"Dan kamu pula yang kasih ide aku, akibat kamu nyangka aku ini tukang ojek ya sekalian aja aku ngaku jadi orang bawahan biasa biar kamu tetap mau berteman denganku," lanjutnya.
"Terus, gimana bisa kamu punya ide jadi HRD di kantor? Gimana caramu mengurus perusahaan di balik ruang HRD? Pantas saja aku selama kerja disitu belum pernah sekalipun ketemu sama big bos," selidikku pula penuh ingin tahu.
Aku memang belum pernah bertemu dengan big bos di tempatku bekerja, walau kadang iseng bertanya pada karyawan lain, mereka hanya menjawab bahwa bos sedang di luar negeri mengurus bisnis yang lain.
"Mau gimana lagi? Itu juga karena kamu, mana mungkin aku ngaku jadi bos? Kebetulan posisi HRD waktu itu lagi kosong, jadi aku pakai saja posisi itu dan terpaksa secara diam-diam menghandle perusahaan di balik kursi jabatan itu. Semua pegawai juga sudah kusuruh tutup mulut jika kamu bertanya tentang bos disitu, untungnya semua gak ada yang bocor," jelas Reyhan.
"Kenapa s
Aku seperti seorang terdakwa yang sedang diinterogasi."Aku 'kan sudah sering bilang kalau tak akan mau jatuh kembali kedalam lubang yang sama, sekalipun keadaannya sudah jauh berbeda," jawabku datar."Apa rasa cintamu padanya sudah hilang begitu saja? Apa kamu sudah lupa saat-saat bahagia dengannya? Pengorbanan kalian untuk bersama dulu tentunya!""Sudah kukubur dalam-dalam, Mas. sakit hati dan kekecewaanku lebih besar dari rasa itu. Aku sudah melupakan semuanya dan sudah terbiasa tanpanya." Aku menoleh ke arah lain untuk menghindari tatapan Reyhan yang sulit kuartikan itu."Tapi jangan lupa, Dio itu juga berhak atas Dhea. Berikanlah waktu untuk mereka bersama agar bisa menebus waktu yang dia sia-siakan untuk memberikan kasih sayang pada putrinya." Reyhan menggenggam erat tanganku."Mas Dio apa juga pernah bilang seperti itu padamu?" Aku tersentak mendengar ucapan Reyhan, kulepaskan genggaman tangannya kemudian menghadap ke arahnya dan menatap mat
Kami pun melepas rindu dengan saling bertukar cerita selama berpisah, lalu kujelaskan akar permasalahan keluargaku yang sebenarnya pada bapak dan ibu. Kedua orang tuaku sedikit banyak memang sudah tahu dari mas Dio. Namun, perlu kuluruskan karena masih ada beberapa hal penting yang disembunyikan mas Dio. Terlihat ekspresi keduanya ikut geram dan marah menanggapi ceritaku, tapi kemudian mereka tersenyum lega dan bahagia setelah mendengar bahwa kami baik-baik saja, karena beruntung ada seorang pemuda yang menolong di kota pelarian. "Ya sudah, Nduk, jangan diingat-ingat lagi kejadian itu. Semoga keputusan yang akan kamu ambil benar-benar tepat dan lancar terlaksana nantinya." Bapak tersenyum, seperti mengisyaratkan memberi kekuatan dan dukungan. "Terima kasih Bapak dan Ibu sudah mau mengerti juga mendukung keputusan Ria." Aku pun merasa lega serasa mendapat kekuatan tambahan. Tak terasa sudah sebulan aku dan Dhea tinggal di rumah orang tuak
Mas Dio tiba-tiba menubruk dan memelukku sangat erat. Membuatku reflek meronta sekuat tenaga melepaskan pelukan yang sangat tidak kuinginkan itu."Ria, aku mohon jangan tinggalkan aku! Aku teramat mencintaimu, hatiku sangat sakit melihatmu bersama Reyhan!" Mas Dio menangis, merengek dan tetap memeluk erat hingga aku sulit bernapas."Lepaskan aku, Mas! Aku susah bernapas!" Dengan napas tersengal, kucoba mendorong badan kekarnya.Dan akhirnya sedikit terlepas, lalu ....PLAK ....Kutampar pipi mas Dio sekuat tenagaku hingga tangan terasa panas."Ma ... maaf, Mas, bukan maksudku berbuat demikian. Aku tak sengaja, aku hanya reflek karena mendapat perlakuan tak pantas." Aku benar-benar menyesal dan tak sengaja menamparnya, bahkan tak menyangka bisa melakukan hal itu padanya."Tidak apa-apa Ria, memang aku pantas mendapatkannya. Maaf, telah berani menjamahmu, lagi. Aku terlalu cemburu melihatmu dengan Reyhan. Tapi, benarkah semudah itu kau
"Masa Om Reyhan lupa, sih? Inget gak Om, yang kemarin pas kita di taman sebelum Dhea pulang kesini?""Yang mana, Dhea? Om lupa!""Itu loh, yang Om ngajakin Dhea ganggu cewek yang duduk di kursi pinggir taman, Om bilang gini ke kakaknya ... 'hai, Cantik, mau gak jadi ibu dari anak aku yang lucu ini?' Nah, terus pacarnya dateng bilang gini, 'maaf, Pak Poh, dia pacar saya!' Inget gak, Om?""Hahaha ... iya, om inget, itu yang kamu bohongin om 'kan? Kamu bilang pak poh itu artinya kakak ganteng di bahasa Jawa, tapi ternyata artinya bapak sepuh alias bapak tua! Akhirnya, om malah diledekin juga diketawain sama mereka, gara-gara kamu kerjain, jadi salah mengerti kata pak poh itu!""Hihihihi .... " Aku dan Dhea cekikikan mendengar cerita Reyhan."Padahal om udah seneng banget dipanggil kakak ganteng sama duo abg itu, eh endingnya dikata bapak-bapak juga!""Hahahaha .... " Aku tak bisa menahan tawaku lagi."Dhea, Dhea ... kamu itu pintar. Pint
"Aku tak mau Dhea kehilangan sosok papanya lagi, dari itulah aku ingin mendekatkan diriku padanya. Aku menyesal telah kehilangan masa kecilnya," tambahnya lagi."Iya, Mas, aku mengerti."Akhirnya kami terus berbincang menceritakan tentang Dhea dan Diego.Kemudian berjanji akan menjadi orang tua yang baik untuk putri kami, meski tidak bisa bersama sebagai orang tua lengkap yang tinggal satu atap.Tak terasa waktu beranjak malam, kuputuskan untuk meminta diantar pulang. Saat akan bangkit dari duduk tiba-tiba kepalaku terasa sangat pusing dan kantuk hebat menyerangku."Aduh, Mas, kok aku pusing banget ini. Buminya kok bergoyang ya, rasannya?" Kupegangi pelipisku yang terasa teramat pening."Kamu kenapa, Ria? Kamu sakit, ya?" tanyanya sambil mendekat."Gak tau nih, tiba-tiba pusing" Kukedip-kedipan mataku agar kelopak yang terasa berat bisa terbuka. Namun, tetap saja berat, malah mas Dio terlihat ada dua."Kamu ga
"Kau itu istriku, Ria. Kau untukku dan hanya milikku, bukan milik Reyhan atau siapapun!" Mas Dio berjalan ke arah lemari, lalu mengambil pakaian yang entah milik siapa itu untukku."Ini, pakailah! Aku sengaja menyiapkan baju ini khusus untukmu, Sayang!" Ditariknya bandrol harga pada baju itu hingga terlepas, lalu menarik tubuhku berniat memakaikan.Kutepis kasar tangannya, hingga baju berbahan tipis itu terjatuh."Kenapa, Ria? Apa kau malu jika aku memakaikan baju untukmu? Aku suamimu dan sudah hafal betul dengan bentuk lekuk tubuhmu! Jadi, menurutlah!" ucapnya sambil menyeringai yang membuatku semakin takut."Oh ya, satu hal yang harus kau tahu! Kau pasti berpikir jika kita akan segera bercerai ,kan? Karena kita sudah sama-sama menandatangani surat permohonan perceraian itu. Aku tak mungkin sebodoh itu ,Ria, tak mungkin semudah itu menceraikanmu. Jadi, suratnya hanya kusimpan tanpa diajukan ke KUA ataupun pengadilan
Dengan alasan Dhea ingin dijemput mamanya, akhirnya Ria mau ikut. Setelah sampai di rumah kuantar dia menuju ke kamar Dhea yang juga milik Diego. Setelah ibu dan anak itu bertemu, lalu kutinggal sebentar ke kamar untuk mengambil obat tidur yang sengaja kubeli kemarin malam.Terpaksa aku harus mengikuti cara kotor Marrisa untuk mendapatkan Ria kembali, karena dengan cara baik-baik meminta dia untuk tetap bersamaku tidak bisa. Dia tetap bersikeras meminta cerai.Sebenarnya aku tahu bahwa Reyhan itu mencintai Ria, sebelum kembali ke sini kami sempat berbicara empat mata. Tentu membicarakan tentang perasaannya pada Ria, bahkan beraninya dia memberi kesempatan padaku untuk membujuk Ria agar kembali. Juga ancaman apabila tidak mau dan lebih memilih cerai, maka aku harus mengikhlaskan wanita yang masih berstatus istriku itu menjadi miliknya.Sungguh negosiasi yang menyebalkan. Jika saja dia bukan atasanku, mungkin aku sudah habis kesabaran untuk menghajarnya. Hanya saj
"Aku mencintai mas Reyhan, dan aku tidak ingin bersamamu lagi, Mas!" ucapnya sesenggukan saat kami beradu argument.Kata-katanya itu membuatku murka, kutinju dinding kamar untuk melampiaskan kemarahan. Tak kuhiraukan rasa perih ditangan yang sedikit mengeluarkan darah, karena di dalam dada ini rasanya lebih sakit dan lebih perih daripada luka itu.Sebagai pengalih rasa kecewa, kutindih tubuh Ria yang terbungkus selimut itu, lalu saat hendak mencium bibirnya. Tapi, dia malah mengelak dan itu membuatku semakin murka.Beruntung masih kukuasai diri saat teringat telah membelikannya sebuah lingerie. Kuambil pakaian itu dari dalam lemari kemudian memakaikan pada tubuh Ria tanpa kesulitan dan paksaan karena dia hanya menurut.Ria nampak sexy sekali memakainya, aku yang melihatnya kembali merasa bergairah. Setelah memakai t-shirt kuputuskan untuk pergi ke kamarku sebentar berniat meminum obat kuat yang tak sengaja kupersiapkan juga.Aku menyiapkannya
"Mas, aku ... mencintaimu." Kupejamkan mata untuk mengurangi rasa malu saat mengucapkannya."Oh, terima kasih, Ria, aku juga sangat sangat sangat mencintaimu!" ucapnya girang. Kemudian melumat bibirku."Ish, Mas Reyhan! Katanya tadi nggak menciumku? Kenapa malah nyosor gitu?" Aku sedikit merajuk. Padahal dalam hati girang juga."Maaf, maaf, kebawa suasana. Gak usah melotot gitu, dong! Abis, aku gemes banget sama kamu." Mas Reyhan perlahan melepas cengkeramannya. "Tapi, kamu juga suka, kan dicium?" ledeknya sambil tersenyum manis.Senyummu, Mas, bikin meleleh!"Apaan?""Buktinya, tadi kamu bales juga! Pasti mau lagi, kan?" godanya.Ah, bodoh! Kenapa tadi secara gak sadar aku bales ciumannya? Bikin malu aja, Ria!"Udah, gak usah malu-malu gitu! Nanti kalau udah nikah pasti tiap hari aku kasih. Apa perlu tiap waktu?" godanya lagi yang semakin membuatku malu.Aku memang bukan anak gadis yang masih malu-malu dalam urusa
"Semoga yang Kakak ucapkan itu benar, tapi aku akan cari tahu sendiri kebenarannya." Lagi, Vanya tersenyum lalu menepuk tanganku."Beneran, Vanya. Kami cuma teman lama." Aku mencoba meyakinkannya."Udah, lupain aja, Kak. Aku senang bisa kenal sama Kakak. Di sini aku masih belum punya teman. Aku harap, Kakak mau jadi temanku.""Tentu saja aku mau jadi temanmu. Tapi, apa kamu gak malu temenan sama aku?"Vanya meringis."Kenapa harus malu, Kak? Aku yakin Kakak orang baik. Oh, ya, sebulan lagi aku akan menikah sama Kak Reyhan. Aku mau minta tolong sama Kakak, bantuin persiapan pernikahanku, ya!""Kamu belum benar-benar kenal aku, Vanya. Aku tak sebaik yang kamu kira.""Aku gak peduli, Kakak mau bilang apa. Yang jelas aku sangat yakin Kakak orang yang baik." Lagi, Vanya tersenyum sambil menatapku."Tapi, maaf, sepertinya aku tak bisa membantu. Aku tak bisa pergi kembali ke kota itu." Aku menolak sopan permintaannya, mendengar
"Jaga dan bahagiakan dia, Mas. Jangan pernah sakiti hatinya, dia sep--"Sebuah ciuman mendarat di bibirku, membuat terkejut sampai lupa dengan kelanjutan ucapan yang belum kuselesaikan itu.Kudorong tubuh Mas Reyhan kuat-kuat setelah rasio kembali terkumpul. Ini yang pertama dilakukannya padaku sehingga cukup canggung sekaligus emosi dibuatnya."Mas, apa yang kaulakukan?" bentakku padanya sambil tersengal menata napas dan gemuruh di dada, jantungku berdegup sangat kencang."Maaf, Ria, aku terbawa suasana, aku terlalu merindukanmu hingga tak sadar telah ... menciummu.""Kamu sudah berubah, Mas!" Merasa kesal aku mencoba membuka pintu mobil berusaha untuk keluar. Namun, pintunya sudah otomatis dikunci oleh Mas Reyhan membuatku kembali terdiam menahan amarah."Maaf, Ria, aku tidak sadar melakukannya. Maafkan aku!" Reyhan kembali memegang tanganku."Tapi, bukan begitu caranya, Mas!" Air mataku menetes, entah apa yang kurasakan saat ini. R
"Kuharap kamu bisa hadir di pernikahan kami, Ria," imbuhnya lagi."Tunggu, kalian mau menikah? Selamat ya, tapi gimana bisa?" ucapku sumringah disertai penuh rasa ingin tahu."Jadi begini, Nina lah yang selama ini selalu menghibur dan menguatkanku. Dia yang telah menyadarkan tentang kenyataan hidup, terutama menerima keputusanmu. Semua perhatiannya membuatku luluh dan merasa nyaman saat bersamanya, dan beruntungnya ternyata dia juga telah lama menyimpan perasaan padaku, lelaki bodoh ini," terang Dio sambil tertawa lalu memandang wajah Nina."Ah, mas Dio ini, bisa saja, aku 'kan nggak tega lihat kamu frustasi!" kelakar Nina sambil mencubit pinggang Dio, dia terlihat malu, pipinya bersemu merah sebelum menunduk."Mungkin memang kalian telah berjodoh, gak ada salahnya, kan? Oh ya, Diego mana kok dari tadi gak kelihatan?" Aku celingukan mencari sosok bocah kecil menggemaskan yang dari tadi tak kulihat keberadaannya itu."Diego telah dibawa Marissa dan
Saat tersadar aku sudah terbaring di ruangan yang beraroma obat-obatan. Rupanya Dio membawaku ke klinik yang tak jauh dari rumah, hal itu kuketahui setelah melihat dokter yang merupakan tetangga dekat itu tersenyum."Mbak Ria, sudah sadar? Apa yang dirasakan sekarang?" tanyanya lalu memeriksaku.Aku hanya menganggukkan kepala, karena badanku masih sangat lemah juga kepala terasa berat dan sedikit pusing."Jangan terlalu stres ya, Mbak, asupan makanannya juga dijaga biar ....""Apakah Ria sedang hamil, Dok?" Dengan semangat Dio memotong perkataan dokter."Apa kalian sedang program hamil?" tanya dokter yang bernama Rika itu balik, aku segera menggeleng sedangkan Dio antusias menganggukan kepalanya dengan cepat."Iya, Dok, kami sedang program hamil," ucap Dio asal."Tapi, sayang sekali kalau kondisi Mbak Ria seperti ini, mana bisa program kalian itu berhasil. Yang ada Mbak Ria malah kena penyakit typus kalau jarang makan seperti ini," te
***POV RIA***"Hai, Mas, maaf aku ganggu!" ucapku setelah melihat Reyhan membuka pintu lebar-lebar."Hai, nggak ganggu kok, ada apa? Mari masuk!" Reyhan mempersilakan ke kamar tempatnya menginap."Terima kasih, ada yang mau aku bicarakan, tapi kita di teras saja, ya!" Aku duduk di kursi teras. Penginapan di sini memang hanya bangunan rumah kecil berisi satu kamar dan kamar mandi, dilengkapi sebuah teras beserta dengan kursi dan mejanya yang menghadap langsung ke laut."Apa yang akan kau bicarakan?" Mata Reyhan menyipit menyelidik ke arahku setelah ikut duduk di kursi kosong sebelahku."Bisa nggak kita batalin acara jalan-jalan nanti malam? Aku sedang tidak enak badan.""Oh, tentu saja bisa. Hanya jalan-jalan saja 'kan gak penting. Udah minum obat apa belum?""Udah, barusan. Mas, boleh nggak aku tanya sesuatu?""Apa?""Mas Reyhan jijik nggak kalau ketemu aku?" tanyaku ragu dengan suara sedikit pelan dan hati-hati.
***POV Reyhan***Lega rasanya bisa menemukan Ria dan Dhea kembali dalam keadaan baik-baik saja. Untungnya dia telah kuberi hp yang bisa dilacak keberadaannya lewat aplikasi di notebook. Bila tidak, entah aku harus mencari mereka ke mana. Ria itu orangnya nekat dan keras kepala. Susah ditebak pula apa maunya.Tadi aku terpaksa menghindar darinya, dengan alasan ingin beristirahat karena dari semalam belum tidur setelah melakukan perjalanan jauh.Aku hanya tidak ingin mengingatkan dia pada peristiwa yang baru dialaminya semalam. Takut itu akan membuatnya sedih. Dan aku sendiri bingung harus bersikap bagaimana, mengharapkannya salah, meninggalkannya juga salah. Lebih baik sementara saling menata hati saja."Dio, kenapa kau lakukan itu?"Frustasi, kuacak rambut dengan kasar, ingin rasanya marah dan menghancurkan barang-barang yang ada di kamar penginapanku ini, tapi kutahan karena tak ada gunanya. Marah tak akan merubah keadaan, justru pikiran jernihlah
"Aku mencintai mas Reyhan, dan aku tidak ingin bersamamu lagi, Mas!" ucapnya sesenggukan saat kami beradu argument.Kata-katanya itu membuatku murka, kutinju dinding kamar untuk melampiaskan kemarahan. Tak kuhiraukan rasa perih ditangan yang sedikit mengeluarkan darah, karena di dalam dada ini rasanya lebih sakit dan lebih perih daripada luka itu.Sebagai pengalih rasa kecewa, kutindih tubuh Ria yang terbungkus selimut itu, lalu saat hendak mencium bibirnya. Tapi, dia malah mengelak dan itu membuatku semakin murka.Beruntung masih kukuasai diri saat teringat telah membelikannya sebuah lingerie. Kuambil pakaian itu dari dalam lemari kemudian memakaikan pada tubuh Ria tanpa kesulitan dan paksaan karena dia hanya menurut.Ria nampak sexy sekali memakainya, aku yang melihatnya kembali merasa bergairah. Setelah memakai t-shirt kuputuskan untuk pergi ke kamarku sebentar berniat meminum obat kuat yang tak sengaja kupersiapkan juga.Aku menyiapkannya
Dengan alasan Dhea ingin dijemput mamanya, akhirnya Ria mau ikut. Setelah sampai di rumah kuantar dia menuju ke kamar Dhea yang juga milik Diego. Setelah ibu dan anak itu bertemu, lalu kutinggal sebentar ke kamar untuk mengambil obat tidur yang sengaja kubeli kemarin malam.Terpaksa aku harus mengikuti cara kotor Marrisa untuk mendapatkan Ria kembali, karena dengan cara baik-baik meminta dia untuk tetap bersamaku tidak bisa. Dia tetap bersikeras meminta cerai.Sebenarnya aku tahu bahwa Reyhan itu mencintai Ria, sebelum kembali ke sini kami sempat berbicara empat mata. Tentu membicarakan tentang perasaannya pada Ria, bahkan beraninya dia memberi kesempatan padaku untuk membujuk Ria agar kembali. Juga ancaman apabila tidak mau dan lebih memilih cerai, maka aku harus mengikhlaskan wanita yang masih berstatus istriku itu menjadi miliknya.Sungguh negosiasi yang menyebalkan. Jika saja dia bukan atasanku, mungkin aku sudah habis kesabaran untuk menghajarnya. Hanya saj