Share

Bab 107

Author: Frands
last update Last Updated: 2024-12-31 07:53:10

Pak Samijo melirik ke arah warga lain yang mulai mengangguk setuju, lalu kembali menatap Juned. "Kau sudah melihat sendiri, Anton itu bukan orang yang mudah dihadapi. Dia punya kuasa, uang, dan pengaruh. Kalau kau tetap di sini, dia tidak akan tinggal diam. Kau akan jadi sasaran utamanya."

Juned mengepalkan tangan, merasa tak terima dengan saran itu. "Jadi aku harus lari dan meninggalkan semua ini? Membiarkan dia terus berbuat semaunya di desa ini?"

Pak Samijo mendekat, menepuk bahu Juned dengan penuh pengertian. "Juned, ini bukan soal lari atau melawan. Ini soal keselamatanmu. Kalau kau terluka atau lebih buruk, siapa yang akan melindungi Lastri, Vivi, atau Novi? Kau harus berpikir jernih."

Vivi yang berdiri di samping Juned tampak cemas, namun ia menunduk diam. Ia tahu kata-kata Pak Samijo ada benarnya, meskipun hatinya tidak ingin Juned pergi.

"Tapi, Pak," Juned bersikeras, "kalau aku pergi, siapa yang akan menghadapi Anton? Warga? Mereka jelas takut padanya."

Pak Dirman, salah sat
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Lil Asmara
bukan di dunia fiksi pun enggan lapor ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Tukang Pijat Super   Bab 108

    Juned menatap Vivi dengan tenang. “Aku akan menjaga klinikku agar Anton dan anak buahnya tidak berani macam-macam.”“Baiklah Jun, kamu bisa pulang hari ini. Urusan mereka biar saya yang menjaganya.” Sahut Pak Samijo sambil menepuk pundak Juned yang terlihat lunglai.Juned berjalan perlahan menuju rumahnya dengan pikiran tentang apa yang akan ia lakukan dalam tiga hari ke depan terus menghantui langkahnya. Saat ia tiba di depan rumah, pintu sudah terbuka sebelum ia sempat mengetuk. Di sana, Lilis, tantenya, berdiri dengan ekspresi lega namun cemas.“Juned, kamu akhirnya pulang,” ucap Lilis sambil memegang pintu. “Masuklah, ada yang ingin bicara denganmu.”Belum sempat Juned menjawab, dari ruang tengah terdengar suara Mbak Rini, ibu Novi, yang langsung menghampirinya dengan wajah tegang.“Juned! Kamu tahu di mana Novi sekarang? Bagaimana keadaannya? Apa dia baik-baik saja?” Rini memberondong Juned dengan banyak pertanyaan, matanya penuh kekhawatiran.Juned terdiam sejenak, berusaha me

    Last Updated : 2025-01-01
  • Tukang Pijat Super   Bab 109

    Juned melihat Rini sedang mengenakan bra dan celana dalam sedang rebahan di kasur sambil memegang ponselnya.“Apa yang Mbak Rini lakukan?” Gumam Juned penasaran.Rini sedang melakukan panggilan Video kepada seseorang yang Juned pun tak bisa mengetahuinya.“Ingat ya, kalau semuanya sudah berhasil. Aku mau rumah di kota.” Kata Rini yang tengah asyik mengobrol dengan seseorang di ujung panggilan video.Juned merasa ada sesuatu yang sesak tapi bukan di dadanya saat terus melihat Rini dari lubang kecil di pintu kamar.“Itu sih gampang. Setelah bisnis baruku berdiri, semuanya akan dapat keuntungan yang sangat besar.” Suara seseorang di telepon Rini terdengar oleh Juned.Rini tiba-tiba membuka bra yang menutupi tubuhnya dengan tangan kanan, sementara tangan kirinya masih memegang ponsel.Juned yang mulai terhanyut dalam situasi merasakan sesuatu yang nikmat sambil mencoba memahami apa yang sedang terjadi di balik pintu kamar Rini. Tiba-tiba dia merasa sebuah tepukan mendarat di pund

    Last Updated : 2025-01-02
  • Tukang Pijat Super   Bab 110

    “Apaan sih, Tante? Pertanyaannya terlalu begitu.” Celetuk Juned menutupi rasa canggungnya.Lilis justru tertawa cekikikan melihat muka Juned yang berubah merah seperti tomat segar.“Sudahlah Juned, aku tahu keponakan tante sekarang mudah bergairah saat dengan wanita.” Bisik Lilis memelankan suaranya agar tak terdengar Rini yang sedang berada di dapur.“Jangan memancing terus, Tante.” Juned menunduk mencoba menyembunyikan rasa malu.Lilis menyandarkan tubuhnya ke sofa, menghela nafas panjang. “Ahhhh, aku jadi iri sama Lastri dan Vivi yang sudah merasakan kejantananmu.” Gerutu Lilis terdengar begitu samar di telinga Juned.“Kenapa Tante?” Tanya Juned mencoba memastikan perkataan Lilis.Lilis hanya menggelengkan kepalanya sambil memaksakan senyum untuk menutupinyaBelum sempat Lilis menjawab Rini keluar dari dapur sambil membawa nampan. Di atasnya, semangkuk sayur daun kelor masih mengepul hangat. Aroma rempah dan gurihnya semerbak memenuhi ruangan. Di sebelah sayur itu, ada beb

    Last Updated : 2025-01-02
  • Tukang Pijat Super   Bab 111

    Rini meletakkan tehnya di meja lalu kembali ke dapur untuk membuat teh lagi buat Lilis. Sementara itu Juned kembali berbicara dengan Lilis sejenak.Setelah mengobrol sebentar dengan Lilis, Juned memutuskan untuk bangkit dari kursinya. “Aku keluar sebentar, mau ambil udara segar,” katanya dengan nada santai, meski dalam hatinya penuh kecemasan.Lilis menatapnya dengan curiga. “Udara segar? Kan masih gelap di luar, Juned. Kamu kenapa sih? Jujur aja, aku tahu kamu lagi kepikiran sesuatu.”Juned menghela napas panjang, mencoba tetap tenang. “Nggak apa-apa, Tante. Cuma butuh waktu buat mikir. Aku nggak tenang aja.”Rini yang sedang sibuk di dapur menoleh sebentar. "keluar di jam segini itu bagus, mas Juned. Udara pagi bagus buat pikiran," katanya dengan senyum tipis, tetapi tatapannya seperti mengamati Juned dengan saksama.Juned hanya mengangguk. Ia melangkah keluar ke halaman depan rumah, meninggalkan kedua perempuan itu di dalam. Tapi langkahnya hanya berhenti di dekat pohon mangga yan

    Last Updated : 2025-01-03
  • Tukang Pijat Super   Bab 112

    Juned akhirnya menyerah pada permintaan Rini.“Baiklah mbak, saya akan memijatmu.” Kata Juned sedikit gugup melihat keindahan tubuh Rini. Meskipun sudah berumur 40 tahun ke atas namun badannya masih terlihat kencang bak seorang gadis. Dengan ragu, ia memulai memijat bahu wanita itu. Tubuhnya terasa tegang, bukan karena takut atau lelah, melainkan karena suasana yang terasa aneh. Rini duduk dengan santai di kursi panjang ruang praktik, sementara Juned berdiri di belakangnya, berusaha menjaga jarak."Ah, tanganmu ternyata kuat juga seperti yang dikatakan orang-orang, Mas Juned," kata Rini sambil tertawa kecil.Juned hanya mengangguk pelan, tidak tahu harus menjawab apa. "Ini cuma pijatan sederhana saja," katanya, suaranya terdengar canggung.Namun Rini tidak menghiraukannya. Ia malah menoleh sedikit ke arah Juned, senyum tipis di bibirnya. "Kamu tahu, Mas Juned, kamu ini benar-benar orang baik. Novi beruntung punya teman seperti

    Last Updated : 2025-01-04
  • Tukang Pijat Super   Bab 113

    Juned langsung melonjak, menarik tubuhnya menjauh dari pelukan Rini. Wajahnya memucat, sementara Rini tampak lebih tenang, hanya tersenyum tipis seperti tidak terjadi apa-apa.“Tante Lilis... ini enggak seperti yang kamu pikirkan,” kata Juned tergagap, mencoba menjelaskan situasi yang tampak sangat salah itu. Keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya.Namun, Lilis menatapnya dengan sorot mata penuh kekecewaan. “Enggak seperti yang kupikirkan? Katamu jangan percaya kepada siapa pun! Tapi kamu melakukan itu dengan Mbak Rini, di klinik ini!” suaranya meninggi, membuat Juned semakin panik.“Tante Lilis, tolong dengarkan aku dulu,” kata Juned mencoba menenangkan. “Ini hanya salah paham. Mbak Rini tadi Cuma—“Rini, yang tampak santai sejak tadi, akhirnya berbicara. "Mbak Lilis, tenang. Awalnya aku yang meminta Mas Juned memelukku. Aku sedang merasa sedih dan butuh pelukan. Itu saja. Tapi aku tergoda oleh kejantanan Mas Juned," katanya dengan nada lembut,

    Last Updated : 2025-01-04
  • Tukang Pijat Super   Bab 114

    Lastri mengangguk pelan. "Aku nggak tahu harus bagaimana, Jun. Aku merasa nggak ada lagi yang bisa kita percaya."Lilis menggelengkan kepala, masih sulit menerima kenyataan ini. "Pak Samijo... selama ini dia yang selalu kelihatan mendukung kita. Tapi ternyata dia justru bermain di belakang kita."Juned berdiri dari kursinya, berjalan mondar-mandir sambil berpikir keras. "Ini berarti kita nggak bisa lagi mengandalkan siapa pun di kampung ini. Kalau Pak RT saja sudah berpihak ke Anton, berarti situasi kita jauh lebih buruk daripada yang kita kira."Lastri menatap Juned dengan penuh rasa takut. "Jun, aku takut Anton akan melakukan sesuatu yang lebih buruk. Saat di telepon, Pak RT bilang Anton nggak akan menyerah sampai dia mendapatkan apa yang dia mau."Juned menatap Lastri dengan penuh kekhawatiran. “Lastri, kamu bilang tadi dengar percakapan itu di rumah Pak Samijo? Lalu bagaimana dengan Vivi dan Novi? Mereka masih ada di sana?” tanyanya de

    Last Updated : 2025-01-05
  • Tukang Pijat Super   Bab 115

    Lastri langsung berdiri dan dengan cepat menuju kamar Lilis. Lilis terlihat khawatir, namun Juned menenangkannya dengan isyarat agar tetap tenang. Juned mengambil napas dalam-dalam, mencoba mengatur ekspresi wajahnya agar tidak terlihat gugup.Ketukan keras di pintu terdengar, diikuti oleh suara Pak Samijo yang berat. “Juned, buka pintunya! Ini aku, Pak Samijo!”Juned berjalan ke pintu dan membukanya perlahan, berusaha memasang wajah bingung. “Pak RT? Ada apa kok datang kemari? Bagaimana keadaan mereka di rumah bapak?” tanyanya, seolah tidak mengetahui apa pun.Pak Samijo masuk tanpa diundang, wajahnya terlihat tegang. Ia menatap Juned dengan tajam sebelum berbicara. “Juned, aku harus kasih tahu kamu sesuatu. Vivi, Novi, dan Lastri yang bersembunyi di rumahku tadi... mereka ditangkap lagi oleh anak buah Anton.”Juned pura-pura terkejut, memasang wajah panik. “Apa? Ditangkap? Bagaimana bisa, Pak? Bukannya mereka aman di rumah Pak RT?”Pak Samijo menghela napa

    Last Updated : 2025-01-05

Latest chapter

  • Tukang Pijat Super   Bab 265

    Juned mendekap tubuh Mbak Yuni dengan erat hingga membuatnya tak berkutik untuk melawan. Janda pemilik kos itu hanya pasrah menerima setiap irama dari jari jemari Juned yang kasar.“Jangan, Juned... Ku mohon.” Mbak Yuni hanya bisa menggeliatkan tubuhnya.Tapi bahasa tubuh Mbak Yuni bukan sebuah penolakan tapi sesuatu yang berbeda.“Jangan? Kamu sekarang beruntung, Mbak.” Bisik Juned di telinga Mbak Yuni.Tubuh Mbak Yuni mulai lemas, nafasnya memburu tak karuan. “Jangan berhenti.. Aku sudah lama tak melakukan ini dengan seorang pria.”Mata Mbak Yuni mulai sayu, sementara Juned melepaskan pakaiannya. Tak ada perlawanan lagi dari Mbak Yuni.“Kita pindah ke kamar saja, aku ingin kamu melakukan itu padaku. Tapi di kamar saja, jangan di sini.” Ucap Mbak Yuni dengan nafas yang memburu.Juned mengangguk dan mengecup bibir Mbak Yuni sesaat. Kemudian dia melepaskan dekapan pada tubuh wanita itu.Mbak Yuni melangkah menuju kamar diikuti oleh Juned dari belakang.Sesampainya di kamar, Mb

  • Tukang Pijat Super   Bab 264

    Juned berjalan pelan memasuki kos setelah kembali dari warung. Kepalanya masih dipenuhi dengan kata-kata Tania dan perdebatan batinnya sendiri. Apakah benar dia egois? Atau hanya sedang memperjuangkan sesuatu yang memang dia butuhkan?Dia menghela napas panjang setelah membuka pintu pagar kosnya. Namun, langkahnya terhenti ketika dia melihat pintu rumah Mbak Yuni sedikit terbuka. Dari dalam, terdengar suara televisi yang masih menyala.“Mbak Yuni belum tidur?” batinnya.Efek jamur yang pernah dia konsumsi kembali terasa. Sejak kejadian itu, tubuhnya seperti punya dorongan aneh, dorongan yang sulit dijelaskan. Rasanya seperti ada energi yang harus dia salurkan, dan entah kenapa, mendekati wanita menjadi satu-satunya cara agar dirinya merasa lebih baik.Juned menggigit bibirnya. Dia tidak bisa membiarkan pikirannya dikuasai oleh dorongan itu. Tapi tubuhnya terasa semakin panas. Dia harus melakukan sesuatu sebelum perasaan itu semakin kuat.Saat dia hendak melangkah cepat menuju kamarnya

  • Tukang Pijat Super   Bab 263

    Juned melangkah keluar dari warung dengan perasaan campur aduk. Tamparan Tania masih terasa di pipinya, bukan hanya meninggalkan jejak panas di kulitnya, tapi juga di hatinya. Dia menendang kerikil di jalan dengan kesal, mencoba mengalihkan pikirannya dari kata-kata Tania yang terus terngiang di kepalanya.“Kenapa dia nggak bisa ngerti? Ini Cuma pekerjaan. Aku butuh uang. Aku nggak bisa terus-terusan bergantung sama orang lain,” batinnya.Langkahnya melambat ketika dia menyadari matahari sudah mulai turun, menandakan sore hampir habis. Udara semakin sejuk, tapi pikirannya justru semakin panas.Tania benar. Dia memang egois.Dulu, saat dia berada di titik terendah hidupnya, Tania ada di sampingnya. Wanita itu merawatnya, mendukungnya, bahkan saat dia sendiri sudah hampir menyerah. Tapi sekarang, saat Tania memintanya berhenti, dia malah bersikeras tetap menjalani pekerjaannya sebagai tukang pijat.“Apa aku terlalu keras kepala? Atau aku memang nggak tahu diri?”Dia berhenti sejenak, me

  • Tukang Pijat Super   Bab 262

    Juned diam sejenak sebelum akhirnya mengangguk. “Saat ini aku akan berhati-hati agar tak seperti dulu. Aku juga tahu memang pelanggan wanitaku lebih banyak, dan mereka lebih sering bayar mahal.”Tania mendengus kesal. “Jun, kamu pikir aku bakal diam aja lihat kamu kayak gini terus? Aku udah bilang, aku nggak suka! Aku nggak rela kamu melakukan ini lagi, apalagi buat wanita lain yang akan membuatmu terjebak dalam kerumitan!”Juned menatap Tania dengan tatapan penuh tanya. “Kenapa kamu kayak gini, Tan? Ini cuma pekerjaan.”Tania menatapnya tajam. “Cuma pekerjaan? Jun, aku yang ngerawat kamu waktu kamu hancur! Waktu kamu depresi dan nggak tahu harus gimana, siapa yang ada di samping kamu? Apa kamu lupa?”Juned terdiam.“Aku yang bantuin kamu bangkit, aku yang membiayai kamu waktu kamu nggak punya apa-apa! Aku yang selalu ada buat kamu! Tapi sekarang kamu malah kayak gini, masih keras kepala dan nggak mau dengerin aku!” Tania menggebrak meja dengan kesal.Juned menelan ludah, merasa bers

  • Tukang Pijat Super   Bab 261

    Dinda berusaha bersikap biasa saja, tapi jelas ada rona merah di pipinya. “Dasar narsis!” Ia memutar bola matanya, lalu berjalan menuju pintu. “Aku mau makan, kalau perutku lapar aku gak mau mikir begituan.”Juned hanya tertawa melihat Dinda yang berusaha menghindar. “Santai aja, Din. Lain kali kalau mau coba, silahkan.”Dinda melirik sekilas sebelum akhirnya benar-benar pergi. Juned tersenyum tipis, merasa puas bisa membuat Dinda salah tingkah.Setelah Dinda pergi, Juned duduk di tepi kasur sambil menghela napas. Dia melirik ke sekeliling kamar barunya yang masih terasa asing.“Bosan juga kalau Cuma di kamar terus,” gumamnya sambil merenggangkan tubuh.Dia lalu membuka tasnya, mencari sesuatu yang bisa menghibur, tapi hanya menemukan beberapa lembar kertas iklan pijatnya yang belum sempat ia sebarkan.“Apa keluar aja sekalian cari pelanggan?” pikirnya sejenak. Namun, mengingat tadi pagi sudah mendapat cukup uang dari Bu Ratna, dia memutuskan untuk tidak buru-buru bekerja lagi.June

  • Tukang Pijat Super   Bab 260

    Entah berapa lama Juned tidur, namun tiba-tiba terdengar suara ketukan dari luar kamar kosnya.Tok... tok...Ternyata itu adalah Dinda yang baru saja kembali dari menemui pelanggan mendapati kamar Juned masih tertutup. Dia berdiri di depan pintu, mengetuk pelan sambil memanggil, “Juned? Udah pulang, kan? Bangun, dong.”Tidak ada jawaban.Dinda menghela napas, merasa aneh karena biasanya Juned cukup responsif. Penasaran, dia mencoba memutar gagang pintu dan ternyata tidak dikunci.Begitu pintu terbuka, pemandangan yang tak terduga menyambutnya. Juned terlelap di atas kasur, tanpa memakai baju dengan napas teratur. Wajahnya terlihat begitu damai dalam tidur, dan tubuhnya yang atletis tampak jelas di bawah cahaya lampu kamar.Dinda terdiam sejenak, lalu mendekat dengan langkah pelan. Awalnya dia hanya ingin membangunkan Juned, tapi entah kenapa dia malah terdiam, memperhatikan tubuh Juned terutama barang milik Juned yang berukuran sangat luar biasa.Tergoda, dia membungkuk sedikit, lal

  • Tukang Pijat Super   Bab 259

    Saat Juned mulai makan, Mbak Yuni duduk di seberangnya, menyandarkan dagunya di tangan sambil tersenyum. Tatapan matanya tak lepas dari Juned, memperhatikan setiap gerakan pria itu dengan penuh minat.Juned yang awalnya fokus menikmati makanan mulai merasa risih. Dia melirik sekilas ke arah Mbak Yuni dan melihat ekspresi wanita itu yang tampak… berbeda. Ada senyum kecil di sudut bibirnya, dan matanya menatap Juned dengan penuh ketertarikan.“Makan yang banyak, Juned,” kata Mbak Yuni dengan suara lembut. “Biar makin kuat.”Juned menelan makanannya dengan sedikit gugup. “Iya, Mbak. Makanannya enak banget.”Mbak Yuni tertawa kecil. “Kalau suka, besok-besok bisa makan di sini lagi. Aku sering masak, tapi nggak ada yang nemenin makan.”Juned hanya tersenyum sopan. “Makasih, Mbak. Saya nggak enak sering-sering numpang makan.”Mbak Yuni menggeleng sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi, memperlihatkan ekspresi menggoda. “Nggak usah sungkan. Aku malah senang kalau ada yang nemenin.”Juned menc

  • Tukang Pijat Super   Bab 258

    Dinda berjalan di samping Juned, menuntunnya menuju rumah pemilik kos. “Kamu bakal suka tempat ini,” ucapnya dengan nada santai. “Yang punya juga orangnya baik kok.”Mereka tiba di sebuah rumah sederhana tapi terlihat terawat, lokasinya tepat di samping kos-kosan. Dinda mengetuk pintu, dan tak lama kemudian, seorang wanita muncul dari balik pintu. Dia terlihat berusia sekitar pertengahan 30-an, dengan wajah yang cantik dan penampilan yang santai.“Oh, Dinda,” sapanya dengan senyum ramah. “Ada perlu apa?”Dinda tersenyum balik. “Mbak Yuni, ini temanku, Juned. Dia lagi cari kamar kos. Katanya ada yang kosong di sebelah kamarku?”Mbak Yuni mengalihkan pandangannya ke Juned, menatapnya dengan penuh minat. “Oh, Jadi kamu yang mau kos di sini?” tanyanya lembut.Juned mengangguk sopan. “Iya, Mbak, kalau masih ada kamar kosong.”Mbak Yuni tersenyum manis. “Ada, kebetulan masih kosong. Sebentar aku ambil kunci kamar dulu, biar aku tunjukan kamarnya.”Setelah Mbak Yuni mengambil kunci, dia ber

  • Tukang Pijat Super   Bab 257

    Setelah membujuk Juned untuk berhenti jadi tukang pijat keliling, Dinda menatapnya dengan penuh pertimbangan.“Juned, ikut aku ke kos, yuk,” ajaknya tiba-tiba.Juned mengangkat alis. “Ngapain ke kos kamu?”Dinda tersenyum kecil. “Ada yang mau aku omongin, penting. Lagian, di sana lebih enak ngobrolnya daripada di taman begini.”Juned awalnya ragu, tapi akhirnya mengangguk. “Ya udah, ayo.”Mereka berjalan keluar taman, lalu naik angkutan ke kos Dinda. Setelah sampai, Dinda membuka pintu dan mengajak Juned masuk. Kosnya cukup rapi, dengan perabot sederhana tapi nyaman.Dinda duduk di kursi dekat meja kecilnya, sementara Juned memilih duduk di lantai bersandar ke dinding. “Jadi, apa yang mau kamu omongin?” tanya Juned.Dinda menghela napas, lalu berkata, “Di sebelah kamar aku ada kamar kosong. Aku kepikiran, kenapa kamu nggak tinggal di situ aja agar operasional bisa lebih lancar?”Juned terdiam sejenak, terkejut dengan tawaran itu. “Serius? Tapi aku takut kalau sewaktu-waktu nggak ada u

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status