Saat setengah perjalanan Sean melihat ada beberapa orang yang sedang mengelilingi Nicki, tampaknya mereka sedang beradu mulut dan mengeroyok anak buahnya yang seorang diri itu.“Apa tidak bisa dibicarakan baik-baik?” Sean berbicara dari kejauhan sebelum orang-orang itu bertindak gegabah dan menghajar Nicki.Kerumunan yang semula fokus terhadap Nicki itu langsung menoleh ke arah Sean, mereka menatap dengan penuh kebencian.“Salahnya sendiri berusaha mendoktrin seorang anak Kepala Desa,” ujar salah seorang pria.“Tidak, saya hanya menceritakan bagaimana keadaan di kota saja,” ungkap Nicki dengan wajah yang terlihat panik. Setidaknya di tengah kepungan warga itu, ia masih berusaha untuk membela diri.“Itulah yang kami maksud! Jangan menceritakan tentang hal baik di kota! Noah adalah calon penerus Kepala Desa nantinya. Jangan membuatnya berpikir untuk pergi dari Desa ini!” teriak salah seorang warga dengan begitu lantangnya.Sean mengerutkan alis, baru tahu jika ternyata pola pikir warga
Sean merasa heran dengan sikap Noah yang sedikit aneh itu. Ia pun langsung turut mengedarkan pandangan, berusaha melihat apa yang sebenarnya pria itu cari. Dan ternyata sama sekali tidak ada yang aneh di sekitar mereka.“Apa yang sedang kamu cari?” tanya Nicki yang sedikit penasaran dengan tingkah Noah.“Aku sedang mengawasi sekitar, takutnya ada Ayah atau Paman yang tak sengaja melintas.”“Sepertinya situasi sedang aman. Kalau begitu katakan apa yang ingin kamu katakan barusan!” titah Nicki, sudah tidak sabar ingin tahu apa yang hendak Noah sampaikan.Sebelum berbicara Noah menarik nafas dalam, tampaknya yang hendak disampaikan adalah sesuatu yang cukup penting dan bersifat rahasia.“Ayahku ingin Evelyn menikah denganku,” ucap Noah sambil setengah berbisik.Sean mengepalkan tangan, emosinya mulai bergejolak kembali, dadanya sesak, dan kepala terasa mendidih.“Tapi, Bu Evelyn sudah memiliki suami. Bagaimana ayahmu bisa berencana seperti itu?”Noah mengedarkan pandangan, mengecek situa
Sambil berjalan Evelyn terus menghela nafas, entah kenapa menemui sang Ibu menjadi terasa begitu menyesakkan dada.Evelyn membuka pintu dengan perasaan berdebar, tak tahu apa yang akan ibunya bicarakan.“Ya, ada apa, Bu?” tanya Evelyn sambil berusaha menorehkan senyum.“Ibu ingin berbicara sebentar,” ucap Rose dengan wajah yang terlihat begitu serius.Saat itu Evelyn merasakan firasat buruk ketika melihat ekspresi wajah sang ibu.Evelyn lantas, mengikuti ibunya untuk duduk di taman.“Jadi, apa yang ingin Ibu bicarakan?” tanya Evelyn yang jantungnya sejak tadi terus berdebar tak karuan.“Soal Noah apa saja yang sudah kamu ceritakan padanya?” Rose menatap Evelyn tajam, tampak ada kekesalan di wajahnya.Evelyn terdiam sejenak, firasat buruk tentang Rose pun akhirnya terjadi. Sang ibu benar-benar menanyakan soal Noah.“Aku tidak menceritakan apa-apa padanya,” jawab Evelyn yang bahkan enggan menatap mata sang ibu.Namun, tatapan Rose menunjukkan ketidak percayaannya pada sang anak. Ia masi
“Key, ingin pulang! Key tidak mau di sini lagi!” teriak Kelvin yang terus menutup wajahnya.Hal tersebut yang pertama kali Sean dan Evelyn dengar saat keluar dari kamar dan tentu saja ucapan anaknya itu membuat mereka menjadi kebingungan.“Apa yang terjadi, Diana?” tanya Evelyn yang bergegas memeluk buah hatinya itu.“Tadi saat Kelvin sedang bermain, sekilas aku melihat sekelebat bayangan dari jendela itu!” Diana menunjuk ke arah jendela samping yang ukurannya cukup besar.Tanpa berpikir panjang Sean langsung ke arah halaman samping, disusul oleh Nicki yang berusaha untuk mengecek keadaan di sana.“Pak, kenapa Anda begitu nekat mengecek hal seperti ini sendirian? Bagaimana jika ini berbahaya?” protes Nicki dengan wajah tegang.“Aku yakin jika ini hanyalah perbuatan orang tidak ada kerjaan.” Sean mengedarkan pandangan berusaha mengecek sekitar jendela besar samping villa itu.Benar saja, di sana terdapat sebuah jejak seukuran sepatu pria dewasa tepat di bawah jendela. Tampaknya memang
Bukan hanya Sean dan Kelvin, Evelyn pun tak kalah terkejut dan merasa heran dengan jawaban sang ibu.“Kenapa tidak boleh, Bu? Evelyn mengerutkan alis sambil memasang wajah yang terlihat tidak senang“Setidaknya tinggallah untuk beberapa hari lagi!” pinta Rose dengan wajah yang terlihat sedikit kesal.“Memangnya ada apa, Bu?” Evelyn merasa bersalah, padahal sebelumnya sudah menjanjikan pulang, tetapi malah jadi seperti itu.“Ada festival di desa ini. Setidaknya tetap tinggal demi acara itu.” Rose menatap Evelyn dengan penuh harap.Evelyn yang sedang merasa kebingungan itu langsung melirik ke arah Sean dan Kelvin, yang mana keduanya menunjukkan wajah kecewa.Merasa jika tidak mungkin bisa berdiskusi di depan ibunya, Evelyn pun berniat untuk membahas masalah itu di villa saja.“Kalau begitu kami pulang dulu, nanti akan ku kabari lagi,” ucap Evelyn yang langsung menuntun Kelvin dan Sean.“Ya, pikirkanlah dengan baik! Festival ini hanya ada satu kali dalam setahun. Ibu ingin kamu berpartis
Diana bertingkah seolah tak terjadi apa-apa. Ia tidak ingin jika Evelyn atau Sean sampai mencurigainya. Beruntung tanpa harus mencari jauh, gadis itu sudah bisa bertemu dengan Nicki yang tak sengaja berpapasan saat berjalan di koridor.“Kemari sebentar!” Diana melambai dengan suara setengah berbisik.Nicki mengerutkan alis, tapi tak banyak bertanya dan langsung mengikuti Diana menuju ke luar penginapan.Sebelum berbicara, Diana menatap sekeliling dulu demi mengecek keadaan sekitar. Setelah aman, barulah menunjukan secarik kertas itu pada Nicki.“Apa ini?” Nicki memandangi kertas dengan keheranan.“Baca saja!” titah Diana yang matanya tak henti mengawasi sekitar.Nicki langsung membuka lipatan kertas dan membacanya. Pria itu langsung mengerutkan kening saat tahu tulisan di dalamnya.“Seseorang berusaha meneror Kelvin? Benar-benar tidak masuk akal! Bisa-bisanya mereka menargetkan anak kecil.” Nicki meremas kertas dengan sangat kencang, membuat kertas yang sudah kusut itu menjadi semakin
Rose menoleh ke arah Sean, menatap menantunya itu dengan lekat seolah tak menyangka jika pria yang selama ini terus diam dan menurut ternyata berani membantah ucapannya.“Jadi, kamu berani menentangku?” balas Rose yang emosinya semakin menggebu-gebu.“Seharusnya Anda bisa membedakan mana yang menentang dan berusaha mempertahankan diri. Baru saja Nyonya Rose memaksa seseorang tanpa memikirkan perasaannya.” Sean masih berusaha bersikap tenang, ia bahkan menunjukkan senyumnya meski itu terlihat menakutkan.Pelayan restoran yang khawatir terjadi keributan besar pun akhirnya menghampiri, berusaha melerai meski ia sendiri merasa ketakutan.“Tuan dan Nyonya, tolong jangan bertengkar di dalam restoran ini! Karena bisa membuat tidak nyaman pengunjung lain,” mohon pelayan restoran itu sambil mengatupkan kedua tangannya.Tentu saja kedatangan pelayan tersebut membuat kedua orang itu semakin kesal. Namun, demi harga diri mereka tidak ingin terlihat konyol dengan bertengkar di depan banyak orang.
Sean semakin kebingungan saat terdengar jelas kalimat umpatan yang terus dilontarkan padanya. Ia pun bergegas untuk keluar, tetapi saat berbalik malah mendadak kehilangan keseimbangan karena tanpa disadari dirinya ditarik dari belakang.“Apa yang kamu lakukan, Eve …”Kalimat Sean terhenti saat melihat dengan jelas wajah perempuan yang sedang menangis itu, yang mana ia bukanlah Evelyn dan hanya penampilan saja yang mirip bahkan sangat persis.“Siapa kamu?” Sean terkejut bukan main.Bukannya menjawab, perempuan itu malah memeluk dengan begitu erat, membuat Sean yang sedang dalam posisi tidak menguntungkan itu jadi tak berkutik.Di saat bersamaan suara pintu didobrak terdengar begitu keras sehingga Sean terkejut bukan main. Ia bahkan tidak sempat untuk berdiri.“Dasar kurang ajar! Bukankah kamu orang baru itu? Berani sekali berbuat seperti ini di desa kami!” teriak salah seorang warga yang tiba-tiba ada di kamar dengan begitu cepatnya.Sean berusaha bangkit, tetapi jelas terlihat jika sa