Evelyn berjalan tertatih, langkahnya terasa berat sekaligus ringan. Hal tersebut terjadi karena saat itu sedang berdiri seseorang yang begitu berharga baginya."Ayah," teriak Evelyn pada sang ayah yang saat itu sedang duduk di kursi roda.Ayah Evelyn hanya tersenyum menatap sang anak yang kini terlihat dalam keadaan baik-baik saja. Sebelumnya mereka hanya bertemu sebentar saat ia baru siuman dan saat itu mereka baru bertemu lagi setelah beberapa saat Evelyn disibukkan dengan urusannya."Evelyn, bagaimana kabarmu?" Edward menatap putrinya dengan penuh kerinduan."Baik, Ayah. Aku sangat senang melihat kondisi ayah sudah jauh lebih baik dibanding saat itu," ungkap Evelyn.Evelyn langsung menghampiri ayahnya dan memeluk dengan penuh kasih sayang."Ibu, kenapa tidak peluk Key juga?" Kelvin memanyunkan bibirnya.Evelyn tersenyum melihat tingkah Kelvin, lalu langsung memeluknya kemudian menciumi sang anak yang sangat ia rindukan."Ibu, apa kita akan pindah kemari?" tanya Kelvin yang tampak k
"Ayah tidak tahu harus memulainya dari mana, mungkin ini akan sedikit mengejutkan bagimu," jelas Edward yang memilih membuang muka daripada harus menatap mata Evelyn yang dipenuhi rasa penasaran."Katakan saja langsung ke intinya, Ayah! Aku benar-benar ingin tahu tentang ibu." Evelyn semakin membulatkan mata menatap sang ayah.Edward menghela napas dalam, lalu membuangnya perlahan. Rasanya sedikit berat untuk mengatakan hal tersebut, bahkan ia malah menyesal telah membahas mantan istrinya itu pada Evelyn."Ibumu memalsukan kematiannya, lalu pergi karena berpikir jika Ayah berselingkuh darinya," jelas Edward yang merasa bersalah telah menceritakan hal tersebut.Air mata Evelyn langsung berlinang membasahi pipi, ia tak menyangka jika ternyata sang ibu setega itu, meninggalkan dirinya yang saat itu masih membutuhkan kasih sayang."Kenapa Ibu begitu egois?" Evelyn termenung, pikirannya melayang-layang membayangkan kenangan bersama ibunya dulu."Tidak! ini salah ayah. Seharusnya Ayah tidak
"Kak, sepertinya bocah ini adalah salah seorang anak dari pelayan di di villa," ucap Diana yang bergegas menghampiri Evelyn karena khawatir perempuan itu menjadi cemas.Evelyn yang sempat membeku sejenak karena shock itu langsung tersadar dari lamunannya. Dadanya yang semula berdebar tak karuan kini mulai lebih tenang saat melihat wajah bocah yang ternyata bukan Clay tersebut."Adik kecil, apa yang sedang kamu lakukan di sini?" Evelyn menanyai bocah itu sambil berjongkok.Namun, bukannya menjawab bocah itu malah mendorongh Evelyn, lalu berlari keluar setelah menjulurkan lidah sambil meledek Evelyn."Hey, dasar anak nakal! Berani sekali mengganggu ibuku!" teriak Kelvin yang hendak mengejar bocah tersebut, tetapi berhasil Evelyn cegah."Biarkan saja! Jangan kejar bocah nakal itu!" larang Evelyn sambil sedikit meringis karena bokongnya sakit akibat terhempas ke lantai."Tapi anak itu sangat menyebalkan! Key harus membalasnya," protes Kelvin yang masih saja berusaha untuk mengejar meski t
"Surprise!" teriak beberapa orang di tengah kegelapan.Evelyn mendadak terkena serangan panik sampai saat gorden dibuka, membuat ruangan menjadi terang kembali."Evelyn ada apa denganmu?" tanya Merry yang saat itu turut memberi kejutan.Evelyn yang sedang terduduk di lantai dengan napas tak karuan itu seketika beranjak saat tahu jika yang berada di sana adalah orang-orang terdekatnya."Kak Evelyn akhir-akhir ini sering mengalami cemas berlebih, ia bisa ketakutan meski hanya dengan hal sepele," jelas Diana yang saat itu baru tiba.Mendadak semua mata tertuju pada Andi, karena dialah yang mencetuskan ide tersebut."A-aku tidak tahu soal itu." Andi langsung menghampiri Evelyn sambil berlari kecil, "maafkan aku, Kak."Evelyn yang sedang berusaha menenangkan diri itu hanya tersenyum."Hey, berani sekali menyentuh istriku," protes Sean saat melihat Andi menggenggam kedua tangan Evelyn.Andi langsung melepas tangannya dan sedikit menjauh dari istri sang atasan."Pak Sean saya minta maaf atas
Edward yang sedang asyik pun seketika terkejut dengan kedatangan Evelyn yang tiba-tiba."Ah, ini …." Edward tampak gugup karena merasa malu pada Evelyn."Lalu, kenapa kamu malah mengajak ayahku melakukan hal seperti ini? Aku khawatir jika kursi roda ayah tergelincir," ungkap Evelyn."Tenang saja. Aku pasti akan menjaga ayah dengan baik," jawab Sean sembari melempar kail ke kolam.Evelyn tak bisa berkata-kata lagi, ia hanya bisa menggelengkan kepala melihat kelakuan dua orang yang belum benar-benar sembuh itu. Keduanya malah memancing di tepi kolam seolah sudah merasa fit.Merasa khawatir, Evelyn pun langsung duduk di dekat dua pria yang sangat berarti dalam hidupnya itu.Tentu saja Sean dan Edward merasa tidak nyaman dengan kehadiran Evelyn karena sejak awal mereka hanya menjadikan memancing sebagai kedok untuk membahas perempuan itu. Oleh karenanya kedua pria itu pun seketika menjadi canggung."Ayo, lanjutkan saja. Kenapa malah diam?" Evelyn keheranan."Sepertinya Ayah sudah lelah,"
Nicki terlihat kebingungan. Ia tidak cukup pandai menebak isi kepala Evelyn."Jadi, apa Anda butuh bantuan saya?" Nicki menatap Evelyn dengan rasa penasaran."Tentu saja, tugasmu cukup penting di sini." Arabella tersenyum penuh misteri.Nicki menjadi cukup tertarik melihat tatapan Evelyn yang dipenuhi ambisi. Terlebih ia yakin jika apa yang atasannya itu pikirkan adalah sebuah ide menarik."Kalau begitu saya siap melakukannya sekarang juga."Arabella pun langsung keluar kantor polisi, menghampiri Diana dan Kelvin yang saat itu ia minta untuk menunggu sambil memakan es krim."Ibu, kenapa lama sekali? Key takut Ibu di penjara." Kelvin mengoceh sambil berlari dengan mata berkaca-kaca.Evelyn pun tertawa mendengar kecemasan anaknya itu."Ibu tidak berbuat jahat, kenapa harus di penjara?" Evelyn mencubit pipi Kelvin pelan."Tapi Key lihat orang baik saja bisa di penjara karena–"Evelyn langsung membekap Kelvin dan segera pergi menjauh dari depan kantor polisi itu."Key, terlalu banyak menon
Sean sengaja mengundang kelompok preman bayaran dari daerah lain yang menurut rumor jika mereka cukup terkenal di luar kota.Para preman itu pun lantas segera berjalan mendekati anak buah Sean yang sedang berada di hadapan preman pengacau penguasa kota Ganea. Namun, pertemuan mereka malah membuat Sean menjadi semakin emosi.Bagaimana tidak, preman yang ia sewa ternyata malah membungkuk ke arah pria bertopeng."Sial, apa aku harus menyewa seorang profesional?" gumam Sean yang sejak awal menonton dari balik layar.Merasa jika semuanya berakhir sia-sia, Sean lantas menyuruh anak buahnya untuk mundur terlebih dahulu dengan cara baik-baik.Sean pun menjadi semakin kesal, ia benar-benar hendak menyewa seorang profesional demi bisa mengusir preman itu pergi.Sedangkan pria bertopeng yang merupakan pemimpin preman itu terus malah tersenyum seraya bergumam, "salahmu merebut wanitaku."Para preman itu pun pergi dengan senyum kemenangan tersirat di wajah. Berpikir jika kini sudah tidak ada lagi y
Pria muda itu tersenyum, merasa menang karena pada Akhirnya Evelyn mau menurut. Baginya hal kecil seperti itu sudah menjadi suatu kebahagiaan tak terhingga.Evelyn yang kini duduk di kursi belakang terus dipenuhi rasa curiga. Ia tidak bisa terlalu percaya pada orang asing, tetapi keadaannya sekarang membuat dirinya tak bisa berpikir panjang dan dengan enteng menurut untuk ikut."Apa kita pernah saling kenal? Kenapa kamu seperti mengenalku?" Evelyn menatap sinis."Oh, aku lupa memperkenalkan diri. Namaku Dion, aku sangat menyukai bunga," ujar pria yang bernama Dion itu.Mendengar ucapan Dion, Evelyn mendadak melonggarkan kewaspadaannya. Ia berpikir jika mungkin pria di depannya adalah salah satu pelanggan di toko bunganya dulu."Dan aku begitu menyukai rangkaian bunga buatanmu," sambung Dion.Evelyn secara tak sadar mengehela napas panjang, sepertinya kali ini ia sudah benar-benar menghilang kecurigaan dan berpikir jika Dion adalah salah satu pelanggan yang masih mengingatnya."Klinik