Sambil berjalan Evelyn terus menghela nafas, entah kenapa menemui sang Ibu menjadi terasa begitu menyesakkan dada.Evelyn membuka pintu dengan perasaan berdebar, tak tahu apa yang akan ibunya bicarakan.“Ya, ada apa, Bu?” tanya Evelyn sambil berusaha menorehkan senyum.“Ibu ingin berbicara sebentar,” ucap Rose dengan wajah yang terlihat begitu serius.Saat itu Evelyn merasakan firasat buruk ketika melihat ekspresi wajah sang ibu.Evelyn lantas, mengikuti ibunya untuk duduk di taman.“Jadi, apa yang ingin Ibu bicarakan?” tanya Evelyn yang jantungnya sejak tadi terus berdebar tak karuan.“Soal Noah apa saja yang sudah kamu ceritakan padanya?” Rose menatap Evelyn tajam, tampak ada kekesalan di wajahnya.Evelyn terdiam sejenak, firasat buruk tentang Rose pun akhirnya terjadi. Sang ibu benar-benar menanyakan soal Noah.“Aku tidak menceritakan apa-apa padanya,” jawab Evelyn yang bahkan enggan menatap mata sang ibu.Namun, tatapan Rose menunjukkan ketidak percayaannya pada sang anak. Ia masi
“Key, ingin pulang! Key tidak mau di sini lagi!” teriak Kelvin yang terus menutup wajahnya.Hal tersebut yang pertama kali Sean dan Evelyn dengar saat keluar dari kamar dan tentu saja ucapan anaknya itu membuat mereka menjadi kebingungan.“Apa yang terjadi, Diana?” tanya Evelyn yang bergegas memeluk buah hatinya itu.“Tadi saat Kelvin sedang bermain, sekilas aku melihat sekelebat bayangan dari jendela itu!” Diana menunjuk ke arah jendela samping yang ukurannya cukup besar.Tanpa berpikir panjang Sean langsung ke arah halaman samping, disusul oleh Nicki yang berusaha untuk mengecek keadaan di sana.“Pak, kenapa Anda begitu nekat mengecek hal seperti ini sendirian? Bagaimana jika ini berbahaya?” protes Nicki dengan wajah tegang.“Aku yakin jika ini hanyalah perbuatan orang tidak ada kerjaan.” Sean mengedarkan pandangan berusaha mengecek sekitar jendela besar samping villa itu.Benar saja, di sana terdapat sebuah jejak seukuran sepatu pria dewasa tepat di bawah jendela. Tampaknya memang
Bukan hanya Sean dan Kelvin, Evelyn pun tak kalah terkejut dan merasa heran dengan jawaban sang ibu.“Kenapa tidak boleh, Bu? Evelyn mengerutkan alis sambil memasang wajah yang terlihat tidak senang“Setidaknya tinggallah untuk beberapa hari lagi!” pinta Rose dengan wajah yang terlihat sedikit kesal.“Memangnya ada apa, Bu?” Evelyn merasa bersalah, padahal sebelumnya sudah menjanjikan pulang, tetapi malah jadi seperti itu.“Ada festival di desa ini. Setidaknya tetap tinggal demi acara itu.” Rose menatap Evelyn dengan penuh harap.Evelyn yang sedang merasa kebingungan itu langsung melirik ke arah Sean dan Kelvin, yang mana keduanya menunjukkan wajah kecewa.Merasa jika tidak mungkin bisa berdiskusi di depan ibunya, Evelyn pun berniat untuk membahas masalah itu di villa saja.“Kalau begitu kami pulang dulu, nanti akan ku kabari lagi,” ucap Evelyn yang langsung menuntun Kelvin dan Sean.“Ya, pikirkanlah dengan baik! Festival ini hanya ada satu kali dalam setahun. Ibu ingin kamu berpartis
Diana bertingkah seolah tak terjadi apa-apa. Ia tidak ingin jika Evelyn atau Sean sampai mencurigainya. Beruntung tanpa harus mencari jauh, gadis itu sudah bisa bertemu dengan Nicki yang tak sengaja berpapasan saat berjalan di koridor.“Kemari sebentar!” Diana melambai dengan suara setengah berbisik.Nicki mengerutkan alis, tapi tak banyak bertanya dan langsung mengikuti Diana menuju ke luar penginapan.Sebelum berbicara, Diana menatap sekeliling dulu demi mengecek keadaan sekitar. Setelah aman, barulah menunjukan secarik kertas itu pada Nicki.“Apa ini?” Nicki memandangi kertas dengan keheranan.“Baca saja!” titah Diana yang matanya tak henti mengawasi sekitar.Nicki langsung membuka lipatan kertas dan membacanya. Pria itu langsung mengerutkan kening saat tahu tulisan di dalamnya.“Seseorang berusaha meneror Kelvin? Benar-benar tidak masuk akal! Bisa-bisanya mereka menargetkan anak kecil.” Nicki meremas kertas dengan sangat kencang, membuat kertas yang sudah kusut itu menjadi semakin
Rose menoleh ke arah Sean, menatap menantunya itu dengan lekat seolah tak menyangka jika pria yang selama ini terus diam dan menurut ternyata berani membantah ucapannya.“Jadi, kamu berani menentangku?” balas Rose yang emosinya semakin menggebu-gebu.“Seharusnya Anda bisa membedakan mana yang menentang dan berusaha mempertahankan diri. Baru saja Nyonya Rose memaksa seseorang tanpa memikirkan perasaannya.” Sean masih berusaha bersikap tenang, ia bahkan menunjukkan senyumnya meski itu terlihat menakutkan.Pelayan restoran yang khawatir terjadi keributan besar pun akhirnya menghampiri, berusaha melerai meski ia sendiri merasa ketakutan.“Tuan dan Nyonya, tolong jangan bertengkar di dalam restoran ini! Karena bisa membuat tidak nyaman pengunjung lain,” mohon pelayan restoran itu sambil mengatupkan kedua tangannya.Tentu saja kedatangan pelayan tersebut membuat kedua orang itu semakin kesal. Namun, demi harga diri mereka tidak ingin terlihat konyol dengan bertengkar di depan banyak orang.
Sean semakin kebingungan saat terdengar jelas kalimat umpatan yang terus dilontarkan padanya. Ia pun bergegas untuk keluar, tetapi saat berbalik malah mendadak kehilangan keseimbangan karena tanpa disadari dirinya ditarik dari belakang.“Apa yang kamu lakukan, Eve …”Kalimat Sean terhenti saat melihat dengan jelas wajah perempuan yang sedang menangis itu, yang mana ia bukanlah Evelyn dan hanya penampilan saja yang mirip bahkan sangat persis.“Siapa kamu?” Sean terkejut bukan main.Bukannya menjawab, perempuan itu malah memeluk dengan begitu erat, membuat Sean yang sedang dalam posisi tidak menguntungkan itu jadi tak berkutik.Di saat bersamaan suara pintu didobrak terdengar begitu keras sehingga Sean terkejut bukan main. Ia bahkan tidak sempat untuk berdiri.“Dasar kurang ajar! Bukankah kamu orang baru itu? Berani sekali berbuat seperti ini di desa kami!” teriak salah seorang warga yang tiba-tiba ada di kamar dengan begitu cepatnya.Sean berusaha bangkit, tetapi jelas terlihat jika sa
Sean seketika bingung, merasa tidak kenal dengan perempuan itu.“Siapa kamu?” tanya Sean sambil mengerutkan alis.“Menyebalkan, ternyata kamu sudah melupakanku!” protes wanita itu.Meski berusaha mengingat, tetap saja Sean lupa jika pernah bertemu dengan wanita itu.“Cepat katakan saja siapa kamu!” seru Sean yang tidak suka bertele-tele.Perempuan itu malah tertawa dengan begitu kencangnya. Wajahnya menunjukkan jika ia memiliki maksud yang tidak baik.“Apa kamu ingat kopi tumpah dan penguntit?” Perempuan itu tersenyum licik.Hanya dengan beberapa kata Sean langsung teringat kejadian di mana seorang wanita pernah menumpahkan kopi pada pakaiannya dan mengaku jika dirinya sedang diikuti oleh seorang penguntit.“Apa maumu?” Sean menatap wanita itu dengan wajah datar.Perempuan itu malah tertawa lagi, lalu tatapannya seakan menatap Sean penuh kebencian.“Salahmu sudah mengabaikanku waktu itu, padahal awalnya aku tidak berniat menuruti permintaan Ayah untuk menjebakmu. Tapi sikapmu yang som
Di saat Sean rengah mengumpulkan banyak bukti untuk menghancurkan Joseph, di sisi lain Evelyn sedang dalam keadaan hancur, terlebih karena Kelvin terus menanyakan tentang keberadaan ayahnya.“Ibu, kapan ayah pulang? Katanya cuma sebentar!” Kelvin terus mengatakan hal tersebut berulang-ulang.“Ibu tidak tahu, mungkin akan lebih lama karena ini masalah pekerjaan,” ucap Evelyn yang matanya berkaca-kaca.“Ayah jahat! Tega sekali meninggalkan Key,” rengek Kelvin yang bertingkah seperti bocah tantrum.Evelyn tak tahu lagi harus mengatakan apa pada Kelvin. Sang anak seakan tak terima dengan kepergian ayahnya, ia bahkan tak bisa membayangkan bagaimana kedepannya, mengingat dirinya sendiri tidak tahu kapan bisa bertemu lagi dengan Sean setelah setelah kejadian sebelumnya.Beruntung Diana dan Nicki seringkali bertindak cepat. Mereka langsung mengajak Kelvin bermain, berusaha mengalihkan perhatian bocah itu.“Apa kamu tahu apa yang sedang terjadi dengan Pak Sean?” tanya Diana sambil berbisik, ta