"Lo udah siap?" tanya Rendy di seberang telpon pada Darren.
"Ya."
"Oke, gue jemput 20 menit lagi ya, soalnya supir gue lagi buang hajat."
"Oke."
Malam ini Darren dan Rendy akan berangkat ke Singapura menjenguk Daffa sesuai rencana mereka. Sabtu malam berangkat, Minggu malam pulang.
Darren menaruh tas ransel berisi 2 T-shirt dan celana serta beberapa keperluan lainnya di sofa kemudian menjatuhkan diri di sampingnya. Setelah menelpon orang tuanya dan mengabarkan bahwa Darren akan berkunjung bersama Rendy kesana, Darren merasa bingung.
Ibunya mengatakan bahwa Zania datang setiap hari ke rumah sakit untuk menunggui Daffa. Dia pasti akan bertemu dengan Zania nantinya.
"Apa gue harus jujur sama Zania besok?" gumam Darren.
Ponsel Darren bergetar.
Panggilan masuk dari unknown? Tapi nomernya tidak asing. Darren tidak mengangkatnya sampai ponselnya berhenti bergetar.
Kali ini ponselnya bergetar lebih pendek. Darren mengecek pesannya.
Unknown
"Kak, kok ga angkat teleponku? 😭" 18:36.Nomor Mika.
Darren menyimpan nomor Mika di kontaknya sebelum lupa, lalu membalas pesan cewek itu.
Darren
'Selesai mandi.' 18:42.Bawel
'Jam segini mandi mau kemana sih, Kak? Mau malem mingguan, ya?' 18:43.Darren
'Iya.' 18:45.Bawel
'Ngapelin aku, ya? 😁 Hehehe~~' 18:45.Darren
'Emangnya lo mau diapelin?' 18:49.Bawel
'MAU!!! Mauuu bangeeet!!! 😍' 18:50.Darren
*Sent Apple gif* 18:52.Darren tertawa kering. Ya lord, betapa garingnya obrolan ini.
Bawel
'Ih gemes >o< Cium nanti lho 😘😘' 18:52.Darren
'Berani cium emang?' 18:53.Sepuluh menit berlalu. Mika tidak membalas pesan Darren.
Entah ada angin apa yang membuat Darren meladeni cewek bawel itu. Darren hanya ingin sedikit mengetahui sifat aslinya saja. Menurutnya Mika lumayan agresif jadi Darren pikir hal-hal seperti itu sudah biasa baginya. Bagaimanapun Darren harus tau bagaimana pacar Daffa nantinya.
Bawel
'Berani 😘 (nih)' 19:06.Darren
'Yang asli.' 19:09.Darren pura-pura menuntut; menanggalkan harga dirinya.
Bawel
'Besok-besok di sekolah aku cium kakak.' 19:11.Nah 'kan?
Tebakan Darren benar.
Mika sama saja dengan cewek genit lainnya. Dia memang cewek yang seperti itu.
Ck, Darren memasukkan ponselnya ke kantong jaket begitu melihat Rendy sudah nyelonong masuk ke ruang tengah rumahnya.
"Sorry yak, telat dikit."
Darren melirik jam di tangannya. "Lima menit. Oke, ayo jalan."
Darren meraih ranselnya. "Bi, jaga rumah ya."
"Iya, Mas. Hati-hati ya. Salam buat bapak sama ibu, bilang kalau bibi kangen."
Darren tersenyum kepada pembantu yang sudah bekerja sejak dirinya masih ingusan itu. Kemudian dia masuk ke mobil Rendy untuk berangkat langsung menuju bandara. Mereka mengambil penerbangan malam.
"Lo udah makan belum?" tanya Rendy begitu mereka duduk di mobil yang dikendarai supir Rendy.
Darren mengangguk.
"Gue belum." Rendy merengek.
"Nggak ada mampir-mampiran untuk makan dulu. Oke?"
Rendy memasang puppy eyes. Darren bergeming.
"Iya, iya. Tapi kalau nanti gue pingsan lagi karena kelaperan, lo yang harus gendong gue kayak waktu itu. Romantis banget yak?" cerocos Rendy.
Darren mengabaikannya, memilih mengambil ponsel di sakunya untuk dimainkan. Pertama-tama men-stalk akun sosmed milik Zania. Ada beberapa postingan gambar dengan quote romantis.
I will always beside you.
Kata-kata yang menurut Darren cukup alay tersebut, entah kenapa sangat indah kalau Zania yang mengucapkannya. Bibirnya menyunggingkan senyum.
"Heh, kesambet apa lo senyum-senyum sendiri?"
"Kepo."
Darren kembali melihat-lihat ponselnya, diliriknya Rendy yang masih berusaha mencuri pandang ke arah layar ponselnya.
Ponsel Darren tiba-tiba bergetar lagi.
Bawel
'Yaaah, si kakak ga balesin. Malem mingguan sama siapa sih? 😞' 19:43Darren
'Rendy.' 19:45Bawel
'Ih!!! Ikut sih, Kak!!! >"<' 19:45"Cieee... pasti si Mika, ya?" tebak Rendy.
Darren kembali memasukkan ponselnya ke saku, sebelum tingkat keingintahuan Rendy mencapai maksimal.
Akhirnya mereka sampai ke bandara tak lama kemudian. Mereka langsung berencana ke rumah sakit begitu sampai di Singapura. Darren tidak ingin membuang-buang waktu karena waktu mereka tidak banyak. Dia sudah terima konsekuensinya jika nantinya akan bertemu Zania. Dia akan berkata jujur pada gadis berambut pendek itu. Pacarnya.
.
Darren memeluk ayahnya erat begitu sampai di Bandara. Ayah Darren yang menjemputnya sendirian, Ibunya menunggui Daffa di Rumah Sakit.
"Apa kabar, Nak Rendy?"
"Baik, Om." Rendy mencium tangan ayah Darren.
"Terima kasih sudah banyak membantu selama ini."
"Ah, nggak apa-apa kok, Om. Sudah menjadi keharusan sebagai makhluk sosial saling tolong menolong," kata Rendy sok bijak.
"Kalau begitu kita mampir ke restoran dulu sebelum ke rumah sakit. Om laper."
"Wah kebetulan banget, Om. Perut saya juga udah ngedisko dari tadi, cacingnya minta makan." Rendy nyengir.
Darren melihat jam tangannya yang sudah menunjukan pukul 11 malam. "Papa makan aja ya sama Rendy, Darren langsung ke rumah sakit aja. Kasian mama sendirian."
Ayah Darren tampak berpikir sejenak. "Ya, sudah. Kamu naik taksi aja. Hati-hati, ya."
Pikiran Darren berkecamuk, dia bingung harus bagaimana nanti menghadapi Daffa. Darren akui hubungannya dengan Daffa sejak mereka berpisah sangatlah dingin dan kaku tidak seperti dulu ketika mereka masih kecil. Belum lagi pikirannya tentang Zania. Apa Zania akan memakluminya atau malah marah karena Darren tidak jujur?
.
Darren langsung memasuki ruangan dimana Daffa dirawat. Di sana hanya ada mamanya. Tentu saja Zania tidak ada, sekarang sudah tengah malam.
"Ma."
Sang ibu langsung menghampiri Darren dan memeluknya, dia menangis. Darren mengusap-usap punggung wanita yang telah melahirkannya itu, mencoba menenangkan.
"Daffa belum sadar juga."
"Daffa pasti baik-baik aja. Mama jangan terlalu khawatir."
Darren meletakkan tasnya dalam diam sambil menuju ke ranjang Daffa.
"Hai, Daff?"
Hanya suara alat-alat yang ada di tubuh Daffa, dan desah napas halus Daffa yang teratur yang dapat di dengar Darren.
"Gue harap lo nggak akan marah sama gue karena ide gue gantiin lo di sekolah. Gue ngelakuin ini semua demi lo."
Ema, ibu Darren, mengelus-elus lengan anaknya tersebut.
"Oh, iya. Gue dateng sama Rendy, sahabat lo. Dia lagi makan sama papa. Gue yakin lo pasti seneng lihat dia," kata Darren agak kaku. "Dia yang bantuin gue selama ini, lo nggak salah punya sahabat kayak dia, walau dia lebay dan sok ganteng sih." Darren tertawa kaku.
Daffa tetap diam. Hening.
"Kamu udah makan?" tanya sang ibu tiba-tiba.
Darren menggeleng. "Lagi nggak enak makan. Tadi sebelum ke sini Darren udah makan. Oh iya, bibi nitip salam buat mama sama papa."
Ema tersenyum. "Bilang sama Bi Inah, mama minta tolong jaga rumah sampai Daffa sembuh."
Darren mengangguk.
"Ma, Zania gimana?" Darren menanyakan hal yang ingin dia tanyakan sejak tadi.
"Dia baik, tiap hari dia kesini nemenin Daffa," jawab Ema yang sudah tahu sebelumnya kalau Zania adalah pacar Darren. "Dia masih menganggap Daffa itu kamu, sayang."
"Iya, Darren tau."
"Kalau boleh mama kasih saran, sebaiknya kamu jujur saja sama Zania. Mama yakin Zania pasti bakal ngerti."
"Darren juga udah punya rencana gitu. Besok mau ngomong sama Zania."
Ema membelai rambut anaknya dengan lembut.
Tidak lama pintu terbuka, Rendy dan Brata, ayah Darren, sudah berdiri di ambang pintu kemudian menyelinap masuk. Rendy menyapa Ema dan mencium tangannya.
"Daff," sapa Rendy setelah mendekat ke arah Daffa, "gue kangen. Lo cepetan bangun kek."
Rendy memegang lengan Daffa, kemudian duduk di kursi samping ranjangnya.
"Lo nggak kangen sama gue? Kalaupun nggak kangen seenggaknya lo kangen sama Mika 'kan?"
Ema dan Brata saling menggenggam tangan satu sama lain.
"Lo nggak kangen sama masakannya? Sama suaranya? Tiap hari dia bilang cinta sama lo, jadi gue harap lo cepetan bangun Daff dan ungkapin perasaan Lo. Gue tau kok, Daff, kalau lo juga sebenarnya suka sama dia."
Darren memandangi Rendy.
Tiba-tiba Ema mendekat ke arah Rendy. "Nak Rendy pasti capek, bagaimana kalau kalian istirahat dulu, nanti biar di antar ke rumah pamannya Darren."
"Darren mau tidur di sini aja, Ma."
"Iya, Tante, Rendy juga mau tidur di sini. Tante sama om mendingan pulang aja dulu, kasihan tante sama om juga pasti capek. Biar saya sama Darren malem ini nemenin Daffa. Lagian saya juga masih kangen sama Daffa."
Ema dan Brata saling pandang, sebelum Brata mengangguk.
"Ya, sudah. Tante sama om pulang dulu, besok pagi tante bawain sarapan buat kalian." Ema tersenyum.
"Iya, Tant, kami bakal jagain Daffa." Ucap Rendy mantap.
Malamnya Darren tidak bisa tidur karena suara dengkuran Rendy yang menggelegar.
.
"Enak banget buburnya Tant," puji Rendy saat menikmati sarapan yang dibawa ibu Darren.
"Iya, tante cuma bisa masak bubur, soalnya keburu-buru."
Ema terlihat sedang membereskan ruangan Daffa dan membenahi selimutnya.
Darren sarapan dalam diam, dirinya tidak akan tenang sampai bertemu langsung dengan Zania dan menjelaskan semua. Mamanya sudah menelepon Zania untuk datang pagi ini.
"Eh, pacar lo mau Dateng 'kan, ya? Cieee..." ledek Rendy tidak tahu sikon.
"Pacar Darren cantik banget lho," puji Ema.
"Cantikan mana sama Mika?"
"Zania," jawab Darren tegas.
"Bah."
Ema hanya tersenyum. "Ngomong-ngomong siapa sih Mika itu? Dari kemaren kamu nyebut-nyebut namanya terus."
"Pacar Daffa, Tante"
"Masa sih? Kok Daffa nggak pernah cerita?"
Rendy nyengir, meralat, "Maksudnya calon pacar."
"Selamat pa......... "
Seorang gadis cantik menggantung kata-katanya begitu masuk ke ruangan Daffa. Wajahnya nampak syok. Bunga di genggamannya jatuh ke lantai.
"Darren? K-Kenapa?"
"Hi, Babe." Darren tersenyum hangat melihat gadis itu. Matanya tersirat rasa rindu yang dalam melihat Zania-nya. Ada sedikit kegetiran dalam hatinya.
Zania memandang ke Ema meminta penjelasan. Rendy hanya diam tak mengerti apa-apa.
Darren menarik tangan Zania yang masih terlihat bingung. Zania menurut. Dibawanya Zania ke taman Rumah Sakit yang masih terlihat sepi, hanya ada beberapa suster dan petugas kebersihan yang sedang menyapu dan mengepel lantai.
Darren mendudukan Zania ke salah satu bangku taman.
"Apa maksud semua ini?"
"Aku mohon kamu diem dan cukup dengerin penjelasan aku," ucap Darren.
Zania menurutinya.
"Jadi selama ini aku bohong sama kamu. Aku nggak sakit. Kamu inget waktu aku cerita kalau aku punya kembaran?"
Zania belum bisa mencerna apa yang telah terjadi.
"Dia Daffa, kembaran aku. Yang terbaring di sana Daffa"
"Jadi? Kamu bohongin aku? Maksud kamu apa?"
"Aku harus jadi Daffa sekarang. Zania dengerin aku..."
Zania menatap Darren lekat-lekat. Darren menceritakan pada Zania alasan dirinya melakukan semua ini dan alasannya berbohong kepada Zania. Darren memutuskan untuk memberi tahu Zania karna Darren percaya Zania akan membantunya.
"Harusnya kamu ngomong sama aku dari awal."
"Maafin aku," Darren menggenggam tangan Zania.
"Aku sedih, tiap hari aku nangis karna kamu, aku takut karena kamu tiba-tiba sakit dan koma," Zania mulai meneteskan air mata. Hal yang paling dibenci Darren. Membuat cewek yang dia sayang menangis.
Darren mengusap air mata Zania. "Sekarang nggak perlu nangis lagi 'kan?" Darren tersenyum. Dia sudah menduga Zania tidak mungkin akan marah-marah dan akan mengerti dirinya. Ternyata benar.
"Mulai sekarang kalau ada apa-apa kamu harus jujur sama aku, janji jangan bohong-bohong lagi."
Darren mengangguk membawa kepala Zania ke dadanya.
"Makasih, ya," ucap Darren kemudian.
"Untuk?"
"Untuk pengertiannya dan karena udah jagain Daffa selama aku nggak ada."
Zania memeluk Darren sambil menganggukan kepalanya.
"Yuk balik lagi ke atas, nanti Mama khawatir," ajak Darren menggandeng tangan Zania.
.
"Rendy."
"Zania," ucap Zania sambil menjabat tangan Rendy.
"Maafin Tante ya Zania," Ema merasa bersalah karena tidak memberi tahu Zania sejak awal.
"Nggak perlu minta maaf Tante, Zania ngerti," Zania tersenyum tulus kemudian mendekat ke Daffa.
"Hei Daffa, salam kenal ya, aku harap kita bisa berteman baik."
Darren tersenyum melihat Zania. Begitu pun Rendy dan Ema.
"Oh iya, jam berapa pesawat kalian berangkat?" Tanya Ema.
"Jam 7 Tante."
"Besok sekolah ma," sambung Darren.
Zania kembali mendekat ke arah Darren, mereka duduk di sofa bersama sambil minum teh. Darren mengecek ponselnya sebentar.
Ada 5 panggilan tak terjawab dan 4 pesan baru. Dari Bawel.
Bawel
'Kak Daffa hari ini ada acara nggak?' 08:41Bawel
'Kak anak-anak pengen ketemu kakak, ketemu yuk hari ini main sama mereka.' 09:02Bawel
'Kak? Kakak?' 09:57Bawel :
'Hm... ya udah deh mungkin kakak sibuk, have a nice day kak 😘 love you.' 10:14Darren hanya membacanya sebentar kemudian tanpa niat membalas dia meletakkan ponselnya kembali. Darren ingin bicara banyak pada Zania sebelum kembali ke Indonesia dan menjadi Daffa.
Rendy memilih mengobrol dengan Ibu Darren daripada dia menjadi potongan nangka dalam dawet. Ya, Darren dan Zania sedang asik mengobrol sambil berpandang-pandangan membuat Rendy merinding disko karena Darren terlihat sangat berbeda ketika bersama dengan Zania.
Untung saja tidak lama ayah Darren Dateng dan membawa papan catur. Rendy bersorak girang ketika Brata menantangnya bermain catur walau hasilnya Rendy selalu kalah dan menjadi bahan ejekan Darren. Hingga waktu cepat berlalu dan mengharuskan mereka meninggalkan Daffa kembali.
Keesokan harinya Darren dan Rendy sudah berada di sekolah lagi."Gila! Gue jetlag nih kayanya," keluh Rendy.Darren tidak menanggapi dan sibuk mengeluarkan buku-bukunya."Harusnya gue nggak usah masuk sekolah hari ini, gue ngantuk berat. God gue butuh vitamin," Rendy mengumpat. "Gue pengen ke lapangan rasanya Secara kalau gue maen basket bakalan ada dedek-dedek gemes yang ngelihatin gue sambil teriak-teriak manja. Kyaa kak Rendy keren, kak Rendy ganteng, kak Rendy hot, kak Ren--"Darren menutup mulut Rendy dengan kertas. Entah cewek seperti apa yang bisa mengidolakannya."Bah, jahatnya!""Telinga gue budeg dengerin
"Kenapa, Ma?"Darren sedang mempersiapkan bukunya ke dalam tas sambil mengangkat telpon dari Ibunya."Temen Mama baru pindah ke Jakarta, dan anaknya baru masuk ke sekolah Daffa.""Jadi?""Mama minta tolong sama kamu, untuk temenin dia. Soalnya Mama nggak enak, Ibunya udah minta tolong ke Mama. Dia belum punya temen di Jakarta.""Oke, Ma.""Jangan lupa, ya. Tante Rina itu udah baik sama kita. Jadi Mama harap kamu bisa baik-baik ya sama anaknya Tante Rina.""Iya, Ma."Darren menenteng tas ranselnya dan men
Sebuah tepukan kecil di bahu mengagetkan Mika yang sedang berjalan ke kelasnya. Ia menengok, dilihatnya Michelle, si gadis setengah bule sudah berada di belakangnya sambil tersenyum manis."Pagi, Kak Mika.""Pagi," jawab Mika malas-malasan."Kak, kok ngelamun aja, mikirin apa sih?"Nih anak sok akrab banget."Nggak ngelamun kok, perasaan lo aja kali.""Kelas kakak dimana?"Mika menunjuk kelas yang berderet paling ujung di samping pohon beringin yang rindang."Kakak pacarnya Kak Daffa ya?"
Sejak kejadian di perpustakaan rasa kesal Mika menguap hilang entah kemana. Tetapi ucapan manis Daffa itu hanyalah ucapan manis belaka. Mungkin hanya untuk membuatnya senang. Buktinya sampai sekarang Daffa sama sekali tidak pernah memberitahukan keinginannya. Terhitung sudah beberapa hari semenjak Daffa mengatakan bahwa dirinya akan bilang ke Mika kalau ingin makan masakannya. Kenyataannya Mika-lah yang selalu mengirim pesan duluan untuk menanyakan apakah Daffa ingin dibawakan bekal atau tidak.Dan tidak.Sampai hari ini Mika tidak pernah membawakan Daffa bekal lagi.Mika memandang ke arah lapangan basket yang tidak jauh darinya. Sekarang dia, Siska, dan Michelle sedang duduk di bangku bawah pohon beringin samping kelasnya sambil melihat Daffa dan Rendy yang sedang melatih junior-junio
Besoknya Mika memutuskan untuk langsung ke kelas Daffa setelah bel Istirahat pertama berbunyi sebelum Daffa menghilang dari kelas. Mika lupa men-charge ponselnya semalam. Alhasil ponselnya mati dan tidak bisa mengirimi Daffa pesan.Panggilan Siska tidak dihiraukannya. Dia sudah menyiapkan kue sendiri untuk Siska tadi di tasnya. Tapi sebelumnya dia ingin memberikan kuenya untuk Daffa.Begitu sampai di kelas Mika menghentikan langkahnya melihat Michelle yang sudah duduk manis di samping Daffa sambil memegang buku dan alat tulis."Hei, Mika, kok nggak masuk?" Rendy muncul dari belakang Mika dan mendorongnya pelan untuk masuk ke kelas.Mika tersadar dan jalan beriringan dengan Rendy menuju bangku mereka.
Denting jam tangan Mika terdengar sangat halus menandakan waktu yang terus berjalan. Suara bising di kejauhan menggema seantero sekolah pertanda para siswa sibuk dengan segala aktivitas mereka masing-masing, memanfaatkan waktu istirahat singkat semaksimal mungkin.Begitu juga dengan Mikaela. Sekarang ia sedang menunggu cowok super cuek bernama Daffa yang membuatnya harus jungkir balik supaya cowok itu menengok padanya.Kebiasaan Mika, selalu tidak sabar untuk bertemu Daffa. Bolak balik dia menengok ke jarum arlojinya yang berdetak pelan tapi pasti, tetapi cowok yang ia tunggu belum datang juga. Padahal baru lima menit Mika tiba di taman tempatnya biasa berkencan.Mika ingin tertawa jika menyebut itu kencan, karena pada kenyataannya mereka tidak punya hubungan apapun. Hanya saja Mika se
Mikaela terduduk di ruang makan, menegak susu cokelat hangat sambil mengecek ponselnya. Pagi-pagi sekali ayah Mika sudah meninggalkan gadis itu pergi dengan para koleganya. Padahal hari ini hari Minggu, waktu yang tepat untuk berkumpul bersama keluarga. Tetapi ayah Mika malah pergi memancing bersama teman-temannya.Sebenarnya Mikaela tidak terlalu memikirkan hal itu selama bisa membuat ayahnya senang. Toh masih ada bi Salma, pak Tarno supirnya dan Seno anak Pak Tarno yang menjadi satpam di rumah Mika.Mika mengecek pesan yang ia dapat dari Daffa semalam. Hanya kata 'tidur' yang tertera di akhir pesan mereka. Mika berusaha untuk mengirim pesan lagi pada Daffa pagi ini. Ia melirik jam dinding sekilas, jam menunjukan pukul setengah delapan."Kak Daffa udah bangun belum ya?" Gumamnya.
Tak sampai 30 detik Mikaela langsung mengirimi Daffa dimana lokasi rumahnya setelah membaca pesan itu. Ia meletakan asal ponselnya yang sudah belepotan dengan bubuk tepung di atas meja."Yaaaayyy"Mikaela meluapkan rasa gembiranya dengan berteriak histeris. Bi Salma sampai harus menutup telinga melihat gadis cantik itu tiba-tiba memekik kegirangan sambil melompat-lompat seperti anak kecil yang baru dibelikan boneka Barbie oleh ayahnya."Kenapa sih non? Kok heboh begitu." Tanya bi Salma terheran-heran."Daffa mau kesini bi, nanti mau jemput Mika." jawab Mikaela sambil menggoncang-goncangkan bahu bi Salma.Bi Salma hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat Mikaela yang tidak dapat
7 years later..."Hi Darren, long time no see.""I'm very busy, Mr. Leo." Darren menjabat uluran tangan salah satu teman berbisnisnya itu."I know, ngomong-ngomong, selamat atas pertunanganmu dengan Dr. Caroline.""Thanks.""Dia sangat cantik.. dan sexy." bisik Mr. Leo sambil mengedipkan sebelah matanya genit."I agree with you. Aku sangat beruntung bukan?""Yes, you are. Dia adalah perempuan yang sangat dewasa dan pintar." puji Mr. Leo. "Oh, iya, silahkan duduk dulu. Kau mau minum apa?"
"Non Mika, makan dulu.""Nggak mau bi, bi Salma aja yang makan. Tadi saya udah makan.""Tapi non belum makan siang tadi.""Kita harus hemat bi, kita udah nggak punya apa-apa lagi." ucap Mikaela parau kembali memandangi sekeliling rumah megah yang akan segera ia tinggalkan. Rumah itu bukan haknya lagi. "Jadi kapan kita harus ninggalin rumah ini bi?""Kata pak Danu, kita cuma diberi waktu satu Minggu buat ngosongin rumah ini non."Memejamkan matanya, Mikaela berusaha kuat menghadapi semua hal buruk yang menimpanya. "Bi...saya bakal kasih separuh asuransi saya untuk bi Salma sama pak Tarjo. Bi Salma bisa bikin usaha kue di kampung bibi."
Sudah dua hari berlalu sejak ayah Mikaela meninggalkan dirinya seorang diri di dunia ini. Gadis itu mengurung diri dikamar selama itu tanpa mau makan dan minum kecuali ketika bi Salma menangis tersedu-sedu memohon agar Mikaela makan. Tiwi dan Siska setiap harinya datang ke rumah Mikaela sepulang sekolah untuk menghibur gadis malang itu."Mika, makan dulu yuk." Siska membawakan makan siang untuk Mikaela masih dengan memakai seragam sekolahnya."Tiwi udah bawain roti.""Iya, tapi kan Lo makan roti dikit banget, Lo kan orang Indo, makannya kudu nasi." sanggah Tiwi menerima piring yang disodorkan Siska.Siska dan Tiwi ikut duduk di ranjang Mikaela, duduk berdekatan dengan Mikaela yang sedang memeluk lututnya erat. Mata Mikaela sembab mena
Singapura, 18:07 PM"Kami sudah pindahkan Daffa ke ruang ICU, kalian sudah bisa tenang sekarang, kondisinya sudah sangat stabil, saya harap kondisinya besok sudah lebih membaik."Terlihat Dr. Matt beserta timnya yang dulu pernah merawat Daffa sedang memberikan keterangan pada Brata. Darren dan Ema hanya bisa menyimak apa yang dokter itu katakan."Terima kasih dok." Wajah Brata berangsur tenang setelah tegang beberapa saat."Tuan tenang saja, saya dan tim saya akan berusaha sebaik mungkin untuk anak anda." lanjutnya dengan bahasa Inggris yang sudah bercampur dengan Melayu itu.Darren berdecak. Semua dokter selalu mengatakan hal yang sama. Tapi mau bag
Bagai tersambar petir disiang bolong, Mikaela tidak percaya apa yang baru saja Darren katakan padanya. Darren memintanya untuk menerima Daffa."Ma..maksud kakak?""Maksud gue cukup jelas Mika. Ikut gue ke rumah sakit sekarang. Bilang sama Daffa kalau Lo juga cinta sama dia.""Aku nggak cinta sama dia kak.""Belajar buat cinta lagi sama dia."Plak.Satu tamparan keras mendarat tepat di pipi Darren. Mikaela sangat marah, tega sekali Darren mengatakan hal itu padanya."Kakak pikir hati aku ini apa?""...."
Begitu Darren berlari meninggalkan Mikaela dan mengendarai mobilnya dengan asal, cewek itu langsung berpamitan kepada anak-anak didiknya dan menyetop taksi untuk mengikuti Darren.Dia juga merasa cemas dengan keadaan Daffa, apalagi Darren terlihat kacau dan ketakutan setelah mendapat telpon dari ibunya.Ternyata Darren pergi ke salah satu rumah sakit terbesar di Jakarta, Mikaela yakin Daffa dilarikan ke rumah sakit itu.Mikaela tidak bisa menyamai langkah Darren yang berlalu dengan cepat. Dia hanya mengetahui jika Darren pergi ke ruang IGD dan Mikaela tidak dapat sembarangan masuk ke dalam. Jadi dia putuskan untuk menunggu Darren di lorong.Dengan sangat cemas Mikaela menunggu, sudah kurang lebih 30 menit bolak balik ia melihat jarum
Hari Minggu yang cerah, secerah hati Mikaela. Hari ini ia sudah membuat janji dengan Darren untuk pergi bersama. Walaupun Mikaela harus merengek-rengek sebelumnya agar Darren bersedia pergi kencan dengannya.Tidak masalah, yang penting hati Mikaela senang karena akhirnya Darren meng-iya-kan permintaan Mikaela.Cewek itu sudah menge-roll rambutnya sejak malam dan berdandan secantik mungkin. Dia menunggu Darren di ruang tengah bersama ayahnya. Dua hari ini ayah Mikaela tidak bekerja, dia seharian menemani Mikaela di rumah dan itu menambah kebahagiaan Mikaela."Pa, papa kerja lusa ya?""Iya, papa mau ke Bandung." Ayah Mika sedang membaca koran sambil menyeruput kopi panasnya."Hmmmm...
Begitu membaca pesan dari Daffa, Mikaela langsung berlari keluar tanpa menggunakan jaket dengan rambut yang masih setengah basah. Ia memakai baju tidur lengan pendek yang membuat kulitnya tertembus dinginnya angin malam."Masuk ke dalem aja kak, di luar dingin banget." Ajak Mikaela sambil mengusap-usap lengannya setelah melihat Daffa yang sepertinya juga ikut kedinginan."Disini aja, aku cuma sebentar." Jawab Daffa menatap Mikaela lekat sambil tersenyum.Hawa tajam seperti es semakin menusuk-nusuk kulit, Mikaela merasakan sesuatu yang aneh pada Daffa. Tatapan cowok itu berbeda dari biasanya. Tatapan yang sangat terluka.Daffa tidak mau membuang banyak waktu, dia harus mengatakannya sekarang juga.
"I miss you so bad, I'm not lying."Mikaela tertegun dengan apa yang Darren lakukan. Cowok itu dengan lembut mengatakan bahwa ia merindukan Mikaela, ditelinganya.Bulu kuduk Mikaela meremang, seperti ada perasaan yang meluap-luap dalam dadanya, apalagi tangan Darren sedang memeluknya dari belakang. Mikaela tidak dapat bersikap dengan normal."Do you miss me?" tanya Darren, masih dengan posisi yang sama.Mikaela menelan ludah, sangat susah baginya menjawab pertanyaan Darren ketika dalam posisi saat ini. Ia hanya bisa mengangguk-anggukan kepalanya, sudah tidak dapat berkonsentrasi menyuci piring lagi. Ia taruh piring itu di wastafel, tangannya masih penuh dengan buih-buih busa sabun cuci piring.