Di luar rumah terlihat empat orang laki-laki sedang berdiri dekat sebuah mobil van hitam. Penampilan mereka sedikit menyeramkan. Evelyn berusaha menarik lengannya yang sedang ditarik oleh Helen dan Jennifer.
"Jangan banyak bergerak!" hardik Jennifer sambil terus menyeret Evelyn menuju empat orang pria di depannya."Ini barang yang kamu maksud?" tanya salah seorang pria."Iya, mana uangnya?" Jennifer tampak begitu bersemangat.Salah seorang pria mengeluarkan amplop coklat yang sedikit tebal. Dengan sangat bersemangat, Helen menyambarnya dan mendorong Evelyn ke salah seorang pria.Evelyn terpaku, memandangi Helen dan Jennifer yang tengah tertawa sambil mengipasi wajahnya dengan lembaran uang.Merasa jika hidupnya sudah hancur dan tak memiliki harapan lagi, Evelyn pun memilih untuk pasrah meski sadar dirinya telah dijual oleh kedua perempuan jahat itu.Sepanjang perjalanan Evelyn hanya diam dengan tatapan kosong, pikirannya sudah kacau. Sampai tak ada lagi semangat untuk melanjutkan hidup.Satu jam berlalu, mobil berhenti melaju. Evelyn yang tubuhnya sudah lemah ditarik keluar dari mobil dengan sangat kencang."Cepat keluar!" hardik seorang pria dengan kasar.Evelyn keluar seraya menyipitkan mata karena silau."Di mana ini?" gumam Evelyn, menatap sekeliling."Sudah, jangan banyak tanya! Ikut kami ke dalam, sekarang!" ucap seorang pria botak sambil menyeret Evelyn dengan kasar.Evelyn tak melawan apalagi memberontak. Ia pasrah ditarik menuju sebuah gedung kumuh di depannya.Saat sampai di dalam gedung kumuh itu, mata Evelyn membelalak ketika melihat begitu banyak perempuan berpakaian seksi yang tengah berkumpul di beberapa titik."Aku tidak ingin menjadi pel*cur," gumam Evelyn sepanjang jalan.Beberapa pria itu berhenti di sebuah ruangan sempit dan gelap, mendorong Evelyn agar masuk ke sana."Dari mana asalmu?" tanya seorang perempuan yang duduk di kasur kecil dalam ruangan tersebut. "Namaku, Lola, kita sekarang satu kamar.""Evelyn," jawab Evelyn, singkat."Nama yang bagus. Kenapa kamu ada di sini?""Di jual saudari tiriku." Evelyn langsung duduk di kasur yang kosong.Lola tampak menatap Evelyn seraya mengerutkan alis. "Aku tidak tahu seperti apa kehidupanmu. Hanya saja, kamu harus bersiap karena tempat ini adalah mimpi buruk."Evelyn tersenyum dengan tatapan tanpa gairah hidup. Jangankan hanya mimpi buruk, kenyataan buruk yang sedang menimpanya saja sudah tak dihiraukan lagi.Saat tengah berbincang, tiba-tiba datang seorang Dokter yang menghampiri Evelyn."Maaf, aku mau mengecek kesehatanmu dulu," ujar Dokter tersebut, seraya mengecek beberapa bagian tubuh Evelyn.Dokter tersebut beberapa kali mengerutkan kening. Ia tampak kebingungan akan sesuatu."Apa kamu sedang hamil?""Iya, Dok," jawab Evelyn dengan santainya.Dokter itu langsung keluar begitu saja. Lima menit kemudian muncul seorang pria dengan kepala botak dan perut buncit menghampiri Evelyn sambil menatapnya tajam."Dasar penipu! Kami sudah memberi uang dan malah mendapat perempuan hamil sepertimu. Benar-benar tak berguna," hardik pria itu."Salah Anda sendiri, kenapa mempercayai perempuan yang tega menjual saudaranya sendiri," ucap Evelyn dengan wajah datarnya."Si*l, aku sudah rugi besar!" teriak pria itu, kemudian berlalu pergi sambil membanting pintu kamar Evelyn.Evelyn tersenyum simpul, lalu berbaring miring menghadap tembok sambil mengukir angka sebagai petunjuk hari pertama ia berada di sana.Minggu demi minggu berlalu, saat kehamilan Evelyn menginjak usia tiga bulan, teman sekamarnya, Lola, tidak pernah kembali lagi. Seorang pengantar makanan mengatakan jika satu-satunya teman Evelyn tersebut sudah laku terjual di pelelangan, dibeli oleh seorang pengusaha kaya yang memiliki banyak istri.Hari-hari Evelyn jalani dengan hanya memandangi jendela kecil yang menghadap ke taman di luar. Kepergian Lola membuat kamar itu menjadi sepi.Beberapa bulan berlalu, rasa sepi dan frustasi membuat tubuh Evelyn menjadi semakin kurus. Bahkan untuk ukuran seorang perempuan hamil, perutnya terlihat begitu kecil seperti kekurangan gizi. Sampai tiba-tiba pria botak itu datang lagi dengan senyum lebar membuat kesan menyeramkan di wajahnya."Akhirnya ... ternyata sampah sepertimu masih ada yang mau beli juga. Kamu harus kuat, ya! Pria tua mesum itu terlalu gila, yang sudah-sudah saja akan berakhir di rumah sakit hanya dalam hitungan hari." Pria botak itu terkekeh."Meski harus mati pun aku sudah siap," jawab Evelyn, tersenyum dengan tatapan kosongnya.Pria botak itu menatap ngeri saat mendengar jawaban Evelyn. Apalagi, penampilan gadis itu terlihat seperti mayat hidup, pucat, kumal dan sangat kurus.Evelyn, diberi pakaian baru tanpa sedikit pun di beri riasan. Meski mengenakan pakaian baru, gadis itu masih terlihat kotor dan dekil, bahkan tubuhnya masih mengeluarkan bau apek akibat terlalu lama berada di ruang pengap.Acara lelang pun dimulai, sampai giliran Evelyn naik ke panggung secara tiba-tiba ada seorang pria tua yang langsung menawar dengan harga satu juta. Bisa dipastikan, jika pria itulah yang pemilik lelang ceritakan tadi."Apa masih ada penawar lain?" tanya pembawa acara lelang.Para penonton menjadi riuh, mereka menganggap jika Evelyn sangat tidak layak untuk di beli."Kenapa perempuan jelek seperti itu sampai dilelang segala? Apa pemilik rumah lelang ini sudah kehabisan stok perempuan?""Lihatlah, aku tidak mengerti lagi. Entah dia busung lapar atau sedang hamil, perempuan itu sangat tidak layak di jual!""Bodoh, dia sedang hamil. Sepertinya perempuan itu pesanan si pria tua mesum. Lihat saja, hanya pria itu yang menawar perempuan menjijikan sepertinya.""Cepat ganti yang lain! Tidak ada lagi yang mau menawar perempuan itu!" teriak salah seorang pria.Pembawa acara hampir saja mengetuk palu, sampai secara tiba-tiba seseorang berteriak dari kejauhan."Seratus juta!" teriak seorang pria muda.Seakan tak mau kalah, pria tua mesum pun menambah penawarannya. Ia sudah terlanjur menginginkan Evelyn untuk menjadi objek kelainannya."Lima ratus juta!" ucap pria tua itu lagi."Satu miliar!" balas pria muda tersebut.Semua mata tertuju pada pria yang mengangkat papan bertuliskan angka dua belas. Ia dengan lantang menyebutkan sebuah nominal yang membuat seisi rumah lelang itu tercengang."Satu miliar untuk perempuan hamil dan lusuh seperti dia?""Sial, bahkan kesucianku saja lebih murah dari itu. Apa yang spesial dari perempuan hamil sepertinya?""Hanya orang-orang yang memiliki kegemaran aneh saja yang senang dengan perempuan seperti itu."Kini suasana rumah lelang menjadi riuh, mereka merasa heran dengan harga tak masuk akal untuk seorang perempuan hamil yang dari penampilannya saja sama sekali tidak menarik. Bahkan, perempuan itu lebih pantas jadi pembantu dibanding perempuan lain yang biasanya jadi simpanan jika terjual di rumah lelang."Ternyata kamu sangat bodoh. Aku takkan mungkin mengeluarkan uang sebanyak itu hanya untuk perempuan yang sebelumnya akan kujadikan sasaran fantasi liarku," ucap seorang pria yang barusan bersaing dengan pria lain yang menawarkan harga satu miliar."Aku tak peduli!""Dasar, angkuh!"Pria yang menawar dengan harga satu miliar itu sama sekali tak menghiraukan pandangan orang-orang yang berada disana. Dia hanya fokus menatap perempuan yang kini sedang berdiri di panggung dengan tatapan kosong tersebut.Evelyn yang telah terjual dengan harga satu miliar pun langsung diperlakukan spesial oleh pemilik rumah lelang. Ia diminta berganti pakaian yang paling mahal di tempat itu, meski tetap tak merubah penampilan Evelyn yang masih terlihat kotor dan bau."Apakah Anda yang bernama Evelyn?" ucap seorang pria dengan setelan jas rapi tersebut."Terima kasih karena sudah membeli saya," jawab Evelyn, sesuai dengan apa yang pemilik rumah lelang perintahkan."Perkenalkan, nama saya Lukas. Kalau begitu, sekarang kita langsung menuju mobil. Atasan saya sudah menunggu di sana," ajak pria yang bernama Lukas tersebut.Evelyn pun mengikuti pria itu tanpa berkata-kata. Meski pernah bertemu, ia benar-benar lupa pada wajah Lukas.Sampai saat Evelyn sudah berada di dekat mobil. Samar matanya menangkap sosok seorang pria yang sangat ia kenali.Air matanya langsung menetes, langkahnya seakan menjadi berat. Evelyn enggan masuk mobil tersebut meski berulang kali di paksa oleh Lukas."Jangan takut, atasanku itu orang yang baik meski terlihat sangat dingin," bisik Lukas."Tidak, bukan seperti itu. Aku … " jawab Evelyn membuat Lukas kebingungan.Lukas yang sudah kebingungan pun terus membujuk Evelyn agar mau masuk ke mobil."Tolong bantu saya. Kalau Anda tidak masuk, pria di dalam itu akan memarahi saya," ucap Lukas menyatukan dua tangan di depan wajah layaknya seseorang yang memohon.Evelyn pun akhirnya luluh, meski takut, ia akhirnya memilih duduk di kursi belakang sambil terus memalingkan wajah, berusaha menghindari menatap pria yang sangat dibencinya itu."Pak Sean, apa kita langsung pulang?" Lukas sedikit ragu bertanya di tengah keheningan itu."Ke toko pakaian," jawab Sean dengan tatapan dinginnya."B-baik, Pak," jawab Lukas yang merasa tidak nyaman dengan situasi di mana Evelyn seperti ketakutan, sedangkan Sean yang membeli perempuan itu malah terlihat tidak peduli.Lukas langsung melajukan mobilnya ke arah salah satu toko pakaian mewah yang selama ini menjadi tempat langganan Sean. Meski Evelyn sudah mengenakan pakaian termahal di rumah lelang, semua seakan sia-sia mengingat tubuh perempuan itu sangat kotor dengan ramb
"Kenapa? Apa Anda mengingat sesuatu?" tanya Evelyn tiba-tiba. Entah kenapa emosinya yang telah lama terpendam seakan muncul ke permukaan. Ia berharap jika Sean akan ingat dengan kejadian malam itu dan meminta maaf padanya.Lukas hanya bisa menatap dengan perasaan resah. Ia merasa tak nyaman berada di tengah-tengah dua orang yang terlihat seperti sedang perang dingin tersebut."Berani sekali menatapku seperti itu!" hardik Sean pada Evelyn."Ah, itu … apa kita langsung toko pakaian saja?" Lukas berusaha menghentikan percikan kecil di antara keduanya."Langsung pulang saja!" timpal Sean yang terlihat kesal setiap kali melihat Evelyn.Emosi Evelyn semakin memuncak. Ia sangat membenci pria yang pernah menidurinya itu. Bagaimana mungkin seorang pria begitu tidak tahu malu, setelah merenggut kesuciannya Sean malah seperti tidak merasa bersalah dan menatapnya dengan perasaan jijik.Namun, Evelyn tidak tahu harus berbuat apa lagi. Pada akhirnya memilih untuk pasrah di bawa ke rumah Sean karena
Lukas mengerutkan dahi saat melihat raut wajah Evelyn yang terlihat begitu terkejut."Apa ada sesuatu yang salah? Tanya Lukas yang diliputi perasaan heran."Tidak, aku hanya tiba-tiba teringat sesuatu," jawab Evelyn, mengusap bulir bening di matanya."Apa itu sesuatu yang menyedihkan?" Lukas merasa tidak nyaman dengan ekspresi Evelyn. Ia takut disalahkan oleh atasannya jika sampai perempuan itu terlihat murung."Aku tidak tahu, entah ini sesuatu yang menyedihkan atau malah membahagiakan," jawab Evelyn dengan tatapan sendu. Evelyn teringat kembali kenangan bersama Leon yang selalu memberikannya boneka beruang biru. Padahal boneka tersebut termasuk sedikit langka mengingat yang dijual kebanyakan berwarna coklat.Lukas tidak berani menanyakan lebih jauh lagi. Setidaknya ia sudah tahu alasan Evelyn bersedih itu bukanlah tentang sesuatu yang berhubungan dengan dirinya atau sang atasan.Merasa sudah terlalu lama bersama Evelyn, Lukas pun berniat untuk membiarkannya beristirahat. "Aku kelu
Bukannya menjawab, orang tersebut malah langsung masuk seakan tak menghiraukan Evelyn yang sedang kebingungan."Tolong berbaring sebentar!" ucap pria itu dengan wajah datarnya."Berbaring? apa maksudmu?" Evelyn semakin ragu dan ketakutan. Ia sampai mundur beberapa langkah saat pria itu berusaha maju."Iya, memang apalagi?" jawab pria itu tegas."Aku bukan perempuan seperti itu! jangan mendekat!" tubuh Evelyn gemetar ketakutan."Apa maksudmu? Cepatlah berbaring! Aku akan memeriksa kandunganmu," jawab pria itu seolah paham jika Evelyn telah salah menduga maksudnya."Apa kamu seorang Dokter?" Evelyn menatap pria itu lagi dengan sorot mata yang masih dipenuhi rasa curiga."Menurutmu? Ayo cepatlah! Aku masih ada janji dengan pasien lain, Sean memaksaku kemari padahal sudah kubilang jika besok saja," terang pria tersebut. Evelyn pun menuruti perintah pria tersebut meski masih ragu. Ia berbaring telentang lalu mengangkat pakaiannya."Tidak perlu mengangkat pakaian, aku tidak membawa alat US
Instruktur senam itu menoleh ke arah suara lalu menatap perempuan di belakangnya dengan tatapan heran."Siapa kamu?" tanya instruktur senam itu."Saya hanya pelayan di rumah ini, tapi Pak Sean sudah menitipkan perempuan itu pada saya!""Pelayan? beraninya kamu mengusikku! Lihat sampai aku mengadukanmu pada Sean," ucap instruktur senam yang merasa tak terima."Adukan saja! Saya tidak takut karena Pak Sean sendiri yang meminta saya untuk menjaganya," sahut pelayan itu lagi.Instruktur senam yang emosinya semakin menggebu itu pun memilih untuk pergi sambil terus menggerutu sepanjang jalannya.Sedangkan pelayan tersebut mendekati Evelin lalu bertanya, "apa kamu baik-baik saja?""Ya aku baik-baik saja, terima kasih untuk bantuannya." Evelyn tersenyum simpul."Tidak masalah, aku hanya tidak senang dengan seseorang yang selalu merendahkan orang lain."Evelyn lagi-lagi tersenyum, merasa jika keberuntungan perlahan mulai menyertainya. Berada di rumah ini benar-benar telah membuatnya bertemu de
Sean dibuat keheranan dengan tingkah Evelyn. Secara mendadak perempuan berwajah datar itu tiba-tiba menunjukkan ekspresi ketakutan."Ada apa?" tanya Sean, ketus.Namun bukannya menjawab, Evelyn malah terus menatap seorang pria yang kini mulai berjalan menghampiri ke arah mereka bertiga."Halo, apa kabar?" tanya pria tersebut dengan tawa yang membuat Evelyn semakin takut."Apa urusanmu?" tanya Sean yang mulai beranjak dan menatap tajam ke arah pria tersebut."Hey, santailah! Kenapa harus emosi begitu?" pria itu berusaha menenangkan Sean yang terlihat sedang diliputi emosi.Lukas yang merasa tidak nyaman dengan situasi tersebut pun buru-buru berdiri dan mendekati pria itu. Ia memegangi lengan dan menariknya menjauh dari Evelyn juga Sean."Saya tahu Anda tidak memiliki niat buruk, tapi kedatangan Anda telah membuat Evelyn menjadi ketakutan. Saya harap jangan dekati kami," ucap Lukas yang tahu persis jika pria itu adalah si pemilik rumah lelang."Menyebalkan … aku hanya ingin menyapa saja
"Mau jalan-jalan?" tanya Lukas berusaha mengalihkan perhatian Evelyn."Ke mana?" jawab Evelyn yang dadanya masih terasa sesak."Sebutkan saja tempat yang ingin kamu kunjungi!""Aku tidak ingin ke mana-mana, hanya ingin pulang," jawab Evelyn, tegas.Wajah Lukas berkeringat. Ia panik karena tidak tahu harus mengatakan apa. Bukan hanya Evelyn, dirinya saja tidak tahu apa maksud dari perkataan Sean tadi."Sebenarnya aku juga tidak tahu apa maksud Pak Sean. Lebih baik kita menunggu kabar selanjutnya saja," terang Lukas yang tidak berani menatap mata Evelyn."Apa aku benar-benar diusir?" tanya Evelyn lagi."Aku tidak tahu, semuanya masih belum pasti. Tunggu sampai ada kabar dari Pak Sean saja." Lukas berusaha menenangkan Evelyn."Baiklah," jawab Evelyn, tertunduk lesu.Pikiran Evelyn Melayang-layang jauh. Ia mulai merencanakan antisipasi jika seandainya diusir dari rumah Sean. Ke mana aku harus pergi? bagaimana caranya aku mendapat kerja? dua kalimat itu seakan terus terngiang-ngiang dalam
Sean menatap Evelyn dengan tajam, ingin marah pun percuma karena sejak awal perempuan di hadapannya itu memanglah sangat ceroboh.Sedangkan Evelyn dan Lukas, dengan perasaan yang sedikit cemas terus saja menatap Sean, menunggunya berbicara.Namun, sampai selesai makan siang pun Sean seakan tidak peduli dengan kejadian barusan dan langsung beranjak pergi begitu saja."Ada apa dengannya?" bisik Evelyn pada Lukas yang tepat berada di sampingnya."Entahlah," jawab Lukas seraya mengangkat bahunya."Aku tidak bisa membedakan wajahnya saat marah karena rasanya selalu sama saja," bisik Evelyn lagi.Lukas tertawa kecil. Ia tak berani mengatakan hal buruk tentang atasannya itu karena khawatir jika ketahuan maka gajinya akan dipotong."Apa kamu masih merasa mual?" tanya Lukas yang berusaha mengganti topik pembicaraan."Tidak terlalu, teh mint benar-benar mengurangi rasa mual," jawab Evelyn."Syukurlah," jawab Lukas seraya membuang napas.Evelyn tersenyum, merasa senang dengan perhatian yang Luka