Meski demikian Evelyn tidak berani bersikap gegabah dan segera menoleh ke arah Dion untuk mengetahui seperti apa respon pria itu."Ayah, apa Tante ini pelayan baru?" tanya Bella tiba-tiba."Ya," jawab Dion singkat. Ia langsung meminum jus jeruk yang baru saja dituangkan.Bella merasa sedikit aneh dengan tingkah Evelyn yang mendadak terlihat canggung dan terus diam dengan tatapan penuh ketakutan. Bocah itu langsung menghampiri, lalu memeluk perempuan yang ia anggap sebagai ibunya itu."Ibu jangan takut! Kita tidak akan berpisah lagi," ujar Bella sambil memeluk Evelyn dengan erat.Evelyn tak hentinya menoleh ke arah Dion. Rasa takut semakin menjadi-jadi saat melihat Diana yang sampai tak berani menoleh ke arahnya. Tentu hal itu membuatnya berpikir jika mungkin pengasuh Kelvin tersebut sedang berada di bawah tekanan."Kenapa kamu begitu tegang? Rileks saja! Bella memang menjadi semakin manja akhir-akhir ini," ujar Dion sambil menatap lekat.Setiap kalimat yang Dion lontarkan, bagi Evelyn
Sepanjang perjalanan ketiga pria itu terus merasa berdebar, bagaimana pun mereka hendak menghampiri markas para preman yang terkenal seringkali membuat onar. Entah apa yang akan terjadi nantinya, yang ada dalam pikiran Sean kali ini hanyalah bagaimana caranya ia bisa mendapatkan informasi tentang Evelyn."Pak, apa kita datang hanya bertiga saja?" tanya Nicki yang tampaknya menjadi sedikit cemas dengan situasi tersebut."Tidak, aku sudah menyuruh beberapa bodyguard untuk mengikuti dari belakang," jawab Sean yang baru saja mengirim pesan pada anak buahnya."Syukurlah, setidaknya ada yang bisa membantu kita jika terjadi sesuatu nantinya," ucap Andi yang tampaknya sejak awal sudah merasa ketakutan.Sean tersenyum tipis, setiap kali melihat Andi mengingatkannya pada Evelyn saat dulu masih menjaga toko bunga.Tak terasa kini mereka sudah sampai di sebuah bangunan dekat gudang kosong yang sekilas dari luar terlihat sepi."Pak, apa Anda yakin ingin masuk? Kita tidak tahu berapa orang yang ada
Untuk sementara Evelyn memilih jadi penurut demi bisa melancarkan idenya nanti."Kalau begitu mari kita berganti pakaian," ajak Evelyn yang kini wajahnya sedikit berbinar."Apa Ibu ingin Bella bantu berganti pakaian?" Gadis itu pun menjadi semakin bersemangat."Ya, Ibu akan sangat membutuhkan bantuan Bella." Evelyn bersikap seakan dirinya memang ibu dari gadis itu.Bella pun tersenyum lebar, sejak kedatangan Evelyn ke rumah rasanya baru pertama kali ia merasakan lagi kehangatan sang ibu yang sempat kaku dan dingin pada dirinya itu."Kalau begitu Bella panggil Ayah untuk mengangkat Ibu ke ruang pakaian dulu." Bella berlari keluar dengan sangat bersemangat.Karena di kamar sudah tidak ada siapa-siapa, Evelyn beranjak, berjalan dengan pincang ke arah nakas di sampingnya untuk mencari benda yang mungkin bisa berguna nantinya."Kenapa tidak ada apa-apa di sini? Gunting saja tidak ada," keluh Evelyn sambil mengacak-acak rambutnya saking merasa kesal.Pantang menyerah, Evelyn bergegas mencar
Di saat Evelyn sedang merasa berdebar menanti jawaban di saat itu pula sang dokter malah terlihat santai seolah ucapan Evelyn hanyalah angin laluDok tolong bantu saya melarikan diri karena tidak mendapat respon Evelyn lantas langsung berbicara pada intinyaNamun lagi-lagi dokter tersebut seakan tidak mengindahkan ucapan Evelyn dan malah asik memeriksa kaki yang terkilirEvelyn semakin dibuat keheranan ada apa dengan dokter tersebut tidak mungkin jika ucapannya itu sampai tak terdengarDokter kenapa Anda terus diam tolong jawab Evelyn mulai merasa kesalIya nanti kita atasi itu jawab sang dokter seakan tak terlalu memperdulikan ucapan Evelyn sudah selesai mari kita kembaliEvelyn langsung menggenggam tangan sang dokter iya tidak ingin melewatkan kesempatan itu dan masih berusaha untuk meyakinkan jika ia memang benar-benar sedang diculikTolong bantu saya pergi dari pria itu ucap Evelyn dengan mata berkaca-kacaBukannya menjawab sang dokter malah tersenyum ia tetap membantu Evelyn untu
Evelyn langsung menekan nomor ponsel Sean, berharap setidaknya bisa berbicara walau hanya sebentar. Namun, baru saja ia hendak melakukan panggilan, di saat itu juga Dion merebut ponsel tersebut."Apa yang kamu lakukan?" Dion menatap Evelyn dengan lekat."Menelpon temanku, sebentar saja," ucap Evelyn yang berharap jika Dion mau meminjamkan ponselnya lagi."Aku meminjamkan ponsel bukan berarti mengizinkan menelepon temanmu!" tegas Dion yang saat ini wajahnya kembali terlihat datar.Evelyn tercengang, bagaimana mungkin pria itu sikapnya bisa dengan mudah berubah-ubah?"A-aku." Evelyn ragu, tak tahu harus menjawab apa."Jangan pernah berpikir bisa mengelabuiku lagi!" Dion menggenggam tangan Evelyn, lalu beranjak pergi meninggalkan kamar.Setelah Dion keluar dari kamar, Evelyn yang merasa lelah segera berbaring sambil meringkuk di atas kasur. Ia menangis saking tak tahan dengan apa yang sedang dihadapinya."Sean … Kelvin … aku sangat merindukan kalian," ucap Evelyn sambil terisak.Di ruang
Sean memulai perjalanan menuju kota yang sedikit asing baginya tersebut. Ia bahkan nyaris tidak pernah menginjakkan kaki di sana. Namun, demi Evelyn pria itu sampai berusaha untuk mempelajari daerah tersebut dalam waktu singkat."Ayah, pemandangan di sini tidak sebagus di rumah kita," protes Kelvin yang terus memandangi jalan di mana banyak tanah luas yang gersang."Ya, tempat kita itu kota wisata ada pantai dan juga gunung dalam satu tempat, jadi tidak bisa dibandingkan dengan kota ini," jelas Sean sambil mengusap rambut sang anak.Saat sedang berbincang, ponsel Sean mendadak berdering, ada panggilan masuk dari anak buahnya."Ya, bagaimana?" tanya Sean sesaat setelah mengangkat telepon."Kami sudah menemukan jejak beberapa preman dari kota Ganea yang sempat singgah ke sana," jelas anak buah Sean dari balik telepon."Bagus, kirim alamatnya segera!""Baik, Pak."Sean langsung mematikan telepon. Ia tersenyum puas seolah sudah ada titik cerah pencarian Evelyn."Kuharap ini jadi permulaan
Saat itu Sean sedang merasa jauh lebih bersemangat dibanding sebelumnya. Keyakinan untuk bisa membawa Evelyn kembali pulang terus memenuhi pikirannya karena semua sudah menjadi jelas dan akan lebih mudah untuk melakukannya."Kalau begitu, Key bermain dengan Paman Nick dulu, ya. Ayah harus mengerjakan sesuatu dulu," ucap Sean yang langsung membuka laptopnya sambil menunggu kedatangan anak buah yang membawa rekam medis.Sedang di tempat lain, Evelyn yang dengan terpaksa berjalan-jalan ke mall itu sama sekali tak merasa bahagia di tengah kebahagiaan Bella dan Dion."Apa Ibu senang? Sudah lama sekali kita tidak jalan-jalan begini," ucap Bella sambil berjalan mundur, menatap Evelyn yang sedang melaju dengan kursi roda."Ya, ini cukup menyenangkan," jawab Evelyn dengan senyum getir dan dipaksakan.Bella sedikit merasa bersedih melihat ekspresi ibunya, tetapi ia menepis pikiran itu dengan berpikir jika sang ibu tengah sakit dan ingatannya belum kembali sempurna.Melihat ekspresi sang anak, D
Melihat Evelyn menjadi semakin tertekan membuat Dion merasa puas dan senang. Ia langsung masuk ke kamar begitu saja dengan tatapan yang membuat Evelyn bergidik."Inilah akibatnya jika kamu berani melawanku!" hardik Dion dengan tatapan tajam."Apa kamu itu manusia? Kenapa begitu tidak memiliki perasaan?" Arabella pun akhirnya tak bisa membendung air mata lagi dan berakhir menangis di depan Dion."Jika kamu menurut semua ini tidak akan terjadi!" timpal Dion seraya menatap Evelyn lekat."Aku akan menurut. Tapi tolong lepaskan Diana! Dia tidak salah apa-apa," mohon Evelyn sambil duduk bersimpuh di atas kasur.Melihat Evelyn sudah memohon seperti itu membuat Dion melepaskan Diana, hingga gadis itu terkulai lemah di lantai.Evelyn yang tak kuasa melihat penderitaan Diana lantas beranjak, berniat untuk menghampiri gadis itu. Namun, baru saja sampai di ujung kasur, Dion malah berusaha mencegahnya."Tetaplah disitu!" hardik Dion.Evelyn pun terdiam, jika tak menurut tentu Diana yang akan menja