"Kita berada di County Luvena di bawah yurisdiksi Kerajaan Feodora," ungkap Lillian kepada Jia.
"Feodora? Aku tidak salah dengar, kan? Lillian tadi benar-benar menyebut kalau di sini adalah Kerajaan Feodora," gumam Jia masih tidak ingin memercayai bahwa tempatnya saat ini berada merupakan tempat yang ia anggap mengerikan."Ini aku enggak benar-benar menjadi gila? Masa dari sekian banyaknya manusia yang ada di bumi, aku mengalami kejadian seperti masuk ke dalam novel yang pernah aku baca, sih? Memang apa istimewanya aku?" Jia tidak bisa berkata-kata.Jia semakin tidak tahu bagaimana harus mendeskripsikan posisinya saat ini. Ia hanya tertawa aneh karena saking pusingnya.Jia memang tidak bertanya lebih banyak kepada Lillian perihal rasa penasarannya. Karena Lillian memintanya untuk segera beristirahat dan berjanji akan menceritakan semuanya esok hari."Baiklah, mari untuk tidak berprasangka buruk dulu malam ini. Ayo tidur dan bereskan rasa penasaran ini besok pagi," gumam Jia dan mulai menarik selimut untuk mencoba tidur.Kini Jia mulai berlagak seperti Putri Bangsawan yang sesungguhnya."Besar sekali!" batin Jia menyadari bed yang tengah aku tiduri saat ini bahkan bisa dipakai untuk sepuluh orang sekaligus. Kalau ibarat queen size yang ada di dunia Jia sebelumnya, ini malah sudah tiga kali lipatnya.Kini Jia mulai mengedarkan pandangannya ke sekitar kamar besar nan megah ini. Entah ia harus bersyukur atau terpuruk atas kejadian yang ia alami saat ini.Tapi satu hal yang pasti, Jia memang harus mengucapkan terima kasih kepada Tuhan atau entitas apa pun yang sudah membawanya ke sini. Karena sudah memberinya kesempatan untuk hidup dan menjauh dari dunia yang sangat ingin ia lupakan itu.Kemudian Jia mulai memejamkan mata. Ia mencoba untuk tidur di kamar yang luas dan nyaman itu.Tapi baru beberapa menit Jia memejamkan mata, ia kembali membelalakkan matanya karena mengingat sebuah adegan yang ada didalam novel."Yang benar saja. Aku menjadi Cette yang itu? Cette yang mati dibunuh karena melindungi Pangeran Pertama. Aku benar-benar menjadi dia?" tukas Jia kepada dirinya sendiri.JIA bahkan mengingat nama tokoh yang akan membunuh Cette didalam novel."Holy shit!" makinya entah kepada siapa. "Ternyata aku sudah bertemu dengan malaikat maut yang akan mencabut nyawaku."***Morgan baru sampai di kediaman Glenn. Keadaan Morgan terlihat sangat kacau. Tanda kutukan berwarna hijau sudah menjalar dan hampir mengenai matanya.MILLER, Butler Mansion Glenn, datang dan melihat Morgan yang tampak kesakitan."Apa yang terjadi pada Anda?" tanya Miller kepada Morgan yang baru sampai di kamarnya. Apalagi begitu sampai, Morgan langsung merebahkan tubuhnya di atas sofa."Miller, siapkan tempat mandi yang biasa!" titah Morgan kepada Morgan."Baik, Tuan!" Miller langsung mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Morgan.Morgan sudah melucuti semua pakaian yang menempel di tubuhnya dan pandangannya mulai kabur. Ia merasa seluruh tubuhnya seperti terbakar.Morgan berjalan perlahan ke arah bathtub khusus yang sudah diisi dengan frekuensi lima puluh berbanding lima puluh antara air biasa dengan es batu. Tempat mandi yang biasa disiapkan oleh Miller tiap kali tanda kutukan di tubuh Morgan muncul atau saat ia tidak bisa mengendalikan mana dalam tubuhnya.Morgan sudah berada di dalam bathtub itu. Ia mulai menenggelamkan seluruh tubuhnya di dalam air. Begitu tubuh Morgan terendam, tampak air tersebut mengeluarkan asap dan es-es yang ada di dalam bathtub turut mencair dengan cepat.Beberapa saat kemudian, tanda yang tadi sempat menjalar dari leher ke arah matanya perlahan menghilang. Sebenarnya bukan benar-benar menghilang. Tanda itu hanya mengecil dan warnanya meredup."Apa Anda sudah merasa lebih baik?" tanya Miller dengan bathrobe di tangannya.Morgan ke luar dari bathtub dan Miller langsung sigap menyelimutkan bathrobe yang ia pegang ke tubuh Morgan"Apa Anda ingin minum sesuatu atau menyantap sesuatu?" tanya Miller kepada Morgan."Lemon tea hangat saja!" jawab Morgan menyebutkan minuman yang ia inginkan."Baik, akan saya siapkan!" Miller langsung ke luar untuk menyiapkan minuman yang diminta oleh Tuannya.Setelah kepergian Miller, sayup Morgan berbisik menyebut sebuah nama. "Regan!"Lalu orang yang disebut namanya oleh Morgan sudah posisi berlutut di belakangnya."Aku mau kamu mencari semua informasi yang ada hubungannya dengan Davlin Marley!" titah Morgan kepada REGAN —kesatria bayangannya —kesatria yang tidak banyak yang mengetahuinya, bahkan Miller sekalipun."Baik, Tuan!" jawab Regan menerima perintah dari Morgan."Apa kamu membawa poison yang aku minta?" tanya Morgan lagi kepada Regan.Regan mengeluarkan sebuah potion bottle dari saku bajunya dan memberikannya kepada Morgan."Baiklah! Kamu sudah boleh pergi," titah Morgan dan Regan langsung pergi.Morgan berdiri di depan jendela kamarnya yang cukup besar. Ia tampak mengulas senyuman di wajahnya."Semakin melihatnya, aku semakin menginginkannya!" batin Morgan sembari melihat memar bekas cengkeraman tangan di lengan kanannya.Beberapa saat kemudian, Miller datang membawa minuman Morgan."Tuan, saya membawakan minuman Anda!" seru Miller dari balik pintu."Masuklah, Miller!" balas Morgan dari dalam ruangannya.Miller masuk dengan membawa sebuah teapot berisi lemon tea hangat lengkap dengan cangkirnya dan beberapa kue kering kesukaan Morgan. Ia meletakkannya di atas meja kerja Morgan.Morgan membuka tutup teapot untuk mencium aromanya kemudian mulai mengisi cangkir kosong dengan lemon tea tersebut. Lalu Morgan mulai menyesap sedikit isi dalam cangkir tersebut.Miller menyerahkan sebuah dokumen yang memang sejak awal dibawanya dan diserahkan kepada Morgan untuk diperiksa."Putri sulung Count Tamara sudah mulai bergerak," tutur Miller kepada Morgan.Morgan meletakkan kembali cangkir lemon tea-nya ke atas meja dan menerima dokumen yang Miller berikan."Saya mendapat informasi bahwa Nona Lacuna Tamara membuat permintaan berkunjung untuk bertemu dengan Yang Mulia Ratu," tutur Miller lagi atas penjelasannya.Kini Morgan mulai membaca dokumen yang diberikan oleh Miller."Bagaimana dengan Cladios?" tanya Morgan menyebutkan nama Pangeran Pertama."Saya dengar dari Ryan yang sedang ada di perbatasan. Yang Mulia Cladios sudah hampir berhasil menaklukkan peperangan tersebut," jelas Miller lagi menjelaskan yang ia ketahui.Morgan mengangguk paham atas penjelasan Miller. Kemudian ia duduk di kursi kerjanya dan mulai mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan itu."Miller?" lirih Morgan pelan kepada Miller."Ya Tuan?" jawab Miller cepat."Bukankah menurutmu mansion ini membutuhkan seorang nyonya?" tanya Morgan kepada Miller.Miller yang memahami arah pembicaraan Morgan, langsung menawarkan diri untuk mencarikan kandidat Nyonya yang Morgan maksud. "Apa Anda ingin saya memilihkan kandidat terbaik yang ada di Kerajaan ini untuk Anda?""Itu tidak perlu, karena aku sudah punya kandidatnya!" Morgan tersenyum."Anda sudah memilikinya?" tanya Miller sedikit terkejut. "Apa mungkin selama ini diam-diam Anda memiliki seorang kekasih?" tanya Miller curiga kepada Morgan.Morgan tersenyum mendengar kecurigaan Miller."Apa menurutmu aku memiliki waktu untuk melakukan itu, Miller? Aku bahkan tidak pernah berpikir untuk menikahi gadis yang tidak berguna dan tidak bisa membantu," timpal Morgan atas pertanyaan Miller."Anda benar!" Miller setuju dengan Morgan. "Tapi Tuan, bukankah bila Anda memutuskan untuk menikah, maka Yang Mulia Ratu akan sangat menentangnya? Beliau pasti tidak akan pernah melepaskan Anda dari genggamannya. Sama seperti Yang Mulia Pangeran Pertama, wanita yang akan Anda nikahi juga pasti sudah dipilihkan olehnya.""Kamu benar. Tapi beda cerita kalau aku mengajukan pertunangan dan memilih wanita yang dia inginkan!" jelas Morgan percaya diri.Miller memiringkan kepalanya. Ia sedikit bingung. Selama ini yang Miller tahu, Morgan terus mencari satu orang wanita.Morgan ingin wanita itu yang berdiri di sisinya untuk membantunya lepas dari belenggu Ratu. Tapi Miller jelas tahu bahwa wanita yang mereka curigai sebagai orang yang dicari oleh Morgan, saat ini sedang dalam keadaan koma."Apa mungkin ..." Miller mulai menebak siapa orangnya."Memangnya siapa lagi?" Morgan langsung mengiyakan tebakan yang ada di kepala Miller."Jadi Putri sulung Tuan Count Luvena benar-benar sudah siuman?" tanya Miller dengan pupil matanya yang sedikit membesar."Aku sudah memastikannya!" Morgan mengangguk sambil menyesap kembali lemon tea-nya.Miller mengangguk paham. "Tapi bukannya Anda belum begitu yakin bahwa Nona Luvena itu merupakan orang yang Anda cari selama ini?" tanya Miller kembali memastikan bahwa mereka tidak boleh sampai salah memilih orang."Menurutmu siapa lagi yang memiliki kemampuan sebesar itu, hingga membuat tanda di tubuhku berubah warna?" jelas Morgan atas kecurigaan Miller."Apa tanda itu kembali menjalar ke permukaan karena Nona Luvena? Tanda berwarna hijau itu baru pertama kali ini saya lihat." Miller memegang dagunya sembari berpikir. "Tapi Tuan, apa Anda yakin bahwa Nona Luvena itu akan menerima tawaran Anda?""Aku sudah pernah menyelamatkan nyawanya. Hari ini aku bahkan menolongnya dari Mana tubuhnya yang tidak bisa ia kendalikan. Aku pikir, kita hanya perlu membuat kesepakatan yang saling menguntungkan saja. Tapi ada satu masalah baru yang harus kita cari jalan keluarnya," jelas Morgan panjang lebar dan diakhiri dengan helaan napas panjang. Miller hanya diam dan mendengarkan."Sepertinya Putri sulung Count Luvena itu mengalami amnesia!" ungkap Morgan sedikit frustasi."Amnesia?" tanya Miller kembali memastikan."Tidak dalam arti yang sebenarnya." Morgan memegang kecil dagunya."Apa maksud Anda?" Miller terus dibuat bingung oleh Morgan."Entahlah, aku masih menebaknya saja. Tapi semoga saja dia bisa diajak kerja sama walaupun dia benar-benar melupakan ingatannya." Morgan lagi-lagi menghela napas."Tapi Tuan, bukankah masih ada masalah yang lainnya? Bukankah Nona itu memiliki tunangan? Bagaimana mungkin Anda mengajak wanita yang sudah memiliki tunangan untuk bertunangan dengan Anda?" tanya Miller mengungkapkan masalah lain yang harus mereka bereskan.Morgan tersenyum menyeringai dan berkata, "Aku akan merebut dia dari tunangannya!"Kerajaan Feodora adalah kerajaan barat terbesar yang pernah mendapatkan julukan ‘A Dark Blue’ karena dilindungi oleh Raja Iblis Biru, BUBBLE.Tidak seperti namanya, Bubble sendiri dikenal mampu melenyapkan satu negara hanya dengan sekali embusan napas apinya.Raja sebelumnya, CHAPERON GLAZA FEODORA, Raja ke-23 yang bertakhta, tersurat sebagai Raja yang masa pemerintahannya paling bengis karena merebut takhta dengan cara melakukan pemberontakan.Dia membunuh ayah kandungnya yang ketika itu sedang bertakhta, memberantas semua saudara-saudarinya yang berbeda ibu dengannya, dan naik ke atas takhta menggantikan ayahnya.Chaperon menjadi Raja dan mendapatkan julukan sebagai Tiran di usianya yang masih cukup muda.Tentu saja pemberontakan itu dibantu oleh sang Raja Iblis Biru. Karena sebenarnya Bubble baru ada di masa-masa pemerintahan Chaperon dan menjadi pelindung kerajaan Feodora selama hampir dua puluh tahun lamanya di bawah naungan Chaperon.Chaperon dikenal sebagai Raja yang tidak meng
Novel yang pernah aku baca, I'm sorry But I Don't Love You. Kisah itu dimulai dari bab pertama yang menjelaskam asal-usul dari pemeran utama Pria, yaitu Pangeran Pertama bernama Cladios Cashel Feodora, dan alasan kenapa ia mendapatkan kebencian sedalam itu.Ayah yang hampir tidak pernah memerhatikannya. Ratu yang sangat membencinya. Masyarakat yang menganggapnya seperti sampah. Negara yang mengabaikannya.Alur berikutnya, Cashel dijodohkan oleh Ratu dengan Putri Bangsawan Baron yang berasal dari Pedesaan.Ratu sengaja menjodohkannya dengan bangsawan yang tidak memiliki pengaruh. Mereka bahkan sudah bertunangan sejak Cashel berusia sepuluh tahun. Nama gadis itu CLARIET RUBIHAH LACE.Raja menentang pertunangan itu, tapi karena tidak satupun dari putri bangsawan besar yang ingin menikahkan putrinya dengan Cashel yang menyedihkan itu. Akhirnya, Raja menerima keputusan itu.Lalu alurnya semakin cepat, sepuluh tahun kemudian. Setelah berjuang di medan perang, Cashel yang tidak dianggap itu
"Nona, Tuan Penguasa dan Nona Muda Gitte datang!" seru Lillian kepada Cette yang sejak tadi sibuk melatih kakinya, agar bisa berjalan kembali."Persilakan masuk!" titah Cette kepada Lillian."Kak Cette!" teriak Gitte bahagia begitu pintu dibuka. Cette langsung tersenyum."Bagaimana kabarmu hari ini, Nak?" tanya Ruxen kepada Cette.Gitte sigap memapah Cette ke sofa yang ada di kamar itu."Aku ingin bisa cepat berjalan kembali. Jadi aku melatih kakiku tiap ada kesempatan," jawab Cette atas pertanyaan Ruxen."Maaf ayah menanyakan ini. Tapi ...,apa kamu masih mengalami kesulitan untuk mengingat?" tanya Ruxen pelan dengan sedikit kesulitan kepada Cette.Cette diam sejenak. Lalu dengan yakin mengangguk. "Maaf, ayah!" jawab Cette dengan suara parau dan kepala menunduk.Di sebelah Cette, ada Lillian yang langsung terkesiap mendengar jawaban itu. Karena Lillian jelas sudah mengetahui bahwa Nonanya tidak amnesia, tapi sekarang ia malah berbohong kepada ayah dan adiknya."Begitu ya," balas Ruxen
Di Wilayah Perbatasan, Perang dengan para pemberontak masih terus berlanjut. Pangeran Pertama, CLADIOS CASHEL FEODORA, yang akrab disapa Cashel —sebagai komandan pasukan yang memimpin peperangan itu, tampak sibuk memberikan perintah kepada para bawahannya."Bagaimana keadaan di sisi selatan perbatasan?" tanya Cashel kepada para prajuritnya.Kini Cashel tampak sibuk dengan peta berukuran cukup besar yang tergelar di atas mejanya. Di atas peta itu ada beberapa bendera mini dengan dua warna yang berbeda, merah dan hijau, yang menjadi penanda di lokasi-lokasi tertentu."Kita sudah menemukan satu markas tempat mereka menyimpan senjata. Tinggal menunggu kesempatan sampai orang-orang kita berhasil menaklukkan pemimpin di markas itu!" jelas salah satu prajurit."Lalu bagaimana dengan persiapan untuk menyerang markas utama? Apa Adler sudah berhasil menembus tabir sihir yang menghalangi tempat itu?" tanya Cashel lagi."Saat ini Tuan Adler sedang mengusahakannya dan ..." Namun, tiba-tiba saja f
ISTANA ROSE —Istana milik Ratu Engrasia Marva, Ratu Kerajaan Feodora.Ratu Engrasia tampak sedang duduk santai di depan meja riasnya. Sementara para dayang sibuk menata rambutnya yang panjang dan membersihkan kuku-kukunya.Seorang pelayan masuk dan menundukkan kepala. "Yang Mulia, ada tamu yang ingin bertemu dengan Anda!" seru pelayan itu kepada Engrasia."Siapa?" jawab Ratu Engrasia tidak bergerak sedikitpun dari tempat duduknya."Yang Mulia Grand Duke Glenn, Lord Morgan!" jawab si pelayan kepada Engrasia.Ratu Engrasia mengerutkan keningnya saat mendengar Morgan ada di Istananya."Ada urusan apa anak itu datang? Tumben sekali dia tidak mengirimkan utusan terlebih dahulu," batin Engrasia merasa perilaku Morgan sedikit berbeda."Melihatnya yang datang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, sepertinya ada hal yang sangat penting yang ingin dia sampaikan," batin Engrasia sedang menebak maksud kedatangan Morgan yang sangat tiba-tiba itu."Persilakan dia masuk!" titah Engrasia kepada pelaya
Malam harinya di kamar Cette.Cette baru saja mengganti pakaiannya dengan piyama tidur dibantu oleh Lillian."Nona, maaf atas kelancangan saya ini. Tapi kenapa Anda berbohong kepada Tuan Penguasa dan Nona Muda tentang ingatan Anda? Bukankah ingatan Anda sudah kembali?" tanya Lillian kepada Cette —mengingat pagi tadi Cette berkata belum mengingat apa-apa kepada ayah dan juga adiknya.Seharian ini Cette menghabiskan waktu bersama dengan Gitte, jadi baru sekarang Lillian memiliki waktu untuk menanyakan tentang hal itu."Aku tidak ingin mereka terlibat terlalu jauh!" jawab Cette singkat."Saya mengerti bila Anda mengkhawatirkan Tuan dan Nona Muda. Tapi bagaimana dengan Anda sendiri? Bagaimana jika Tuan Muda Marley kembali menyakiti Anda dan membahayakan nyawa Anda seperti sebelumnya?!" Lillian tampak sangat khawatir."Lillian, aku memberitahukan tentang kebenaran ini kepadamu, karena mungkin untuk ke depannya akan semakin banyak bahaya yang akan menghampiri. Kamu adalah orang yang paling
Cette baru selesai melatih kaki-kakinya berjalan mengelilingi kamarnya yang luas itu. Ia terus berlatih, agar segera terbiasa.Setelah latihan beberapa putaran itu, Cette kelelahan. Kemudian ia merebahkan tubuhnya di atas kasur queen size miliknya di kamar itu.Semua penerang di kamar sengaja dipadamkan. Hanya ada lampu tidur dan sinar rembulan yang bersinar indah dengan warna kebiruan yang memanjakan mata.Cette mulai kembali menerawang jauh ke belakang. Ia masih menganggap bahwa yang dialaminya saat ini sungguh ajaib dan masih terasa tidak nyata.Cette masih mengingat masa lalu dari kehidupan yang sebelumnya saja sudah terasa aneh. Sekarang ia malah berada di tubuh orang lain di dunia yang asing. Semakin terasa tidak nyata karena di dunia itu ia memiliki koneksi dengan seorang Pangeran.Cette tertawa kecil. Ia merasa tergelitik dengan situasinya sendiri."Oke, aku akan coba mengurutkan satu persatu hal yang telah aku alami di dunia ini dan membandingkannya dengan apa yang aku ketah
"Hai, Putri Luvena!""Apa yang Anda lakukan di kamar saya? Bagaimana Anda bisa masuk?!" tanya Cette bertubi-tubi kepada Morgan yang sudah berada dihadapannya.Bukannya menjawab pertanyaan Cette, Morgan malah semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Cette.Saat ini posisinya, Cette sedang berbaring di atas kasur dan Morgan membungkuk dengan bertumpu pada tangan kirinya. Kemudian mata mereka bertemu."Sepertinya kamu sudah benar-benar tidak memiliki sedikitpun rasa takut terhadapku ya, Putri! Kamu tidak khawatir aku akan melakukan sesuatu kepadamu?" tanya Morgan dengan senyuman menyeringai."Benar juga. Kenapa aku tidak kepikiran? Dia ini orang yang memiliki peluang paling besar untuk menjadi malaikat mautku. Aku harus bersikap lebih baik sampai aku menemukan cara untuk menjauh darinya," batin Cette mulai menjaga sikapnya."Me-memang apa yang akan Anda lakukan kepada saya?" tanya Cette kepada Morgan yang belum menyingkir dari posisinya satu senti pun.Morgan kembali tersenyum menyeringai.
Davlin saat ini berada di kereta kuda yang akan membawanya ke kediamannya setelah berbincang dengan Ratu Engrasia.“Seenaknya saja Ratu sialan itu memintaku melakukan ini dan itu,” gumam Davlin sibuk ngedumel di dalam kereta kuda yang sedang membawanya. “Dulu dia yang memintaku untuk melamarnya, sekarang dia memintaku untuk membatalkannya. Dia juga yang menyuruhku untuk mencelakai Cette. Setelah rencana itu gagal, dia malah lepas tangan dan melemparkan semua tanggung jawabnya kepadaku,” lanjut Davlin terus menggerutu tiada henti.Davlin tiba-tiba teringat dengan Morgan. “Grand Duke Glenn, Morrigan Cavelio Glenn!” gumam Davlin menyebut nama lengkap Morgan. “Apa sebenarnya motif orang itu mulai mendekati Cette? Apa benar alasannya karena kemampuan Cette? Memangnya kemampuan apa yang Cette miliki sampai si Morrigan itu tertarik untuk menguasainya?” batin Davlin mulai penasaran dengan motif Morgan.“Hah! Apa pun motifnya, pasti ini semua merupakan rencana Ratu yang licik itu. Mau sehebat a
“Apa kamu pernah melihat gelagat aneh yang ditunjukkan oleh Putri Sulung Luvena itu sebelum dia tidak sadarkan diri?” tanya Ratu Engrasia melanjutkan perbincangannya dengan Davlin di Istana Rose.“Maksud Anda gelagat yang bagaimana?” tanya Davlin sedikit bingung atas pertanyaan yang Engrasia ajukan.“Yang mencurigakan atau yang tidak biasa,” balas Engrasia menjawab kebingungan Davlin.“Yang mencurigakan ....” Davlin mulai memikirkan sejenak pertanyaan Engrasia. “Saya memang merasa sedikit janggal mengenai sesuatu hal. Waktu itu usia pertunangan kami baru menginjak satu bulan,” jelas Davlin mengenai hal yang membuatnya curiga.“Apa itu?” tanya Engrasia mulai penasaran tentang hal tersebut.“Tiap satu minggu atau dua minggu sekali, Cette akan bangun lebih siang dari biasanya!” ungkap Davlin dengan sangat yakin.“Memang apa yang aneh dengan itu?” tanya Engrasia malah melihat Davlin dengan tatapan skeptis. Ia tidak menemukan keanehan dari ucapan Davlin tersebut.“Saya pernah datang ke Ked
Istana Rose sore itu. Davlin dan Ratu Engrasia sudah duduk di sofa empuk yang biasa Engrasia gunakan untuk menyambut para tamunya. Baik itu tamu penting, tamu yang tidak terlalu penting, maupun tamu yang bisa diperalatnya.“Jadi, bagaimana hubunganmu dengan tunanganmu?” tanya Engrasia kepada Davlin yang duduk di sebelahnya.“Hubungan kami baik-baik saja, Yang Mulia. Dua minggu yang lalu saya berkunjung ke kediaman Luvena untuk melihat keadaannya. Tidak ada hal yang mencurigakan dan semua baik-baik saja,” jelas Davlin dengan cukup percaya diri kepada Engrasia.“Apa setelah itu kalian tidak pernah bertemu lagi?” tanya Engrasia lagi.“Saya memang pernah bermaksud untuk berkunjung lagi ke kediaman Luvena untuk melihat perkembangan tentang amnesianya. Tapi saya mendengar dari ajudan saya bahwa Tuan Count menolak adanya kunjungan dengan alasan pemulihan Cette. Jadi, saya mengurungkan niat saya sementara waktu untuk berkunjung ke sana,” tutur Davlin panjang lebar menjelaskan situasinya kepad
"Tuan Marley ada di mana saat Anda hampir mati waktu itu? Kenapa malah saya yang menemukan Anda? Bukannya Anda bersama dengan tunangan Anda?" tanya Morgan bertubi-tubi sengaja dengan suara yang lantang, agar para tamu yang hadir bisa mendengarnya."Wah! Dia benar-benar orang yang tidak waras. Bagaimana mungkin dia dengan sangat percaya diri mengatakan itu?" batin Cette kehabisan kata-kata untuk menjawab pertanyaan Morgan yang bertubi-tubu itu."Tuan Grand Duke, kenapa Anda membuat spekulasi yang mungkin saja bisa menjadikannya sebagai gosip yang tidak benar?" tukas Gitte dengan tiba-tiba menghampiri Morgan dan Cette. Ia bermaksud untuk menghentikan Morgan untuk terus membuat onar dan menyelesaikan pembicaraan Morgan yang mulai tidak jelas arahnya."Begitukah?" balas Morgan sedikit tidak menduga bahwa Gitte akan menghentikannya. "Kalau Lady berkata seperti itu, artinya saya harus meminta maaf. Mungkin itu hanya anggapan keliru saya saja. Saya hanya penasaran. Tidak ada kesan lain yang i
“Nona Cette, selamat atas kesembuhan Anda!” seru seorang wanita cantik dengan rambut panjang berwarna merah dan memakai gaun mengembang dengan warna yang sama dengan rambutnya. Nama Lady itu adalah RUWEINA, ia berasal dari keluarga Baron Clare.“Terima kasih, Nona …?” balas Cette dengan senyuman. Walaupun di bagian nama si Nona, ia sengaja menghentikan kata-katanya. Saat ini peran Cette masih sama, yaitu menjadi Putri Bangsawan yang baru sadar dari koma dan mengalami amnesia.“Saya Ruweina dari keluarga Baron Clare,” tutur Ruweina menyebutkan namanya dengan lengkap.“Ah, sekali lagi saya mengucapkan terima kasih kepada Nona Ruweina Clare. Saya juga ingin meminta maaf atas keterbatasan ini, hingga melupakan nama Anda. Senang bertemu dengan Anda, Nona!” sambung Cette dengan senyuman tulus di wajahnya. Walaupun ada sedikit kebohongan dari kata-katanya.“Kemarin saya mengirimkan hadiah untuk Nona. Apakah Anda sudah menerimanya?” tanya Ruweina dengan raut wajah berbinar berharap dirinya di
Kini, Lillian membantu Cette untuk memakai gaun mewah yang sudah dipersiapkan satu minggu sebelumnya untuk menyambut perjamuan hari itu.Warna biru tua adalah warna yang dipilih oleh Lillian untuk dikenakan oleh Cette. Karena saking banyaknya gaun di dalam katalog, Cette sampai bingung harus memilih warna dan akhinya Cette memercayakannya kepada Lillian. Padahal saat menjadi Jia dulu, itu saat ia masih bekerja sebagai desainer pemula, Cette berpikir bahwa ia akan memakai semua warna yang ada di katalog.Rambut Cette yang panjang dan ikal digelung ke belakang, agar kelihatan lebih rapi.Aksesori mahal turut membalut seluruh tubuhnya ; permata, kalung, gelang, anting, bahkan sepatunya juga mewah. Untungnya, waktu itu Cette tidak memilih gaun yang terlalu mengembang, melainkan gaun yang mengikuti lekukan tubuhnya. Ya, walaupun Cette sedikit merasa tersiksa karena harus memakai korset, agar tubuhnya terlihat lebih ramping.Saat Lillian tengah sibuk dalam mendandani Nonanya, seseorang menge
Keesokan harinya, seperti biasa Lillian datang untuk membangunkan Cette di kamarnya.“Selamat pagi, Nona!” seru Lillian sambil membuka tirai jendela yang ada di kamar itu. “Apa istirahat Anda menyenangkan?”Cette membuka paksa kedua matanya karena mendengar sapaan dari Lillian. Mata dengan lingkaran hitam yang mencolok karena kurang tidur tertampil dari kedua mata berwarna peridoth milik Cette.Cette hanya berbaring sambil terbengong membayangkan apa yang sudah terjadi padanya tadi malam.“Apa aku semalam bermimpi?” batin Cette tidak tahu harus memercayai yang mana. Ia bahkan tidak tahu situasi yang ia hadapi malam itu adalah kenyataan atau hanya mimpi.“Nona, lingkar mata Anda menghitam. Apa Anda tidak bisa tidur tadi malam?” tanya Lillian saat menyadari ada yang berbeda dengan penampilan Cette.“Tolong jangan tanyakan apa yang terjadi tadi malam, Lillian. Aku tidak ingin mengingatnya,” jawab Cette masih dengan raut wajah bengong yang belum diubahnya.“Apa Anda baik-baik saja? Kenapa
Masih di pembicaraan antara Cette dan Morgan. Setelah Morgan menjelaskan mengenai situasi yang sedang dihadapi oleh adik Cette yang ternyata seorang pengguna Mana Sihir dan membutuhkan bantuan dari penyihir. Akhirnya, Cette mulai paham kenapa Morgan menargetkan dirinya.Intinya, kalau Cette mau menjadi tunangannya, maka Morgan akan membantu Cette dalam mengurus penyihir untuk membantu Gitte.Namun, di satu sisi Cette belum menemukan keuntungan yang akan didapatkan oleh Morgan bila mereka melakukan pertunangan kontrak. Walaupun sebelumnya Morgan telah mengatakan bahwa ia membutuhkannya. Tapi Morgan belum menjelaskan secara detail apa yang ia butuhkan dari Cette.“Lalu, apa keuntungan pertunangan kontrak ini untuk Anda?” tanya Cette akhirnya.“Aku membutuhkan seorang tunangan, agar Ratu tidak menjodohkanku dengan wanita yang dipilihnya melalui pernikahan politik,” jawab Morgan atas pertanyaan Cette.“Memang apa yang salah dengan itu? Bukannya itu jauh lebih mudah untuk Anda lakukan, dar
"Kenapa saya harus menerima tawaran Anda?" tanya Cette kepada Morgan. "Saya tidak melihat bahwa saya akan mendapatkan keuntungan dari pertunangan ini."Bukannya menjawab pertanyaan Cette, Morgan malah tertawa kecil. Hal tersebut justru semakin membuat Cette geram."Putri Luvena, sepertinya kamu benar-benar tidak mengetahui apa-apa ya?" tanya Morgan bersamaan dengan tawa kecilnya itu."Apa maksud Anda?!" Cette semakin kesal."Adik Anda!" seru Morgan singkat."Adikku? Kenapa Anda tiba-tiba membahas Gitte? Apa yang hendak Anda lakukan kepadanya? Saya peringatkan Anda, jangan pernah berani-beraninya Anda menyentuh adik saya!" seru Cette memberikan peringatan kepada Morgan.Melihat Cette yang sudah dipenuhi dengan luapan amarah itu, reaksi Morgan bukannya marah. Ia malah memasang ekspresi bingung sambil mengerutkan dahinya."Apa Anda tidak tahu tentang adik Anda yang mendapatkan bantuan dari para penyihir untuk tetap hidup?" tanya Morgan dengan tidak yakin kepada Cette. Karena menurutnya,