Kedua sahabatnya juga terlihat panik, penasaran dengan keadaan sang sahabat yang baru dua puluh menit lalu menghubungi mereka. Mereka berdua akan pergi ke rumah Nadira besok pagi, sebab saat ini malam sudah semakin larut. Sedangkan di kediaman keluarga Nadira, kedua orang tuanya belum bisa tidur sebelum ada kabar dari putrinya. Padahal mereka sudah berkeliling mencari keberadaan wanita cantik yang memiliki lesung pipi itu, tapi belum ditemukan jejaknya. "Maaf, Om. Semua ini kesalahanku, andai saja aku mengantarkannya pulang. Pasti kejadiannya tidak akan seperti ini," ujar Davin merasa bersalah. Pria itu memang segera ke rumah Nadira saat mendengar kabar hilangnya wanita yang dicintainya. "Jangan terlalu menyalahkan diri sendiri, Vin. Mungkin semua terjadi memang sudah jalannya. Om dan Tante cuma berharap Nadira bisa ditemukan secepatnya dalam keadaan selamat." Restu menjelaskan panjang lebar. Kalau boleh jujur, memang ada rasa kecewa dalam hatinya. Namun, dia memilih untuk memaafka
Nadira ketakutan melihat pria yang memiliki aura jahat di depannya. "Siapa, kamu? Di mana aku?" tanya Nadira sembari melihat ke sekeliling."Kamu tenang saja, cantik. Aku tidak akan berbuat jahat padamu," ujar pria yang terlihat seperti preman itu tertawa. "Lepaskan aku!" teriak Nadira berusaha untuk membuka ikatannya."Lepaskan saja sendiri kalau kamu bisa." Pria jahat itu mulai tertawa lepas. Nadira sadar kalau dirinya tidak akan bisa lepas begitu saja, jadi dia pun memiliki inisiatif agar preman itu mau melepaskan ikatannya. Dia mulai mencari alasan untuk ke kamar mandi agar bisa terlepas dan kabur dari sana. Namun, semua tidak semudah yang dia bayangkan. Ternyata preman itu tidak mau membukakan ikatannya."Kamu kira aku gampang dikelabui? Oh, tidak segampang itu." Preman itu akan terus menjaga ketat Nadira agar tidak pergi dari gubuk tersebut. 'Aku harus cari cara lain agar dia mau melepaskan ku.' Nadira bergumam. Belum mendapatkan cara, jadi wanita berlesung pipi itu pun pur
Sudah tidak mungkin Nadira kembali setelah bersusah payah untuk pergi. Dia merasa iba pada Abian, tapi tidak bisa berbuat apa pun untuk pria itu. Setelah wanita berlesung pipi itu berlari jauh dari preman, sebuah mobil yang familiar datang menghampirinya. Dia pun segera masuk ke dalam mobil setelah kendaraan roda empat itu berhenti di sampingnya."Terima kasih, Kak Davin. Sudah datang untuk menyelamatkanku." Nadira langsung memasang sabuk pengaman."Sama-sama. Kamu gapapa 'kan?" tanya Davin yang menyimpan perasaan khawatir sejak wanita yang dicintainya hilang."Aku gapapa, tapi kita harus memastikan Abian selamat. Kamu mau 'kan, jalan lurus ke depan untuk menemui Abian?" tanya Nadira memastikan kalau Davin akan setuju."Abian?" Bukan menjawab, Davin justru fokus pada nama pria yang pernah menyakiti hati Nadira."Iya, dia yang sudah membantuku." "Membantu? Bagaimana ceritanya?" tanya Davin penasaran."Ceritanya panjang, nanti aku akan ceritakan detailnya. Yang terpenting saat ini kit
Melihat wanita yang dicintainya tidak diperlakukan dengan baik, Davin pun langsung menghardik Cindy. "Kamu apa-apaan sih, Cin?" hardik Davin kesal."Aku hanya memberikan pelajaran kepada wanita yang tidak tahu diri ini!" Cindy berbicara ketus."Kamu yang gak tahu diri," ujar Davin. Kemudian pria itu mengajak Nadira untuk pergi dari hadapan wanita yang tergila-gila padanya."Kamu mau ke mana, Vin? Tunggu aku! Seharusnya kamu tidak usah menghiraukan wanita itu!" teriak Cindy hingga menjadi pusat perhatian netra pengunjung yang lain. Kakinya mulai melompat-lompat seperti anak kecil ketika ngambek, lalu mengejar Davin yang sudah menjadi tunangannya.Dia semakin mempercepat langkahnya agar tidak ketinggalan Davin, beruntung pria itu masih ada di parkiran."Tunggu, Vin. Tidak seharusnya kamu bersikap begini padaku, aku ini tunanganmu!" cecar Cindy merengek seperti anak kecil."Pria mana yang mau sama kamu, jika sifatmu seperti itu. Sampai kapan pun aku juga tidak akan menerimamu kalau kam
Amarah Restu tidak bisa ditahan lagi, meskipun Nadira sudah mengatakan untuk tidak membalas apa pun pada pria yang sudah menjebaknya. Pucuk dicinta ulampun tiba, Abian justru masuk ke kandang macan yang baru saja bangun dari tidurnya. Pria itu datang dengan membawa buah, tapi justru buah yang dibawanya dilempar oleh Restu."Masih berani kamu ya, ke rumah ini? Setelah apa yang kamu lakukan!" hardik Restu dengan wajah memerah."Ada apa, Om? Aku yang sudah menyelamatkan Nadira tadi malam, makanya aku datang untuk memastikan keadaan dia. Kalau Om gak percaya, tanya saja sama Nadira." Abian menjelaskan panjang lebar."Gak usah banyak bicara! Om tahu semuanya, bahkan Nadira juga tahu." Restu sudah tidak sabar membuat wajah Abian penuh lebam. Namun, kedatangan istrinya membuat pria setengah paruh baya itu mengurungkan niatnya."Sudah, Pa. Gak usah diperpanjang lagi, kalau dia nanti berani macam-macam kembali. Kita tinggal laporkan saja ke polisi." Hera mencegah terjadinya keributan."Lebih
"Mama!" teriak Nadira histeris. Mendengar sahabatnya berteriak, Ghea dan Denia pun melangkahkan kaki ke arah dapur untuk memastikan apa yang terjadi. Mereka berdua terkejut saat melihat Hera sudah tidak sadarkan diri di atas lantai."Kenapa bisa begini, Nad?" tanya Ghea bingung."Aku juga tidak tahu, tiba-tiba saja Mama pingsan." Nadira ikut bingung. Mereka pun menggotong Hera ke kamar tidurnya, lalu mengoleskan minyak kayu putih di beberapa bagian tubuh wanita setengah paruh baya itu."Ma, bangun." Nadira berusaha untuk membangunkan sang Mama. Akan tetapi, tidak ada respon apa pun. "Kamu sudah menghubungi papamu, Nad?" tanya Denia sembari memijit telapak kaki Hera. Nadira hampir saja lupa, beruntung diingatkan oleh sahabatnya. Dia pun segera menghubungi Restu agar segera pulang. Lima belas menit berlalu, Hera sudah membuka mata. Juga Restu datang di waktu itu juga, sedangkan kedua sahabat Nadira pamit pulang karena merasa tidak nyaman berada di sana terlalu lama."Mama lain kal
"Kalian jangan lupa datang ke pernikahanku, juga membawa kado yang bagus," ujar Cindy jumawa. Undangan yang diberikan memang ada tiga, otomatis wanita cantik itu tidak diundang seorang diri oleh wanita seksi itu."Kamu tenang saja, kita pasti datang kok." Ghea menjawab dengan lantang."Dan untukmu, Nadira. Jangan berkecil hati ya, jangan putus asa juga." Cindy terlihat menghina wanita cantik berlesung pipi itu.Nadira mengabaikan apa pun yang dikatakan oleh wanita yang sudah membuat pertunangannya batal. Setelah selesai menyombongkan diri, wanita seksi itu pun pergi dari hadapan Ghea, Denia dan Nadira."Ingin rasanya aku jitak saja sih kepala tuh orang!" cetus Denia kesal."Iya, aku juga gregetan sama dia. Kenapa sih, ada wanita macam sepertinya!" cetus Ghea gak kalah kesalnya."Kalian harus tenang dan sabar ya, jangan tersulut emosi." Nadira memberikan nasihat. Keduanya mulai protes pada sahabatnya yang bisa terlihat biasa berhadapan dengan wanita menyebalkan seperti Cindy. "Apa ka
Nadira sudah mencegah, tapi rupanya tidak dihiraukan oleh Hera. Dia tetap menghubungi Maya untuk memastikan semuanya."Jadi Tante Hera tidak tahu perihal Davin mau menikah dengan Cindy?" tanya Ghea dengan suara pelan."Aku kira sudah tahu," imbuh Denia menghela napas panjang. Jangankan mereka, Nadira saja mengira sang Mama tahu kalau Davin akan menikah.Mendengar penjelasan dari Maya, akhirnya Hera mengerti sesuatu. Jadi, dia berusaha untuk tetap tenang dan mendo'akan yang terbaik untuk putrinya. "Tante 'kan sudah memasrahkan kamu padaku, jadi bagaimana kalau kita jalan-jalan sekarang?" ajak Denia agar pikiran Nadira sedikit fresh."Aku setuju, lagi pula pikiranku sedang kacau." Ghea menyetujui. Nadira hendak menolak, tapi justru dipaksa oleh kedua sahabatnya. Mereka tidak ingin mendengarkan alasan apa pun dari sahabatnya yang masih terlihat galau itu. Kali ini mereka berangkat mengendarai mobil Ghea, saat mobil melaju tepat di jalan depan rumah Vera. Lajunya dihentikan oleh Denia
"Jadi bagaimana dengan pilihanmu?" tanya Ghea berharap jawaban sang sahabat tidak mengecewakan.Nadira tidak langsung menjawab, melainkan kepalanya ke atas seperti mode berpikir keras. "Bagaimana, Nad. Jangan membuatku kesal deh!" cetusnya. "Hm ... rahasia perusahaan dong!" Nadira menyeringai. Dia sendiri ingin mengatakan langsung pada Davin karena ingin melihat ekspresi wajah pria tampan tersebut. Karena merasa kesal, Ghea pun langsung memberikan bunga serta coklat yang ada di genggaman tangannya. "Itu semua dari Davin, jadi kamu gak usah berterima kasih padaku." Ghea berbicara dengan ketus."Siap!" Nadira menyeringai. Karena tidak mendapatkan jawaban, akhirnya sang sahabat pamit pulang. Namun, kepergiannya dicegah oleh Hera. "Jangan buru-buru, Ghea. Kita akan mendengarkan keputusan yang diambil Nadira bersama-sama." "Baik, Tante." Ghea kembali bersemangat. Atas dorongan serta paksaan dari sang Mama, Nadira akhirnya mengatakan pilihannya. Namun, dia meminta untuk merahasiakan
Baik Ghea maupun Gio terus memberikan penjelasan pada pria tampan agar dirinya tidak pantang menyerah dalam mengejar cintanya. "Pokoknya kamu harus terus berusaha meyakinkan Nadira agar dia memilihmu tanpa ragu lagi." Ghea terus memberikan semangat."Bagaimana caranya?" tanya Davin bingung.Di saat itu lah Ghea memiliki ide untuk membantu pria tampan tersebut, sebab dirinya yakin kalau sahabatnya pasti memiliki perasaan yang tidak pernah berubah pada Davin. "Kamu tenang saja, Vin. Serahkan semuanya padaku, yang terpenting kamu harus mengikuti apa pun yang aku inginkan." Ghea menyeringai. Davin memandang wanita di depannya dengan ragu. "Gak usah memandangiku seperti itu, Vin. Kamu harus percaya padaku kalau memang ingin segera menikah dengan sahabatku yang cantik itu." Ghea memberikan senyuman."Baik." Davin mulai irit bicara."Sekarang aku minta kamu beli bunga yang bagus," pinta Ghea sedikit memaksa."Memang buat apa?" tanya Davin heran."Udah, jangan banyak tanya. Percaya saja s
"Dari mana saja, Nad? Kenapa baru datang? Aku sudah menunggumu dari tadi!" cetus Ghea pelan, ada raut cemas yang terlihat di wajahnya.Nadira hanya memberikan senyuman saja pada sahabatnya yang sudah memasang raut wajah cemas tersebut. "Kebiasaan deh, orang tanya baik-baik juga. Malah cengengesan," cetus Ghea sedikit kesal. Wanita cantik berlesung pipi itu pun meminta sang sahabat untuk duduk terlebih dulu sebelum menjelaskan semua yang terjadi. Bahkan dirinya meminta agar Ghea tidak terlalu mencemaskannya. Setelah memastikan sang sahabat mengerti dengan semua yang terjadi, barulah wanita cantik berlesung pipi itu pun menceritakan apa yang sedang terjadi pada kisah asmaranya."Aku benar-benar bingung, Ghea. Di satu sisi aku ingin menyelesaikan kuliahku dulu baru memikirkan menikah, tapi di sisi lain aku tidak yakin akan bertemu dengan pria yang baik dan mau mengerti aku seperti Davin." Nadira mulai bercerita panjang lebar. "Gini saja deh, Nad. Coba kamu tanya ke dasar hatimu yang
Jelas saja Hera panik karena kecerobohan anaknya dalam mengiris tempe. Dia bahkan tidak menyangka akan membuat Nadia terkejut ketika dia menyapa. "Maaf, Nad. Mama gak bermaksud." Hera segera mengambil jari Nadia untuk dilihat."Gapapa, Ma. Jangan khawatir, bukan salah Mama juga kok. Nadia saja yang teledor karena keasikan melamun." Nadia menarik sedikit jari yang terluka, tapi Hera tidak melepaskannya."Biarkan Mama bantu mengobati lukanya." "Gapapa, Ma. Nadia bisa sendiri," ujar Nadia bersikeras.Wanita setengah paruh baya itu menarik tangan putrinya ke ruang keluarga untuk diobati. Hera tetap saja ingin mengobati jari yang teriris sembari mengobrol tentang lamaran Davin. Meskipun dia tahu, kalau Nadia terlihat bosan dengan setiap nasihat yang diberikan. Namun, wanita setengah paru baya itu akan terus memastikan agar sang anak menerima pria tampan yang diam-diam sudah lama diidamkan menjadi menantu."Bau apa, Ma?" tanya Nadia setengah mendengus perlahan."Gosong! Ya ampun," sahut H
Perlahan cincin itu diambil oleh Hera dari genggaman tangan putrinya. "Ternyata Davin sudah melangkah lebih jauh dari yang aku pikirkan, hanya saja menunggu putriku untuk memberikan jawaban saja." Hera mengambil posisi duduk tepat di sebelah Nadia yang saat ini sedang berbaring. Wanita setengah paruh baya itu begitu berharap agar sang anak mau menerima Davin kembali. Dia paham dengan prinsip sang anak untuk tidak menikah sebelum menyelesaikan kuliahnya. "Mama!" panggil Nadia dengan lembut. Wanita cantik berlesung pipi itu rupanya sudah membuka mata secara perlahan. "Kamu sudah bangun? Maaf, bukan maksud Mama untuk mengganggu istirahatmu." Hera segera menyadari telah mengganggu putrinya."Mama gak mengganggu kok, memang Nadira sudah selesai beristirahat." Nadira memberikan senyuman. Kemudian, wanita setengah paruh baya itu pun mengajak putrinya untuk makan terlebih dahulu. Apalagi setelah mendengar bunyi perut Nadira yang bernyanyi sedikit keras. "Aku akan mencuci wajahku dulu, M
Davin mengajak Nadira ke tempat favorit yang biasa menemani dirinya di saat sedang gelisah dalam menjalani hidup ini. Tempat dirinya merenung saat mengambil sebuah keputusan, dan saat ini adalah waktu untuk pria tampan itu akan memberikan keputusan yang berani dalam hidupnya. Dia berbicara tanpa basa-basi pada wanita yang dicintai dan menjelaskan maksud serta tujuan membawa Nadira ke tempat tersebut."Aku sudah tidak ingin membuang-buang waktuku lagi, Nad. Mungkin sudah waktunya juga kita segera bersama, sebab aku tidak ingin kehilanganmu." Davin mulai menjelaskan.Nadira berpikir sejenak, lalu berkata, "Aku masih belum mengerti yang kamu katakan, Vin." Pria tampan itu pun mulai berlutut serta memberikan kotak perhiasan berisi cincin. "Will you marry me?" Terlihat senyuman manis yang terpancar dari raut wajah Davin. "Kamu yakin?" tanya Nadira heran.Tanpa ragu pria tampan itu menganggukkan kepala. "Dari awal kamu yang sudah aku pilih, gak mungkin aku berpaling. Meskipun sebelumnya
Hati Denia memang sering berubah saat ini, bahkan tidak bisa melihat pria maco sedikit saja. Sekarang hatinya sudah berbalik menyukai Haris yang terkenal keberaniannya."Kalau memang iya, apakah kamu bisa membantuku untuk dekat dengannya?" tanya Haris melihat lekat ke arah Nadira."Gak bisa, kamu kejar saja sendiri." Denia mulai cemburu dan meninggalkan Haris sendiri. Dalam hati wanita tomboi itu pun mulai protes dengan apa yang terjadi dalam hidupnya. "Apa semua pria itu memang sama? Cuma menyukai wanita lembah lembut seperti Nadira? Lantas, pria seperti apa yang akan menyukai wanita tomboi sepertiku?" Dia mulai menghentakkan kakinya karena kesal yang dialaminya. Lain hal dengan Nadira yang memilih untuk istirahat sebentar sebelum melanjutkan perjalanannya. Tiba-tiba saja botol air mineral disuguhkan oleh Davin."Minum saja dulu, biar kamu tidak dehidrasi." Davin memberikan senyuman."Terima kasih, tapi aku bawa sendiri." Nadira menunjukkan air botol minuman yang masih terisi air
Semua yang ada di dalam mobil harus turun untuk melihat apa yang terjadi. Sedangkan Haris sibuk memperhatikan mesin mobil, meskipun sebenarnya dia tidak terlalu paham dengan mesin. "Apa kita akan terjebak di sini malam ini?" tanya Denia sedikit kesal. "Aku pastikan kita tidak akan menginap di tempat ini," sahut Haris penuh keyakinan."Pokoknya kalau ada apa-apa, kamu yang harus bertanggung jawab, Ris. Kita tidak ingin terjebak di jalan ini. Mana seram lagi!" cetus Farida bergidik ngeri karena jalanan begitu sepi."Kalian tenang saja, pasti akan aku perbaiki segera." Haris memang bertanggung jawab, tapi kali ini dia benar-benar bingung apa yang harus dilakukan. Akan tetapi, dia berusaha untuk tetap tenang agar tidak membuat teman-temannya ikut khawatir. Setengah jam berlalu, tapi Haris belum bisa membuat mobilnya hidup kembali."Bagaimana, Ris? Kenapa sampai detik ini belum selesai juga?" tanya Denia sedikit kesal."Kalian tenang saja dulu," sahut Haris tanpa memberikan penjelasan l
"Denia, tunggu!" Ghea langsung menghentikan langkah kaki sahabatnya yang sedang menyeret koper. Sontak saja wanita tomboi itu menghentikan langkah kakinya."Ada apa lagi sih, Ghea? Bukankah semua barangmu sudah aku masukkan? Sekarang ayo kita pergi!" pekik Denia sedikit kesal."Bukan begitu, Denia. Ada misi yang harus kita selesaikan, jadi jangan pergi sekarang. Nanti saja kalau sudah selesai urusan kita," kata Ghea membujuk. "Misi apa? Kalau cuma gak penting, lebih baik kita pergi sekarang juga." Denia tetap tidak ingin membuang waktu hanya hal-hal yang menurutnya tidak jelas. Ghea mulai menjelaskan panjang lebar apa yang akan menjadi misi mereka, tapi Denia tetap pada pendiriannya untuk pergi. Lagian, dia sudah terlanjur janji sama teman-temannya. Gak enak juga jika langsung dibatalkan secara tiba-tiba."Aku akan tetap berangkat, terserah kamu mau berangkat apa tidak. Perihal Nadira, aku tidak mau ikut campur lagi." Denia melepaskan koper milik Ghea, lalu meninggalkan rumah sahaba