Sean sudah bersiap dengan kemungkinan terburuk. Ia tidak mendatangi tempat tersebut dengan gegabah dan tanpa persiapan. Kedua anak buahnya terus memantau meski dari kejauhan.Langkah Sean terhenti saat tahu sosok di samping pohon besar.“Jadi, apa kamu yang melempar batu itu padaku?” Sean menatap dengan sorot mata penuh amarah.“Aku hanya sedang berjalan-jalan di sekitar sini. Kenapa kamu malah menuduh yang tidak-tidak?” protes Pria itu.Sean tahu persis jika pria itu sedang berbohong, dari gelagatnya saja sudah terlihat jika ia sedang menutupi sesuatu.“Kalau begitu kuharap kamu tidak pernah mendekati villa ini lagi agar aku tidak berpikir yang macam-macam.” Sean tersenyum tipis.Seakan mati kutu pria itu tak mengatakan apa-apa dan memilih untuk langsung pergi seolah tak pernah terjadi apa pun.Sean kembali dengan perasaan puas sekaligus kesal. Puas bisa mengusir pria itu, kesal karena merasa terusik.“Siapa?” Evelyn tampak cemas.“Pria muda yang bersama Joshua tadi siang,” jelas Eve
Evelyn tersenyum lebar, merasa bahagia karena sebentar lagi akan bertemu sang penyelamat ibunya. Setidaknya ia akan berkali-kali mengucapkan terima kasih pada orang tersebut.Tak terasa keduanya sudah sampai di tempat tujuan. Saat itu sudah banyak para wanita, baik dari yang muda sampai yang tua, sedang berkumpul membuat beberapa hiasan untuk festival nanti.“Jadi, apakah orang itu ada di sini, Bu?” tanya Evelyn saya mengedarkan pandangannya.“Oh, sebentar … Dia ada di sebelah sana!” Rose menunjuk ke arah sebuah ruangan.“Ayo, kita ke sana sekarang, Bu.” Evelyn tampak begitu antusias.“Ya, kita akan ke sana sekarang. Kamu begitu bersemangat hanya untuk mengucapkan terima kasih.” Rose terkekeh melihat antusias Evelyn.“Tentu saja, bagaimanapun dia sudah menolong seseorang yang sangat aku sayangi,” sahut Evelyn menatap sang ibu dengan penuh kasih sayang.Rose pun bergegas membawa Evelyn ke ruangan di mana orang itu berada. Dan saat membuka pintu, terlihat ada beberapa orang yang sedang
Melihat kedatangan Rose, para perempuan itu pun langsung terdiam. Mereka kembali melanjutkan pekerjaan masing-masing dan kembali fokus.Tampaknya para perempuan itu sedikit takut pada Rose, terbukti dari sikap mereka yang seketika berubah sejak kedatangan perempuan itu. Evelyn pun merasa ada yang janggal, tetapi tetap berusaha untuk berpikir positif. Mungkin mereka hanya sedang malu dan segan saja.“Ibu, jangan terlalu serius seperti itu! Kami hanya sedang berbincang sekilas, sekalian berkenalan,” ujar Evelyn yang berusaha untuk mencairkan suasana.Mendengar hal tersebut, Rose yang wajahnya semula terlihat sinis, kini berubah menjadi lebih tenang dan rasa kesalnya pun perlahan berkurang.“Oh, benar. Aku memang lupa mengenalkan Evelyn. Baguslah kalau kalian sudah mulai saling kenal,” ucap Rose sambil tersenyum lebar.Evelyn melanjutkan pekerjaannya. Sesekali ia berbincang dengan para wanita itu demi untuk menutupi ketegangan yang sedang terjadi.Di sisi lain, Sean yang saat itu sedang
Sean pergi menjauh dari Kelvin dan yang lainnya, lalu menelpon anak buahnya lagi.“Apa kamu mendapatkan informasi yang benar?” Sean berusaha memastikan lagi demi menghilangkan kegundahan yang terus mengganjal di hati.“Ya, saya sudah menanyakan hal ini bukan hanya pada satu orang saja, bahkan salah satunya Ibu saya sendiri.”“Selanjutnya cari informasi tentang keluarga itu!” Sean langsung menutup telepon saking merasa kesal.Sean tak menyangka jika informasi dari sang anak buah tersebut cukup mengejutkan, siapa sangka jika Rose ternyata adalah kekasih Joseph. Menurut cerita mereka sudah lama berpacaran tapi sampai sekarang belum memutuskan untuk menikah.“Sial, kenapa harus ada masalah seperti ini?” Sean mengacak-acak rambutnya dengan kasar saking merasa frustasi.Penyesalan terus menghinggapi pikiran Sean. Ia tak henti mengutuk diri sendiri yang begitu bodoh membawa Evelyn ke dalam sebuah masalah baru. Padahal jika dipikir-pikir setelah masalah dengan Dion selesai, seharusnya mereka s
“Jangan terlalu galak seperti itu! Kami hanya ingin makan siang bersama saja,” jawab Joshua dengan santainya.“Sudahlah Evelyn, hanya makan bersama, tidak ada yang salah dengan itu!” sambung Rose dengan begitu santainya.Evelyn murka, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa. Ia masih berusaha untuk menghargai sang ibu meski rasanya sedikit menyakitkan jika teringat sang suami dan anak yang tidak diajak makan siang bersama, dan malah orang lain berada di meja makan yang sama dengannya.Rasa makanan yang semula lezat itu mendadak menjadi hambar setelah Evelyn berada satu meja dengan dua orang yang sangat tidak ia sukai.“Evelyn, kenapa cemberut terus? Jangan menjadi seorang pendendam. Ibu tidak pernah mengajarkan itu!” ujar Rose yang tampak tidak senang melihat ekspresi wajah sang anak ketika melirik Noah.Tak ada sepatah kata pun yang terucap dari mulut Evelyn. Ia lebih memilih diam, lalu beranjak dan bergegas pergi meninggalkan ruang makan.“Kenapa Ibu begitu menyukai pria menyebalkan itu?
“Ada apa? Kenapa malah menarikku ke dalam? Ingin membela?” Sean menatap Evelyn tajam dan malah berpikir jika sang istri kini sudah mulai terpengaruh oleh ibunya.“Tidak, bukan seperti itu! Dengar dulu penjelasanku!” bantah Evelyn, berharap jika Sean setidaknya bisa berkepala dingin.“Penjelasan? Apa maksudmu ingin menjelaskan bagaimana sikap ibumu lebih menginginkan kamu dengan laki-laki itu dibanding denganku?” bentak Sean yang suaranya semakin meninggi.Air mata Evelyn menetes dan tanpa sadar sudah membasahi pipi. Ia tak menyangka jika Sean akan mengatakan hal seperti itu. Meski tahu jika sang ibu memang sedikit menyebalkan, tetapi masih berharap jika suaminya itu tidak mengatakan hal buruk tentang Rose.Namun, Evelyn tidak bisa membantah ucapan Sean Karena apa yang suaminya itu katakan memang ada benarnya. Hanya saja ia berusaha mencoba untuk meluruskan kesalahpahaman Sean pada dirinya.“Aku tidak membenarkan perbuatan Ibu, tapi asal kamu tahu, aku sama sekali tidak membela Noah! S
Saat setengah perjalanan Sean melihat ada beberapa orang yang sedang mengelilingi Nicki, tampaknya mereka sedang beradu mulut dan mengeroyok anak buahnya yang seorang diri itu.“Apa tidak bisa dibicarakan baik-baik?” Sean berbicara dari kejauhan sebelum orang-orang itu bertindak gegabah dan menghajar Nicki.Kerumunan yang semula fokus terhadap Nicki itu langsung menoleh ke arah Sean, mereka menatap dengan penuh kebencian.“Salahnya sendiri berusaha mendoktrin seorang anak Kepala Desa,” ujar salah seorang pria.“Tidak, saya hanya menceritakan bagaimana keadaan di kota saja,” ungkap Nicki dengan wajah yang terlihat panik. Setidaknya di tengah kepungan warga itu, ia masih berusaha untuk membela diri.“Itulah yang kami maksud! Jangan menceritakan tentang hal baik di kota! Noah adalah calon penerus Kepala Desa nantinya. Jangan membuatnya berpikir untuk pergi dari Desa ini!” teriak salah seorang warga dengan begitu lantangnya.Sean mengerutkan alis, baru tahu jika ternyata pola pikir warga
Sean merasa heran dengan sikap Noah yang sedikit aneh itu. Ia pun langsung turut mengedarkan pandangan, berusaha melihat apa yang sebenarnya pria itu cari. Dan ternyata sama sekali tidak ada yang aneh di sekitar mereka.“Apa yang sedang kamu cari?” tanya Nicki yang sedikit penasaran dengan tingkah Noah.“Aku sedang mengawasi sekitar, takutnya ada Ayah atau Paman yang tak sengaja melintas.”“Sepertinya situasi sedang aman. Kalau begitu katakan apa yang ingin kamu katakan barusan!” titah Nicki, sudah tidak sabar ingin tahu apa yang hendak Noah sampaikan.Sebelum berbicara Noah menarik nafas dalam, tampaknya yang hendak disampaikan adalah sesuatu yang cukup penting dan bersifat rahasia.“Ayahku ingin Evelyn menikah denganku,” ucap Noah sambil setengah berbisik.Sean mengepalkan tangan, emosinya mulai bergejolak kembali, dadanya sesak, dan kepala terasa mendidih.“Tapi, Bu Evelyn sudah memiliki suami. Bagaimana ayahmu bisa berencana seperti itu?”Noah mengedarkan pandangan, mengecek situa