Evelyn dan Sean saling pandang, mereka cukup terkejut mendengar teriakan Rose yang sekilas tampak seperti marah itu membuat keduanya langsung bergegas menghampiri.“Apa yang terjadi?” Evelyn menatap Kelvin yang saat itu sedang menunduk memandangi pecahan piring.“Tanyakan sendiri padanya!” ucap Rose yang seakan enggan menatap Kelvin.Kelvin terlihat sedang menahan tangis, bocah itu ketakutan tak berani mengangkat wajahnya.“Kenapa ibu memarahi, Kelvin? Dia pasti tidak sengaja menjatuhkan piring itu!” Evelyn sedikit kesal pada ibunya.“Setidaknya jangan berlarian di dalam rumah? Piring itu cukup besar, tidak mungkin jika tidak melihatnya!” hardik Rose.Kelvin yang semula biasa kuat menahan kesedihannya, seketika berteriak menangis saat sang ibu dibentak oleh neneknya.“Tolong jangan marahi ibu! Ini semua salah Key,” ujar Kelvin di tengah tangisnya.Sean langsung menggendong Kelvin dan keluar dari rumah untuk sekedar melepaskan rasa kesalnya. Sedangkan Evelyn sendiri kini dalam keadaan
Di saat emosi Sean bergejolak, Evelyn yang menyadari hal tersebut langsung memegang tangan sang suami, berusaha untuk menahannya agar tidak bertindak gegabah.“Tetap tenang, aku tidak ingin terjadi pertikaian di sini,” pinta Evelyn sambil berbisik.Pada akhirnya Sean memilih untuk menahan emosinya demi Evelyn. Jika tidak memandang sang istri dan mertua, mungkin saat itu juga ia sudah menghajar pria mesum itu.“Lalu, siapa mereka?” sambung pria itu lagi.“Sudahlah, kamu mengganggu makan siang kami! Kita bicarakan hal itu nanti sore saja,” pinta Rose sambil menatap pria itu dengan tatapan sedikit kesal.“Kamu sangat pelit, Rose. Kalau begitu aku pergi dulu, sampai jumpa nanti,” ucap pria itu sambil mengedipkan sebelah mata pada Rose.Rose terlihat tidak nyaman dengan situasi tersebut, karenanya ia mendorong kedua pria itu agar segera pergi. Namun, salah seorang pria yang lebih muda sekilas terlihat melirik Evelyn, lalu tersenyum penuh simpul.“Lihatlah! Mereka benar-benar kurang ajar!”
“Pak, bagaimana bisa?” Nicki tampak keheranan ia tak hentinya menatap kedua orang yang dari kejauhan sekilas terlihat seperti warga desa biasa"Sudahlah, tidak perlu terkejut seperti itu! Akan kujelaskan nanti, sebentar lagi Evelyn dan Diana akan datang kemari."Nicki yang semula terus menatap kedua orang tersebut, kini berpaling memperhatikan Evelyn dan Diana yang sedang berjalan menghampiri mereka."Sepertinya sangat menyenangkan. Boleh Ibu bergabung?" ucap Evelyn yang langsung menyingsingkan lengan baju juga menaikkan celana panjangnya karena hendak merendamkan kakiMelihat kedatangan Evelyn dan Diana, Kelvin pun langsung kegirangan."Yeay, akhirnya ibu datang. Ayo kita bermain bersama!" teriak Kelvin sambil melompat-lompat, hingga tak sengaja ia jatuh tersungkur dengan wajah belepotan lumpur.Sean dan Evelyn pun tertawa melihat tingkah konyol Kelvin, bahkan wajah bocah itu terlihat begitu lucu dengan lumpur yang menutupi kulitnya.Karena sakit hati, Kelvin pun langsung menangis. Be
Sean sudah bersiap dengan kemungkinan terburuk. Ia tidak mendatangi tempat tersebut dengan gegabah dan tanpa persiapan. Kedua anak buahnya terus memantau meski dari kejauhan.Langkah Sean terhenti saat tahu sosok di samping pohon besar.“Jadi, apa kamu yang melempar batu itu padaku?” Sean menatap dengan sorot mata penuh amarah.“Aku hanya sedang berjalan-jalan di sekitar sini. Kenapa kamu malah menuduh yang tidak-tidak?” protes Pria itu.Sean tahu persis jika pria itu sedang berbohong, dari gelagatnya saja sudah terlihat jika ia sedang menutupi sesuatu.“Kalau begitu kuharap kamu tidak pernah mendekati villa ini lagi agar aku tidak berpikir yang macam-macam.” Sean tersenyum tipis.Seakan mati kutu pria itu tak mengatakan apa-apa dan memilih untuk langsung pergi seolah tak pernah terjadi apa pun.Sean kembali dengan perasaan puas sekaligus kesal. Puas bisa mengusir pria itu, kesal karena merasa terusik.“Siapa?” Evelyn tampak cemas.“Pria muda yang bersama Joshua tadi siang,” jelas Eve
Evelyn tersenyum lebar, merasa bahagia karena sebentar lagi akan bertemu sang penyelamat ibunya. Setidaknya ia akan berkali-kali mengucapkan terima kasih pada orang tersebut.Tak terasa keduanya sudah sampai di tempat tujuan. Saat itu sudah banyak para wanita, baik dari yang muda sampai yang tua, sedang berkumpul membuat beberapa hiasan untuk festival nanti.“Jadi, apakah orang itu ada di sini, Bu?” tanya Evelyn saya mengedarkan pandangannya.“Oh, sebentar … Dia ada di sebelah sana!” Rose menunjuk ke arah sebuah ruangan.“Ayo, kita ke sana sekarang, Bu.” Evelyn tampak begitu antusias.“Ya, kita akan ke sana sekarang. Kamu begitu bersemangat hanya untuk mengucapkan terima kasih.” Rose terkekeh melihat antusias Evelyn.“Tentu saja, bagaimanapun dia sudah menolong seseorang yang sangat aku sayangi,” sahut Evelyn menatap sang ibu dengan penuh kasih sayang.Rose pun bergegas membawa Evelyn ke ruangan di mana orang itu berada. Dan saat membuka pintu, terlihat ada beberapa orang yang sedang
Melihat kedatangan Rose, para perempuan itu pun langsung terdiam. Mereka kembali melanjutkan pekerjaan masing-masing dan kembali fokus.Tampaknya para perempuan itu sedikit takut pada Rose, terbukti dari sikap mereka yang seketika berubah sejak kedatangan perempuan itu. Evelyn pun merasa ada yang janggal, tetapi tetap berusaha untuk berpikir positif. Mungkin mereka hanya sedang malu dan segan saja.“Ibu, jangan terlalu serius seperti itu! Kami hanya sedang berbincang sekilas, sekalian berkenalan,” ujar Evelyn yang berusaha untuk mencairkan suasana.Mendengar hal tersebut, Rose yang wajahnya semula terlihat sinis, kini berubah menjadi lebih tenang dan rasa kesalnya pun perlahan berkurang.“Oh, benar. Aku memang lupa mengenalkan Evelyn. Baguslah kalau kalian sudah mulai saling kenal,” ucap Rose sambil tersenyum lebar.Evelyn melanjutkan pekerjaannya. Sesekali ia berbincang dengan para wanita itu demi untuk menutupi ketegangan yang sedang terjadi.Di sisi lain, Sean yang saat itu sedang
Sean pergi menjauh dari Kelvin dan yang lainnya, lalu menelpon anak buahnya lagi.“Apa kamu mendapatkan informasi yang benar?” Sean berusaha memastikan lagi demi menghilangkan kegundahan yang terus mengganjal di hati.“Ya, saya sudah menanyakan hal ini bukan hanya pada satu orang saja, bahkan salah satunya Ibu saya sendiri.”“Selanjutnya cari informasi tentang keluarga itu!” Sean langsung menutup telepon saking merasa kesal.Sean tak menyangka jika informasi dari sang anak buah tersebut cukup mengejutkan, siapa sangka jika Rose ternyata adalah kekasih Joseph. Menurut cerita mereka sudah lama berpacaran tapi sampai sekarang belum memutuskan untuk menikah.“Sial, kenapa harus ada masalah seperti ini?” Sean mengacak-acak rambutnya dengan kasar saking merasa frustasi.Penyesalan terus menghinggapi pikiran Sean. Ia tak henti mengutuk diri sendiri yang begitu bodoh membawa Evelyn ke dalam sebuah masalah baru. Padahal jika dipikir-pikir setelah masalah dengan Dion selesai, seharusnya mereka s
“Jangan terlalu galak seperti itu! Kami hanya ingin makan siang bersama saja,” jawab Joshua dengan santainya.“Sudahlah Evelyn, hanya makan bersama, tidak ada yang salah dengan itu!” sambung Rose dengan begitu santainya.Evelyn murka, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa. Ia masih berusaha untuk menghargai sang ibu meski rasanya sedikit menyakitkan jika teringat sang suami dan anak yang tidak diajak makan siang bersama, dan malah orang lain berada di meja makan yang sama dengannya.Rasa makanan yang semula lezat itu mendadak menjadi hambar setelah Evelyn berada satu meja dengan dua orang yang sangat tidak ia sukai.“Evelyn, kenapa cemberut terus? Jangan menjadi seorang pendendam. Ibu tidak pernah mengajarkan itu!” ujar Rose yang tampak tidak senang melihat ekspresi wajah sang anak ketika melirik Noah.Tak ada sepatah kata pun yang terucap dari mulut Evelyn. Ia lebih memilih diam, lalu beranjak dan bergegas pergi meninggalkan ruang makan.“Kenapa Ibu begitu menyukai pria menyebalkan itu?