Pertunangan berjalan dengan lancar, meskipun yang memasang cincin adalah mama mertua masing-masing. Para tamu yang hadir mulai menikmati hidangan yang sudah disediakan, hingga acara tersebut selesai.Keluarga Davin pamit, tapi tidak dengan pria yang sudah bertunangan itu. Dia masih ada di sana untuk mengenal keluarga Nadira lebih dekat. Restu menanyakan banyak hal pada Davin, hingga membuat Hera menyenggol lengan suaminya."Jangan terkesan menginterogasi gitu, Mas." Hera berbisik.Hampir saja Restu lupa kalau dirinya harus membuat Davin nyaman berada di keluarganya. "Om, Tante. Kita pamit pulang dulu," pamit Denia dan Ghea setelah selesai mengobrol dengan Nadira."Terima kasih ya, karena sudah datang. Hati-hati di jalan. Oya, Nadira di mana?" tanya Hera karena tidak melihat putrinya yang sedari tadi bersama dengan Denia dan Ghea."Dia masih di kamar, Tante. Mungkin sebentar lagi keluar," sahut Ghea. Kemudian, mereka melangkahkan kaki pergi dari rumah sahabatnya.Nadira tidak bisa me
Abraham pulang dalam keadaan wajah lesu. Di saat hari bahagia malah terjadi hal yang tidak diinginkan seperti ini. Dia berharap semua adalah mimpi. Namun, tetap saja semua itu fakta yang harus dijalani."Papa kok belum tidur? Dari mana?" tanya Davin yang terbangun untuk minum air putih. "Belum ngantuk." Hanya itu yang dikatakan oleh Abraham. Semua masalahnya disimpan sendiri tanpa melibatkan siapa pun."Kalau memang ada masalah, katakan saja, Pa. Siapa tahu saja aku bisa membantu." Davin mendesak agar Abraham menceritakan apa yang terjadi. Lagi pula, pria itu sudah dewasa. Pasti paham apa yang menjadi permasalahan papanya.Abraham menceritakan semua yang terjadi, termasuk tentang Doni yang meminta agar Davin mau menikahi putrinya, Cindy. Pria tampan itu terkejut mendengar cerita dari sang Papa. "Bagaimana, Davin? Apakah kamu rela memutuskan hubunganmu dengan Nadira?" tanya Abraham berharap lebih kepada putranya. Hanya pria tampan itu yang bisa membuatnya keluar
Davin akhirnya menemui Cindy setelah selesai kuliah. Kebetulan wanita itu sedang ada di cafe dekat kampus, jadi mereka bisa bertemu dengan cepat. "Ada apa, Vin? Kayaknya serius banget," cetus Cindy menyeringai. Sebenarnya dia sudah tahu maksud dan tujuan Davin datang, tapi masih pura-pura tidak tahu karena ingin mendengarkan langsung dari mulut pria yang dicintainya. "Aku ingin bicara soal desakan dari papamu, apa tidak bisa dibatalkan? Aku yakin, pak Doni mau menikahkan kita karena permintaan darimu," ujar Davin tanpa basa-basi. Sesuai firasatnya, sudah pasti wanita yang dari dulu menyukainya itu akan melakukan segala cara untuk mendapatkan apa yang diinginkan. "Gak bisa, Davin. Kalau memang kamu tidak ingin menikah denganku gampang. Tinggal kamu kumpulkan uang saja untuk mengembalikan modal yang pernah papaku berikan pada keluargamu. Segampang itu 'kan?" Cindy menyeringai. Dia yakin kalau keluarga Davin tidak akan mampu, makanya dia berani berbicara seperti itu. "Dari awal 'kan
Setelah menceritakan semuanya, Hera pun meminta pendapat Nadira. Namun, wanita cantik itu pun tidak tahu harus memberikan pendapatnya. "Ya sudah, kamu pikirkan saja dulu. Kalau sudah menemukan jawabannya, kamu bisa berbicara dengan Davin langsung." Hera memberikan nasihat. "Baik, Ma." Hanya itu yang bisa Nadira katakan. Dia sendiri tidak menyangka akan mengalami hal seperti ini. Padahal, baru saja dia berbahagia malah ada saja rintangan yang harus diterima. "Kalau begitu Mama pergi dulu ya, kamu harus memikirkan semuanya matang-matang. Jangan sampai mengambil keputusan gegabah," ujar Hera menasihati. Nadira tersenyum tipis. "Mama tenang saja, pasti akan aku pikirkan sebaik mungkin." Hera tidak lupa mencium kening putrinya, lalu pergi begitu saja meninggalkan kamar Nadira. Dia melangkahkan kaki ke arah ruang tamu untuk menemui Abraham, tapi ternyata tamu yang sudah menjadi besannya itu sudah tidak ada."Sudah pulang, Pa?" tanya Hera mengejutkan sang suami yang sedang menundukkan k
Nadira menjerit dengan keras saat melihat seseorang di belakangnya, beruntung kotak makanannya tidak terjatuh."Abian! Ngapain kamu di sini?" tanya Nadira saat wajah pria yang awalnya samar terlihat jelas."Harusnya aku yang tanya, kamu ngapain malam-malam di sini? Kalau aku mah, sudah biasa lewat." Abian balik bertanya."Bukan urusanmu, lebih baik kamu pergi dari sini sekarang juga! Dari pada istrimu marah nanti," usir Nadira tidak ingin melihat wajah penghianat terlalu lama."Kalau aku gak mau pergi gimana?" Abian menyeringai."Aku akan berteriak," sahut Nadira enteng. Teriakan wanita cantik berlesung pipi memang tidak sia-sia, sebab pemilik rumah membuka pintu dan meminta Nadira masuk. "Temannya gak sekalian diajak?" tanya si Pemilik rumah."Bukan temanku, Tante." Nadira tidak mau mengakui, juga tidak lupa meminta Abian segera pergi. Pria itu tidak memiliki kekuatan apa pun, selain menuruti permintaan sang Mantan.Nadira sebenarnya tidak ingi
"Kalau kamu gak percaya dengan ucapanku, tanyakan saja sama kedua orang tuamu." Terlihat jelas dari sorot mata Cindy tidak ada dusta di sana.Setelah mengatakan semuanya, wanita cantik itu pun pergi begitu saja tanpa menunggu Davin menanggapi omongannya. Dia bahkan tersenyum sinis karena sudah merasa berhasil mendapatkan pria yang dicintainya. "Puas-puasin saja kamu bersama Nadira untuk yang terakhir kalinya, Vin. Setelah itu jangan harap aku akan mengizinkan kamu bersamanya," Cindy mulai tersenyum lebar. Sedangkan Davin masih tertegun setelah mendengar penjelasan Cindy. "Kalau memang yang dikatakan Cindy itu benar, aku ikhlas, Vin." Suara Nadira membuyarkan lamunan Davin."Kamu jangan berbicara begitu, Nad. Aku yakin, pasti ada kesalahan di sini. Cindy cuma ingin kita berpisah saja, pasti dia mengarang cerita." Davin berusaha meyakinkan tunangannya kalau masalah sudah teratasi tanpa harus menikahi Cindy."Lebih baik tanyakan dulu sama Mama dan papamu, khawatir mereka ternyata suda
Setelah berprasangka buruk, Ghea dan Denia mulai bertanya pada Nadira. Berharap tidak ada sesuatu yang serius perihal pertunangan sahabatnya itu."Apa kata calon mertua, Nad?" tanya Denia mulai kepo tingkat tinggi."Gak ada, cuma memintaku untuk datang malam ini." Nadira menjawab sesuai yang dikatakan oleh Maya."Syukurlah, padahal gue dan Ghea sempat berpikir buruk." Denia mengatakan apa yang baru saja ada dalam pikirannya."Jujur sih, aku juga khawatir. Soalnya Cindy bisa saja melakukan sesuatu sesuai keinginannya." Nadira mengungkapkan kekhawatirannya. "Jangan terlalu dipikirkan, Nad. Cindy tidak akan memiliki kekuatan apa pun untuk meluluhkan hati Davin dan juga keluarganya." Denia memberikan pendapatnya."Gue setuju dengan pendapat Denia, Nad. Pasti Davin dan keluarganya akan tetap memilih lo dibandingkan Cindy yang tidak tahu diri itu." Ghea ikut berpendapat.Kedua sahabatnya pun meminta Nadira untuk have fun tanpa memikirkan sesuatu yang sudah jelas tidak akan terjadi. Lagi pu
"Mama cuma khawatir saja, tapi semoga tidak ada hal buruk yang terjadi. Semoga kebahagiaan selalu menyertaimu." Hera memeluk tubuh Nadira. "Terima kasih, Ma. Do'a Mama memang selalu Nadira butuhkan." Nadira senang karena masih memiliki orang tua yang begitu baik serta perhatian padanya. "Oya, Davin sudah berangkat ke sini belum?" tanya Hera melepaskan pelukan."Belum ada kabar lagi, Ma. Ya sudah aku tunggu dulu, siapa tahu saja nanti dia datang." Nadira mengajak sang Mama ke ruang tamu. Hera tidak keberatan menemani Nadira untuk menunggu calon suaminya yang akan menjemputnya. Mereka berdua saling berbicara sembari bertukar pendapat. "Menurut Mama, apa yang seharusnya Nadira lakukan kalau ada sesuatu yang tidak diinginkan terjadi?" tanya Nadira sedang memikirkan kemungkinan buruk yang akan terjadi pada hubungan pertunangan dengan Davin."Kita sebagai manusia cuma bisa ikhlas atas semuanya, Nad." Hanya itu yang Hera katakan karena tidak ada jawaban yang lebih tepat perihal masalah d