Instruktur senam itu menoleh ke arah suara lalu menatap perempuan di belakangnya dengan tatapan heran."Siapa kamu?" tanya instruktur senam itu."Saya hanya pelayan di rumah ini, tapi Pak Sean sudah menitipkan perempuan itu pada saya!""Pelayan? beraninya kamu mengusikku! Lihat sampai aku mengadukanmu pada Sean," ucap instruktur senam yang merasa tak terima."Adukan saja! Saya tidak takut karena Pak Sean sendiri yang meminta saya untuk menjaganya," sahut pelayan itu lagi.Instruktur senam yang emosinya semakin menggebu itu pun memilih untuk pergi sambil terus menggerutu sepanjang jalannya.Sedangkan pelayan tersebut mendekati Evelin lalu bertanya, "apa kamu baik-baik saja?""Ya aku baik-baik saja, terima kasih untuk bantuannya." Evelyn tersenyum simpul."Tidak masalah, aku hanya tidak senang dengan seseorang yang selalu merendahkan orang lain."Evelyn lagi-lagi tersenyum, merasa jika keberuntungan perlahan mulai menyertainya. Berada di rumah ini benar-benar telah membuatnya bertemu de
Sean dibuat keheranan dengan tingkah Evelyn. Secara mendadak perempuan berwajah datar itu tiba-tiba menunjukkan ekspresi ketakutan."Ada apa?" tanya Sean, ketus.Namun bukannya menjawab, Evelyn malah terus menatap seorang pria yang kini mulai berjalan menghampiri ke arah mereka bertiga."Halo, apa kabar?" tanya pria tersebut dengan tawa yang membuat Evelyn semakin takut."Apa urusanmu?" tanya Sean yang mulai beranjak dan menatap tajam ke arah pria tersebut."Hey, santailah! Kenapa harus emosi begitu?" pria itu berusaha menenangkan Sean yang terlihat sedang diliputi emosi.Lukas yang merasa tidak nyaman dengan situasi tersebut pun buru-buru berdiri dan mendekati pria itu. Ia memegangi lengan dan menariknya menjauh dari Evelyn juga Sean."Saya tahu Anda tidak memiliki niat buruk, tapi kedatangan Anda telah membuat Evelyn menjadi ketakutan. Saya harap jangan dekati kami," ucap Lukas yang tahu persis jika pria itu adalah si pemilik rumah lelang."Menyebalkan … aku hanya ingin menyapa saja
"Mau jalan-jalan?" tanya Lukas berusaha mengalihkan perhatian Evelyn."Ke mana?" jawab Evelyn yang dadanya masih terasa sesak."Sebutkan saja tempat yang ingin kamu kunjungi!""Aku tidak ingin ke mana-mana, hanya ingin pulang," jawab Evelyn, tegas.Wajah Lukas berkeringat. Ia panik karena tidak tahu harus mengatakan apa. Bukan hanya Evelyn, dirinya saja tidak tahu apa maksud dari perkataan Sean tadi."Sebenarnya aku juga tidak tahu apa maksud Pak Sean. Lebih baik kita menunggu kabar selanjutnya saja," terang Lukas yang tidak berani menatap mata Evelyn."Apa aku benar-benar diusir?" tanya Evelyn lagi."Aku tidak tahu, semuanya masih belum pasti. Tunggu sampai ada kabar dari Pak Sean saja." Lukas berusaha menenangkan Evelyn."Baiklah," jawab Evelyn, tertunduk lesu.Pikiran Evelyn Melayang-layang jauh. Ia mulai merencanakan antisipasi jika seandainya diusir dari rumah Sean. Ke mana aku harus pergi? bagaimana caranya aku mendapat kerja? dua kalimat itu seakan terus terngiang-ngiang dalam
Sean menatap Evelyn dengan tajam, ingin marah pun percuma karena sejak awal perempuan di hadapannya itu memanglah sangat ceroboh.Sedangkan Evelyn dan Lukas, dengan perasaan yang sedikit cemas terus saja menatap Sean, menunggunya berbicara.Namun, sampai selesai makan siang pun Sean seakan tidak peduli dengan kejadian barusan dan langsung beranjak pergi begitu saja."Ada apa dengannya?" bisik Evelyn pada Lukas yang tepat berada di sampingnya."Entahlah," jawab Lukas seraya mengangkat bahunya."Aku tidak bisa membedakan wajahnya saat marah karena rasanya selalu sama saja," bisik Evelyn lagi.Lukas tertawa kecil. Ia tak berani mengatakan hal buruk tentang atasannya itu karena khawatir jika ketahuan maka gajinya akan dipotong."Apa kamu masih merasa mual?" tanya Lukas yang berusaha mengganti topik pembicaraan."Tidak terlalu, teh mint benar-benar mengurangi rasa mual," jawab Evelyn."Syukurlah," jawab Lukas seraya membuang napas.Evelyn tersenyum, merasa senang dengan perhatian yang Luka
Sean yang biasanya tidak peduli pun mendadak panik, lalu dengan sigap menggendong Evelyn dan membawanya ke mobil.Lukas mengekor dari belakang dengan perasaan yang kacau. Ia khawatir terjadi sesuatu pada Evelyn."Ke rumah sakit, sekarang!" titah Sean pada Lukas yang sudah berada di depan kemudi.Tanpa basa-basi Lukas pun melajukan mobil dan menuju ke rumah sakit terdekat.Sepanjang perjalanan Sean tak hentinya memandangi wajah Evelyn. I takut terjadi sesuatu pada perempuan tersebut, mengingat saat jatuh tadi terdapat darah yang tidak sedikit di lantai."Apa yang kamu rasakan?" tanya Sean seraya menggenggam erat tangan Evelyn."Sakit," ucap Evelyn, lirih."Apa yang harus aku lakukan?" Sean semakin ketakutan.Evelyn tidak menjawab, ia hanya meringis sambil memejamkan mata. Wajahnya pucat dipenuhi bulir-bulir keringat dingin, membuat pikiran Sean semakin ketakutan tak karuan."Cepatlah!" titah Sean pada Lukas yang sejak tadi terus saja menoleh ke belakang."Baik, Pak." Lukas menambah kece
Sean mendengkus, sambil mengacak-acak rambutnya, seseorang yang baru saja menelepon itu sudah membuatnya tak senang.Namun daripada terjadi keributan, Sean memilih untuk pergi ke teras depan dan menghampiri orang tersebut."Hai, baby aku sangat merindukanmu!" ucap seorang perempuan yang mengenakan mini dress warna merah menyala. Ia berlari kecil, menghampiri Sean seraya merentangkan tangannya.Sean berusaha menghindar meski beberapa kali perempuan itu berniat memeluknya."Ada urusan apa datang kemari?" bentak Sean dengan sorot mata yang menunjukkan ketidaksenangan."Tentu saja untuk menemuimu, memang apalagi? cuma kamu yang begitu penting dalam hidupku," jawab perempuan tersebut dengan tidak tahu malunya."Waktuku sedikit, katakan saja apa urusanmu, Agnes!" Sean benar-benar merasa tidak nyaman dengan kehadiran perempuan tersebut."Papa memintaku untuk mengantarkan cake ini padamu. Papa bilang jangan sampai kamu menolak pemberiannya," terang perempuan yang bernama Agnes tersebut.Sean
Evelyn mengambil isi dalam kotak tersebut, meski kecil tapi benar-benar mengandung makna."Dari mana kamu tahu kalau aku sangat suka coklat merk ini?" tanya Evelyn, lirih."Pak Sean yang memberitahukannya padaku," jawab Lukas yang sedikit keheranan melihat tingkah Evelyn."Dulu kekasihku sering memberikan coklat ini, sepertinya hanya dia yang tahu merk coklat langka yang sangat aku suka ini." Evelyn mengusap bulir air yang membasahi pipinya."Memang siapa nama kekasihmu? Aku merasa ada sesuatu yang aneh." Lukas menjadi sedikit tertarik dengan perbincangan tersebut."Namanya–" "Jangan ikut campur urusan pribadi orang lain," potong Sean dari kejauhan.Lukas dan Evelyn tersentak. Mereka terkejut dengan kedatangan Sean yang begitu tiba-tiba."Maaf Pak, saya hanya sedikit penasaran saja," sanggah Lukas seraya tertunduk, merasa tidak nyaman dengan situasi tersebut."Pergilah! Biar aku yang menemani perempuan ini," titah Sean seraya menatap tajam."Baik Pak." Lukas pun beranjak dari dudukny
Lukas berusaha menepis prasangkanya, meski nama Leon terus terngiang-ngiang dalam benaknya."Apa mungkin?" Lukas seakan menerka-nerka, jantungnya berdebar kencang karena terus diselimuti rasa penasaran.Akhirnya, Lukas memutuskan untuk menanyakan pada Evelyn perihal Leon saat perempuan itu bangun nanti.Tak terasa matahari telah terbit, Lukas terbangun dari tidurnya. Meski hanya beberapa jam sudah terbilang lumayan untuk menghilangkan rasa kantuk.Lukas buru-buru menyentuh kening Evelyn. "Syukurlah, suhunya sudah kembali normal."Di saat bersamaan, Evelyn terbangun lalu menatap Lukas dengan keheranan."Apa yang sedang kamu lakukan di sini?" Evelyn buru-buru beranjak."Jangan salah sangka dulu! Semalam kamu demam tinggi, Dokter Andrean memintaku untuk mengompres dan menjagamu semalaman," terang Lukas yang merasa tidak nyaman dengan tatapan penuh curiga yang Evelyn tunjukan.Evelyn yang masih memiliki trauma tak langsung percaya begitu saja. Ia memandangi sekitar kasur, mencari bukti ke