“Maafkan aku," kata Anna menyudahi tangis sambil membuang ingus pada sapu tangan milik Eden tadi."Kau tak perlu minta maaf, toh tidak ada yang harus di maafkan. Menangis bukanlah suatu kejahatan." Eden menaruh pandangan pada Anna yang masih sibuk membersihkan wajahnya."Aku menangis karena musik Hwang Jun, bukan karena pria itu," tegas Anna pelan. Tak ingin disalah pahami bahwa dia sudah usai dengan Kevin dan tak ada yang perlu ditangisi lagi tentangnya. Setidaknya itu yang diinginkannya.Eden mengulum senyum. Tiba-tiba saja sikap Anna menjadi lucu di matanya. “Aku tidak mengatakan apa pun, jadi ya..” kalimat Eden terhenti dengan bahu terangkat. “Kau bisa menangis sepuasnya,” tutupnya sambil memalingkan pandangan. “Aku akan pura-pura tida melihatnya.”Anna mengusap wajah dengan kedua tangan kemudian merapikan poninya yang berantakan. Sapu tangan tadi di simpannya di dalam tas. “Ini akan ku kembalikan besok,” tukasnya masih sambil mematut-matut wajahnya pada kaca kecil yang menggantun
Anna kembali ditugaskan dibagian pakaian wanita. Dia berdiri di dekat kasir sembari menunggu pelanggan berbelanja. Lelah? Iya. Tapi dia sudah terbiasa karena pekerjaannya memang tidak pernah duduk. Terkadang dia harus berlari kesana kemari, belum lagi naik turun tangga. “Permisi,” seorang pelanggan menepuk pundak Anna dari belakang. Anna berbalik dan mendapati seorang gadis yang seumuran dengannya tengah tersenyum manja. “Ada yang bisa saya bantu?” Anna menawarkan diri dengan ramah – lebih tepatnya berpura-pura ramah. “Nanti malam, kita ada reunian. Aku harap kau bisa datang,” pinta Olive. “Banyak dari yang lain menanyakan kabarmu karena aku bilang bertemu denganmu kemarin, jadi mereka meminta agar kau datang,” Anna menghela napas. “Aku tak bisa. Kau tak lihat aku sibuk untuk menghasilkan uang?” kata Anna kembali berbalik badan membelakangi Olive. “Aku sudah mengirimkan alamatnya. Pastikan saja kalau kau datang. Aku dengar Zeno juga datang,” bisik O
Semua mata masih tertuju pada pria bertubuh tinggi dengan mata sipitnya itu. Sontak Anna langsung berdiri dari kursi, membiarkan Eden terus menggenggam tangannya. Matanya melotot pada Eden menuntut sebuah jawaban. Seingatnya dia tak pernah menyebutkan tempat pertemuan reuninya saat berbicara ditelfon tadi. Tapi bagaimana pria itu bisa menemukannya di sana? Pada waktu yang tepat pula. “Apa aku terlambat, sayang?” tanya Eden pelan. “Ti-tidak juga, tapi bagaimana kau bisa ada di sini?” “Astaga!” Telunjuk Eden merapikan ujung poni Anna ke belakang telinga yang membuat Anna langsung menutup mata untuk sepersekian detik. “Kau lupa kalau memintaku pergi bersama tapi malah pergi sendirian lebih dulu?” Eden melemparkan tawa pelan yang terkesan agak dipaksakan. “Aku?” Anna balik bertanya dengan suara yang dikecilkan, telunjuk Anna terangkat menunjuk dirinya. “Kau kekasih Anna?” Olive bertanya memecah pusat perhatian semua orang. Termas
Pukul sembilan pagi. “Kau tidak sarapan dulu?” ajak Sherin dari meja mini bar di dapur. Dia tengah menyantap roti bakar sambil melihat Anna yang sibuk sedari tadi. “Tidak usah, ini salahmu! Aku tidak punya waktu untuk sarapan karena kau tidak membangunkanku,” rengek Anna karena dia sudah terlambat. Huft. Dia kesulitan memakai sepatu sneakers yang akan dia pakai untuk berlari setelah ini. “Kenapa menjadi salahku? Tentu salahmu, kau sendiri yang tidak meninggalkan pesan padaku sebelum tidur,” balas Sherin sewot. Dia tak terima disalahkan begitu saja. “Lagi pula tingkahmu memang sudah aneh sejak semalam. Jadi wajar saja kau terlambat pagi ini,” “Ah, sudahlah. Aku berangkat dulu,” ucap Anna langsung meluncur keluar dari apartement mereka. Secepat kilat dia berlari. Terpaksa kali ini menggunakan taksi untuk menghemat waktu. Lebih baik daripada dia harus kehilangan pekerjaan. Anna memijat-mijat kakinya di ruang ganti ketika jam istirahat. Har
Anna tampil cantik mengenakan dress sebatis berwarna kuning. Dia menunjukkan beberapa pose andalannya. Tapi…. “Ganti,” kata Eden singkat. Dia duduk di sofa empuk sembari menunggu Anna keluar dari ruang ganti. Dia memberi isyarat pada pelayan toko untuk memberikan sepasang baju lain. Anna memanyunkan bibir. Padahal dia cukup suka dengan dress yang melekat di badannya kini. Dia kembali memasuki ruang ganti di belakang. Tidak lama. Tirai ruang ganti kembali dibuka. Anna keluar dengan blouse berwarna pastel cerah dengan rok kembang. Dia kembali berpose sambil tersenyum. Tetapi Eden tampak tak suka. “Ganti,” katanya lagi. Raut wajah Anna berubah datar dan berjalan kembali memasuki ruang ganti sambil menghentakkan kaki. Ini sudah pakaian yang ke-tujuh. Dia tak mengerti dengan selera Eden. Dia bilang ingin membantu Anna balas dendam. Tapi sepertinya Edenlah yang balas dendam padanya. Terlepas dari apapun salahnya.Kali ini Anna keluar dengan balutan terusan sebatis be
Siapa yang bisa melupakan cinta pertama mereka? Sebuah perasaan nano-nano masa remaja yang masih membekas di hati. Banyak orang yang mengatakan jika seseorang tak akan pernah berhasil dengan cinta pertama mereka. Tapi tiada yang tahu isi hati. Siapa yang bisa menjamin hal itu?Anna memutar kepala mencari sumber suara yang baru saja memanggilnya. Di dapati seorang pria tengah berjalan ke arahnya, semakin dekat.“Sungguh semesta tampaknya mendukung, cinta pertamamu ada di sini,” bisik Eden pelan tepat sebelum Eden tiba tepat di depan mereka.“Hei! Apa yang kau lakukan di sini?” Anna berbasa-basi. Mengabaikan ocehan Eden barusan.“Ya, tentu saja menghadiri pesta pernikahan,” jawab Zeno diiringi ketawa hambar.Anna mengutuk dirinya untuk menanyakan hal bodoh yang sudah jelas-jelas jawabanya. Sementara itu, diam-diam saat itu, Eden meraih dan menggenggam tangan Anna. Mode kekasihnya baru saja diaktifkan secara otomatis yang berhasil membuat perhatian Zenno tersita. Anna sedikit
Pupil Anna membesar. Jangan bilang kalau Zeno akan mengungkit cerita masa lalunya.“Zeno!” potong Anna dengan cepat. Masalah itu tak perlu di bahas di sana.“Hutang apa? Seingatku kau tak pernah berhutang padaku,” kata Anna berpura-pura.Pria yang disebut namanya itu seketika terdiam. Keningnya terlipat melihat sikap Anna yang tiba-tiba menjadi panik. “Sepertinya itu hutang yang besar, ya? Sampai kau menjadi panik begitu?” bisik Eden pelan sambil mencongkankan wajahnya ke balik telinga Anna. Anna hanya bisa memberi isyarat melalui sorot mata. Tak ingin ucapannya ikut terdengar oleh Zeno.“Sepertinya kami sudah selesai menikmati hidangannya, kalau begitu kami pergi dulu ya,” Anna bangkit lebih dulu. Dia ikut menarik lengan Eden agar ikut bangkit dengannya. Anna mengirim isyarat melalui mata pada Eden. Kemudian dia beralih menatap Zeno. “Aku akan menelfonmu nanti,” kata Anna sambil menempelkan sebelah tangan di telinga. Lalu dia menarik lengan Eden segera keluar
Anna merapikan beberapa baju di rak sambil berjalan mengelilingi toko yang ramai dengan pelanggan. Kemudian dia kembali berdiri di dekat ruang ganti. “Siapa gadis yang bernama Anna?” teriak salah seorang wanita yang berdiri sambil berkacak pinggang di pintu masuk toko. Dia cantik, dengan rambut blonde bergelombang. Gayanya sangat anggun mengenakan dress dan heels. Begitu pula suaranya yang keras. Suaranya memenuhi langit-langit hingga mengundang perhatian seisi pelanggan bahkan setiap orang yang lewat.Anna terbelalak ketika namanya disebut. Dia langsung menghampiri wanita itu dengan wajah bingung. Namun wanita itu menatap Anna dengan garang. Seperti Anna telah mencuri sesuatu darinya.“Oooo jadi kau gadis yang selingkuh dengan suami saya, iya?” kata wanita itu lagi dengan suara lantang. Mulai terdengar riuh di sekelilingnya. Ada pula yang menatap jijik pada Anna.“Maaf bu, saya tidak mengerti dengan apa yang ibu bicarakan,” balas Anna masih berusaha tenang. Sesekali melih