Di Kerajaan Feodora, setelah masa kejayaan Raja Chaperon berakhir, Raja yang dikenal bengis karena merebut takhta dengan cara melakukan pemberontakan dan membunuh ayahnya sendiri lalu naik ke atas takhta.
Tujuh tahun bertakhta, Raja Chaperon yang dikenal tidak memiliki sedikitpun rasa belas kasih, bahkan membuat kontrak dengan Raja Iblis —oleh para bawahannya yang merencanakan kudeta, kembali melakukan pemberontakan untuk menggulingkannya.Pemberontakan itu dikepalai oleh adik Chaperon yang bernama Calliope.Calliope yang merupakan seorang Sword Master bersama dengan para bangsawan dan dibantu oleh para Penyihir, Elf, Mage, Naga, bahkan para Spirit —bersatu untuk melawan Chaperon yang dibantu oleh Raja Iblis Biru.Chaperon kalah. Calliope naik ke atas takhta menggantikan kakaknya.Pemerintahan Calliope yang terlihat damai itu ternyata memiliki kelemahan.Pemberontakan Calliope yang dibantu oleh para bangsawan saat menggulingkan kakaknya, terpecah menjadi dua faksi dengan dalih menentang Pangeran pertama untuk naik takhta.Akhirnya, Raja Calliope membuat sebuah perjanjian darah, di mana yang berhak untuk menjadi Raja berikutnya menggantikan dia haruslah seorang Sword Master seperti dirinya.***Tiba-tiba ia berada ditempat yang asing. Ia memang memiliki keistimewaan bisa melihat emosi seseorang lewat aura tubuhnya.Marah, sedih, kecewa, dan jenis emosi lainnya. Ia bisa mengotak-kotakkan manusia dari auranya. Ia bisa melihat warna aura yang menyeruak keluar dari tubuh manusia.Namanya GYANDRA VEGA, wanita dua puluh lima tahun dan biasa dipanggil Jia.Jia merupakan seorang wanita karir yang hidup sendirian tanpa orang tua dan saudara. Dulu ia memilikinya. Tapi ia memutuskan untuk membuang mereka dari hidupnya.Terakhir kali yang ia ingat, Jia sedang duduk termenung sendirian di apartemen sederhana miliknya di lantai paling atas —tepatnya di atap sebuah gedung berlantai tujuh.Di hadapannya berserakan beberapa botol bir. Ia sedang merasa hancur, pikirannya tidak waras karena menjadi wanita bodoh yang ditipu oleh kekasihnya.Lelaki itu pergi dengan wanita lain membawa semua uang yang sudah mereka kumpulkan bersama untuk menikah.Jia merasa dirinya sangat bodoh. Padahal ia bisa melihat auranya. Aura ketidaktulusan. Aura pembohong. Tapi karena dibutakan oleh perasaan, ia terus menepisnya.Tidak sampai di situ saja. Jia yang tidak salah apa-apa malah dituduh sebagai selingkuhan yang sudah mengganggu hubungan orang lain. Padahal sudah jelas kalau Jia memiliki hubungan dengan laki-laki bernama FABIAN itu —sebelum lelaki itu mengenal selingkuhannya.Beberapa orang yang mengetahui tentang kenyataan itu, ikut bungkam karena tidak mau terlibat masalah.Sialnya, wanita yang didekati oleh Fabian merupakan keponakan pemilik tempat Jia bekerja. Akhirnya, Jia pun dipecat.Jia yang tidak memiliki kekuatan dan kekuasaan hanya bisa pasrah. Sepertinya, memercayai seseorang adalah hal yang tabu untuknya. Ia bahkan tidak bisa menangis. Jadi ia minum alkohol saja untuk menemani perasaannya yang kacau.Dua jam kemudian. Saat kesadaran Jia mulai menurun, ia merasakan aura kehadiran seseorang dari arah belakangnya.Saat Jia hendak berbalik, orang itu dengan cepat mencekik lehernya. Jia tidak bisa melawan karena tenaganya sangat kuat. Dari situ Jia tahu bahwa orang yang mencekiknya merupakan seorang lelaki."Apakah dia Fabian? Teganya dia!" batin Jia dengan penuh putus asa.Saat Jia hampir kehabisan napas dan tergeletak lemas. Lelaki itu mengangkat tubuhnya dan melemparkannya begitu saja dari atap gedung berlantai tujuh itu.Sebelum melepaskan tubuh Jia, si lelaki membisikkan sesuatu di telinganya, "Jangan membenciku!" —lalu melemparkan tubuh Jia begitu saja seperti sampah.Tubuh Jia melayang. Beberapa detik sebelum kematiannya, Jia sempat melihat sosok lelaki yang sangat tega menghempaskan tubuhnya itu."Dia bukan Fabian! Di-dia ...,AZIEL! Dia sepupu Fabian. Apa mungkin Fabian yang menyuruhnya?" Begitulah hal terakhir yang Jia ingat.Anehnya, Jia melihat dari tubuh Aziel menyeruak aura berwarna abu-abu. Kalau Aziel sedang marah seharusnya aura tubuhnya berwarna merah atau hitam. Tapi kenapa abu-abu?Aziel yang membunuh Jia. Tapi kenapa malah Aziel yang tampak merasa bersalah? Apa maksudnya?Kemudian Jia menutup mata. Pasrah dengan apa pun yang akan terjadi.***"Kak ...,kakak ...,kakak sudah bangun? Kakak sudah sadar?" —sayup Jia mendengar suara entah dari mana asalnya.Jia berpikir bahwa ia baru jatuh dari atas gedung lantai tujuh. Jadi wajar bila mendengar suara-suara seperti itu."KAK!!!" Suara yang awalnya hanya terdengar sayup, kini berubah menjadi teriakan."Aneh. Kenapa sejak tadi teriakan itu terus memanggil kakak? Apa ini semacam kilas balik kehidupanku? Tapi di kehidupanku yang sekarang aku tidak punya adik. Apa ini kilas balik dari kehidupanku yang sebelumnya? Eiy, masa iya?" batin Jia masih terus berbicara entah pada siapa.Anehnya, Jia masih bisa berpikir macam-macam dikepalanya."Ayah! Ayah! Kakak sudah sadar." Suara teriakan yang sama terus menggema."APA?! Cette sudah siuman?" Disambut oleh suara dari orang yang lainnya.Perlahan Jia membuka mata."Duh, kira-kira di neraka atau di surga ya?" batin Jia agak risau kalau saja ia malah berakhir di neraka.Jia pernah mendengar bahwa di neraka sangat menyiksa. Walaupun Jia bukan orang yang benar. Tapi ia juga tidak ingin berakhir di neraka."Aku tidak merasakan hawa panas sedikitpun. Apa aku harus bersyukur?" batin Jia sedikit lega.Setelah matanya terbuka, hal pertama yang Jia lihat adalah seorang pria paruh baya yang menatapnya penuh cemas, juga seorang wanita berusia belasan duduk di sebelahnya sambil memegangi tangannya dan menangis."Kak, kakak sudah sadar? Kakak benar-benar sudah sadar?" isak si gadis remaja dengan memegangi tangan Jia."Kakak? Apa-apaan gadis ini? Kenapa dia memanggilku kakak dan kenapa dia menangis segala?" batin Jia merasa bingung dengan aksi si gadis remaja itu.Mata Jia menangkap sesuatu yang lebih aneh lagi. Ia melihat si gadis remaja mengenakan gaun yang sangat berlebihan. Warna rambut dan matanya juga tidak biasa."Kenapa pakaiannya seperti pakaian bangsawan abad pertengahan begitu? Mereka sedang syuting film dokumenter zaman kerajaan atau bagaimana, sih?" batin Jia masih sempat menebak-nebak dalam pikirannya."Cette, anakku! Ayah senang karena kamu sudah sadar. Ayah sangat takut dan khawatir. Tapi syukurlah," ucap si bapak paruh baya dengan tatapan berkaca-kaca."Ini apa lagi, sih? Nama aneh dari mana lagi itu? Om, namaku itu Jia bukan Cette. Lagian aku bukan anak kamu. Asal om tahu ya, aku sudah membuang jauh-jauh keluargaku yang tidak membanggakan itu," batin Jia panjang lebar mendadak menggebu-gebu."Panggilkan tabib keluarga!" titah si Pria paruh baya entah pada siapa."Tabib? Hello, om! Aku itu butuhnya dokter bukan tabib. Eh bentar deh!" Tiba-tiba Jia mengingat sesuatu. "Aku jatuh dari lantai tujuh, masa iya aku masih hidup?"Perlahan Jia mengangkat tangan kirinya. Ia semakin bingung dan merasakan banyaknya keanehan."Tidak ada bekas luka sayatan yang aku terima dua tahun lalu di lengan kiriku. Jelas-jelas bekasnya tidak bisa hilang dan membekas. Kenapa sekarang tidak ada?" batin Jia semakin larut dalam kebingungan.Kini pandangannya kembali terlempar ke setiap sudut ruangan yang sedang ia tempati saat ini. Jia melihat ornamen-ornamen yang memenuhi ruangan itu tidak biasa."Apa-apan kamar luas yang mewah ini? Aku sebenarnya ada di mana, sih?" Jia benar-benar tidak memahami situasinya."Tuan, tabib sudah datang!" ungkap seseorang dari depan pintu."Biarkan masuk!" titah si Pria paruh baya itu.Begitu tabib yang dimaksud masuk, Pria paruh baya itu menghampiri si tabib dan menyeretnya untuk langsung mendekat pada Jia."Tolong periksa Putri saya!" pinta si Pria paruh baya kepada si tabib yang baru saja datang.Tabib yang perawakannya cukup tua dengan jenggot putihnya yang panjang nan lebat, mendekat pada Jia dan memeriksa denyut nadinya."Nona, apa Anda bisa melihat saya?" tanya si Tabib pada Jia. Jia mengangguk saja. "Apa ada bagian tubuh Anda yang terasa sakit?"Jia yang sejak membuka mata memang merasakan sakit yang sangat mencekam di bagian kepalanya, menyentuh bagian kepalanya yang sakit untuk memberitahu kepada si tabib, agar memeriksanya."Saya akan meresepkan obat untuk sakit kepala Anda," ujar si tabib kepada Jia dengan tenang."Resep obat? Hello? Annyeonghaseyo mang tabib?" batin Jia sambil membelalakkan mata di depan si tabib. "Aku ini bukan lagi pusing karena kelelahan atau migrain. Apa dia tidak tahu kalau aku baru jatuh dari gedung yang tinggi ya? Aku harus di CT-Scan, kepalaku harus di periksa. Bagaimana kalau aku sampai gegar otak? Bahaya banget, kan? Ya ampun," batin Jia tidak habis pikir dengan si tabib yang hanya ingin meresepkan obat saja."Apa mungkin Anda masih kesulitan berbicara?" tanya si tabib ketika melihat Jia hanya bungkam sejak kedatangannya."Lah iya yak!" batin Jia terkesiap mendengar pertanyaan si tabib. "Ngapa aku dodol banget ngomong dalam hati mulu dari tadi." Jia malah merasa konyol sendiri.Jia perlahan membuka mulut untuk mengeluarkan suara pertamanya setelah kejadian tragis itu."Ahhhhrrrr ...." Jia mulai mengeluarkan suara. Tapi ia merasa sakit yang mencekam pada tenggorokannya.Jia kesulitan mengeluarkan suara. Ia berpikir rasa sakit pada tenggorokannya dikarenakan Aziel sempat mencekik lehernya."Pantas saja!" batin Jia seraya mengelus pelan lehernya. Karena ia kesulitan mengeluarkan suara, akhirnya Jia menggelengkan kepalanya kepada si tabib menandakan kalau ada yang salah dengan tenggorokannya."Apa tenggorokan Anda sakit?" tanya si tabib dan Jia mengangguk. "Itu efek luka goresan yang megenai leher Anda. Nanti saya akan menyuruh murid saya untuk mengganti perban di leher dan kepala Anda. Apa masih ada lagi yang sakit?" lanjut si tabib dan Jia hanya menggeleng. "Baiklah!" Kemudian si tabib menjauh darinya dan langsung menemui Pria paruh baya yang tadi."Nona Luvena perlahan akan stabil kembali. Mungkin karena sudah tertidur selama hampir sebulan ....""Wait —WHAT? SEBULAN??? Lah udah selama itu? Padahal kayak baru semenit yang lalu aku jatuh," batin Jia sambil membelalakkan kedua matanya ke arah si tabib yang berbicara dengan si Pria paruh baya."....jadi sistem motoriknya masih belum berfungsi dengan baik, karena sudah terlalu lama vakum. Tuan Penguasa, Nona Muda, atau para pelayan bisa pelan-pelan membantunya pulih dengan cara menggerak-gerakkan atau memijit-mijit tubuh Nona. Itu akan sangat membantu," jelas si tabib pada si pria paruh baya."Saya akan mengirimkan murid saya untuk mengganti perban dan membawa beberapa obat yang saya resepkan untuk Nona Luvena. Kalau begitu saya permisi," sambung si tabib.Setelah kepergian si tabib tua berjenggot itu, kini tinggal si gadis remaja, si pria paruh baya, dan Jia saja."Kak, syukurlah kakak sudah sadar. Aku sangat kesepian dan sangat takut karena kakak tidak kunjung bangun," isak si gadis remaja yang masih berada di sebelah Jia dan memeluknya."Cette, kamu benar-benar sudah sembuh, kan, Nak? Ayah sangat takut kehilangan kamu. Apa yang akan ayah katakan kepada ibumu yang tidak bisa menjagamu ini nanti. Maafkan ayah, mulai sekarang ayah akan lebih melndungimu dan menjagamu. Ayah berjanji!" Si Pria paruh baya juga turut terisak sambil memegangi tangan kiri Jia."Apa ini? Kenapa mereka sesedih itu? Aku bukan siapa-siapa mereka. Aku bahkan tidak tahu siapa mereka," batin Jia karena merasa banyak hal yang tidak ia mengerti sedang terjadi.Tiba-tiba saja ingatan-ingatan yang sepertinya bukan milik Jia —dengan cepat dan secara paksa melintas di kepalanya.'Kalau kalian tidak menjauh, aku akan menggores leherku dengan pecahan kaca ini. Jadi aku mohon menjauhlah!''Anda tidak boleh melakukan itu, Nona. Anda tidak boleh membuat bekas di tubuh Anda.''Lepaskan aku, Dav!''Pangeran akan segera mati. Jadi kalau kamu terlalu mencintainya, kenapa kamu tidak mengorbankan nyawamu saja!'*"Ingatan siapa itu? Kenapa ingatan yang tidak pernah aku alami melintas di kepalaku? Astaga! Kepalaku sakit sekali," batin Jia sambil memegangi kepalanya yang sakit. Ia bahkan memejamkan paksa matanya karena rasa sakit itu."Kakak kenapa?" teriak si gadis remaja ketika melihat Jia menutup mata sambil memegangi kepala."Tuan, tabib muda sudah datang!" seru seseorang dari depan pintu."Persilakan masuk!" titah si Pria paruh baya."Saya Zien. Saya diminta guru untuk mengganti perban Nona Luvena," tutur si tabib wanita begitu ia sampai."Tolong sekalian diperiksa karena Putri saya baru saja mengerang kesakitan," balas si pria paruh baya yang langsung mempersilakan Zien untuk mendekat pada Jia.Zien mendekat kepada Jia dan bertanya, "Nona, apa Anda mengenal Nona ini?" tanya Zien sambil menunjuk ke arah si gadis remaja.Jia yang memang tidak tahu gadis itu siapa, langsung menggelengkan kepala tanpa keraguan."Ka-kakak tidak ingat siapa saya?" Si gadis remaja kembali memasang raut wajah sedih. "Kak, ini saya Gitte —adikmu!""Apa kamu juga tidak mengingat ayah?" tanya si pria paruh baya yang turut menanyakan tentangnya juga.Jia kembali mengangguk."A-apa yang terjadi pada Putri saya? Kenapa Cette tidak mengingat kami?" tanya si Pria paruh baya pada Zien mulai panik."Bingung, kan, kalian? Sama! Aku juga. Kalian kenal aku, sementara aku tidak kenal siapa kalian. Bahkan aku tidak tahu sedang berada di mana dan kenapa masih hidup. Yaps, mari bingung bersama. Hehe ....!" Jia malah senyum-senyum sendiri karena saking bingungnya."Kita hanya bisa berharap agar Nona tidak mengalami amnesia," tutur Zien dengan sangat berberat hati.Namun, di tengah pembahasan itu, tiba-tiba seorang kesatria kediaman Luvena menerobos masuk ke dalam ruangan tersebut."Tuan!" pekik si kesatria tergopoh-gopoh mendapatkan si pria paruh baya, langsung menghadap dan menunduk."Ada apa?" tanya si pria paruh baya kepada kesatria yang baru saja datang itu."Maafkan atas kelancangan saya. Tapi Lord ...."Kesatria itu belum selesai menyampaikan maksudnya, seseorang sudah berdiri di belakangnya.Jia melihat Zien langsung menyingkir dari tempat tidur, kemudian menundukkan kepalanya ke sebuah arah.Tidak hanya Zien, bahkan si gadis remaja yang mengaku bernama Gitte turut menundukkan kepala mengikuti Zien.Kini si Pria paruh baya tengah menatap kepada seseorang tersebut. Walaupun Jia belum bisa melihatnya lebih jelas karena posisi Jia saat ini masih berbaring."Hormat kami kepada Lord Glenn, Sang Bulan Kerajaan!" tutur si Pria paruh baya pelan, lalu turut menundukkan kepalanya juga."Lord Glenn? Aku seperti tidak asing dengan nama itu," batin Jia bingung."Salam kepada Sang Bulan kerajaan, Yang Mulia Grand Duke!" ujar Penguasa Luvena, yakni RUXEN ODELO LUVENA —ayah kandung Cette dan Gitte, kepada seseorang yang baru datang.Bukan hanya Ruxen saja yang menundukkan kepalanya, tapi semua orang yang ada di ruangan ini melakukan hal yang sama."Ada keperluan apa Anda datang ke kediaman kami tanpa pemberitahuan?" tanya Ruxen pada orang yang ia sebut Yang Mulia tersebut.Ada sedikit penekanan dari kata-kata yang diucapkan oleh Ruxen kepada orang yang ia maksudkan.Ruxen sepertinya tidak begitu menerima kedatangan Lord Morgan di kediamannya. Belum lagi karena Morgan datang tanpa pemberitahuan —merupakan hal yang tidak sopan bagi seorang bangsawan yang datang bertamu ke kediaman bangsawan lain tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Alasan lain, karena faksi yang mereka anut jelas berbeda.Orang yang ditanyai bukannya menjawab pertanyaan Ruxen, ia malah berjalan semakin mendekat ke arah Jia yang masih terbaring di atas tempat tidur.Kini orang yan
Jia berjalan di antara gurun pasir yang luas. Tidak ada siapa pun di sana.Jia memandang ke sekeliling. Ia tidak bisa melihat apa pun selain gurun pasir yang terbentang luas dan gersang."Apa aku sudah melompat ke mimpi yang lain?" batin Jia bertanya-tanya atas apa yang sedang ia alami saat ini.Anehnya, kejadian yang Jia alami ini terasa sangat nyata bila harus di kategorikan sebagai mimpi."Setelah menjadi Putri Bangsawan, jangan bilang sekarang aku menjadi pengembala. Hahaha ...." Jia masih bisa tertawa dalam keanehan yang sedang menimpanya. Ia masih sempat mencari-cari keberadaan unta yang seharusnya menemani perjalanannya.Jia masih berpikir bahwa ia tengah berkelana dalam kilas balik dari kehidupan-kehidupannya yang sebelumnya. Hanya itu satu-satunya alasan paling masuk akal yang bisa ia pikirkan saat ini.Jia terus berjalan, hingga matanya menangkap sesuatu yang tampak asing. Ia melihat sebuah kastil megah dengan eksterior yang semuanya berwarna emas."Apa lagi ini?" batin Jia
"Kita berada di County Luvena di bawah yurisdiksi Kerajaan Feodora," ungkap Lillian kepada Jia."Feodora? Aku tidak salah dengar, kan? Lillian tadi benar-benar menyebut kalau di sini adalah Kerajaan Feodora," gumam Jia masih tidak ingin memercayai bahwa tempatnya saat ini berada merupakan tempat yang ia anggap mengerikan."Ini aku enggak benar-benar menjadi gila? Masa dari sekian banyaknya manusia yang ada di bumi, aku mengalami kejadian seperti masuk ke dalam novel yang pernah aku baca, sih? Memang apa istimewanya aku?" Jia tidak bisa berkata-kata.Jia semakin tidak tahu bagaimana harus mendeskripsikan posisinya saat ini. Ia hanya tertawa aneh karena saking pusingnya.Jia memang tidak bertanya lebih banyak kepada Lillian perihal rasa penasarannya. Karena Lillian memintanya untuk segera beristirahat dan berjanji akan menceritakan semuanya esok hari."Baiklah, mari untuk tidak berprasangka buruk dulu malam ini. Ayo tidur dan bereskan rasa penasaran ini besok pagi," gumam Jia dan mulai m
Kerajaan Feodora adalah kerajaan barat terbesar yang pernah mendapatkan julukan ‘A Dark Blue’ karena dilindungi oleh Raja Iblis Biru, BUBBLE.Tidak seperti namanya, Bubble sendiri dikenal mampu melenyapkan satu negara hanya dengan sekali embusan napas apinya.Raja sebelumnya, CHAPERON GLAZA FEODORA, Raja ke-23 yang bertakhta, tersurat sebagai Raja yang masa pemerintahannya paling bengis karena merebut takhta dengan cara melakukan pemberontakan.Dia membunuh ayah kandungnya yang ketika itu sedang bertakhta, memberantas semua saudara-saudarinya yang berbeda ibu dengannya, dan naik ke atas takhta menggantikan ayahnya.Chaperon menjadi Raja dan mendapatkan julukan sebagai Tiran di usianya yang masih cukup muda.Tentu saja pemberontakan itu dibantu oleh sang Raja Iblis Biru. Karena sebenarnya Bubble baru ada di masa-masa pemerintahan Chaperon dan menjadi pelindung kerajaan Feodora selama hampir dua puluh tahun lamanya di bawah naungan Chaperon.Chaperon dikenal sebagai Raja yang tidak meng
Novel yang pernah aku baca, I'm sorry But I Don't Love You. Kisah itu dimulai dari bab pertama yang menjelaskam asal-usul dari pemeran utama Pria, yaitu Pangeran Pertama bernama Cladios Cashel Feodora, dan alasan kenapa ia mendapatkan kebencian sedalam itu.Ayah yang hampir tidak pernah memerhatikannya. Ratu yang sangat membencinya. Masyarakat yang menganggapnya seperti sampah. Negara yang mengabaikannya.Alur berikutnya, Cashel dijodohkan oleh Ratu dengan Putri Bangsawan Baron yang berasal dari Pedesaan.Ratu sengaja menjodohkannya dengan bangsawan yang tidak memiliki pengaruh. Mereka bahkan sudah bertunangan sejak Cashel berusia sepuluh tahun. Nama gadis itu CLARIET RUBIHAH LACE.Raja menentang pertunangan itu, tapi karena tidak satupun dari putri bangsawan besar yang ingin menikahkan putrinya dengan Cashel yang menyedihkan itu. Akhirnya, Raja menerima keputusan itu.Lalu alurnya semakin cepat, sepuluh tahun kemudian. Setelah berjuang di medan perang, Cashel yang tidak dianggap itu
"Nona, Tuan Penguasa dan Nona Muda Gitte datang!" seru Lillian kepada Cette yang sejak tadi sibuk melatih kakinya, agar bisa berjalan kembali."Persilakan masuk!" titah Cette kepada Lillian."Kak Cette!" teriak Gitte bahagia begitu pintu dibuka. Cette langsung tersenyum."Bagaimana kabarmu hari ini, Nak?" tanya Ruxen kepada Cette.Gitte sigap memapah Cette ke sofa yang ada di kamar itu."Aku ingin bisa cepat berjalan kembali. Jadi aku melatih kakiku tiap ada kesempatan," jawab Cette atas pertanyaan Ruxen."Maaf ayah menanyakan ini. Tapi ...,apa kamu masih mengalami kesulitan untuk mengingat?" tanya Ruxen pelan dengan sedikit kesulitan kepada Cette.Cette diam sejenak. Lalu dengan yakin mengangguk. "Maaf, ayah!" jawab Cette dengan suara parau dan kepala menunduk.Di sebelah Cette, ada Lillian yang langsung terkesiap mendengar jawaban itu. Karena Lillian jelas sudah mengetahui bahwa Nonanya tidak amnesia, tapi sekarang ia malah berbohong kepada ayah dan adiknya."Begitu ya," balas Ruxen
Di Wilayah Perbatasan, Perang dengan para pemberontak masih terus berlanjut. Pangeran Pertama, CLADIOS CASHEL FEODORA, yang akrab disapa Cashel —sebagai komandan pasukan yang memimpin peperangan itu, tampak sibuk memberikan perintah kepada para bawahannya."Bagaimana keadaan di sisi selatan perbatasan?" tanya Cashel kepada para prajuritnya.Kini Cashel tampak sibuk dengan peta berukuran cukup besar yang tergelar di atas mejanya. Di atas peta itu ada beberapa bendera mini dengan dua warna yang berbeda, merah dan hijau, yang menjadi penanda di lokasi-lokasi tertentu."Kita sudah menemukan satu markas tempat mereka menyimpan senjata. Tinggal menunggu kesempatan sampai orang-orang kita berhasil menaklukkan pemimpin di markas itu!" jelas salah satu prajurit."Lalu bagaimana dengan persiapan untuk menyerang markas utama? Apa Adler sudah berhasil menembus tabir sihir yang menghalangi tempat itu?" tanya Cashel lagi."Saat ini Tuan Adler sedang mengusahakannya dan ..." Namun, tiba-tiba saja f
ISTANA ROSE —Istana milik Ratu Engrasia Marva, Ratu Kerajaan Feodora.Ratu Engrasia tampak sedang duduk santai di depan meja riasnya. Sementara para dayang sibuk menata rambutnya yang panjang dan membersihkan kuku-kukunya.Seorang pelayan masuk dan menundukkan kepala. "Yang Mulia, ada tamu yang ingin bertemu dengan Anda!" seru pelayan itu kepada Engrasia."Siapa?" jawab Ratu Engrasia tidak bergerak sedikitpun dari tempat duduknya."Yang Mulia Grand Duke Glenn, Lord Morgan!" jawab si pelayan kepada Engrasia.Ratu Engrasia mengerutkan keningnya saat mendengar Morgan ada di Istananya."Ada urusan apa anak itu datang? Tumben sekali dia tidak mengirimkan utusan terlebih dahulu," batin Engrasia merasa perilaku Morgan sedikit berbeda."Melihatnya yang datang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, sepertinya ada hal yang sangat penting yang ingin dia sampaikan," batin Engrasia sedang menebak maksud kedatangan Morgan yang sangat tiba-tiba itu."Persilakan dia masuk!" titah Engrasia kepada pelaya
Davlin saat ini berada di kereta kuda yang akan membawanya ke kediamannya setelah berbincang dengan Ratu Engrasia.“Seenaknya saja Ratu sialan itu memintaku melakukan ini dan itu,” gumam Davlin sibuk ngedumel di dalam kereta kuda yang sedang membawanya. “Dulu dia yang memintaku untuk melamarnya, sekarang dia memintaku untuk membatalkannya. Dia juga yang menyuruhku untuk mencelakai Cette. Setelah rencana itu gagal, dia malah lepas tangan dan melemparkan semua tanggung jawabnya kepadaku,” lanjut Davlin terus menggerutu tiada henti.Davlin tiba-tiba teringat dengan Morgan. “Grand Duke Glenn, Morrigan Cavelio Glenn!” gumam Davlin menyebut nama lengkap Morgan. “Apa sebenarnya motif orang itu mulai mendekati Cette? Apa benar alasannya karena kemampuan Cette? Memangnya kemampuan apa yang Cette miliki sampai si Morrigan itu tertarik untuk menguasainya?” batin Davlin mulai penasaran dengan motif Morgan.“Hah! Apa pun motifnya, pasti ini semua merupakan rencana Ratu yang licik itu. Mau sehebat a
“Apa kamu pernah melihat gelagat aneh yang ditunjukkan oleh Putri Sulung Luvena itu sebelum dia tidak sadarkan diri?” tanya Ratu Engrasia melanjutkan perbincangannya dengan Davlin di Istana Rose.“Maksud Anda gelagat yang bagaimana?” tanya Davlin sedikit bingung atas pertanyaan yang Engrasia ajukan.“Yang mencurigakan atau yang tidak biasa,” balas Engrasia menjawab kebingungan Davlin.“Yang mencurigakan ....” Davlin mulai memikirkan sejenak pertanyaan Engrasia. “Saya memang merasa sedikit janggal mengenai sesuatu hal. Waktu itu usia pertunangan kami baru menginjak satu bulan,” jelas Davlin mengenai hal yang membuatnya curiga.“Apa itu?” tanya Engrasia mulai penasaran tentang hal tersebut.“Tiap satu minggu atau dua minggu sekali, Cette akan bangun lebih siang dari biasanya!” ungkap Davlin dengan sangat yakin.“Memang apa yang aneh dengan itu?” tanya Engrasia malah melihat Davlin dengan tatapan skeptis. Ia tidak menemukan keanehan dari ucapan Davlin tersebut.“Saya pernah datang ke Ked
Istana Rose sore itu. Davlin dan Ratu Engrasia sudah duduk di sofa empuk yang biasa Engrasia gunakan untuk menyambut para tamunya. Baik itu tamu penting, tamu yang tidak terlalu penting, maupun tamu yang bisa diperalatnya.“Jadi, bagaimana hubunganmu dengan tunanganmu?” tanya Engrasia kepada Davlin yang duduk di sebelahnya.“Hubungan kami baik-baik saja, Yang Mulia. Dua minggu yang lalu saya berkunjung ke kediaman Luvena untuk melihat keadaannya. Tidak ada hal yang mencurigakan dan semua baik-baik saja,” jelas Davlin dengan cukup percaya diri kepada Engrasia.“Apa setelah itu kalian tidak pernah bertemu lagi?” tanya Engrasia lagi.“Saya memang pernah bermaksud untuk berkunjung lagi ke kediaman Luvena untuk melihat perkembangan tentang amnesianya. Tapi saya mendengar dari ajudan saya bahwa Tuan Count menolak adanya kunjungan dengan alasan pemulihan Cette. Jadi, saya mengurungkan niat saya sementara waktu untuk berkunjung ke sana,” tutur Davlin panjang lebar menjelaskan situasinya kepad
"Tuan Marley ada di mana saat Anda hampir mati waktu itu? Kenapa malah saya yang menemukan Anda? Bukannya Anda bersama dengan tunangan Anda?" tanya Morgan bertubi-tubi sengaja dengan suara yang lantang, agar para tamu yang hadir bisa mendengarnya."Wah! Dia benar-benar orang yang tidak waras. Bagaimana mungkin dia dengan sangat percaya diri mengatakan itu?" batin Cette kehabisan kata-kata untuk menjawab pertanyaan Morgan yang bertubi-tubu itu."Tuan Grand Duke, kenapa Anda membuat spekulasi yang mungkin saja bisa menjadikannya sebagai gosip yang tidak benar?" tukas Gitte dengan tiba-tiba menghampiri Morgan dan Cette. Ia bermaksud untuk menghentikan Morgan untuk terus membuat onar dan menyelesaikan pembicaraan Morgan yang mulai tidak jelas arahnya."Begitukah?" balas Morgan sedikit tidak menduga bahwa Gitte akan menghentikannya. "Kalau Lady berkata seperti itu, artinya saya harus meminta maaf. Mungkin itu hanya anggapan keliru saya saja. Saya hanya penasaran. Tidak ada kesan lain yang i
“Nona Cette, selamat atas kesembuhan Anda!” seru seorang wanita cantik dengan rambut panjang berwarna merah dan memakai gaun mengembang dengan warna yang sama dengan rambutnya. Nama Lady itu adalah RUWEINA, ia berasal dari keluarga Baron Clare.“Terima kasih, Nona …?” balas Cette dengan senyuman. Walaupun di bagian nama si Nona, ia sengaja menghentikan kata-katanya. Saat ini peran Cette masih sama, yaitu menjadi Putri Bangsawan yang baru sadar dari koma dan mengalami amnesia.“Saya Ruweina dari keluarga Baron Clare,” tutur Ruweina menyebutkan namanya dengan lengkap.“Ah, sekali lagi saya mengucapkan terima kasih kepada Nona Ruweina Clare. Saya juga ingin meminta maaf atas keterbatasan ini, hingga melupakan nama Anda. Senang bertemu dengan Anda, Nona!” sambung Cette dengan senyuman tulus di wajahnya. Walaupun ada sedikit kebohongan dari kata-katanya.“Kemarin saya mengirimkan hadiah untuk Nona. Apakah Anda sudah menerimanya?” tanya Ruweina dengan raut wajah berbinar berharap dirinya di
Kini, Lillian membantu Cette untuk memakai gaun mewah yang sudah dipersiapkan satu minggu sebelumnya untuk menyambut perjamuan hari itu.Warna biru tua adalah warna yang dipilih oleh Lillian untuk dikenakan oleh Cette. Karena saking banyaknya gaun di dalam katalog, Cette sampai bingung harus memilih warna dan akhinya Cette memercayakannya kepada Lillian. Padahal saat menjadi Jia dulu, itu saat ia masih bekerja sebagai desainer pemula, Cette berpikir bahwa ia akan memakai semua warna yang ada di katalog.Rambut Cette yang panjang dan ikal digelung ke belakang, agar kelihatan lebih rapi.Aksesori mahal turut membalut seluruh tubuhnya ; permata, kalung, gelang, anting, bahkan sepatunya juga mewah. Untungnya, waktu itu Cette tidak memilih gaun yang terlalu mengembang, melainkan gaun yang mengikuti lekukan tubuhnya. Ya, walaupun Cette sedikit merasa tersiksa karena harus memakai korset, agar tubuhnya terlihat lebih ramping.Saat Lillian tengah sibuk dalam mendandani Nonanya, seseorang menge
Keesokan harinya, seperti biasa Lillian datang untuk membangunkan Cette di kamarnya.“Selamat pagi, Nona!” seru Lillian sambil membuka tirai jendela yang ada di kamar itu. “Apa istirahat Anda menyenangkan?”Cette membuka paksa kedua matanya karena mendengar sapaan dari Lillian. Mata dengan lingkaran hitam yang mencolok karena kurang tidur tertampil dari kedua mata berwarna peridoth milik Cette.Cette hanya berbaring sambil terbengong membayangkan apa yang sudah terjadi padanya tadi malam.“Apa aku semalam bermimpi?” batin Cette tidak tahu harus memercayai yang mana. Ia bahkan tidak tahu situasi yang ia hadapi malam itu adalah kenyataan atau hanya mimpi.“Nona, lingkar mata Anda menghitam. Apa Anda tidak bisa tidur tadi malam?” tanya Lillian saat menyadari ada yang berbeda dengan penampilan Cette.“Tolong jangan tanyakan apa yang terjadi tadi malam, Lillian. Aku tidak ingin mengingatnya,” jawab Cette masih dengan raut wajah bengong yang belum diubahnya.“Apa Anda baik-baik saja? Kenapa
Masih di pembicaraan antara Cette dan Morgan. Setelah Morgan menjelaskan mengenai situasi yang sedang dihadapi oleh adik Cette yang ternyata seorang pengguna Mana Sihir dan membutuhkan bantuan dari penyihir. Akhirnya, Cette mulai paham kenapa Morgan menargetkan dirinya.Intinya, kalau Cette mau menjadi tunangannya, maka Morgan akan membantu Cette dalam mengurus penyihir untuk membantu Gitte.Namun, di satu sisi Cette belum menemukan keuntungan yang akan didapatkan oleh Morgan bila mereka melakukan pertunangan kontrak. Walaupun sebelumnya Morgan telah mengatakan bahwa ia membutuhkannya. Tapi Morgan belum menjelaskan secara detail apa yang ia butuhkan dari Cette.“Lalu, apa keuntungan pertunangan kontrak ini untuk Anda?” tanya Cette akhirnya.“Aku membutuhkan seorang tunangan, agar Ratu tidak menjodohkanku dengan wanita yang dipilihnya melalui pernikahan politik,” jawab Morgan atas pertanyaan Cette.“Memang apa yang salah dengan itu? Bukannya itu jauh lebih mudah untuk Anda lakukan, dar
"Kenapa saya harus menerima tawaran Anda?" tanya Cette kepada Morgan. "Saya tidak melihat bahwa saya akan mendapatkan keuntungan dari pertunangan ini."Bukannya menjawab pertanyaan Cette, Morgan malah tertawa kecil. Hal tersebut justru semakin membuat Cette geram."Putri Luvena, sepertinya kamu benar-benar tidak mengetahui apa-apa ya?" tanya Morgan bersamaan dengan tawa kecilnya itu."Apa maksud Anda?!" Cette semakin kesal."Adik Anda!" seru Morgan singkat."Adikku? Kenapa Anda tiba-tiba membahas Gitte? Apa yang hendak Anda lakukan kepadanya? Saya peringatkan Anda, jangan pernah berani-beraninya Anda menyentuh adik saya!" seru Cette memberikan peringatan kepada Morgan.Melihat Cette yang sudah dipenuhi dengan luapan amarah itu, reaksi Morgan bukannya marah. Ia malah memasang ekspresi bingung sambil mengerutkan dahinya."Apa Anda tidak tahu tentang adik Anda yang mendapatkan bantuan dari para penyihir untuk tetap hidup?" tanya Morgan dengan tidak yakin kepada Cette. Karena menurutnya,