Untuk pertama kalinya Evelyn melihat Dion yang wajahnya seperti sedang cemas. Ia langsung menoleh ke arah orang yang baru saja datang. Siapa mereka? Kenapa bisa membuat seorang pria menyeramkan seperti Dion menjadi begitu panik?"Dion, hentikan semua ini! Jangan bohongi dirimu sendiri!""Lupakan Clara, istrimu sudah meninggal, Dion!"Mendengar pernyataan tersebut, seisi ruangan menjadi riuh. Mereka seakan tak percaya dengan apa yang sedang terjadi saat itu."Ada apa ini? Bukankah itu Tuan dan Nyonya Thompson? Kenapa mereka malah berkata seperti itu?""Apa dua orang tua itu sudah menjadi pikun? Kenapa mereka mengatakan anak sendiri sudah tiada padahal sudah jelas ada di depan mata?" "Aku sempat mendengar kabar kecelakaan Clara Thompson, tapi setahuku dia sudah pulih sekarang.""Sudah! Kita lihat drama ini saja! Kenapa kalian terus berisi?"Para tamu seakan berlomba-lomba untuk bergosip, mengeluarkan seluruh informasi yang mereka tahu. Bahkan tak sedikit yang berspekulasi sendiri dengan
“Kenapa tidak bilang saja ke mana tujuan kita?” Evelyn tak bisa menahan rasa penasarannya itu.“Sebuah tempat yang indah.” Sean lagi-lagi tersenyum menatap Evelyn.“Di mana itu? Kenapa terus bermain teka-teki?” Evelyn memanyunkan bibirnya.“Nanti juga, kamu akan tahu sendiri.” Sean merangkul sang istri, lalu mengecup keningnya dengan penuh rasa cinta.Evelyn menghela napas panjang, jika Sean mengatakan seperti itu, maka tidak akan memberitahu dalam waktu dekat.Perjalanan itu cukup panjang, mereka bahkan beberapa kali singgah di tempat wisata untuk sejenak beristirahat dan memanjakan mata. Hingga akhirnya Evelyn tak tahan lagi dan mendiamkan Sean yang menurutnya sangat menyebalkan.“Apa kamu marah?” Sean berusaha meraih tangan Evelyn.Namun, Evelyn yang sedang kesal itu langsung menepis tangan Sean dan segera memalingkan wajahnya.“Aku takut kamu terkejut jika tahu yang sebenarnya.” Sean terus menggoda Evelyn.“Katakan saja! Kamu begitu menyebalkan, mengajak bepergian, tapi tidak memb
“Siapa kalian?” Sean berusaha waspada pada ke lima orang pria itu. Ia juga melirik penjaga toko karena mulai mencurigainya.“Jangan membantah dan ikuti kami!” hardik pria itu lagi, seakan tak memperdulikan jika ada seorang anak kecil dalam rombongan Sean.“Apa kamu bisa bersikap lebih lembut lagi? Setidaknya jangan membuat seorang anak kecil ketakutan!” Sean berusaha menahan emosinya.Pria itu malah menatap Sean dengan sorot mata tajam, seperti ada sesuatu yang sedang melintas dipikirannya.“Ada urusan apa mencari Nyonya Rose?” tanya Pria itu tiba-tiba.“Apa harus ada urusan jika seorang anak ingin menemui ibunya?” Evelyn yang sejak tadi hanya memperhatikan tampak kesal dan menjawab dengan ketus.Mendengar ucapan Evelyn, lima orang pria bertubuh tegap itu seketika langsung berubah ekspresi wajahnya. Mereka yang semula terlihat garang secara mendadak jadi tersenyum dan terlihat ramah.“Apakah Anda Evelyn Winston?” tanya salah seorang pria sambil tersenyum lebar.“Ya,” jawab Evelyn, ket
Evelyn dan Sean saling pandang, mereka cukup terkejut mendengar teriakan Rose yang sekilas tampak seperti marah itu membuat keduanya langsung bergegas menghampiri.“Apa yang terjadi?” Evelyn menatap Kelvin yang saat itu sedang menunduk memandangi pecahan piring.“Tanyakan sendiri padanya!” ucap Rose yang seakan enggan menatap Kelvin.Kelvin terlihat sedang menahan tangis, bocah itu ketakutan tak berani mengangkat wajahnya.“Kenapa ibu memarahi, Kelvin? Dia pasti tidak sengaja menjatuhkan piring itu!” Evelyn sedikit kesal pada ibunya.“Setidaknya jangan berlarian di dalam rumah? Piring itu cukup besar, tidak mungkin jika tidak melihatnya!” hardik Rose.Kelvin yang semula biasa kuat menahan kesedihannya, seketika berteriak menangis saat sang ibu dibentak oleh neneknya.“Tolong jangan marahi ibu! Ini semua salah Key,” ujar Kelvin di tengah tangisnya.Sean langsung menggendong Kelvin dan keluar dari rumah untuk sekedar melepaskan rasa kesalnya. Sedangkan Evelyn sendiri kini dalam keadaan
Di saat emosi Sean bergejolak, Evelyn yang menyadari hal tersebut langsung memegang tangan sang suami, berusaha untuk menahannya agar tidak bertindak gegabah.“Tetap tenang, aku tidak ingin terjadi pertikaian di sini,” pinta Evelyn sambil berbisik.Pada akhirnya Sean memilih untuk menahan emosinya demi Evelyn. Jika tidak memandang sang istri dan mertua, mungkin saat itu juga ia sudah menghajar pria mesum itu.“Lalu, siapa mereka?” sambung pria itu lagi.“Sudahlah, kamu mengganggu makan siang kami! Kita bicarakan hal itu nanti sore saja,” pinta Rose sambil menatap pria itu dengan tatapan sedikit kesal.“Kamu sangat pelit, Rose. Kalau begitu aku pergi dulu, sampai jumpa nanti,” ucap pria itu sambil mengedipkan sebelah mata pada Rose.Rose terlihat tidak nyaman dengan situasi tersebut, karenanya ia mendorong kedua pria itu agar segera pergi. Namun, salah seorang pria yang lebih muda sekilas terlihat melirik Evelyn, lalu tersenyum penuh simpul.“Lihatlah! Mereka benar-benar kurang ajar!”
“Pak, bagaimana bisa?” Nicki tampak keheranan ia tak hentinya menatap kedua orang yang dari kejauhan sekilas terlihat seperti warga desa biasa"Sudahlah, tidak perlu terkejut seperti itu! Akan kujelaskan nanti, sebentar lagi Evelyn dan Diana akan datang kemari."Nicki yang semula terus menatap kedua orang tersebut, kini berpaling memperhatikan Evelyn dan Diana yang sedang berjalan menghampiri mereka."Sepertinya sangat menyenangkan. Boleh Ibu bergabung?" ucap Evelyn yang langsung menyingsingkan lengan baju juga menaikkan celana panjangnya karena hendak merendamkan kakiMelihat kedatangan Evelyn dan Diana, Kelvin pun langsung kegirangan."Yeay, akhirnya ibu datang. Ayo kita bermain bersama!" teriak Kelvin sambil melompat-lompat, hingga tak sengaja ia jatuh tersungkur dengan wajah belepotan lumpur.Sean dan Evelyn pun tertawa melihat tingkah konyol Kelvin, bahkan wajah bocah itu terlihat begitu lucu dengan lumpur yang menutupi kulitnya.Karena sakit hati, Kelvin pun langsung menangis. Be
Sean sudah bersiap dengan kemungkinan terburuk. Ia tidak mendatangi tempat tersebut dengan gegabah dan tanpa persiapan. Kedua anak buahnya terus memantau meski dari kejauhan.Langkah Sean terhenti saat tahu sosok di samping pohon besar.“Jadi, apa kamu yang melempar batu itu padaku?” Sean menatap dengan sorot mata penuh amarah.“Aku hanya sedang berjalan-jalan di sekitar sini. Kenapa kamu malah menuduh yang tidak-tidak?” protes Pria itu.Sean tahu persis jika pria itu sedang berbohong, dari gelagatnya saja sudah terlihat jika ia sedang menutupi sesuatu.“Kalau begitu kuharap kamu tidak pernah mendekati villa ini lagi agar aku tidak berpikir yang macam-macam.” Sean tersenyum tipis.Seakan mati kutu pria itu tak mengatakan apa-apa dan memilih untuk langsung pergi seolah tak pernah terjadi apa pun.Sean kembali dengan perasaan puas sekaligus kesal. Puas bisa mengusir pria itu, kesal karena merasa terusik.“Siapa?” Evelyn tampak cemas.“Pria muda yang bersama Joshua tadi siang,” jelas Eve
Evelyn tersenyum lebar, merasa bahagia karena sebentar lagi akan bertemu sang penyelamat ibunya. Setidaknya ia akan berkali-kali mengucapkan terima kasih pada orang tersebut.Tak terasa keduanya sudah sampai di tempat tujuan. Saat itu sudah banyak para wanita, baik dari yang muda sampai yang tua, sedang berkumpul membuat beberapa hiasan untuk festival nanti.“Jadi, apakah orang itu ada di sini, Bu?” tanya Evelyn saya mengedarkan pandangannya.“Oh, sebentar … Dia ada di sebelah sana!” Rose menunjuk ke arah sebuah ruangan.“Ayo, kita ke sana sekarang, Bu.” Evelyn tampak begitu antusias.“Ya, kita akan ke sana sekarang. Kamu begitu bersemangat hanya untuk mengucapkan terima kasih.” Rose terkekeh melihat antusias Evelyn.“Tentu saja, bagaimanapun dia sudah menolong seseorang yang sangat aku sayangi,” sahut Evelyn menatap sang ibu dengan penuh kasih sayang.Rose pun bergegas membawa Evelyn ke ruangan di mana orang itu berada. Dan saat membuka pintu, terlihat ada beberapa orang yang sedang