Keesokan harinya Darren dan Rendy sudah berada di sekolah lagi.
"Gila! Gue jetlag nih kayanya," keluh Rendy.
Darren tidak menanggapi dan sibuk mengeluarkan buku-bukunya.
"Harusnya gue nggak usah masuk sekolah hari ini, gue ngantuk berat. God gue butuh vitamin," Rendy mengumpat. "Gue pengen ke lapangan rasanya Secara kalau gue maen basket bakalan ada dedek-dedek gemes yang ngelihatin gue sambil teriak-teriak manja. Kyaa kak Rendy keren, kak Rendy ganteng, kak Rendy hot, kak Ren--"
Darren menutup mulut Rendy dengan kertas. Entah cewek seperti apa yang bisa mengidolakannya.
"Bah, jahatnya!"
"Telinga gue budeg dengerin ocehan lo yang unfaedah itu."
"Kemaren aja lo bisa lembut banget ke Zania. Sekali-kali lembut dong ke gue."
"Ogah."
Rendy mencebikkan bibir dan kembali ke bangkunya. Tak lama guru Matematika mereka datang dan memulai pelajaran yang paling di benci Rendy itu.
Satu jam berlalu dengan kebosanan. Darren melirik Rendy yang terlelap di mejanya. Ck, bisa-bisanya tu anak. Batin Darren.
Darren mengalihkan pandangannya ke arah jendela. Tempat favoritnya untuk menghilangkan kebosanan saat jam pelajaran sambil melihat-lihat sekitar. Kebiasaan Darren memainkan pena di tangannya, mengetuk-ngetuk ke meja. Pandangannya berhenti di satu titik. Dilihatnya Mika sedang tertawa kepada Siska.
Darren teringat pesan Mika kemarin yang belum sempat dibalasnya.
Walau bagaimanapun sekarang Darren adalah Daffa. Apalagi setelah mendengar pengakuan Rendy di depan Daffa kemarin. Darren jadi tahu arti Mika bagi Daffa. Sebisa mungkin dia memang harus menghindari cewek itu, tapi tetap harus bersikap baik padanya.
Tiba-tiba Darren mempunyai ide untuk membunuh kebosanannya, diambil ponselnya dan mengetikan sesuatu.
Sorry. Kemaren gue sibuk banget.
Send.
Darren kembali menatap keluar jendela. Dilihatnya Mika merogoh sesuatu di saku dan wajahnya terlihat sangat girang. Darren yang memperhatikannya tersenyum geli.
Bawel
'Ga apa-apa kok, Kak đ' 08:32Cuma gitu doang? Ck.
Darren
'Lo kenapa ga masuk kelas?' 08:33Darren melihat Mika sedang celingak celingukan mencari seseorang di sekitarnya sebelum mengetikan sesuatu.
Bawel
'Kok kakak tau?' 08:35Mampus! Kenapa juga gue nanya gitu. Nanti dia kegeeran lagi, disangka gue merhatiin dia dari jauh.
Darren mengumpat.
Akhirnya dia memilih tidak membalas pesan itu dan kembali fokus ke guru malang yang tidak di dengarkan oleh sebagian murid bejatnya yang sibuk dengan dunia mereka sendiri termasuk Rendy dan dirinya.
Darren merasakan ponselnya bergetar lagi. Sudah dapat dipastikan kalau itu adalah... Penasaran, Darren kembali membuka ponselnya.
Bawel
'Nanti istirahat kedua aku tunggu di taman yak kak, aku masak ayam Geprek lhoo hari ini đ' 08:53Tak mau berjanji, Darren tidak menggubris. Dia akan datang atau tidak tergantung moodnya nanti. Diliriknya Rendy yang sudah ngiler di bukunya. Darren mengernyit jijik.
"Rendy!"
Tiba-tiba terdengar teriakan menggelegar sejuta oktaf milik Pak Budi, guru Matematika mereka.
Rendy terkesiap, mendadak menegakan punggungnya.
"Keluar kamu, berdiri di depan kelas sampai pelajaran saya selesai!"
"Pft," Darren menahan tawa.
Rendy nyengir tanpa dosa. "I-Iya, Pak," katanya ngeri dan segera keluar kelas.
Sungguh sial nasib Rendy.
.
"Mau kemana, sayang?" tanya Rendy menghentikan Darren.
"Taman."
"Ikut dong."
"Jangan ganggu kencan gue sama Mika deh."
Rendy menatap Darren heran. "What? Kencan?"
Darren tertawa. "Let's go."
Pertama kalinya Rendy melihat Darren tertawa. Apa ini efek Zania kemarin? Luar biasa.
Sesampainya di taman, Mika terlihat sudah duduk dengan manisnya di bangku taman sambil berkaca di cermin kecil membenarkan rambutnya yang bergelombang itu. Darren hampir tertawa melihat tingkah Mikaela. Tipikal cewek-cewek kebanyakan.
"Ehem..."
Darren berdeham sedikit mengagetkan Mika.
"Eh, Kak Daffa." Mika salting buru-buru menyimpan cermin kecilnya di kantung baju.
Di belakang Darren sudah bertengger manis Rendy si playboy. Sambil nyengir dia melambaikan tangan pada Mika.
"Kok Kak Rendy ikut sih?"
"Kenapa? Nggak boleh ya?"
"Ya, nggak apa-apa sih kalau mau jadi obat nyamuk."
Rendy cemberut.
Mika menyodorkan kotak bekal Hello Kitty kepada Darren.
Oh, God! Sekarang Hello Kitty? And still pink? batin Darren.
Darren membuang napas tak acuh dan membuka bekal yang dibuatkan Mika. Rendy melotot melihat isinya. Kapten basket itu hampir menyambar ayam goreng tepung yang digeprek menggunakan sambal itu kalau Darren tidak dengan cekatan menjauhkan makanannya dari air liur Rendy. Mika tertawa melihatnya.
"Kak Rendy."
Rendy menengok ke Mika sambil merenggut.
"Nih." Mika menyerahkan kotak nasi miliknya ke Rendy sambil tersenyum lembut. "Makan punyaku aja, yah."
"Yay. Baiknya." Rendy girang.
Diam-diam Darren memperhatikan Mika. Senyumnya yang barusan itu....
Mika menggeser duduknya agar mereka berdua bisa duduk di sebelahnya, kemudian memperhatikan Darren yang sedang mengunyah makanannya dalam diam. Pun Rendy yang mengunyah makanannya sambil terus berceloteh ria ke arah cowok yang disukainya itu.
Ingatan Mika menerawang jauh ketika awal-awal dia membawakan Daffa bekal.
.
"Apa ini?" tanya Daffa membolak-balik kotak bekal milik Mika.
"Kak, nanti isinya berantakan kalau dibolak balik gitu!"
Mika membuka bekalnya dan melihat masakannya sudah berantakan tidak berbentuk. Padahal dia sudah membuat bento cantik seperti di drama-drama Korea dan Jepang yang dia tonton.
Mika cemberut. Daffa merasa bersalah. Rendy yang ada di samping Daffa hanya terkekeh.
"Sayang lope-lopenya jadi berantakan gitu, dasar cowok nggak peka." Rendy kompor.
Daffa merebut kembali kotak bekal itu dan tanpa banyak bicara menyendok dan memasukan ke mulutnya. "Enak," komentarnya.
Mika yang tadinya cemberut perlahan mulai tersenyum. "Beneran?"
"Iya. Kamu masak sendiri?"
"Iya, Kak, aku hobi masak."
Rendy terlihat ingin mencomot satu telur gulung dari Daffa.
Plak!
Daffa langsung memukul tangan Rendy.
"Pelit banget, dikit aja kali," cibir Rendy.
Mika tertawa dan menjulurkan lidahnya ke Rendy. "Sana, sana. Hus hus," usirnya.
"Nanti gue traktir di kantin habis ini." ucap Daffa akhirnya pada Rendy.
"Oke, oke, gue pergi sekarang. Tau sih yang nggak mau diganggu pacarannya."
"Mika bukan pacar gue," ralat Daffa cepat-cepat.
Rendy melirik Mika yang ekspresi wajahnya langsung berubah. Rendy pamit menjauh karena merasa tidak enak dengan situasi itu.
Mika terdiam. Menunggu Daffa menghabiskan makannya.
"Walau berantakan, tapi masakan kamu enak," Daffa mencoba memecahkan keheningan.
"Makasih, Kak," balas Mika sambil memaksakan senyumnya.
"Besok lagi, mendingan bikinin masakan ala Indonesia aja deh. Soalnya aku lebih suka masakan Indonesia."
Mata Mika mulai berbinar dan mengangguk-angguk semangat. "Iya, Kak."
Daffa mengacak-acak rambut cewek itu. Membuatnya terdiam.
"Masakan kamu kayak masakan Mama. Aku suka."
.
Lamunan Mikaela buyar ketika Rendy dengan tidak tahu malu memintanya membelikan minum.
"Mika, beliin minum dong."
"Enak aja," tolak Mikaela.
"Bercanda, Mika sayang. Habis daritadi senyum-senyum sendiri, gue jadi takut 'kan."
Mika salting. Apa dia kelihatan aneh? Senyum-senyum sendiri di depan kak Daffa. Kak Daffa pasti menganggapnya aneh.
"Aku senyum lihatin Kak Daffa kok," elaknya. "Nih, minumnya barengan ya, Mika cuma bawa satu."
Darren mengambil air mineral yang diberikan Mikaela dan menegaknya dengan cepat.
"Ya, elah! Jangan diabisin dong."
Darren tidak peduli. Dia meminumnya sampai habis.
"Elah, Daff. Tega amat."
Darren hanya menyeringai ke arah Rendy, kemudian membalik botol air mineral dan menggoyang-goyangkan botol yang sudah kosong itu. Menunjukan kalau air mineralnya sudah habis, hanya tersisa satu tetes air yang menetes ke tanah. Dan itu menjadi rejeki si tanah bukan Rendy.
"Shit!" umpat Rendy, berlari ke arah kantin karna tenggorokannya tercekat.
Mika tertawa geli, Darren memandanginya agak lama.
"Dia cantik kalau ketawa," pikir Darren tidak sadar.
Mika menoleh ke arahnya, secepat kilat Darren membuang pandangan ke arah lain dan dengan segera mengenyahkan pikiran itu dari otaknya. Darren berdiri dari duduknya.
"Thanks, ya," ucap Darren pelan sebelum meninggalkan cewek itu.
.
Mika berbaring di ranjang besarnya sambil memeluk teddy bear jumbo hadiah dari sang ayah. Ada satu hal yang mengganjal dipikirannya. Daffa berbeda. Entah apa perbedaannya, tetapi yang dia rasakan Daffa berbeda.
Kak Daffa sayang. Udah tidur?
Mika memutuskan untuk mengirim pesan pada Daffa.
30 menit berlalu...
Mika belum mendapatkan balasan dari Daffa.
Diambilnya novel roman yang dia pinjam dari Siska di atas nakas dan mulai membacanya sambil menunggu balasan.
Mika membaca sambil tengkurap. Tak lama ponselnya bergetar tanda pesan masuk. Dengan secepat hembusan napas dia meraih ponselnya. Senyumnya berkembang saat melihat siapa pengirimnya.
My love
'Belum.' 20:11Mika membalas pesan Daffa kilat.
Mika
Kak, antara spring, fall, winter dan summer, mana yang lebih kakak pilih? 20:1210 menit kemudian.
My love
'Semua.' 20:22Mika
'Why?' 20:22My love
'Idk.' 20:23"Kok nggak nanya balik sih nih Kak Daffa?" omel Mika di kamarnya sambil mengetik balasan untuk Daffa.
Mika
Kakak nggak mau nanya ke aku sukanya musim apa gitu? 20:25My love
'Kalo lo?' 20:26Mika
'Fall đ' 20:27My love
'Oh.' 20:29Cuma 'oh'? Ya, Tuhan. Kak Daffa bener-bener deh minta dikarungin bawa pulang. Nggak peka banget sih.
Mika
Nggak mau nanya gitu kenapa aku suka fall? 20:3023 menit kemudian...
My love
'Kenapa?' 20:53"Argh! Bisa gila gue rasanya, udah basi jawabannya, Kak!" teriak Mika frustasi. "Sabar-sabar, ini ujian cinta, cinta butuh perjuangan," lanjutnya menyemangati diri sendiri.
Mika
'Karena.... Fall.......ing in love with you đ' 20:55Mika menutup wajahnya dengan selimut. Malu sendiri dia mengatakan itu pada Daffa. Memang dia selalu mengucapkan kata cinta. Tetapi dia tetap merasa malu setiap kali mengatakan itu.
Mika menunggu balasan Daffa yang tak kunjung didapatnya.
Satu jam sudah berlalu tetapi tidak ada tanda-tanda Daffa akan membalasnya. Sebelumnya ponselnya sempat bergetar. Mika girang bukan main. Ternyata hanya Siska yang menanyakan PR.
"Kak Daffa lagi apa sih?" gumamnya merebahkan tubuhnya ke kasur empuknya. Menunggu Daffa hingga dia terlelap.
Sementara itu di rumah, Darren sedang memasang headset di telinganya mendengarkan suara di seberang telepon.
"Kamu mau tidur jam berapa sih?" tanya Darren.
"Nanti nunggu kamu tidur, masih kangen, emang kamu nggak kangen ya sama aku?" jawab gadis di seberang sana.
Ya, dia Zania.
"Tumben kamu manja banget."
"Habis udah lama nggak ketemu, kan?" Terdengar tawa renyah Zania.
"Kamu udah beliin vitamin buat Mama?"
"Ya, sayang. Tadi aku udah beliin vitamin buat Ayah sama Ibu kamu. Kasihan mereka bolak balik rumah sakit, kadang sampai lupa makan."
Darren tersenyum getir. Ada rasa kasihan terhadap kedua orangtuanya.
"Daffa gimana?"
"Masih sama, belum ada perkembangan. Aku selalu berdoa semoga Daffa cepet sadar ya, sayang. Kamu jangan sedih-sedih lagi. Aku bakal jagain dia sama orang tua kamu di sini."
"Makasih ya, love you."
"Love you too, Darren Revano."
Darren tersenyum.
"Ya, udah. Kamu tidur sana, udah malem."
"Iya, sayang."
Darren menutup panggilan di ponselnya. Teringat chatnya dengan Mika yang belum terbalas. Dibukanya kembali riwayat obrolannya.
"Jadi gue kudu bales apaan nih?" gumam Darren sambil berpikir.
Darren melihat jam dindingnya sudah menunjukan pukul 10 malam. Nggak usah dibales aja, lagian pasti udah tidur. Pikir Darren.
Nantinya kalau Daffa sadar dan dapat pesan seperti ini dari Mika, Darren bersumpah ingin tahu seperti apa balasan Daffa.
Darren menutup dirinya dengan selimut dan memutuskan untuk tidur.
"Kenapa, Ma?"Darren sedang mempersiapkan bukunya ke dalam tas sambil mengangkat telpon dari Ibunya."Temen Mama baru pindah ke Jakarta, dan anaknya baru masuk ke sekolah Daffa.""Jadi?""Mama minta tolong sama kamu, untuk temenin dia. Soalnya Mama nggak enak, Ibunya udah minta tolong ke Mama. Dia belum punya temen di Jakarta.""Oke, Ma.""Jangan lupa, ya. Tante Rina itu udah baik sama kita. Jadi Mama harap kamu bisa baik-baik ya sama anaknya Tante Rina.""Iya, Ma."Darren menenteng tas ranselnya dan men
Sebuah tepukan kecil di bahu mengagetkan Mika yang sedang berjalan ke kelasnya. Ia menengok, dilihatnya Michelle, si gadis setengah bule sudah berada di belakangnya sambil tersenyum manis."Pagi, Kak Mika.""Pagi," jawab Mika malas-malasan."Kak, kok ngelamun aja, mikirin apa sih?"Nih anak sok akrab banget."Nggak ngelamun kok, perasaan lo aja kali.""Kelas kakak dimana?"Mika menunjuk kelas yang berderet paling ujung di samping pohon beringin yang rindang."Kakak pacarnya Kak Daffa ya?"
Sejak kejadian di perpustakaan rasa kesal Mika menguap hilang entah kemana. Tetapi ucapan manis Daffa itu hanyalah ucapan manis belaka. Mungkin hanya untuk membuatnya senang. Buktinya sampai sekarang Daffa sama sekali tidak pernah memberitahukan keinginannya. Terhitung sudah beberapa hari semenjak Daffa mengatakan bahwa dirinya akan bilang ke Mika kalau ingin makan masakannya. Kenyataannya Mika-lah yang selalu mengirim pesan duluan untuk menanyakan apakah Daffa ingin dibawakan bekal atau tidak.Dan tidak.Sampai hari ini Mika tidak pernah membawakan Daffa bekal lagi.Mika memandang ke arah lapangan basket yang tidak jauh darinya. Sekarang dia, Siska, dan Michelle sedang duduk di bangku bawah pohon beringin samping kelasnya sambil melihat Daffa dan Rendy yang sedang melatih junior-junio
Besoknya Mika memutuskan untuk langsung ke kelas Daffa setelah bel Istirahat pertama berbunyi sebelum Daffa menghilang dari kelas. Mika lupa men-charge ponselnya semalam. Alhasil ponselnya mati dan tidak bisa mengirimi Daffa pesan.Panggilan Siska tidak dihiraukannya. Dia sudah menyiapkan kue sendiri untuk Siska tadi di tasnya. Tapi sebelumnya dia ingin memberikan kuenya untuk Daffa.Begitu sampai di kelas Mika menghentikan langkahnya melihat Michelle yang sudah duduk manis di samping Daffa sambil memegang buku dan alat tulis."Hei, Mika, kok nggak masuk?" Rendy muncul dari belakang Mika dan mendorongnya pelan untuk masuk ke kelas.Mika tersadar dan jalan beriringan dengan Rendy menuju bangku mereka.
Denting jam tangan Mika terdengar sangat halus menandakan waktu yang terus berjalan. Suara bising di kejauhan menggema seantero sekolah pertanda para siswa sibuk dengan segala aktivitas mereka masing-masing, memanfaatkan waktu istirahat singkat semaksimal mungkin.Begitu juga dengan Mikaela. Sekarang ia sedang menunggu cowok super cuek bernama Daffa yang membuatnya harus jungkir balik supaya cowok itu menengok padanya.Kebiasaan Mika, selalu tidak sabar untuk bertemu Daffa. Bolak balik dia menengok ke jarum arlojinya yang berdetak pelan tapi pasti, tetapi cowok yang ia tunggu belum datang juga. Padahal baru lima menit Mika tiba di taman tempatnya biasa berkencan.Mika ingin tertawa jika menyebut itu kencan, karena pada kenyataannya mereka tidak punya hubungan apapun. Hanya saja Mika se
Mikaela terduduk di ruang makan, menegak susu cokelat hangat sambil mengecek ponselnya. Pagi-pagi sekali ayah Mika sudah meninggalkan gadis itu pergi dengan para koleganya. Padahal hari ini hari Minggu, waktu yang tepat untuk berkumpul bersama keluarga. Tetapi ayah Mika malah pergi memancing bersama teman-temannya.Sebenarnya Mikaela tidak terlalu memikirkan hal itu selama bisa membuat ayahnya senang. Toh masih ada bi Salma, pak Tarno supirnya dan Seno anak Pak Tarno yang menjadi satpam di rumah Mika.Mika mengecek pesan yang ia dapat dari Daffa semalam. Hanya kata 'tidur' yang tertera di akhir pesan mereka. Mika berusaha untuk mengirim pesan lagi pada Daffa pagi ini. Ia melirik jam dinding sekilas, jam menunjukan pukul setengah delapan."Kak Daffa udah bangun belum ya?" Gumamnya.
Tak sampai 30 detik Mikaela langsung mengirimi Daffa dimana lokasi rumahnya setelah membaca pesan itu. Ia meletakan asal ponselnya yang sudah belepotan dengan bubuk tepung di atas meja."Yaaaayyy"Mikaela meluapkan rasa gembiranya dengan berteriak histeris. Bi Salma sampai harus menutup telinga melihat gadis cantik itu tiba-tiba memekik kegirangan sambil melompat-lompat seperti anak kecil yang baru dibelikan boneka Barbie oleh ayahnya."Kenapa sih non? Kok heboh begitu." Tanya bi Salma terheran-heran."Daffa mau kesini bi, nanti mau jemput Mika." jawab Mikaela sambil menggoncang-goncangkan bahu bi Salma.Bi Salma hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat Mikaela yang tidak dapat
Mobil Darren melaju santai di daerah perbukitan. Sepi, hanya sedikit kendaraan yang berlalu lalang disana. Di pinggiran jalannya masih banyak rumah-rumah tradisional milik penduduk yang sederhana dan unik. Di halaman rumah mereka terdapat kebun sayur kecil, banyak tanaman seperti cabe, tomat dan tanaman-tanaman buah.Mikaela terlihat antusias dan senang menyaksikan pemandangan itu."Kita mau kemana sih kak?""Nanti juga tau."Sekitar 20 menit waktu yang ditempuh, akhirnya mereka sampai di salah satu rumah tradisional yang letaknya di atas bukit. Rumah itu terbuat dari kayu berwarna coklat tua kemerahan.Mikaela terkagum-kagum melihatnya. Sangat asri dengan berbagai macam tanaman di h
7 years later..."Hi Darren, long time no see.""I'm very busy, Mr. Leo." Darren menjabat uluran tangan salah satu teman berbisnisnya itu."I know, ngomong-ngomong, selamat atas pertunanganmu dengan Dr. Caroline.""Thanks.""Dia sangat cantik.. dan sexy." bisik Mr. Leo sambil mengedipkan sebelah matanya genit."I agree with you. Aku sangat beruntung bukan?""Yes, you are. Dia adalah perempuan yang sangat dewasa dan pintar." puji Mr. Leo. "Oh, iya, silahkan duduk dulu. Kau mau minum apa?"
"Non Mika, makan dulu.""Nggak mau bi, bi Salma aja yang makan. Tadi saya udah makan.""Tapi non belum makan siang tadi.""Kita harus hemat bi, kita udah nggak punya apa-apa lagi." ucap Mikaela parau kembali memandangi sekeliling rumah megah yang akan segera ia tinggalkan. Rumah itu bukan haknya lagi. "Jadi kapan kita harus ninggalin rumah ini bi?""Kata pak Danu, kita cuma diberi waktu satu Minggu buat ngosongin rumah ini non."Memejamkan matanya, Mikaela berusaha kuat menghadapi semua hal buruk yang menimpanya. "Bi...saya bakal kasih separuh asuransi saya untuk bi Salma sama pak Tarjo. Bi Salma bisa bikin usaha kue di kampung bibi."
Sudah dua hari berlalu sejak ayah Mikaela meninggalkan dirinya seorang diri di dunia ini. Gadis itu mengurung diri dikamar selama itu tanpa mau makan dan minum kecuali ketika bi Salma menangis tersedu-sedu memohon agar Mikaela makan. Tiwi dan Siska setiap harinya datang ke rumah Mikaela sepulang sekolah untuk menghibur gadis malang itu."Mika, makan dulu yuk." Siska membawakan makan siang untuk Mikaela masih dengan memakai seragam sekolahnya."Tiwi udah bawain roti.""Iya, tapi kan Lo makan roti dikit banget, Lo kan orang Indo, makannya kudu nasi." sanggah Tiwi menerima piring yang disodorkan Siska.Siska dan Tiwi ikut duduk di ranjang Mikaela, duduk berdekatan dengan Mikaela yang sedang memeluk lututnya erat. Mata Mikaela sembab mena
Singapura, 18:07 PM"Kami sudah pindahkan Daffa ke ruang ICU, kalian sudah bisa tenang sekarang, kondisinya sudah sangat stabil, saya harap kondisinya besok sudah lebih membaik."Terlihat Dr. Matt beserta timnya yang dulu pernah merawat Daffa sedang memberikan keterangan pada Brata. Darren dan Ema hanya bisa menyimak apa yang dokter itu katakan."Terima kasih dok." Wajah Brata berangsur tenang setelah tegang beberapa saat."Tuan tenang saja, saya dan tim saya akan berusaha sebaik mungkin untuk anak anda." lanjutnya dengan bahasa Inggris yang sudah bercampur dengan Melayu itu.Darren berdecak. Semua dokter selalu mengatakan hal yang sama. Tapi mau bag
Bagai tersambar petir disiang bolong, Mikaela tidak percaya apa yang baru saja Darren katakan padanya. Darren memintanya untuk menerima Daffa."Ma..maksud kakak?""Maksud gue cukup jelas Mika. Ikut gue ke rumah sakit sekarang. Bilang sama Daffa kalau Lo juga cinta sama dia.""Aku nggak cinta sama dia kak.""Belajar buat cinta lagi sama dia."Plak.Satu tamparan keras mendarat tepat di pipi Darren. Mikaela sangat marah, tega sekali Darren mengatakan hal itu padanya."Kakak pikir hati aku ini apa?""...."
Begitu Darren berlari meninggalkan Mikaela dan mengendarai mobilnya dengan asal, cewek itu langsung berpamitan kepada anak-anak didiknya dan menyetop taksi untuk mengikuti Darren.Dia juga merasa cemas dengan keadaan Daffa, apalagi Darren terlihat kacau dan ketakutan setelah mendapat telpon dari ibunya.Ternyata Darren pergi ke salah satu rumah sakit terbesar di Jakarta, Mikaela yakin Daffa dilarikan ke rumah sakit itu.Mikaela tidak bisa menyamai langkah Darren yang berlalu dengan cepat. Dia hanya mengetahui jika Darren pergi ke ruang IGD dan Mikaela tidak dapat sembarangan masuk ke dalam. Jadi dia putuskan untuk menunggu Darren di lorong.Dengan sangat cemas Mikaela menunggu, sudah kurang lebih 30 menit bolak balik ia melihat jarum
Hari Minggu yang cerah, secerah hati Mikaela. Hari ini ia sudah membuat janji dengan Darren untuk pergi bersama. Walaupun Mikaela harus merengek-rengek sebelumnya agar Darren bersedia pergi kencan dengannya.Tidak masalah, yang penting hati Mikaela senang karena akhirnya Darren meng-iya-kan permintaan Mikaela.Cewek itu sudah menge-roll rambutnya sejak malam dan berdandan secantik mungkin. Dia menunggu Darren di ruang tengah bersama ayahnya. Dua hari ini ayah Mikaela tidak bekerja, dia seharian menemani Mikaela di rumah dan itu menambah kebahagiaan Mikaela."Pa, papa kerja lusa ya?""Iya, papa mau ke Bandung." Ayah Mika sedang membaca koran sambil menyeruput kopi panasnya."Hmmmm...
Begitu membaca pesan dari Daffa, Mikaela langsung berlari keluar tanpa menggunakan jaket dengan rambut yang masih setengah basah. Ia memakai baju tidur lengan pendek yang membuat kulitnya tertembus dinginnya angin malam."Masuk ke dalem aja kak, di luar dingin banget." Ajak Mikaela sambil mengusap-usap lengannya setelah melihat Daffa yang sepertinya juga ikut kedinginan."Disini aja, aku cuma sebentar." Jawab Daffa menatap Mikaela lekat sambil tersenyum.Hawa tajam seperti es semakin menusuk-nusuk kulit, Mikaela merasakan sesuatu yang aneh pada Daffa. Tatapan cowok itu berbeda dari biasanya. Tatapan yang sangat terluka.Daffa tidak mau membuang banyak waktu, dia harus mengatakannya sekarang juga.
"I miss you so bad, I'm not lying."Mikaela tertegun dengan apa yang Darren lakukan. Cowok itu dengan lembut mengatakan bahwa ia merindukan Mikaela, ditelinganya.Bulu kuduk Mikaela meremang, seperti ada perasaan yang meluap-luap dalam dadanya, apalagi tangan Darren sedang memeluknya dari belakang. Mikaela tidak dapat bersikap dengan normal."Do you miss me?" tanya Darren, masih dengan posisi yang sama.Mikaela menelan ludah, sangat susah baginya menjawab pertanyaan Darren ketika dalam posisi saat ini. Ia hanya bisa mengangguk-anggukan kepalanya, sudah tidak dapat berkonsentrasi menyuci piring lagi. Ia taruh piring itu di wastafel, tangannya masih penuh dengan buih-buih busa sabun cuci piring.