Beranda / CEO / Tuan Presdir, Kamulah Ayah Anakku / Bab 1. Kesucian Yang Direnggut

Share

Tuan Presdir, Kamulah Ayah Anakku
Tuan Presdir, Kamulah Ayah Anakku
Penulis: L.A. Zahra

Bab 1. Kesucian Yang Direnggut

"Hotel Carlton, kamar 206," ucap Maria, sahabat Evelyn, dari balik telepon.

Evelyn langsung mengakhiri panggilan, bergegas menuju tempat sang kekasih berada.

Perasaan cemas seakan menghantui sepanjang perjalanannya. Ia takut terjadi sesuatu pada Leon, mengingat kekasihnya itu memang sudah sering pingsan di sembarang tempat karena kanker otak yang dideritanya.

Sesampainya di hotel, Evelyn yang telah berada di lantai dua puluh itu pun mulai mencari-cari kamar dengan nomor 206, sampai tak sengaja dari kejauhan samar ia melihat seseorang yang wajahnya mirip Leon sedang berusaha membuka pintu salah satu kamar.

"Leon!" teriak Evelyn.

Merasa semakin cemas, Evelyn pun berlari menuju pria yang terlihat sedang tidak baik-baik saja itu.

Pada akhirnya, Evelyn memutuskan untuk mengikuti ke kamar karena khawatir terjadi sesuatu pada Leon. Namun, tanpa disadari, perempuan itu malah memasuki kamar nomor 209.

"Leon, kenapa kamu di sini? Sejak kapan penyakitmu kambuh?" Evelyn berjalan menghampiri pria itu dan memegangi tangannya.

Namun, bukannya menjawab, pria itu malah berbalik dan mendorong tubuh Evelyn hingga terhempas ke kasur.

Evelyn membelalak, tak percaya dengan kenyataan jika yang berada di hadapannya bukanlah sang kekasih, melainkan seseorang yang terlihat sangat mirip. Alis tegas dengan hidung mancung juga bibir tipis menambah kesan indah pada wajah pria itu. Hanya saja, meski tampak persis, perawakannya sangat berbeda dengan Leon.

"Siapa kamu?" teriak Evelyn sambil berusaha mendorong tubuh pria yang sedang menahan tangannya itu.

Namun, bukannya menjawab, pria itu malah melepas pakaiannya, hingga menunjukan dengan jelas sebuah dada bidang dengan bentuk otot yang indah.

"Lepaskan! Jangan sentuh aku!" teriak Evelyn sambil meronta-ronta.

Seakan tak peduli dengan apa yang Evelyn katakan, pria tersebut langsung menyapu setiap jengkal tubuh sang gadis. Tak ingin menyerah begitu saja, gadis itu dengan sekuat tenaga menarik lengannya, lalu mendorong dada bidang sang pria sampai hampir terjatuh.

Namun dengan kekuatan yang begitu besar, pria itu tetap bisa mempertahankan posisi dan dengan sigap mengunci setiap pergerakan Evelyn. Semua perlawanan pun seakan sia-sia ketika pada akhirnya kesucian terenggut, menyisakan rasa sakit yang begitu hebat.

Evelyn hanya bisa pasrah sambil menangis, meratapi nasib tubuhnya yang seolah bukan miliknya lagi. Pria itu dengan leluasa melakukan apa pun yang ia inginkan, sudah tidak ada perlawanan atau pemberontakan lagi.

Satu jam berlalu, pria yang telah mencapai puncaknya itu pun menghempaskan tubuhnya ke samping Evelyn, lalu terlelap begitu saja.

Evelyn beranjak sambil meringis, sekujur tubuhnya terasa nyeri, bahkan bagian bawah pun rasa sakitnya begitu sulit diungkapkan. Sesekali ia terisak, teringat kembali saat kesuciannya direnggut paksa.

Sejenak Evelyn mengamati wajah pria asing di sampingnya. Ia berusaha mengingat orang yang telah menodainya itu. Wajah tampan yang begitu mirip dengan Leon, hanya saja tubuhnya terlalu gagah bila dibandingkan sang kekasih yang sangat kurus dan terlihat lemah.

"Aku tidak akan pernah melupakan kejadian malam ini," ucap Evelyn seraya menatap tajam pria di sampingnya, lalu bersiap pergi dari kamar tersebut.

Lima jam kemudian, pria asing yang meniduri gadis itu pun terbangun dengan kepala yang teramat pusing. Ia berusaha mengingat apa yang terjadi sebelumnya, meski terasa sedikit sulit.

"Menyebalkan!" seru pria itu sambil memijat-mijat bagian kening yang terasa pusing. Ia juga kebingungan saat mendapati tubuhnya tanpa sehelai benang pun.

Pria yang bernama Sean itu adalah seorang Presdir dari sebuah perusahaan manufaktur. Kedatangannya ke hotel tersebut karena mendapat undangan dari beberapa pengusaha yang mengajak bekerja sama. Namun, tanpa disadari itu semua hanyalah jebakan yang dibuat untuk menghancurkan reputasi sang Presdir dengan sebuah rumor buruk.

Tiba-tiba Sean terbayang kembali saat dirinya tengah meneguk secangkir Americano. Tak ada yang aneh dengan kopi tersebut, tetapi setelah meminumnya, ia malah merasa panas di sekujur tubuh dan pusing di kepala yang begitu mengganggu. Ia menjadi curiga jika seseorang telah mencampurkan obat per*ngsang, mengingat jika dulu dirinya pun pernah dijebak dengan cara yang sama.

"Bodoh," gumam Sean, sambil meremas seprai. Pria itu merasa jika orang-orang lemah yang menjebaknya terlalu bodoh dengan menjadikannya sebagai lawan.

Di tengah amarahnya itu, ponsel Sean berdering. Nama Lukas, sang asisten, tertera di layar benda pipih tersebut.

"Hallo, Pak. Saya sudah membereskan perempuan yang menjadi alat para pengusaha itu," terang Lukas.

"Membereskan?" tanya Sean kebingungan.

"Ya, saya sudah menangkap perempuan itu sebelum sempat melancarkan aksinya."

"Kamu yakin?" Sean sedikit ragu pada asistennya itu, mengingat jika seorang perempuan telah naik ke ranjangnya.

"Ya, saya sangat yakin," jawab Lukas dengan penuh percaya diri.

Sean langsung menutup telepon. Ia lagi-lagi dibuat bingung oleh pernyataan Lukas. Jika memang perempuan itu sudah ditangkap, lalu kenapa sekarang dirinya terbangun dengan tanpa sehelai benang pun? Dan juga, ia merasa begitu letih seperti telah melakukan suatu kegiatan yang melelahkan.

Mata Sean tanpa sengaja menangkap sebuah noda darah yang terlihat begitu mencolok di seprai putih.

Noda darah tersebut membuat Sean yakin jika memang dirinya telah melewati malam dengan seorang gadis, hanya saja sang Presdir tak terlalu ingin ambil pusing. Ia berpikir jika perempuan tersebut merasa dirugikan maka akan datang dengan sendirinya.

***

Hari sudah menjelang pagi, Dering telepon membangunkan Evelyn yang sedang terlelap di kamarnya. Meski malas, ia tetap meraih ponselnya dan mengusap garis hijau di layar.

"Aku menunggumu semalaman. Kenapa kamu tidak datang di malam anniversary kita?" tanya Leon, lirih.

Dada Evelyn terasa sesak, tetapi ia berusaha untuk tetap terlihat tenang agar Leon tidak mengkhawatirkannya.

"Maaf, semalam perutku tiba-tiba sakit. Aku sampai lupa menghubungimu dulu," ujar Evelyn dengan suara bergetar.

Leon menghela napas panjang. "Kalau ada masalah, kamu bisa menceritakannya padaku. Tolong terbukalah! Aku ini kekasihmu."

Tangis Evelyn pecah, ia tak bisa lagi berkata-kata. Rasanya tidak mungkin jika harus menceritakan tentang kesuciannya yang telah direnggut pria asing pada sang kekasih.

"Tidak ada. Sudah dulu, ya, perutku sakit." Evelyn buru-buru menutup telepon.

Evelyn meraih foto dirinya dan sang kekasih, lalu memeluk kertas tersebut dengan sangat erat.

"Leon, maafkan aku. Aku tidak ingin menambah beban pikiranmu. Mungkin lebih baik kamu tidak pernah tahu jika aku sudah menjadi seorang wanita kotor," gumam Evelyn.

Sejak saat itu, Evelyn yang biasanya ceria pun berubah murung dan pendiam. Berhari-hari ia menjalani keseharian tanpa gairah hidup. Kejadian nahas kemarin seakan menambah deritanya. Ibu tiri yang jahat, kakak tiri yang selalu saja berusaha menyakitinya, ayah yang tak berdaya dan terus berbaring di kasur, sampai kekasih yang memiliki kanker otak. Semua menjadi satu, menambah penderitaan dalam hidupnya.

Hingga, dua minggu setelah kejadian malam nahas tersebut terjadi, tepatnya di sabtu malam, tiba-tiba ponsel Evelyn berdering. Sebuah panggilan masuk dari seseorang yang sangat tak disangka-sangka.

"Kenapa dia menghubungiku?" gumam Evelyn dengan dada yang terasa sesak.

Dengan perasaan berat hati dan kesal, Evelyn terpaksa mengangkat telepon tersebut.

"Ada apa?" tanya Evelyn, ketus.

"Aku cuma ingin minta maaf soal waktu itu. Aku tidak punya pilihan lain. Kakak tirimu mengancamku. Dia yang merancang semua jebakan itu!" terang Maria, dengan nada yang sama sekali tak menunjukan rasa bersalah.

"Aku tidak peduli. Anggap saja jika kita tidak pernah saling mengenal." Evelyn menutup telepon, lalu melempar ponselnya karena kesal.

Sejak mengetahui fakta tentang kakak tiri dan sang sahabat yang begitu tega menjebaknya, Evelyn lebih memilih untuk mengurangi interaksi dengan orang di sekitarnya, bahkan sampai mengambil cuti kuliah dan hanya mengurung diri di kamar.

Hingga sesuatu yang tak pernah terbayangkan oleh Evelyn pun terjadi dalam hidupnya.

Komen (8)
goodnovel comment avatar
Danu Faizal
sad ending
goodnovel comment avatar
Ami Tock
bagus ceritanya
goodnovel comment avatar
Ndank Madjid
baru baca c tp kliatan nya bgus crtanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status