Bel tanda istirahat kedua berbunyi. Darren terlihat sibuk memasukan bukunya ke tas. Rendy buru-buru menghampirinya.
"Makan yuk! Gue laper," ajak Rendy manja.
"Sejak kapan gue akrab sama lo?" tanya Darren sarkas.
"Sejak lo bantu gendong gue pas gue pingsan di dapur rumah lo. Daffa cerita sama gue kalau lo ngegendong gue ala tuan puteri gitu," kata Rendy semangat. Matanya mengedip-ngedip. "Aih, malunya..."
Darren mendengus jijik.
"Kak Daffa..."
Baru saja Darren berniat keluar dari kelasnya, ada suara cewek yang memanggilnya.
"Siapa namanya? Lupa gue," bisik Darren pada Rendy sambil melihat cewek yang memanggilnya.
"Mikaela."
Ah, ya, Mika.
Darren memasukan kedua tangannya di saku celana. "Ada apa?"
"Elah, pake nanya lagi. Biasalah. Mika dateng untuk nganter makan siang buat lo." Rendy menyenggol lengan Darren untuk mengingatkannya.
Mikaela tersipu. "Ini, Kak," katanya sambil memberikan kotak nasi.
"Makasih. Kotak bekal yang kemarin udah bersih. Tuh, ada di laci gue, bisa ambil sendiri 'kan?"
Darren mengambil kotak nasi itu dan beranjak meninggalkan Mika.
"Oke, Kak, makan yang banyak ya!" teriak mikaela sebelum Darren menghilang di balik pintu di ikuti Rendy.
.
"Buat lo," kata Darren; menaruh kotak nasi tepat di depan Rendy ketika mereka sampai di kantin.
"Serius nih?"
"Iyalah. Cewek bawel itu ngasih gue makanan yang sama dengan yang dia kasih ke anak-anak jalanan. Mendingan gue pesen bakso aja."
Rendy tersenyum tipis. "Kenapa? Anak jalanan itu juga manusia sama kaya kita 'kan?"
"Gue nggak bilang mereka bukan manusia."
"Lalu?" Rendy mulai membuka kotak nasinya. Bagai oasis di padang pasir, Rendy menganga takjub melihat isi menu di dalamnya.
Ada ayam goreng, bakmi goreng, capcay bakso, plus buah jeruk.
"Mikaela emang hebat," pujinya.
Darren melirik isi kotak bekal itu, lalu mendengus.
"Ya, hebat banget. Tiap hari rela ke restoran beli bekal buat makan siang Daffa," sindir Darren.
"Lo salah. Semua ini masakannya si Mika."
"Kok lo tau? Lo bantuin dia masak?"
Rendy terkekeh. "Siska yang cerita ke gue. Fyi, Siska itu sahabat Mika dan tetangga gue."
"Oh."
Rendy memutar bola mata, dia bertanya-tanya kenapa Darren begitu sinis terhadap apapun yang ada pada Mika.
"Jadi lo beneran nggak mau nih?" tanya Rendy kemudian.
Darren tidak menjawab. Pesanan baksonya keburu diantar oleh pelayan kantin. Dan Rendy tahu artinya itu; bekal dari Mika si cewek populer bakal masuk lagi ke perutnya.
Sungguh keberkahan yang hakiki.
Rendy bahkan bersumpah, kalau Darren pasti akan menyesal tidak mencoba masakan buatan Mika yang enak ini.
"Mungkin sekali-kali lo harus nyoba masakan Mika. Enak banget kok. Serius."
Darren tidak tertarik mencoba. Kalaupun hanya untuk membuktikan makanan itu enak. Buat apa? Masakan ibunya juga enak, tapi dia merasa tidak butuh juga terlalu berlebihan menanggapinya.
Yah, tipikal Darren.
.
Family Hospital, Singapore
Monitor EKG masih bergeming dengan detak jantung konstan. Daffa merasa dia mendengar suara itu selayaknya jantung yang masih berdetak. Dia hidup. Dia merasakan gelap, meski dengan rasa sakit yang masih tinggal dan kentara di sana.
Seseorang menggenggam tangannya. Dan rasanya begitu asing. Bukan tangan ayah atau ibunya. Siapa? Teksturnya lembut dan terasa agak dingin. Daffa ingin sekali lagi mencoba membuka matanya yang berat seumpama tertempel lem.
Tidak bisa.
Segala sesuatu dalam kepalanya buram dan tak fokus. Ada yang berpusar, ada samar isak tangis, ada gumaman kecil; tapi... Daffa tidak bisa mendengarnya dengan jelas.
Barangkali Daffa ingin berteriak, namun suara yang dihasilkan hanya nol. Seberapa kuat dia berteriak karena sakit di dadanya; dia tahu, dia lemah. Jantung sialan yang selalu menyekap ruang geraknya ini, apa bisa dia musnahkan saja? Kalau dengan begitu dia bisa meneruskan hidup normal seperti laki-laki kebanyakan; mencintai wanita yang dia cintai...
Dan, ya, Mikaela...
Daffa mengingatnya meski kabut. Cewek terlampau ceria yang selalu mengikutinya kemanapun. Cewek yang seperti tidak punya rasa menyerah untuk menyatakan cintanya pada Daffa.
Bagaimana kabarnya? Apa Mika bertanya-tanya tentang kepergiannya? Apa Mika merasa sedih karena tahu bahwa Daffa yang disukainya ternyata hanya laki-laki lemah?
Daffa ingin berkata jujur, dia sadar bahwa ternyata dia mulai menyukai Mika. Jika dia diberikan kesempatan, Daffa ingin menyatakan perasaannya tanpa beban lagi. Tanpa rasa sakit yang bodoh ini. Daffa tahu bahwa karena riwayat sakit yang dimiliknya membuatnya tidak bisa mengatakan yang sebenarnya dan berusaha untuk mengabaikan gadis itu.
Tapi, rasa nikmat masakan Mika masih terasa di lidahnya.
Daffa rindu Mika, dia rindu anak-anak jalanan yang sering mereka temui di taman kota. Anak-anak yang juga punya tempat khusus di hatinya.
Kalau dalam gelap ini Daffa diijinkan bertemu dengan Tuhan, dia ingin meminta satu hal;
Daffa ingin bertemu dengan Mika, dan menjadikan Mika orang yang selalu berada di sampingnya.
Dan saat itu pula Daffa merasakan genggaman tangannya menguat. Monitor di dekatnya berbunyi dengan begitu datar. Rasa sakit yang menderanya menusuk berkali-kali lipat menyakitkan. Dia sulit bernapas, dan ruang gelap meraihnya secepat mungkin.
.
Mika menggulung rambutnya ke atas dan mengikatnya asal. Dia tengah bersiap-siap mengajar anak didiknya yang rata-rata berumur 8-11 tahun yang berada dekat taman kota.
Sudah cukup lama Mika melakukan kegiatan ini; mengajar anak-anak jalanan yang putus sekolah di rerumputan taman pinggir kota. Mika memilih tempat itu bukan karena ingin berhemat, tetapi karena tempat ini cukup nyaman.
Udara yang sejuk, rerumputan yang hijau, jauh dari bising kendaraan kota, tidak ada polusi dan yang penting adalah ketenangan.
Pernah sang ayah menawarinya untuk membangun sebuah tempat khusus belajar, tetapi Mika menolaknya.
Dia punya alasan. Dia lebih suka mengajarkan anak-anak untuk bersatu dengan alam. Lagipula mereka tidak butuh fasilitas yang berlebihan selain alat belajar yang lengkap. Udara bersih dan taman bermain lengkap juga cukup menyenangkan.
Biasanya ketika anak-anak telah selesai belajar, mereka langsung berhamburan ke arena permainan untuk bermain wahana yang mereka sukai. Ada ayunan, jungkat jungkit, perosotan dan masih banyak yang lainnya. Mika benar-benar harus berterima kasih kepada pemerintah karena telah membangun taman ini.
Awalnya Mika membagikan buku-buku pelajaran sesuai dengan umur mereka. Dengan modal perkiraan. Mika tahu, sebenarnya sang ayah bisa saja menyekolahkan mereka semua, tapi dia merasa tidak akan adil dengan anak lain di luar sana yang tidak punya kesempatan untuk sekolah.
Baginya mengajari anak-anak itu sendirian sama sekali bukan ide yang buruk. Setidaknya ada Daffa yang pernah membantunya mengajar sesekali. Walau hanya beberapa kali, Mika sudah merasa sangat senang. Lagipula anak-anak didiknya juga menyukai Daffa. Malah tempo lalu mereka pernah melihat Daffa datang mencari mereka ketika Mika tidak ada.
Ah... Mika memang patut menyukai cowok seperti Daffa.
"Apa kalian sudah lelah?" tanya Mika pada anak-anak setelah satu jam mengajar.
"Sudah, Kaaaaaak," jawab mereka serentak dengan wajah yang polos.
Mika tersenyum geli. "Ya sudah, kalau begitu kalian boleh istirahat. Ingat ya, hanya 15 menit. Abis itu kalian harus kembali kesini, karena setelah selesai belajar kakak punya camilan untuk kalian."
"Asyiiiiik."
Mereka bersorak gembira. Dan itu cukup untuk membuat Mika sangat bahagia.
Mereka berlari berhamburan ke arah arena bermain, memerebutkan berbagai mainan yang mereka inginkan. Mika hanya memperhatikan mereka dengan tersenyum lalu melanjutkan pekerjaannya mengoreksi hasil belajar mereka.
"Kakak... Kakak..."
Tiba-tiba seorang murid dengan beberapa temannya memanggilnya dengan riang.
"Hm?" Mika menjawab dengan gumaman masih sibuk memeriksa hasil belajar mereka.
"Lihat, Kak, siapa yang kami bawa!"
Mika menengok ke arah mereka dan terkejut. "Kak Daffa?"
Darren, yang merasa terpanggil dengan nama samarannya, hanya berdiri kikuk. Tiba-tiba merasa risih luar biasa. Oh, God, kenapa dia harus diseret kemari? Setelah sebelumnya diteriaki anak-anak kumuh yang entah kenapa bisa sok kenal dengannya dan memanggilnya dengan sebutan; "Kak Daffa".
Apakah dia tidak bisa lebih sial dari hari ini?
Darren tidak ingat kalau ibunya pernah melahirkan anak-anak ini dan membuangnya karena malu mempunyai banyak anak.
Lebih parahnya lagi mereka menariknya beramai-ramai ke area kecil yang seperti disulap sebagai tempat belajar.
Apa Daffa mengenal mereka?
Dan, Darren lupa...
Oh, shit. Yes, she is Mikaela!
Darren memutar bola matanya malas. Dia bertanya-tanya apa mereka berjodoh sampai bertemu dengan cewek itu di sini? Atau apakah ini sebuah kesialan karena berwajah mirip Daffa? Dan catat, hari ini untuk pertama kalinya Darren menyesal menjadi kembaran Daffa.
"Kakak kok di sini?" tanya Mika denga sumringah.
Ini tempat umum bodoh. Memangnya cuma lo yang boleh ke sini? gumam Darren, tapi dia tidak mengatakan itu secara langsung. "Gue lagi jogging di sekitar sini."
Darren tidak berbohong, dia memang sedang berolahraga sore itu. Lari santai adalah alternatif yang bisa dia dapatkan supaya tidak terlalu melelahkan. Saat setuju dengan ide itu, dia memang segera pergi ke taman kota. Di tempat ini beberapa orang sering melakukan hal yang sama. Lagipula jarak dari rumah ke tempat itu cukup dekat.
Tapi, kalau tahu Mika sering datang ke sini Darren bersumpah tidak akan mau datang ke sini lagi.
"Duduk sini, Kak." Mika menepuk-nepuk rumput hijau di sampingnya.
Darren tidak menurutinya. Dia hanya memilih duduk di tempat dimana dia berdiri. Karena sudah terlanjur basah, Darren bermaksud untuk melihat apa yang cewek itu lakukan di sini dan apa hubungan anak-anak ini dengan Daffa.
Apa benar Daffa itu adalah kakaknya?
Darren bergidik.
"Ayo, kumpul lagi sini. Panggil yang lain juga," pinta Mika kepada anak-anak itu.
Mereka semua langsung berlari mengerubungi Mika dan berebut ingin duduk berdekatan dengannya.
"Kakak akan kasih soal latihan lagi buat kalian. Kali ini waktunya 30 menit. Kalau ada yang tidak mengerti, boleh tanya sama kakak," katanya lagi.
Oh.. Sekarang terjawab sudah gelembung tanya di kepala Darren. Ternyata Mika adalah guru yang mengajar anak-anak jalanan ini. Pantas saja tempat ini disulap menjadi tempat belajar.
Tapi Darren tidak peduli juga sih. Toh, dia hanya ingin tahu apa hubungan Daffa dengan anak-anak ini.
"Kak Daffa?"
Tiba-tiba satu anak memanggil. Darren langsung menengok ke arahnya. Dan anak itu menatapnya dengan mata memohon.
"Darren!"
Deg.
Darren terkesiap. Jantungnya nyaris lompat karena Mika tiba-tiba berseru sambil memanggil namanya. Tapi bagaimana cewek ini tahu nama aslinya?
"Darren tanya ke kakak aja. Kak Daffa sedang tidak enak badan," ucap Mikaela lembut.
Sialan! Jadi anak kumuh ini juga bernama Darren? Hari ini aku mengutuk kenapa namaku harus Darren. Kenapa tidak Narji ? Parto atau Ian kasela?
Darren mengumpat dalam hati.
"Kenapa Kak Daffa beda banget? Kenapa nggak kaya biasanya? Kenapa nggak ngajak aku ngomong?" tanya anak yang bernama Darren itu dengan polosnya.
Tentu saja karena aku bukan Daffa! batinnya, Darren tersenyum kaku. "Kakak lagi tidak enak badan," katanya.
"Sudah, jangan ganggu kak Daffa dulu. Ayo, lanjutin lagi tugas kalian. Kalian mau dapat camilan 'kan?" Mikaela mencoba mengalihkan pembicaraan.
Ya Tuhan, harus berapa lama aku disini?
Darren menghela napas jengkel.
Apa dia harus menunggu mereka dan duduk diam seperti orang bodoh? Darren bahkan bisa merasakan bahwa Mika sejak tadi selalu mencuri pandang padanya. Ternyata cewek itu benar-benar sangat menyukai Daffa.
Duapuluh menit terasa satu abad bagi Darren. Apalagi dia hanya pasif menonton mereka belajar. Tiba-tiba dia melihat Mika mengeluarkan ponselnya dan tampak menelpon seseorang.
Tidak lama ada seorang lelaki paruh baya yang datang membawa kotak besar ke hadapan Mika. Dan cewek itu segera membuka kotak tersebut.
Ya, Tuhan! Darren menjerit dalam hati. Itu risoles, makanan kesukaan gue!
Serius. Kalau Darren tidak punya rasa malu dia pasti sudah menerjang kotak itu. Kenyataannya dia cuma bisa menahan karena tidak mungkin kalau cowok tampan sepertinya terlihat rakus di depan cewek dan anak-anak kumuh itu. Bisa-bisa dia dikira salah satu bagian dari mereka.
Mika dengan telaten membagikan satu persatu risoles super besar itu kepada anak-anak didiknya. Dan mereka mengambilnya dengan berebut seperti tidak pernah makan setahun.
Kruyuk.
Semua mata menoleh pada Darren.
Sial! Kenapa perut Darren yang sialan ini harus berbunyi sekarang? Oh, God, tolong siapapun tenggelamkan saja dirinya ke lumpur lapindo sekarang!
Mika tersenyum geli akan apa yang didengarnya barusan. Darren malu luar biasa. Bisa dipastikan sekarang wajahnya memerah bak kepiting rebus.
"Kak Daffa lapar, ya?" celetuk salah satu anak jalanan itu.
Saat itu juga Darren sekali mengikat anak bawel itu dengan rantai kapal, memasukannya ke karung lalu membuangnya ke kutub utara, berharap dia dimakan nying-nying amazon.
Pelan, Mika mendekati Darren. Tangannya menyodorkan beberapa risoles yang sukses membuat cowok itu menelan air liur.
"Ayo, Kak, dimakan," tawar Mikaela.
"Iya, Kak Daffa harus makan juga. Kue buatan kak Mika itu nggak ada duanya lho," kata anak yang tadi ingin Darren buang ke amazon. Oke, mungkin Darren akan urungkan niatnya melakukan itu sekarang.
"Oke, kalau kalian maksa."
Akhirnya Darren mengambil satu risoles itu dan melahapnya.
Oh, shit! Ini enak banget!!!
"Mau nambah, Kak?" tanya Mika sambil menyodorkan risolesnya lagi.
Darren berdeham. "No, thanks," tolaknya dengan gengsi di atas rata-rata.
Setelah selesai acara makan-makan yang membuat Darren menahan gengsi akhirnya dia pamit pulang.
Begitu dalam perjalanan Darren memutuskan untuk membeli satu kotak besar risoles yang dijual di toko kue pinggir jalan, sebagai ajang balas dendam.
Yah, Darren memang akan balas dendam. Sampai di rumah dia tidak akan menahan diri lagi dan menghabiskan risoles itu tak bersisa.
Dan saat itu Darren tiba-tiba teringat dengan kata-kata anak didik Mika yang memintanya untuk berkunjung lagi lusa sesuai jadwal belajar mereka. Oh, ayolah, mau jadwal lusa, minggu depan atau seabad kemudian, memangnya Darren sudi untuk berkunjung lagi?
Pagi harinya di kelas, Darren masih merasa heran kenapa risoles yang dia beli di toko kue kemarin tak seenak buatan Mika. Darren terus bertanya-tanya sejak kemarin, meskipun akhirnya risoles yang dia beli juga dilahap hingga tandas.Apa benar kata salah satu anak kumuh itu kalau kue buatan Mika selalu enak?Ah, mustahil. Cewek itu bahkan terlihat seperti cewek centil kebanyakan; yang lebih suka nyentrik di make up daripada panas-panasan di dapur. Bahkan dilihat dari kuku-kukunya yang terawat juga mustahil dia bisa memasak.Tapi meskipun Darren sudah meyakinkan dirinya kalau Mika tidak sehebat itu, rasa penasarannya tetap tidak terbayar. Apa dia harus menanyakan hal itu pada Mika sendiri?"Hoi, Darren! Iu muka serius amat. Lag
Malam itu Darren sedang menganggur. Tubuhnya merebah pada tumpukan bantal di ranjangnya sambil bertopang kaki. Untuk membunuh waktu, dia iseng membuka salah satu akun sosial medianya dan juga mengecek akun milik Zania. Ada satu postingan baru dari pacarnya itu yang membuatnya tersenyum kecut.Cepat sembuh, sayang. Aku kangen kamu.Dilemparnya ponsel itu hingga melesak ke bawah bantal. Rambut digusak asal. Setelah menahannya cukup lama, akhirnya rasa bersalah Darren terhadap Zania hampir tidak bisa terbendung lagi.Dia merasa sangat bersalah karena telah membohongi gadis sebaik Zania. Dia juga sangat merindukan pacar kesayangannya itu. Tapi dia tidak tahu apa yang harus dilakukan.Sesungguhnya Darren ingin ber
"Lo udah siap?" tanya Rendy di seberang telpon pada Darren."Ya.""Oke, gue jemput 20 menit lagi ya, soalnya supir gue lagi buang hajat.""Oke."Malam ini Darren dan Rendy akan berangkat ke Singapura menjenguk Daffa sesuai rencana mereka. Sabtu malam berangkat, Minggu malam pulang.Darren menaruh tas ransel berisi 2 T-shirt dan celana serta beberapa keperluan lainnya di sofa kemudian menjatuhkan diri di sampingnya. Setelah menelpon orang tuanya dan mengabarkan bahwa Darren akan berkunjung bersama Rendy kesana, Darren merasa bingung.Ibunya mengatakan bahwa Zania datang setiap hari ke rumah sakit untuk menu
Keesokan harinya Darren dan Rendy sudah berada di sekolah lagi."Gila! Gue jetlag nih kayanya," keluh Rendy.Darren tidak menanggapi dan sibuk mengeluarkan buku-bukunya."Harusnya gue nggak usah masuk sekolah hari ini, gue ngantuk berat. God gue butuh vitamin," Rendy mengumpat. "Gue pengen ke lapangan rasanya Secara kalau gue maen basket bakalan ada dedek-dedek gemes yang ngelihatin gue sambil teriak-teriak manja. Kyaa kak Rendy keren, kak Rendy ganteng, kak Rendy hot, kak Ren--"Darren menutup mulut Rendy dengan kertas. Entah cewek seperti apa yang bisa mengidolakannya."Bah, jahatnya!""Telinga gue budeg dengerin
"Kenapa, Ma?"Darren sedang mempersiapkan bukunya ke dalam tas sambil mengangkat telpon dari Ibunya."Temen Mama baru pindah ke Jakarta, dan anaknya baru masuk ke sekolah Daffa.""Jadi?""Mama minta tolong sama kamu, untuk temenin dia. Soalnya Mama nggak enak, Ibunya udah minta tolong ke Mama. Dia belum punya temen di Jakarta.""Oke, Ma.""Jangan lupa, ya. Tante Rina itu udah baik sama kita. Jadi Mama harap kamu bisa baik-baik ya sama anaknya Tante Rina.""Iya, Ma."Darren menenteng tas ranselnya dan men
Sebuah tepukan kecil di bahu mengagetkan Mika yang sedang berjalan ke kelasnya. Ia menengok, dilihatnya Michelle, si gadis setengah bule sudah berada di belakangnya sambil tersenyum manis."Pagi, Kak Mika.""Pagi," jawab Mika malas-malasan."Kak, kok ngelamun aja, mikirin apa sih?"Nih anak sok akrab banget."Nggak ngelamun kok, perasaan lo aja kali.""Kelas kakak dimana?"Mika menunjuk kelas yang berderet paling ujung di samping pohon beringin yang rindang."Kakak pacarnya Kak Daffa ya?"
Sejak kejadian di perpustakaan rasa kesal Mika menguap hilang entah kemana. Tetapi ucapan manis Daffa itu hanyalah ucapan manis belaka. Mungkin hanya untuk membuatnya senang. Buktinya sampai sekarang Daffa sama sekali tidak pernah memberitahukan keinginannya. Terhitung sudah beberapa hari semenjak Daffa mengatakan bahwa dirinya akan bilang ke Mika kalau ingin makan masakannya. Kenyataannya Mika-lah yang selalu mengirim pesan duluan untuk menanyakan apakah Daffa ingin dibawakan bekal atau tidak.Dan tidak.Sampai hari ini Mika tidak pernah membawakan Daffa bekal lagi.Mika memandang ke arah lapangan basket yang tidak jauh darinya. Sekarang dia, Siska, dan Michelle sedang duduk di bangku bawah pohon beringin samping kelasnya sambil melihat Daffa dan Rendy yang sedang melatih junior-junio
Besoknya Mika memutuskan untuk langsung ke kelas Daffa setelah bel Istirahat pertama berbunyi sebelum Daffa menghilang dari kelas. Mika lupa men-charge ponselnya semalam. Alhasil ponselnya mati dan tidak bisa mengirimi Daffa pesan.Panggilan Siska tidak dihiraukannya. Dia sudah menyiapkan kue sendiri untuk Siska tadi di tasnya. Tapi sebelumnya dia ingin memberikan kuenya untuk Daffa.Begitu sampai di kelas Mika menghentikan langkahnya melihat Michelle yang sudah duduk manis di samping Daffa sambil memegang buku dan alat tulis."Hei, Mika, kok nggak masuk?" Rendy muncul dari belakang Mika dan mendorongnya pelan untuk masuk ke kelas.Mika tersadar dan jalan beriringan dengan Rendy menuju bangku mereka.
7 years later..."Hi Darren, long time no see.""I'm very busy, Mr. Leo." Darren menjabat uluran tangan salah satu teman berbisnisnya itu."I know, ngomong-ngomong, selamat atas pertunanganmu dengan Dr. Caroline.""Thanks.""Dia sangat cantik.. dan sexy." bisik Mr. Leo sambil mengedipkan sebelah matanya genit."I agree with you. Aku sangat beruntung bukan?""Yes, you are. Dia adalah perempuan yang sangat dewasa dan pintar." puji Mr. Leo. "Oh, iya, silahkan duduk dulu. Kau mau minum apa?"
"Non Mika, makan dulu.""Nggak mau bi, bi Salma aja yang makan. Tadi saya udah makan.""Tapi non belum makan siang tadi.""Kita harus hemat bi, kita udah nggak punya apa-apa lagi." ucap Mikaela parau kembali memandangi sekeliling rumah megah yang akan segera ia tinggalkan. Rumah itu bukan haknya lagi. "Jadi kapan kita harus ninggalin rumah ini bi?""Kata pak Danu, kita cuma diberi waktu satu Minggu buat ngosongin rumah ini non."Memejamkan matanya, Mikaela berusaha kuat menghadapi semua hal buruk yang menimpanya. "Bi...saya bakal kasih separuh asuransi saya untuk bi Salma sama pak Tarjo. Bi Salma bisa bikin usaha kue di kampung bibi."
Sudah dua hari berlalu sejak ayah Mikaela meninggalkan dirinya seorang diri di dunia ini. Gadis itu mengurung diri dikamar selama itu tanpa mau makan dan minum kecuali ketika bi Salma menangis tersedu-sedu memohon agar Mikaela makan. Tiwi dan Siska setiap harinya datang ke rumah Mikaela sepulang sekolah untuk menghibur gadis malang itu."Mika, makan dulu yuk." Siska membawakan makan siang untuk Mikaela masih dengan memakai seragam sekolahnya."Tiwi udah bawain roti.""Iya, tapi kan Lo makan roti dikit banget, Lo kan orang Indo, makannya kudu nasi." sanggah Tiwi menerima piring yang disodorkan Siska.Siska dan Tiwi ikut duduk di ranjang Mikaela, duduk berdekatan dengan Mikaela yang sedang memeluk lututnya erat. Mata Mikaela sembab mena
Singapura, 18:07 PM"Kami sudah pindahkan Daffa ke ruang ICU, kalian sudah bisa tenang sekarang, kondisinya sudah sangat stabil, saya harap kondisinya besok sudah lebih membaik."Terlihat Dr. Matt beserta timnya yang dulu pernah merawat Daffa sedang memberikan keterangan pada Brata. Darren dan Ema hanya bisa menyimak apa yang dokter itu katakan."Terima kasih dok." Wajah Brata berangsur tenang setelah tegang beberapa saat."Tuan tenang saja, saya dan tim saya akan berusaha sebaik mungkin untuk anak anda." lanjutnya dengan bahasa Inggris yang sudah bercampur dengan Melayu itu.Darren berdecak. Semua dokter selalu mengatakan hal yang sama. Tapi mau bag
Bagai tersambar petir disiang bolong, Mikaela tidak percaya apa yang baru saja Darren katakan padanya. Darren memintanya untuk menerima Daffa."Ma..maksud kakak?""Maksud gue cukup jelas Mika. Ikut gue ke rumah sakit sekarang. Bilang sama Daffa kalau Lo juga cinta sama dia.""Aku nggak cinta sama dia kak.""Belajar buat cinta lagi sama dia."Plak.Satu tamparan keras mendarat tepat di pipi Darren. Mikaela sangat marah, tega sekali Darren mengatakan hal itu padanya."Kakak pikir hati aku ini apa?""...."
Begitu Darren berlari meninggalkan Mikaela dan mengendarai mobilnya dengan asal, cewek itu langsung berpamitan kepada anak-anak didiknya dan menyetop taksi untuk mengikuti Darren.Dia juga merasa cemas dengan keadaan Daffa, apalagi Darren terlihat kacau dan ketakutan setelah mendapat telpon dari ibunya.Ternyata Darren pergi ke salah satu rumah sakit terbesar di Jakarta, Mikaela yakin Daffa dilarikan ke rumah sakit itu.Mikaela tidak bisa menyamai langkah Darren yang berlalu dengan cepat. Dia hanya mengetahui jika Darren pergi ke ruang IGD dan Mikaela tidak dapat sembarangan masuk ke dalam. Jadi dia putuskan untuk menunggu Darren di lorong.Dengan sangat cemas Mikaela menunggu, sudah kurang lebih 30 menit bolak balik ia melihat jarum
Hari Minggu yang cerah, secerah hati Mikaela. Hari ini ia sudah membuat janji dengan Darren untuk pergi bersama. Walaupun Mikaela harus merengek-rengek sebelumnya agar Darren bersedia pergi kencan dengannya.Tidak masalah, yang penting hati Mikaela senang karena akhirnya Darren meng-iya-kan permintaan Mikaela.Cewek itu sudah menge-roll rambutnya sejak malam dan berdandan secantik mungkin. Dia menunggu Darren di ruang tengah bersama ayahnya. Dua hari ini ayah Mikaela tidak bekerja, dia seharian menemani Mikaela di rumah dan itu menambah kebahagiaan Mikaela."Pa, papa kerja lusa ya?""Iya, papa mau ke Bandung." Ayah Mika sedang membaca koran sambil menyeruput kopi panasnya."Hmmmm...
Begitu membaca pesan dari Daffa, Mikaela langsung berlari keluar tanpa menggunakan jaket dengan rambut yang masih setengah basah. Ia memakai baju tidur lengan pendek yang membuat kulitnya tertembus dinginnya angin malam."Masuk ke dalem aja kak, di luar dingin banget." Ajak Mikaela sambil mengusap-usap lengannya setelah melihat Daffa yang sepertinya juga ikut kedinginan."Disini aja, aku cuma sebentar." Jawab Daffa menatap Mikaela lekat sambil tersenyum.Hawa tajam seperti es semakin menusuk-nusuk kulit, Mikaela merasakan sesuatu yang aneh pada Daffa. Tatapan cowok itu berbeda dari biasanya. Tatapan yang sangat terluka.Daffa tidak mau membuang banyak waktu, dia harus mengatakannya sekarang juga.
"I miss you so bad, I'm not lying."Mikaela tertegun dengan apa yang Darren lakukan. Cowok itu dengan lembut mengatakan bahwa ia merindukan Mikaela, ditelinganya.Bulu kuduk Mikaela meremang, seperti ada perasaan yang meluap-luap dalam dadanya, apalagi tangan Darren sedang memeluknya dari belakang. Mikaela tidak dapat bersikap dengan normal."Do you miss me?" tanya Darren, masih dengan posisi yang sama.Mikaela menelan ludah, sangat susah baginya menjawab pertanyaan Darren ketika dalam posisi saat ini. Ia hanya bisa mengangguk-anggukan kepalanya, sudah tidak dapat berkonsentrasi menyuci piring lagi. Ia taruh piring itu di wastafel, tangannya masih penuh dengan buih-buih busa sabun cuci piring.