Terima kasih buat semua reader yang sudah mengikuti cerita sampai sejauh ini. Othor bukan apa-apa tanpa kakak² reader.Oh, iya othor mau sedikit menceritakan beberapa kisah tokoh yang nggak muncul di akhir.Ada yang cariin Daren nggak ya? kakak tiri Evelyn yang sempet punya rasa itu akhirnya bisa melupakan istri dari sang atasannya itu, dia memilih untuk melamar kekasih sesama rekan kerja di perusahaan Sean.Lukas, si asisten gila kerja itu lebih milih untuk fokus ngurus perusahaan yang Sean titipin loh. Beberapa kali Sean berusaha ngejodohin sama perempuan malah berakhir di tolak, ya itu semua karena dia gila kerja.Jennifer, kakak tiri Evelyn yang udah insyaf ini milih menjauh dari kehidupan dulu. Dia pergi ke luar negri dan diam-diam menikah dengan warga lokal.Yang lebih mengejutkan, nggak berselang lama setelah Evelyn melahirkan, Nicki melamar Diana di depan orang ramai. Ya, cinta tumbuh karena biasa, kebersamaan bikin benih-benih cinta itu tumbu. Tapi, tenang aja, meski udah bern
"Hotel Carlton, kamar 206," ucap Maria, sahabat Evelyn, dari balik telepon.Evelyn langsung mengakhiri panggilan, bergegas menuju tempat sang kekasih berada.Perasaan cemas seakan menghantui sepanjang perjalanannya. Ia takut terjadi sesuatu pada Leon, mengingat kekasihnya itu memang sudah sering pingsan di sembarang tempat karena kanker otak yang dideritanya.Sesampainya di hotel, Evelyn yang telah berada di lantai dua puluh itu pun mulai mencari-cari kamar dengan nomor 206, sampai tak sengaja dari kejauhan samar ia melihat seseorang yang wajahnya mirip Leon sedang berusaha membuka pintu salah satu kamar."Leon!" teriak Evelyn.Merasa semakin cemas, Evelyn pun berlari menuju pria yang terlihat sedang tidak baik-baik saja itu.Pada akhirnya, Evelyn memutuskan untuk mengikuti ke kamar karena khawatir terjadi sesuatu pada Leon. Namun, tanpa disadari, perempuan itu malah memasuki kamar nomor 209."Leon, kenapa kamu di sini? Sejak kapan penyakitmu kambuh?" Evelyn berjalan menghampiri pria i
Satu bulan berlalu sejak kejadian malam hilangnya kesucian Evelyn. Gadis malang tersebut mulai merasakan tanda-tanda kehamilan, seperti mual-mual, tak selera makan dan mood yang berubah-ubah. Awalnya Evelyn berpikir jika itu terjadi karena stres berlebih, sampai akhirnya ia ingat jika sudah terlambat datang bulan."Apa aku benar-benar hamil? Bagaimana ini bisa terjadi? Aku tidak ingin punya anak dari seorang pria jahat." Evelyn mengacak-acak rambutnya sambil meringkuk, menangis dalam selimut.Hingga tanpa sadar, dalam suasana kamar yang minim cahaya tersebut Evelyn terlelap. Barulah setelah malam tiba, ia terbangun, itu pun karena merasa lapar dan mual.Rasa penasaran masih menyelimuti, Evelyn mengatur rencana untuk mengendap-endap keluar rumah demi bisa membeli test pack tanpa ada satu orang pun yang tahu.Evelyn langsung mengenakan hoodie hitam dan masker demi menyamarkan identitasnya. Ia tidak berniat pergi melalui pintu dan tanpa ragu keluar perlahan melalui jendela besar di kamarn
Di luar rumah terlihat empat orang laki-laki sedang berdiri dekat sebuah mobil van hitam. Penampilan mereka sedikit menyeramkan. Evelyn berusaha menarik lengannya yang sedang ditarik oleh Helen dan Jennifer."Jangan banyak bergerak!" hardik Jennifer sambil terus menyeret Evelyn menuju empat orang pria di depannya."Ini barang yang kamu maksud?" tanya salah seorang pria."Iya, mana uangnya?" Jennifer tampak begitu bersemangat.Salah seorang pria mengeluarkan amplop coklat yang sedikit tebal. Dengan sangat bersemangat, Helen menyambarnya dan mendorong Evelyn ke salah seorang pria.Evelyn terpaku, memandangi Helen dan Jennifer yang tengah tertawa sambil mengipasi wajahnya dengan lembaran uang.Merasa jika hidupnya sudah hancur dan tak memiliki harapan lagi, Evelyn pun memilih untuk pasrah meski sadar dirinya telah dijual oleh kedua perempuan jahat itu.Sepanjang perjalanan Evelyn hanya diam dengan tatapan kosong, pikirannya sudah kacau. Sampai tak ada lagi semangat untuk melanjutkan hidu
Lukas yang sudah kebingungan pun terus membujuk Evelyn agar mau masuk ke mobil."Tolong bantu saya. Kalau Anda tidak masuk, pria di dalam itu akan memarahi saya," ucap Lukas menyatukan dua tangan di depan wajah layaknya seseorang yang memohon.Evelyn pun akhirnya luluh, meski takut, ia akhirnya memilih duduk di kursi belakang sambil terus memalingkan wajah, berusaha menghindari menatap pria yang sangat dibencinya itu."Pak Sean, apa kita langsung pulang?" Lukas sedikit ragu bertanya di tengah keheningan itu."Ke toko pakaian," jawab Sean dengan tatapan dinginnya."B-baik, Pak," jawab Lukas yang merasa tidak nyaman dengan situasi di mana Evelyn seperti ketakutan, sedangkan Sean yang membeli perempuan itu malah terlihat tidak peduli.Lukas langsung melajukan mobilnya ke arah salah satu toko pakaian mewah yang selama ini menjadi tempat langganan Sean. Meski Evelyn sudah mengenakan pakaian termahal di rumah lelang, semua seakan sia-sia mengingat tubuh perempuan itu sangat kotor dengan ramb
"Kenapa? Apa Anda mengingat sesuatu?" tanya Evelyn tiba-tiba. Entah kenapa emosinya yang telah lama terpendam seakan muncul ke permukaan. Ia berharap jika Sean akan ingat dengan kejadian malam itu dan meminta maaf padanya.Lukas hanya bisa menatap dengan perasaan resah. Ia merasa tak nyaman berada di tengah-tengah dua orang yang terlihat seperti sedang perang dingin tersebut."Berani sekali menatapku seperti itu!" hardik Sean pada Evelyn."Ah, itu … apa kita langsung toko pakaian saja?" Lukas berusaha menghentikan percikan kecil di antara keduanya."Langsung pulang saja!" timpal Sean yang terlihat kesal setiap kali melihat Evelyn.Emosi Evelyn semakin memuncak. Ia sangat membenci pria yang pernah menidurinya itu. Bagaimana mungkin seorang pria begitu tidak tahu malu, setelah merenggut kesuciannya Sean malah seperti tidak merasa bersalah dan menatapnya dengan perasaan jijik.Namun, Evelyn tidak tahu harus berbuat apa lagi. Pada akhirnya memilih untuk pasrah di bawa ke rumah Sean karena
Lukas mengerutkan dahi saat melihat raut wajah Evelyn yang terlihat begitu terkejut."Apa ada sesuatu yang salah? Tanya Lukas yang diliputi perasaan heran."Tidak, aku hanya tiba-tiba teringat sesuatu," jawab Evelyn, mengusap bulir bening di matanya."Apa itu sesuatu yang menyedihkan?" Lukas merasa tidak nyaman dengan ekspresi Evelyn. Ia takut disalahkan oleh atasannya jika sampai perempuan itu terlihat murung."Aku tidak tahu, entah ini sesuatu yang menyedihkan atau malah membahagiakan," jawab Evelyn dengan tatapan sendu. Evelyn teringat kembali kenangan bersama Leon yang selalu memberikannya boneka beruang biru. Padahal boneka tersebut termasuk sedikit langka mengingat yang dijual kebanyakan berwarna coklat.Lukas tidak berani menanyakan lebih jauh lagi. Setidaknya ia sudah tahu alasan Evelyn bersedih itu bukanlah tentang sesuatu yang berhubungan dengan dirinya atau sang atasan.Merasa sudah terlalu lama bersama Evelyn, Lukas pun berniat untuk membiarkannya beristirahat. "Aku kelu
Bukannya menjawab, orang tersebut malah langsung masuk seakan tak menghiraukan Evelyn yang sedang kebingungan."Tolong berbaring sebentar!" ucap pria itu dengan wajah datarnya."Berbaring? apa maksudmu?" Evelyn semakin ragu dan ketakutan. Ia sampai mundur beberapa langkah saat pria itu berusaha maju."Iya, memang apalagi?" jawab pria itu tegas."Aku bukan perempuan seperti itu! jangan mendekat!" tubuh Evelyn gemetar ketakutan."Apa maksudmu? Cepatlah berbaring! Aku akan memeriksa kandunganmu," jawab pria itu seolah paham jika Evelyn telah salah menduga maksudnya."Apa kamu seorang Dokter?" Evelyn menatap pria itu lagi dengan sorot mata yang masih dipenuhi rasa curiga."Menurutmu? Ayo cepatlah! Aku masih ada janji dengan pasien lain, Sean memaksaku kemari padahal sudah kubilang jika besok saja," terang pria tersebut. Evelyn pun menuruti perintah pria tersebut meski masih ragu. Ia berbaring telentang lalu mengangkat pakaiannya."Tidak perlu mengangkat pakaian, aku tidak membawa alat US