"Kenapa, Ma?"
Darren sedang mempersiapkan bukunya ke dalam tas sambil mengangkat telpon dari Ibunya.
"Temen Mama baru pindah ke Jakarta, dan anaknya baru masuk ke sekolah Daffa."
"Jadi?"
"Mama minta tolong sama kamu, untuk temenin dia. Soalnya Mama nggak enak, Ibunya udah minta tolong ke Mama. Dia belum punya temen di Jakarta."
"Oke, Ma."
"Jangan lupa, ya. Tante Rina itu udah baik sama kita. Jadi Mama harap kamu bisa baik-baik ya sama anaknya Tante Rina."
"Iya, Ma."
Darren menenteng tas ranselnya dan mengambil kunci mobil setelah menutup telpon. Menaruh tas itu di bangku penumpang dan duduk di belakang kemudi. Melesatkan mobilnya ke jalanan yang masih sedikit renggang, belum memasuki kawasan macet.
Lagi. Darren melihat Mikaela dengan anak-anak jalanan di emperan toko pinggir jalan yang sedikit macet yang dekat dengan sekolahnya.
Mika masih terlihat sama dengan pertama kali Darren melihatnya di jalan. Dia sedang membagi-bagikan makanan pada anak-anak itu. Dia itu sekaya apa sih? Darren memperhatikan sambil mengendarai mobilnya pelan, mengawasi cewek bermata hazel itu melalui spion mobil sampai tidak terlihat lagi.
Sesampainya di sekolah seperti biasa Rendy langsung menempel-nempel padanya seperti lem sol sepatu.
"Pagi, cinta," sapanya.
Darren hanya melotot mengabaikannya.
"Kok cuek sih, say, padahal kemarin kita 'kan udah liburan bareng berdua." Rendy merangkul pundak Darren yang sedikit lebih tinggi darinya.
Darren melepas rangkulan Rendy, dan menunjuk belakangnya dengan dagu. Di sana sudah ada beberapa cewek yang berjalan mendatangi Rendy.
"Pagi, Rendy," sapa cewek itu pada Rendy dan beralih memandang Darren sambil tersenyum manis. "Pagi, Daffa."
Cewek lainnya ikut berebut menyapa Darren.
"Ya," ucap Darren sambil berlalu meninggalkan mereka.
"Aahh... denger tuh dia jawab sapaan gue," suara salah satu cewek yang masih bisa Darren dengar.
"Ih, sama gue."
"Sama gue kali."
Darren berdecak melihat tingkah cewek-cewek itu yang sekarang lebih mirip dengan Mikaela.
"Hai, Kak Darren."
Darren refleks menengok mendengar nama aslinya dipanggil lembut seorang cewek.
Cewek itu tersenyum lebar ke arah Darren. Cewek yang memiliki wajah tirus blasteran, dengan rambut yang kemerah-merahan dan tubuh yang cukup tinggi itu menjulurkan tangan ke arahnya.
"Michelle," kata cewek itu.
"Siapa?"
"Anak Tante Rina"
"Oh," Darren membalas uluran tangan cewek yang bernama Michelle itu.
"Nice to know you, Darren"
"Don't call me Darren here."
Michelle hanya tersenyum. "Okay. Tante Ema udah cerita sama aku tentang kak Daffa. I'm sorry to hear that."
"Bagus deh." Darren mengedikan bahu kembali berjalan ke kelasnya.
"Aku cukup kenal sama kak Daffa, walau cuma sebentar tapi aku tau Kak Daffa itu orangnya baik banget."
"Yes, he is."
"Emm, oh iya Kak Darr--"
"Daffa," potong Darren cepat.
"Iya, Kak Daffa. Get well soon for him yaa."
"Thanks."
"Duileh... fans baru ya?" Rendy datang menyambar bagai petir. Kapten basket itu mendekatkan kepalanya pada Darren. "Cantik amat. Siapa, ya? Kok gue baru lihat," bisiknya.
"Kenalan sendiri bisa 'kan?"
Rendy nyengir, Michelle tertawa kemudian mengulurkan tangannya pada Rendy untuk berkenalan. Dengan hati riang gembira Rendy menyambutnya.
.
Mika celingukan mencari Daffa. Sejak kemarin pesannya kepada Daffa tidak mendapat balasan sama sekali. Bahkan tadi pagi dirinya mengirim pesan ke Daffa untuk datang ke taman seperti biasanya, untuk makan siang, tapi Daffa tidak datang sama sekali.
"Ya ampun 5 menit lagi masuk, tapi kak Daffa nggak dateng-dateng." Mika gelisah sambil terus menerus melihat ke arah arlojinya.
Mika putuskan untuk menelpon Daffa.
"Nomer yang Anda tuju sedang tidak aktif..."
Mika langsung mematikannya begitu mendengar suara wanita yang mengangkat telponnya. "Kemana sih kak Daffa?"
"Mik... Mikaa!"
Siska menghampiri Mika di bangku taman.
"Lo ngapain deh disini?" tanya Siska.
"Lo nggak lihat nih?" Mika menunjuk kotak bekalnya.
"Nah itu yang mau gue omongin. Lo ngapain di sini? Kak Daffa lo lagi asik tuh makan di kantin sama Rendy."
"Yang bener?"
"Iya, makanya gue nyariin lo, karena gue tau lo pasti nungguin cowok nggak jelas itu di sini."
"Nggak jelas?" Mika melotot.
"Maksud gue nggak jelas perasaannya sama lo." Siska terkekeh.
"Kita samperin, yuk!" ajak Mikaela.
"Eh, eh, tunggu. Dia sama cewek juga."
"What?"
"Iya, gue nggak tau siapa, mungkin anak kelas satu kali ya? Anaknya cantik, mukanya bule banget."
Mika setengah berlari meninggalkan Siska. Bisa mati penasaran dia kalau tidak langsung melihat siapa cewek yang makan bareng Daffa yang diceritakan Siska tadi.
"Mika, tungguin!" teriak Siska mengejar Mika.
Ternyata benar kata Siska, mereka duduk bertiga di salah satu meja kantin, Rendy terlihat tertawa dengan cewek itu. Sedangkan Daffa hanya diam sambil memakan baksonya.
"Kak Daffa."
Aktifitas tiga orang itu terhenti ketika Mika memanggil cowok berambut coklat gelap itu. Semua menoleh ke asal suara.
"Eh... Mika, Siska, sini gabung," tawar Rendy.
Mika duduk di samping Rendy karena kursi samping Daffa sudah ditempati cewek setengah bule itu. Siska menggeser kursi sebelahnya untuk duduk samping Mika.
"Hi, Kak."
Mika dan Siska yang merasa disapa menoleh ke arah cewek itu.
"Kenalin aku Michelle, kakak berdua namanya siapa? Temen Kak Rendy sama Kak Daffa ya?" sapa Michelle ramah dengan logat yang masih sedikit kebarat-baratan.
"Siska."
"Mika."
"Salam kenal ya Kak Siska and Kak Mika, aku murid pindahan."
"Kelas satu, ya?" tanya Siska.
Michelle mengangguk.
Entah kenapa Mika merasa tak senang melihat kehadiran Michelle. Menurutnya Michelle duduk terlalu dekat dengan Daffa. Seperti sudah sangat akrab.
"Kak, aku kirim pesan..."
"Hp lowbat," potong Darren.
"Oh, padahal aku udah nunggu di taman daritadi." Mika memonyongkan bibirnya.
"Oh, ya Mik, tadi gue mau ngasih tau lo kalau kita nggak bisa ke taman, tapi lupa," ucap Rendy.
"Kita?"
Rendy tertawa.
"Maaf, Kak, kakak ada perlu sama Kak Daffa ya? Tadi Kak Daffanya aku pinjem nemenin aku keliling sekolah ini, soalnya aku belum kenal sapa-sapa di sini," sela Michelle.
"Oh, belum tau sekolah ini ya? Ya udah besok biar gue aja yang nemenin ya?" Mika tersenyum kesal.
"Nggak usah, Kak, kebetulan aku memang udah kenal sama Kak Daffa. Takutnya ganggu waktu Kak Mika."
Iya, Lo ganggu waktu gue sama Daffa. Batin Mikaela.
"Nggak kok tenang aja, dengan senang hati gue bakal nemenin."
Siska melihat kilat muncul dari mata Mika dan mata Michelle yang saling berbentur dan menyerang.
"Udah masuk, gue ke kelas," pamit Darren bangkit dari kursinya.
"Kak, masakanku..."
"Rendy masih siap menampung." Lagi-lagi Darren memotong ucapan Mika.
"Aku juga mau ke kelas nih." Michelle pamit dengan terburu-buru menyusul Darren.
Rendy ingin bangkit juga dari kursinya tetapi dengan sigap Mika dan Siska menarik tangannya.
"Kak, kakak hutang penjelasan sama aku."
"Oke, Mika cantik. Nanti pulang sekolah aja ya si ganteng ini jelasinnya. Sekarang udah masuk nih, nggak lucu kan kalau cowok tertampan di sekolah di hukum bersihin wc seminggu?"
"Lebay deh," ucap Siska.
Rendy tertawa. "Bye"
.
Pulangnya Mika dan Siska sudah menunggu Rendy di warung bakso Mak Ijah depan sekolah.
Rendy melambaikan tangan mendekat setelah turun dari mobilnya yang ia parkir dekat warung. Rendy tidak sendiri, dia bersama seorang gadis manis.
"Siska mau traktir ya?" ledek Rendy begitu sampai.
"Enak aja, yang baru jadian siapa ih?!" Siska melirik ke cewek sebelah Rendy.
"Oh, belum," ucap Rendy santai. Si cewek hanya tersipu malu.
Mika mencebik di samping Siska.
"Kenapa sih, Mika cantik, kok cemberut aja?" tanya Rendy.
"Kak, siapa sih cewek itu? Kok deket banget sama Kak Daffa. Terus tadi juga aku lihat mereka pulang bareng."
"Oh, Michelle."
"Iya tau dia Michelle, kan tadi udah kenalan. Maksud aku dia itu siapanya Kak Daffa?"
"Mika tenang aja, dia itu cuma anak dari temen ibunya."
"Masa?"
"Iya, Darren yang bilang tadi."
"Darren?"
"Ehem, maksudnya Daffa."
"Tapi dia nempelin Kak Daffa terus deh."
Rendy tertawa. "Sabar aja ya, cinta itu ada ujiannya dan butuh perjuangan."
Mika mengangguk menengok ke arah Siska yang juga ikut mengangguk.
"Daffa itu suka sama lo, percaya deh. Cuma lo harus bersabar ya nunggu hari itu tiba."
"Ya ampun Kak Rendy ngomong kayak orang bener aja deh," ledek Siska.
"Gue kan emang orang bener, Sis. Udah gitu ganteng lagi."
Mika tertawa. "Ya udah, Kak Rendy makasih ya waktunya. Kalau mau jalan, ya udah jalan aja sana, kasian tuh cewek kakak nungguin," usir Mika.
"Calon," ralat Rendy lagi yang kemudian dihadiahi cubitan manja dari sang cewek manis itu.
Rendy meringgis sambil meninggalkan Mika dan Siska.
"Daripada lo bete mending kita jajan Banana Ice cream yuk," ajak Siska.
"Ide bagus."
Siska mengandeng Mika ke outlet penjual Banana Ice cream samping warung baksonya Mak Ijah.
"Padahal gue pengen banget makan ini Ice cream berdua sama Kak Daffa."
"Lho bukannya waktu itu lo udah beli kan bareng Kak Daffa."
Mika menggeleng. "Belum, terus kan Kak Daffanya sakit. Hm, mungkin dia udah lupa sama janjinya yang bakal traktir gue ini Ice cream."
Siska mengacak rambut Mika. "Udah deh jangan cengeng. Mellow banget sih lo."
Mika memeluk tangan Siska manja.
"Sis?"
"Hm?"
"Lo yang traktir kan?"
Siska melotot. Ternyata ada maunya ni anak sok-sok manja.
.
"Makasih ya, Kak Darren udah nganterin aku pulang," Michelle menunduk ke arah Darren yang masih ada di dalam mobil.
"Biar lo bisa kasih tau supir lo arah pulang," balas Darren datar.
"Nggak mampir? Mama nanyain lho."
"Salam aja, udah ya gue balik," pamit Darren.
"Iya kak, hati-hati di jalan."
Darren mengendarai mobilnya santai. Entah ini nasib sialnya atau nasib baiknya dikelilingi cewek-cewek cantik yang punya kelebihan bicara, atau tipikal cewek itu memang cerewet ya?
Kalau bukan karena ibunya Darren pasti akan menolak menemani cewek manja macam Michelle. Apalagi Michelle tahu semua rahasianya. Hanya Rendy dan Michelle. Sebisa mungkin Darren harus bersikap baik pada Michelle dan juga pada si cewek bawel itu.
Huh, Darren ingat bagaimana tidak bersahabatnya Mika pada Michelle tadi. Kalau saja Mika tahu dirinya bukan Daffa apa Mika akan tetap bersikap seperti itu?
Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Panggilan dari Zania. Segera saja Darren mengangkatnya.
"Ya, sayang?"
"Kamu udah makan siang, sayang?"
"Udah."
"Bagus deh."
"Kamu telpon cuma mau nanya itu?"
"Kangen."
Dada Darren menghangat ketika kata itu diucapkan Zania.
"Sabar ya, semoga kita bisa balik seperti dulu."
"Iya sayang, aku selalu berdoa. Kamu lagi nyetir ya? Aku matiin ya? Kamu jangan nyetir sambil telpon dong. Yang hati-hati sayang."
"Iya, babe."
"Love you."
Zania mematikan teleponnya.
See, Zania memang pengertian dan berbeda dengan Mika.
"Hm, kenapa juga gue harus bandingin Zania sama Mika?" gumam Darren.
Darren berhenti di lampu merah. Darren merasakan kaca mobilnya diketuk-ketuk. Ternyata seorang anak yang menawarkan koran. Darren ingat anak itu salah satu anak jalanan yang belajar dengan Mika.
Entah ada angin apa, Darren merasa ingin memarkirkan mobilnya di salah satu pinggiran toko dan menghampiri anak tadi. Bukan ingin, tetapi Darren sudah melakukannya sekarang.
Dihampiri anak yang seingatnya bernama sama dengannya itu.
"Darren?" panggil Darren setengah tidak rela jika ada yang menyamai namanya.
"Kak Daffa!"
Anak itu menjerit memancing mata anak lain untuk melihat ke arahnya.
Darren dan yang lainnya berlari berebut memeluk Darren.
Darren merasa canggung dan melepaskan pelukan mereka sambil menuntun mereka duduk di salah satu stan minuman.
"Kak Daffa kok udah lama nggak dateng?" tanya gadis kecil yang Darren ketahui bernama Nina.
"Sibuk."
"Kak Mika juga bilang begitu, dia bilang kalau Kak Daffa sibuk, jadi nggak bisa dateng-dateng lagi."
"Oh ya?" Darren pura-pura tertarik. "Bang, es tebunya lima ya," ucapnya kemudian pada Mamang es.
"Yeeeyy," mereka bersorak.
"Yang lain mana? Kok cuma berlima?" tanya Darren basa basi.
"Mereka jualan koran di lampu merah sebelah sana kak," Darren menunjuk ke arah kiri.
"Kalian nggak sekolah?"
Wajah anak-anak itu berubah murung. Darren tau jawabannya dari raut wajah mereka. Okay. Darren menyesal bertanya tentang itu.
"Kami nggak sekolah, Kak. Tapi kami bisa membaca sama berhitung sedikit, kak Mika yang ngajarin kami," ucap Nina dengan raut wajah bahagianya yang terpancar.
"Sejak kapan Kak Mika ngajarin kalian?"
"Hmmm... sejak dulu, aku lupa." Nina terlihat mengingat-ingat.
"Sejak Ibu kak Mika meninggal, sejak 2 tahun yang lalu," Darren Junior menjawab. Mungkin Darren lebih mengerti karena usianya yang lebih tua dari Nina.
"Kalian sudah makan siang?"
Mereka kompak menggeleng.
"Sekalian pesen siomay sana, kakak traktir." Darren menunjuk gerobak siomay samping outlet es.
Mereka bersorak sekali lagi. Darren tersenyum melihat anak-anak itu terlihat gembira. Tanpa sadar dia memegang dadanya. Begini ya rasanya?
Sebuah tepukan kecil di bahu mengagetkan Mika yang sedang berjalan ke kelasnya. Ia menengok, dilihatnya Michelle, si gadis setengah bule sudah berada di belakangnya sambil tersenyum manis."Pagi, Kak Mika.""Pagi," jawab Mika malas-malasan."Kak, kok ngelamun aja, mikirin apa sih?"Nih anak sok akrab banget."Nggak ngelamun kok, perasaan lo aja kali.""Kelas kakak dimana?"Mika menunjuk kelas yang berderet paling ujung di samping pohon beringin yang rindang."Kakak pacarnya Kak Daffa ya?"
Sejak kejadian di perpustakaan rasa kesal Mika menguap hilang entah kemana. Tetapi ucapan manis Daffa itu hanyalah ucapan manis belaka. Mungkin hanya untuk membuatnya senang. Buktinya sampai sekarang Daffa sama sekali tidak pernah memberitahukan keinginannya. Terhitung sudah beberapa hari semenjak Daffa mengatakan bahwa dirinya akan bilang ke Mika kalau ingin makan masakannya. Kenyataannya Mika-lah yang selalu mengirim pesan duluan untuk menanyakan apakah Daffa ingin dibawakan bekal atau tidak.Dan tidak.Sampai hari ini Mika tidak pernah membawakan Daffa bekal lagi.Mika memandang ke arah lapangan basket yang tidak jauh darinya. Sekarang dia, Siska, dan Michelle sedang duduk di bangku bawah pohon beringin samping kelasnya sambil melihat Daffa dan Rendy yang sedang melatih junior-junio
Besoknya Mika memutuskan untuk langsung ke kelas Daffa setelah bel Istirahat pertama berbunyi sebelum Daffa menghilang dari kelas. Mika lupa men-charge ponselnya semalam. Alhasil ponselnya mati dan tidak bisa mengirimi Daffa pesan.Panggilan Siska tidak dihiraukannya. Dia sudah menyiapkan kue sendiri untuk Siska tadi di tasnya. Tapi sebelumnya dia ingin memberikan kuenya untuk Daffa.Begitu sampai di kelas Mika menghentikan langkahnya melihat Michelle yang sudah duduk manis di samping Daffa sambil memegang buku dan alat tulis."Hei, Mika, kok nggak masuk?" Rendy muncul dari belakang Mika dan mendorongnya pelan untuk masuk ke kelas.Mika tersadar dan jalan beriringan dengan Rendy menuju bangku mereka.
Denting jam tangan Mika terdengar sangat halus menandakan waktu yang terus berjalan. Suara bising di kejauhan menggema seantero sekolah pertanda para siswa sibuk dengan segala aktivitas mereka masing-masing, memanfaatkan waktu istirahat singkat semaksimal mungkin.Begitu juga dengan Mikaela. Sekarang ia sedang menunggu cowok super cuek bernama Daffa yang membuatnya harus jungkir balik supaya cowok itu menengok padanya.Kebiasaan Mika, selalu tidak sabar untuk bertemu Daffa. Bolak balik dia menengok ke jarum arlojinya yang berdetak pelan tapi pasti, tetapi cowok yang ia tunggu belum datang juga. Padahal baru lima menit Mika tiba di taman tempatnya biasa berkencan.Mika ingin tertawa jika menyebut itu kencan, karena pada kenyataannya mereka tidak punya hubungan apapun. Hanya saja Mika se
Mikaela terduduk di ruang makan, menegak susu cokelat hangat sambil mengecek ponselnya. Pagi-pagi sekali ayah Mika sudah meninggalkan gadis itu pergi dengan para koleganya. Padahal hari ini hari Minggu, waktu yang tepat untuk berkumpul bersama keluarga. Tetapi ayah Mika malah pergi memancing bersama teman-temannya.Sebenarnya Mikaela tidak terlalu memikirkan hal itu selama bisa membuat ayahnya senang. Toh masih ada bi Salma, pak Tarno supirnya dan Seno anak Pak Tarno yang menjadi satpam di rumah Mika.Mika mengecek pesan yang ia dapat dari Daffa semalam. Hanya kata 'tidur' yang tertera di akhir pesan mereka. Mika berusaha untuk mengirim pesan lagi pada Daffa pagi ini. Ia melirik jam dinding sekilas, jam menunjukan pukul setengah delapan."Kak Daffa udah bangun belum ya?" Gumamnya.
Tak sampai 30 detik Mikaela langsung mengirimi Daffa dimana lokasi rumahnya setelah membaca pesan itu. Ia meletakan asal ponselnya yang sudah belepotan dengan bubuk tepung di atas meja."Yaaaayyy"Mikaela meluapkan rasa gembiranya dengan berteriak histeris. Bi Salma sampai harus menutup telinga melihat gadis cantik itu tiba-tiba memekik kegirangan sambil melompat-lompat seperti anak kecil yang baru dibelikan boneka Barbie oleh ayahnya."Kenapa sih non? Kok heboh begitu." Tanya bi Salma terheran-heran."Daffa mau kesini bi, nanti mau jemput Mika." jawab Mikaela sambil menggoncang-goncangkan bahu bi Salma.Bi Salma hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat Mikaela yang tidak dapat
Mobil Darren melaju santai di daerah perbukitan. Sepi, hanya sedikit kendaraan yang berlalu lalang disana. Di pinggiran jalannya masih banyak rumah-rumah tradisional milik penduduk yang sederhana dan unik. Di halaman rumah mereka terdapat kebun sayur kecil, banyak tanaman seperti cabe, tomat dan tanaman-tanaman buah.Mikaela terlihat antusias dan senang menyaksikan pemandangan itu."Kita mau kemana sih kak?""Nanti juga tau."Sekitar 20 menit waktu yang ditempuh, akhirnya mereka sampai di salah satu rumah tradisional yang letaknya di atas bukit. Rumah itu terbuat dari kayu berwarna coklat tua kemerahan.Mikaela terkagum-kagum melihatnya. Sangat asri dengan berbagai macam tanaman di h
Mikaela melangkahkan kakinya lebar-lebar di halaman sekolah yang dipenuhi oleh murid-murid yang sedang memanjakan diri mereka menikmati sedikit waktu bebas setelah menghabiskan berjam-jam lamanya untuk belajar. Hari ini ia celingukan mencari sosok Daffa yang seharian tidak nampak dimatanya, begitupun dengan Rendy."Kemana sih mereka, di kelas nggak ada, di kantin juga nggak ada." Gerutu Mika.Padahal hari ini Mikaela datang ke sekolah dengan hati riang gembira, ia datang pagi-pagi sekali setelah membuah janji dengan Siska untuk menceritakan bahwa Mika dan Daffa pergi bersama kemarin. Tapi sekarang moodnya berubah menjadi buruk karena tidak melihat Daffa dimana pun.Akhirnya Mika memutuskan untuk pergi ke taman sendirian. Siapa tau kak Daffanya ada disana. Tetapi Nihil.
7 years later..."Hi Darren, long time no see.""I'm very busy, Mr. Leo." Darren menjabat uluran tangan salah satu teman berbisnisnya itu."I know, ngomong-ngomong, selamat atas pertunanganmu dengan Dr. Caroline.""Thanks.""Dia sangat cantik.. dan sexy." bisik Mr. Leo sambil mengedipkan sebelah matanya genit."I agree with you. Aku sangat beruntung bukan?""Yes, you are. Dia adalah perempuan yang sangat dewasa dan pintar." puji Mr. Leo. "Oh, iya, silahkan duduk dulu. Kau mau minum apa?"
"Non Mika, makan dulu.""Nggak mau bi, bi Salma aja yang makan. Tadi saya udah makan.""Tapi non belum makan siang tadi.""Kita harus hemat bi, kita udah nggak punya apa-apa lagi." ucap Mikaela parau kembali memandangi sekeliling rumah megah yang akan segera ia tinggalkan. Rumah itu bukan haknya lagi. "Jadi kapan kita harus ninggalin rumah ini bi?""Kata pak Danu, kita cuma diberi waktu satu Minggu buat ngosongin rumah ini non."Memejamkan matanya, Mikaela berusaha kuat menghadapi semua hal buruk yang menimpanya. "Bi...saya bakal kasih separuh asuransi saya untuk bi Salma sama pak Tarjo. Bi Salma bisa bikin usaha kue di kampung bibi."
Sudah dua hari berlalu sejak ayah Mikaela meninggalkan dirinya seorang diri di dunia ini. Gadis itu mengurung diri dikamar selama itu tanpa mau makan dan minum kecuali ketika bi Salma menangis tersedu-sedu memohon agar Mikaela makan. Tiwi dan Siska setiap harinya datang ke rumah Mikaela sepulang sekolah untuk menghibur gadis malang itu."Mika, makan dulu yuk." Siska membawakan makan siang untuk Mikaela masih dengan memakai seragam sekolahnya."Tiwi udah bawain roti.""Iya, tapi kan Lo makan roti dikit banget, Lo kan orang Indo, makannya kudu nasi." sanggah Tiwi menerima piring yang disodorkan Siska.Siska dan Tiwi ikut duduk di ranjang Mikaela, duduk berdekatan dengan Mikaela yang sedang memeluk lututnya erat. Mata Mikaela sembab mena
Singapura, 18:07 PM"Kami sudah pindahkan Daffa ke ruang ICU, kalian sudah bisa tenang sekarang, kondisinya sudah sangat stabil, saya harap kondisinya besok sudah lebih membaik."Terlihat Dr. Matt beserta timnya yang dulu pernah merawat Daffa sedang memberikan keterangan pada Brata. Darren dan Ema hanya bisa menyimak apa yang dokter itu katakan."Terima kasih dok." Wajah Brata berangsur tenang setelah tegang beberapa saat."Tuan tenang saja, saya dan tim saya akan berusaha sebaik mungkin untuk anak anda." lanjutnya dengan bahasa Inggris yang sudah bercampur dengan Melayu itu.Darren berdecak. Semua dokter selalu mengatakan hal yang sama. Tapi mau bag
Bagai tersambar petir disiang bolong, Mikaela tidak percaya apa yang baru saja Darren katakan padanya. Darren memintanya untuk menerima Daffa."Ma..maksud kakak?""Maksud gue cukup jelas Mika. Ikut gue ke rumah sakit sekarang. Bilang sama Daffa kalau Lo juga cinta sama dia.""Aku nggak cinta sama dia kak.""Belajar buat cinta lagi sama dia."Plak.Satu tamparan keras mendarat tepat di pipi Darren. Mikaela sangat marah, tega sekali Darren mengatakan hal itu padanya."Kakak pikir hati aku ini apa?""...."
Begitu Darren berlari meninggalkan Mikaela dan mengendarai mobilnya dengan asal, cewek itu langsung berpamitan kepada anak-anak didiknya dan menyetop taksi untuk mengikuti Darren.Dia juga merasa cemas dengan keadaan Daffa, apalagi Darren terlihat kacau dan ketakutan setelah mendapat telpon dari ibunya.Ternyata Darren pergi ke salah satu rumah sakit terbesar di Jakarta, Mikaela yakin Daffa dilarikan ke rumah sakit itu.Mikaela tidak bisa menyamai langkah Darren yang berlalu dengan cepat. Dia hanya mengetahui jika Darren pergi ke ruang IGD dan Mikaela tidak dapat sembarangan masuk ke dalam. Jadi dia putuskan untuk menunggu Darren di lorong.Dengan sangat cemas Mikaela menunggu, sudah kurang lebih 30 menit bolak balik ia melihat jarum
Hari Minggu yang cerah, secerah hati Mikaela. Hari ini ia sudah membuat janji dengan Darren untuk pergi bersama. Walaupun Mikaela harus merengek-rengek sebelumnya agar Darren bersedia pergi kencan dengannya.Tidak masalah, yang penting hati Mikaela senang karena akhirnya Darren meng-iya-kan permintaan Mikaela.Cewek itu sudah menge-roll rambutnya sejak malam dan berdandan secantik mungkin. Dia menunggu Darren di ruang tengah bersama ayahnya. Dua hari ini ayah Mikaela tidak bekerja, dia seharian menemani Mikaela di rumah dan itu menambah kebahagiaan Mikaela."Pa, papa kerja lusa ya?""Iya, papa mau ke Bandung." Ayah Mika sedang membaca koran sambil menyeruput kopi panasnya."Hmmmm...
Begitu membaca pesan dari Daffa, Mikaela langsung berlari keluar tanpa menggunakan jaket dengan rambut yang masih setengah basah. Ia memakai baju tidur lengan pendek yang membuat kulitnya tertembus dinginnya angin malam."Masuk ke dalem aja kak, di luar dingin banget." Ajak Mikaela sambil mengusap-usap lengannya setelah melihat Daffa yang sepertinya juga ikut kedinginan."Disini aja, aku cuma sebentar." Jawab Daffa menatap Mikaela lekat sambil tersenyum.Hawa tajam seperti es semakin menusuk-nusuk kulit, Mikaela merasakan sesuatu yang aneh pada Daffa. Tatapan cowok itu berbeda dari biasanya. Tatapan yang sangat terluka.Daffa tidak mau membuang banyak waktu, dia harus mengatakannya sekarang juga.
"I miss you so bad, I'm not lying."Mikaela tertegun dengan apa yang Darren lakukan. Cowok itu dengan lembut mengatakan bahwa ia merindukan Mikaela, ditelinganya.Bulu kuduk Mikaela meremang, seperti ada perasaan yang meluap-luap dalam dadanya, apalagi tangan Darren sedang memeluknya dari belakang. Mikaela tidak dapat bersikap dengan normal."Do you miss me?" tanya Darren, masih dengan posisi yang sama.Mikaela menelan ludah, sangat susah baginya menjawab pertanyaan Darren ketika dalam posisi saat ini. Ia hanya bisa mengangguk-anggukan kepalanya, sudah tidak dapat berkonsentrasi menyuci piring lagi. Ia taruh piring itu di wastafel, tangannya masih penuh dengan buih-buih busa sabun cuci piring.