"Apa yang kamu inginkan? Siapa kamu sebenarnya?" cecar Evelyn dengan tangan gemetar, saking merasa ketakutan dengan situasi yang sedang dihadapi."Hey, bersikap sopan lah pada Bos!" ucap salah seorang pria yang saat itu berada di ruangan juga.Evelyn semakin dibuat keheranan, Bos? Jadi pria yang sangat ia kenal itu adalah dalangnya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut terus menari-nari di kepala Evelyn. Namun, ia tidak berani untuk mengungkapkan lagi karena selain percuma malah berakhir dengan bentakan yang cukup menakutkan.Pria yang sedang duduk di kursi mengangkat tangannya, untuk menghentikan ocehan sang anak buah."Jangan berbuat kasar pada wanitaku!"Evelyn sontak tercengang dan menjadi semakin merinding."Apa maksudmu, Dion?" Evelyn menatap pria di hadapannya dengan sorot mata tajam, saking merasa aneh dan keheranan.Bukannya menjawab Dion malah tersenyum. Pria itu beranjak, lalu menghampiri Evelyn yang sedang duduk di kursi roda."Lihat ini! Kamu adalah istriku!" ujar Dion sambil me
Baru saja Evelyn sedikit menggeserkan tubuhnya, lengan itu malah semakin memeluk dengan erat. Ia mulai merasa ngeri dan takut dengan situasi tersebut.Namun tetapi memberanikan diri untuk menoleh ke belakang. Evelyn merasa terkejut, ternyata di belakangnya sedang berbaring seorang anak perempuan yang berusia sekitar delapan tahunan."Ibu, tolong jangan pergi lagi!" ucap anak itu, dengan bulir bening menetes dari sudut mata yang masih terpejam.Evelyn yakin jika anak perempuan itu adalah anak Dion dengan wanita di dalam foto. Merasa kasihan ia lantas melanjutkan tidurnya dan membiarkan gadis kecil itu memeluk meski semakin erat.***Pagi hari, Evelyn yang cukup lelah karena begadang semalaman pun tanpa sadar bangun kesiangan, dan saat membuka mata malah mendapati gadis kecil yang semalam memeluknya sedang duduk sambil terus memperhatikan."A-apa yang sedang kamu lakukan?" Evelyn beranjak duduk saking merasa terkejut."Bella Sangat merindukan Ibu. Akhirnya Ibu kembali," ucap bocah perem
Meski demikian Evelyn tidak berani bersikap gegabah dan segera menoleh ke arah Dion untuk mengetahui seperti apa respon pria itu."Ayah, apa Tante ini pelayan baru?" tanya Bella tiba-tiba."Ya," jawab Dion singkat. Ia langsung meminum jus jeruk yang baru saja dituangkan.Bella merasa sedikit aneh dengan tingkah Evelyn yang mendadak terlihat canggung dan terus diam dengan tatapan penuh ketakutan. Bocah itu langsung menghampiri, lalu memeluk perempuan yang ia anggap sebagai ibunya itu."Ibu jangan takut! Kita tidak akan berpisah lagi," ujar Bella sambil memeluk Evelyn dengan erat.Evelyn tak hentinya menoleh ke arah Dion. Rasa takut semakin menjadi-jadi saat melihat Diana yang sampai tak berani menoleh ke arahnya. Tentu hal itu membuatnya berpikir jika mungkin pengasuh Kelvin tersebut sedang berada di bawah tekanan."Kenapa kamu begitu tegang? Rileks saja! Bella memang menjadi semakin manja akhir-akhir ini," ujar Dion sambil menatap lekat.Setiap kalimat yang Dion lontarkan, bagi Evelyn
Sepanjang perjalanan ketiga pria itu terus merasa berdebar, bagaimana pun mereka hendak menghampiri markas para preman yang terkenal seringkali membuat onar. Entah apa yang akan terjadi nantinya, yang ada dalam pikiran Sean kali ini hanyalah bagaimana caranya ia bisa mendapatkan informasi tentang Evelyn."Pak, apa kita datang hanya bertiga saja?" tanya Nicki yang tampaknya menjadi sedikit cemas dengan situasi tersebut."Tidak, aku sudah menyuruh beberapa bodyguard untuk mengikuti dari belakang," jawab Sean yang baru saja mengirim pesan pada anak buahnya."Syukurlah, setidaknya ada yang bisa membantu kita jika terjadi sesuatu nantinya," ucap Andi yang tampaknya sejak awal sudah merasa ketakutan.Sean tersenyum tipis, setiap kali melihat Andi mengingatkannya pada Evelyn saat dulu masih menjaga toko bunga.Tak terasa kini mereka sudah sampai di sebuah bangunan dekat gudang kosong yang sekilas dari luar terlihat sepi."Pak, apa Anda yakin ingin masuk? Kita tidak tahu berapa orang yang ada
Untuk sementara Evelyn memilih jadi penurut demi bisa melancarkan idenya nanti."Kalau begitu mari kita berganti pakaian," ajak Evelyn yang kini wajahnya sedikit berbinar."Apa Ibu ingin Bella bantu berganti pakaian?" Gadis itu pun menjadi semakin bersemangat."Ya, Ibu akan sangat membutuhkan bantuan Bella." Evelyn bersikap seakan dirinya memang ibu dari gadis itu.Bella pun tersenyum lebar, sejak kedatangan Evelyn ke rumah rasanya baru pertama kali ia merasakan lagi kehangatan sang ibu yang sempat kaku dan dingin pada dirinya itu."Kalau begitu Bella panggil Ayah untuk mengangkat Ibu ke ruang pakaian dulu." Bella berlari keluar dengan sangat bersemangat.Karena di kamar sudah tidak ada siapa-siapa, Evelyn beranjak, berjalan dengan pincang ke arah nakas di sampingnya untuk mencari benda yang mungkin bisa berguna nantinya."Kenapa tidak ada apa-apa di sini? Gunting saja tidak ada," keluh Evelyn sambil mengacak-acak rambutnya saking merasa kesal.Pantang menyerah, Evelyn bergegas mencar
Di saat Evelyn sedang merasa berdebar menanti jawaban di saat itu pula sang dokter malah terlihat santai seolah ucapan Evelyn hanyalah angin laluDok tolong bantu saya melarikan diri karena tidak mendapat respon Evelyn lantas langsung berbicara pada intinyaNamun lagi-lagi dokter tersebut seakan tidak mengindahkan ucapan Evelyn dan malah asik memeriksa kaki yang terkilirEvelyn semakin dibuat keheranan ada apa dengan dokter tersebut tidak mungkin jika ucapannya itu sampai tak terdengarDokter kenapa Anda terus diam tolong jawab Evelyn mulai merasa kesalIya nanti kita atasi itu jawab sang dokter seakan tak terlalu memperdulikan ucapan Evelyn sudah selesai mari kita kembaliEvelyn langsung menggenggam tangan sang dokter iya tidak ingin melewatkan kesempatan itu dan masih berusaha untuk meyakinkan jika ia memang benar-benar sedang diculikTolong bantu saya pergi dari pria itu ucap Evelyn dengan mata berkaca-kacaBukannya menjawab sang dokter malah tersenyum ia tetap membantu Evelyn untu
Evelyn langsung menekan nomor ponsel Sean, berharap setidaknya bisa berbicara walau hanya sebentar. Namun, baru saja ia hendak melakukan panggilan, di saat itu juga Dion merebut ponsel tersebut."Apa yang kamu lakukan?" Dion menatap Evelyn dengan lekat."Menelpon temanku, sebentar saja," ucap Evelyn yang berharap jika Dion mau meminjamkan ponselnya lagi."Aku meminjamkan ponsel bukan berarti mengizinkan menelepon temanmu!" tegas Dion yang saat ini wajahnya kembali terlihat datar.Evelyn tercengang, bagaimana mungkin pria itu sikapnya bisa dengan mudah berubah-ubah?"A-aku." Evelyn ragu, tak tahu harus menjawab apa."Jangan pernah berpikir bisa mengelabuiku lagi!" Dion menggenggam tangan Evelyn, lalu beranjak pergi meninggalkan kamar.Setelah Dion keluar dari kamar, Evelyn yang merasa lelah segera berbaring sambil meringkuk di atas kasur. Ia menangis saking tak tahan dengan apa yang sedang dihadapinya."Sean … Kelvin … aku sangat merindukan kalian," ucap Evelyn sambil terisak.Di ruang
Sean memulai perjalanan menuju kota yang sedikit asing baginya tersebut. Ia bahkan nyaris tidak pernah menginjakkan kaki di sana. Namun, demi Evelyn pria itu sampai berusaha untuk mempelajari daerah tersebut dalam waktu singkat."Ayah, pemandangan di sini tidak sebagus di rumah kita," protes Kelvin yang terus memandangi jalan di mana banyak tanah luas yang gersang."Ya, tempat kita itu kota wisata ada pantai dan juga gunung dalam satu tempat, jadi tidak bisa dibandingkan dengan kota ini," jelas Sean sambil mengusap rambut sang anak.Saat sedang berbincang, ponsel Sean mendadak berdering, ada panggilan masuk dari anak buahnya."Ya, bagaimana?" tanya Sean sesaat setelah mengangkat telepon."Kami sudah menemukan jejak beberapa preman dari kota Ganea yang sempat singgah ke sana," jelas anak buah Sean dari balik telepon."Bagus, kirim alamatnya segera!""Baik, Pak."Sean langsung mematikan telepon. Ia tersenyum puas seolah sudah ada titik cerah pencarian Evelyn."Kuharap ini jadi permulaan