wajahnya yang berubah total dan jug
"Menurut kamu, konsep foto prewedding gimana?"Ilana menatap Barry yang sedang mengupas mangga, turun dan mendekati laki-laki itu."Aku nggak punya bayangan. Sebenarnya aku gak terlalu mengkhayal hal seperti itu, yang penting cepat melewati hal itu, dan yang utama adalah kehidupan setelah menikah itu." Ilana mengambil satu potong satu mangga dan memasukan dalam mulutnya. Manis.Tak puas. Ilana mengambil lagi."Aku sebenarnya paham maksud kamu. Aku sebenarnya lagi tidak pernah banyak permintaan, Bar. Serius, cukup melewati hal ini."Barry hanya memandang wanita cantik di hadapannya."Okay-okay. Besok nikah aja lah, biar cepat.""Ye. Bukan begitu ibu pejabat, sebagai laki-laki aku merasa ingin memberi kamu yang terbaik. Kamu memang ingin sederhana, aku mau kamu mengenang ini sebagai kenangan yang takkan kamu lupakan karena ini seumur hidup, Nana." Ilana hanya mengangkat alisnya dan mengambil lagi poto
Telapak tangannya terasa hangat, dari cangkir kecil yang tengah mengeluarkan asap. Ilana menunduk, melihat minuman miliknya dan kembali meniup sedikit dan menyeruput minuman itu.Masih terlalu dini, untuk manusia seperti dirinya yang bangun di atas jam delapan pagi.Ilana mengintip, masih jam 6.30, dan Barry masih terlalu pagi, tapi, dia tidak bisa tidur dengan tenang, memikirkan nasibnya dan juga masa depan."Aku kira kamu kabur lagi. Bangun-bangun di sebelah udah dingin." Ilana memutar tubuhnya, mendapati Barry yang menguap, menggaruk kepalanya dan mengucek matanya sebentar.Ilana melihat ke atas meja makan, roti gosong yang dia buat. Entah kenapa, pagi-pagi dia sudah berinisiatif melakukan hal ini. Rasanya seperti kamu merasakan air asin berubah jadi sirup merah."Waoh. Apa ini? Apa aku sedang bermimpi berada dalam dunia para layang?" seru Barry norak, yang membuat Ilana berdecak sebal. Mau menolak atau keras sepert
"Bunda juga dulu nggak pande masak. Tapi, akhirnya bisa masak juga. Kamu juga bisa gitu, Nana. Memasak bersih-bersih itu basic skill semua gender, kenapa Bunda nggak nyuruh kalian masak? Karena, Bunda mau kalian sadar memasak dan mengurus rumah itu harus kesadaran kalian dan kalian harus bisa. Perempuan atau laki-laki harus bisa masak." Dengan gaya kedua tangan berlipat di dada, Ilana memperhatikan Bundanya memasak pisang goreng, dengan membolak-balik pisang di atas minyak panas. Dia suka menonton orang memasak, tapi, jangan menyuruh dirinya untuk memasak. Ilona mengambil piring dan juga tisu untuk alas agar pisang goreng tak terlalu banyak minyak. "Ini, isinya kolestrol jahat semua." Komentar Ilona ketika mencubit sedikit pisang goreng yang masih panas tersebut. "Hisang hoheng. Hasih hanas." Ilona meniru pembicaraan orang-orang ketika makan pisang goreng dalam keadaan panas. Ilana hanya menatap malas ke arah Bundanya.