"Apa yang kau lakukan?" tanya Dave seraya mengepalkan tangan saking kesalnya.Namun, Lisa tak mengindahkan ucapan Dave dan segera berjalan mendekat ke arah pria yang sangat ia puja itu."Akhirnya kita bisa berduaan," ujar Lisa yang tak hentinya tersenyum menatap Sean.Sean terus berjalan mundur karena merasa ngeri dengan kegilaan Lisa. Ingin melawan tapi takut kelepasan menyakiti perempuan gila itu.Pada akhirnya ia segera mendorong Lisa agar cepat menjauh dan dengan sigap ia menuju ke pintu, hendak keluar. Namun siapa sangka jika ternyata saat itu Lisa sudah mencabut kunci pintu kamar dan melemparnya ke sembarang arah."Sean, kenapa kamu sangat ketakutan? Aku hanya ingin berduaan saja, tidak ingin memakanmu," ucap Lisa terkekeh.Saat itu, Sean yang semakin merasa ngeri lantas terus berusaha mendobrak pintu yang terbuat dari bahan-bahan berkualitas, pastinya akan sulit di dobrak."Sial, kenapa jadi begini? Aku malah terjebak sesuatu yang konyol seperti ini," uaje Sean yang masih berus
Evelyn mengerutkan kening, sedikit bingung dengan ucapan Diana."Memang ada apa dengannya?" tanya Evelyn yang mendadak merasa cemas."Anak ini berubah sangat menakutkan, aku baru saja mengurungnya di kamar.""Lalu bagaimana dengan Kelvin?""Sedang menangis, sepertinya luka akibat cakaran temannya itu cukup menyakitkan," jelas Diana yang semula ragu untuk menceritakan hal tersebut."Kalau begitu tolong obati luka Kelvin dan tolong jaga dia karena aku tidak tahu sampai kapan akan berada di rumah sakit," pinta Evelyn dengan perasaan tak karuan."Bai, Kak," jawab Diana.Mendadak emosi Evelyn memuncak. Siapa sangka jika kedatangan ibu dan anak itu malah mendatangkan bencana di rumahnya.Karena Sean sudah berada di ruangan, Evelyn lantas menutup panggilan dan bergegas menuju tempat suaminya itu berada.Evelyn yang sedang diliputi rasa cemas itu lantas segera bergegas menuju ruangan tempat sang suami berada. Kakinya terasa lemas saat pertama kali menatap wajah Sean. Evelyn langsung berjalan
Evelyn ragu untuk menjawab terlebih baginya clay saat telah menakutkan. Entah kenapa saat bocah itu berbicara demikian, ia malah menjadi semakin yakin jika memang ada yang salah dengan Clay dan ibunya."Clay, kita bahas ini nanti. Demi kebaikanmu mari kita pergi ke dokter sebentar saja," ucap Evelyn seraya membelai lembut bocah tersebut.Clay yang semula terlihat menyeramkan mendadak terlihat seperti seekor anak kucing yang begitu penurut."Iya, Tante," jawab Clay dengan wajah yang terlihat sumringah.Akhirnya Evelyn pun bisa bernapas lega, hanya saja saat memikirkan tentang rumah sakit mendadak teringat kembali pada Sean."Tante tenang saja, Paman Sean pasti bisa bertahan," ucap Clay tiba-tiba.Evelyn langsung membelalak, merasa jika Clay semakin terlihat aneh. Hanya saja ia berusaha untuk tetap tenang mengingat yang ada di hadapannya hanyalah seorang anak kecil.Saat itu juga Evelyn mengajak Nicki dan juga Diana untuk kembali ke rumah sakit untuk mengantar Clay ke dokter. Meski lela
Evelyn berusaha untuk memikirkan cara yang paling aman untuk menghindari dari Clay. Dan pada akhirnya memilih untuk tetap diam dan mengoceh tidak jelas seolah ia sedang mengigau."Ibu, apa ini akan berhasil?" bisik Kelvin yang raut wajahnya menunjukan rasa takut begitu besar."Tenang saja, ibu yakin jika ini akan berhasil," bisik Evelyn yang bahkan tidak tahu jika Clay sudah pergi atau belum."Ibu, Key takut," bisik Kelvin seraya memeluk sang ibu.Meski saat itu sama sekali tidak terjadi apa-apa, tetapi Kelvin yang membayangkan Clay sedang berada di balik pintu seakan tak hentinya diliputi perasaan takut."Tenang saja, Ibu di sini," ucap Evelyn seraya memeluk Kelvin, "key, tidur saja. Clay sepertinya sudah pergi."Kelvin mengangguk pelan dan langsung memejamkan mata meski sedikit sulit untuk tidur karena terus memikirkan Clay. Sekilas terbesit rasa penyesalan di bocah itu karena telah membawa temannya ke rumah. Namun, ia sama sekali tidak paham jika yang sedang di rasakannya adalah se
Saat berada di luar, Evelyn yang malas jika nantinya malah disalahkan lagi langsung menelepon Diana saat itu juga."Iya, ada apa, Kak?" tanya Diana."Tolong antarkan Clay ke alamat yang akan kukirimkan nanti," titah Evelyn."Baik, Kak," jawab Diana tanpa banyak bertanya."Beri dia alasan apa saja yang masuk akal, aku sebenarnya sedikit tidak tega. Tapi mau bagaimana lagi, Kelvin begitu ketakutan melihat anak itu," jelas Evelyn."Iya, Kak," jawab Diana yang suaranya semakin pelan.Evelyn segera mematikan telepon karena berpikir jika Clay sepertinya sedang ada di dekat Diana."Kenapa semua jadi begini? Aku tidak pernah menyangka jika pertemuan Kelvin dengan temannya malah akan membawa masalah besar seperti ini," ucap Evelyn seraya menghela napas panjang.Penyesalan tak hentinya menghantui, saat itu seharusnya ia sudah bisa merasa bahagia, mengingat konflik di perusahaan telah selesai semua dan harta milik keluarga Winston sudah berhasil ia ambil alih. Tapi siapa sangka, masalah sepele m
Evelyn mengerutkan alis, sambil bertanya-tanya dalam hati."Ada apa?" tanya Evelyn yang pikirannya mendadak tidak karuan."Clay … dia menghilang, aku sudah mencarinya di sekitar rumah tapi dia tidak ada di mana-mana," jelas Diana.Jantung Evelyn mendadak berdegup kencang, tak menyangka jika akhirnya akan menjadi seperti ini."Bagaimana dengan lingkungan sekitar rumah? Apa kamu sudah mencari ke rumah-rumah tetangga?" Evelyn berusaha untuk berpikir jernih."Kami sudah mencarinya kak, tapi Clay benar-benar tidak ada di mana pun."Perasaan Evelyn semakin tak karuan, bagaimana mungkin seorang anak kecil bisa pergi dan tidak ditemukan di mana pun, terlebih, Clay hanya seorang anak berusia enam tahun. Ternyata, selain cemas Evelyn pun merasa takut, khawatir jika bocah itu malah tiba-tiba datang dan mengganggu Kelvin."Kalau begitu kamu tetap mencari di sekitar rumah saja, biar sisanya aku yang urus," titah Evelyn."Iya, Kak," jawab Diana.Evelyn langsung mematikan telepon, lalu menghela napa
Sean menyikap ketukan tersebut terlalu berlebihan, padahal untuk saat ini ia sama sekali tidak memiliki musuh yang harus diwaspadai. Sebaliknya, perasaan waspada itu muncul karena rasa cemas dan panik karena keadaan Evelyn yang menjadi stres akibat Clay."Ini saya, Tuan," ucap Diana dari balik pintu.Perasaan khawatir yang sebelumnya Sean rasakan mendadak mereda."Masuklah!" titah Sean.Saat itu Sean tak sengaja memandang Lukas sekilas, keduanya memiliki pertanyaan yang sama dalam benak. Apa yang tujuan Diana sampai mendatangi ruangan tempat Sean dirawat?Saat itu juga Diana bergegas masuk, wajahnya terlihat panik seperti ada sesuatu yang sedang terjadi."Ada apa? Kenapa wajahmu seperti itu?" tanya Sean yang mulai merasa tak enak hati."Masalah Kak Evelyn … " Diana seperti ragu untuk meneruskan kalimatnya. Sesekali ia menatap Sean dan kemudian di waktu lainnya berusaha membuang pandang menatap ke sembarang arah."Kenapa dengan Evelyn? Cepat katakan!" sesak Sean yang sudah tidak sabar
"Clay?" gumam Diana yang jantungnya seketika berdebar kencang.Diana benar-benar terkejut saat melihat anak kecil yang tampak seperti Clay saat dilihat dari belakang. Meski begitu, ia masih berusaha berpikir jernih dan segera menuju ke tempat anak kecil itu duduk."Permisi, boleh saya minta sausnya? Kebetulan yang di meja saya sudah habis," pinta Diana pada seorang perempuan tua yang duduk di dekat bocah mirip Clay."Oh, silakan. Kebetulan kami juga sudah tidak menggunakannya," sahut wanita tersebut.Saat hendak mengambil saus, Diana melirik, menatap wajah bocah itu sekilas dan setelahnya langsung merasa lega karena ternyata itu bukanlah Clay."Terima kasih, maaf mengganggu," ucap Diana yang segera berlalu pergi setalah mendapatkan sebotol saus.Saat itu Diana bergegas kembali menghampiri Evelyn yang terus membeku menatap bocah mirip Clay.Namun, baru saja hendak memberitahu kebenaran jika bocah itu bukanlah Clay, Diana malah harus dibuat terkejut karena mendadak Evelyn berlari ke ara
Terima kasih buat semua reader yang sudah mengikuti cerita sampai sejauh ini. Othor bukan apa-apa tanpa kakak² reader.Oh, iya othor mau sedikit menceritakan beberapa kisah tokoh yang nggak muncul di akhir.Ada yang cariin Daren nggak ya? kakak tiri Evelyn yang sempet punya rasa itu akhirnya bisa melupakan istri dari sang atasannya itu, dia memilih untuk melamar kekasih sesama rekan kerja di perusahaan Sean.Lukas, si asisten gila kerja itu lebih milih untuk fokus ngurus perusahaan yang Sean titipin loh. Beberapa kali Sean berusaha ngejodohin sama perempuan malah berakhir di tolak, ya itu semua karena dia gila kerja.Jennifer, kakak tiri Evelyn yang udah insyaf ini milih menjauh dari kehidupan dulu. Dia pergi ke luar negri dan diam-diam menikah dengan warga lokal.Yang lebih mengejutkan, nggak berselang lama setelah Evelyn melahirkan, Nicki melamar Diana di depan orang ramai. Ya, cinta tumbuh karena biasa, kebersamaan bikin benih-benih cinta itu tumbu. Tapi, tenang aja, meski udah bern
Sean tampak kebingungan, tak tahu sang istri hendak mengajaknya ke mana. Sampai saat mereka berdiri di depan sebuah rumah barulah mengerti alasan Evelyn membawanya ke sana.“Kuharap ibu tidak ada sangkut pautnya dengan masalah korupsi dan perdagangan manusia.” Evelyn tampak terus menghela napas berat, terlebih di setiap kali teringat ibunya.Sean tak mau berspekulasi lebih dan hanya berniat untuk menyaksikan apa yang akan terjadi nantinya.“Ibu ….” teriak Evelyn sambil berjalan cepat ke arah pintu.Namun, ketika masuk ke rumah, Evelyn sama sekali tak mendapati keberadaan sang ibu. Ia mencari ke kamar, dapur bahkan ke gudang, tetapi Rose sama sekali tak ada.“Sepertinya ibumu telah pergi, Evelyn.” Sean merangkul sang istri yang tampak sedang kecewa.“Aku tidak menyangka ibu jadi seperti ini.” Mata Evelyn berkaca-kaca.“Sudahlah, mau bagaimana kalau itu semua sudah menjadi pilihan ibu. Lebih baik kita pulang sekarang, Kelvin sudah menunggumu.”Evelyn mengangguk, rasanya ingin menangis t
Namun, pria yang menariknya itu malah seakan tak memperdulikan Evelyn dan terus menarik entah hendak membawanya ke mana.“Lepaskan! Atau aku akan melakukan sesuatu yang membuatmu menyesal!” ancam Evelyn sambil terus berusaha melepas tangan pria itu.Mendadak pria itu menghentikan langkahnya, menatap Evelyn dengan tatapan datar.“Bu Evelyn, saya tidak bermaksud jahat. Maaf karena saya telah lancang membawa Anda dengan kasar, tapi kalau tidak begini saya khawatir Anda akan kabur dan melewatkan apa yang sedang Pak Sean lakukan,” jelas pria itu.“Pak Sean? Siapa kamu? Bukankah kamu warga asli desa ini?” Perasaan Evelyn menjadi tak karuan saat mendengar ucapan pria itu.“Saya anak buah Pak Sean yang bertugas untuk mengawasi Anda karena secara kebetulan juga merupakan warga desa,” terang anak buah Sean itu.Evelyn belum percaya sepenuhnya, tatapan penuh kecurigaan terus ia perlihatkan. Wajar jika perempuan itu tidak langsung percaya karena bagaimanapun dirinya sedang berada di posisi yang me
Noah terus memperhatikan sekeliling, mengawasi Joseph dan Viona, berharap jika kedua orang itu tidak sedang memperhatikannya. Dan benar saja, mereka sedang asyik dengan orang-orang yang sedang berusaha menjilat.“Aku harap ini akan berhasil,” gumam Noah yang segera beranjak, lalu menyelinap keluar dari pesta.Beruntung saat itu tidak ada yang memperhatikannya, sehingga Noah bisa leluasa berjalan ke sana kemari tanpa ada yang mengetahui.Namun, saat ia sampai di rumah, dari kejauhan terlihat ada beberapa orang yang menjaga area sekitar rumah Joseph tersebut, karenanya Noah berusaha untuk terlihat tenang dan menyembunyikan niat buruknya.“Tuan muda, kenapa Anda sudah kembali? Bukankah pesta masih sedang berlangsung?” tanya salah seorang pria yang sedang menjaga rumah Joseph tersebut.“Ayah menyuruhku untuk membawa perempuan itu ke pesta,” ucap Noah yang terlihat begitu gugup.Awalnya para penjaga sedikit tidak yakin dengan ucapan Noah tersebut. Namun, mereka berpikir kembali, untuk apa
Kelvin tidak mengerti dengan maksud ayahnya, tetapi ia tetap mengizinkan selama bisa membawa sang Ibu kembali.“Hati-hati di jalan, Ayah! Jangan lama-lama,” pinta Kelvin sambil melambai.Mata Kelvin berkaca-kaca. Namun, ia berusaha untuk tetap tegar karena itu semua demi kebaikan sang ibu. Beruntung ada Nicki dan Diana yang selalu menemani, setidaknya bocah itu tidak terlalu berlarut dalam kesedihan.“Paman Nick apakah ayah akan pergi lama?” tanya Kelvin yang wajahnya jelas terlihat sedang menahan tangis.“Paman tidak bisa memastikannya, tapi ayah pasti tidak mau berlama-lama jauh dari Key.”Kelvin tersenyum, berusaha untuk kuat. Bocah itu seakan didewasakan oleh keadaan, yang mana di usianya dia sudah mengalami banyak masalah.Di tengah kegelisahan Kelvin, Sean saat itu malah sedang merasa bahagia karena pada akhirnya semua bukti dan saksi sudah terkumpul, hanya tinggal menjalankan rencana yang sudah matang itu.Sean melaju, menuju salah satu gudang terbengkalai yang berada ujung kot
Evelyn begitu mengenali wanita yang kini berada di hadapannya. Bagaimana tidak? ingatan akan kenangan pahit masih terus terngiang, tidak mungkin terlupakan.“Siapa sangka ternyata kita bisa bertemu lagi,” ucap wanita itu.Evelyn benar-benar benci menatap wajah wanita yang terlihat menjijikan itu, melihatnya membuat teringat pada Sean.“Aku kan tidak menyangka akan bertemu dengan wanita menjijikan sepertimu,” ucap Evelyn dengan tatapan sinis.Ucapan Evelyn berhasil memancing emosi wanita itu. Senyum yang semula tampak penuh penghinaan berubah dengan rasa sakit hati yang jelas terlihat.“Jaga ucapanmu itu jika tidak mau ku buat hidupmu lebih menderita!”Melihat wanita itu kesal, Evelyn merasa sedikit puas, setidaknya perempuan itu merasa sakit hati walaupun hanya sedikit.Namun, rasa senang Evelyn hanya bersifat sementara karena saat itu ia malah ditarik secara paksa menuju ke tempat Joseph berada.“Hentikan! Aku tidak ingin pergi dengan manusia jahat seperti kalian!” timpal Evelyn samb
“Apa maksudnya dengan semua ini? Kami datang bersama-sama tapi kenapa malah melarangku untuk keluar dari Desa ini?” Evelyn menatap tajam kedua penjaga gerbang Desa tersebut.“Maaf, ini semua atas perintah Tuan Joseph. Kami tidak mungkin membantahnya,” jawab salah seorang penjaga.“Kenapa dia terus mengusik hidupku?” Evelyn berusaha mengatur nafas yang sesak akibat emosi yang sudah terlalu bergejolak di dada.Evelyn tidak tahu harus berbuat apa, sampai sekilas terbesit sebuah ide yang sepertinya cukup menarik untuk dilakukan. Ia mendekat perlahan ke arah Diana, lalu berbisik, “kalian pergilah duluan! Aku akan menyusul setelahnya.”Diana tidak setuju dengan ide Evelyn tersebut, tetapi berulang kali menolak pun percuma karena atasannya itu terus memaksa dan mengatakan semua akan baik-baik saja “Percayalah padaku!” ungkap Evelyn dengan senyum yang ia tunjukkan demi berusaha menutupi kegelisahannya.“Tapi, Kak …..” Diana masih ragu untuk meninggalkan Evelyn seorang diri.“Sudahlah, yang t
Di saat Sean rengah mengumpulkan banyak bukti untuk menghancurkan Joseph, di sisi lain Evelyn sedang dalam keadaan hancur, terlebih karena Kelvin terus menanyakan tentang keberadaan ayahnya.“Ibu, kapan ayah pulang? Katanya cuma sebentar!” Kelvin terus mengatakan hal tersebut berulang-ulang.“Ibu tidak tahu, mungkin akan lebih lama karena ini masalah pekerjaan,” ucap Evelyn yang matanya berkaca-kaca.“Ayah jahat! Tega sekali meninggalkan Key,” rengek Kelvin yang bertingkah seperti bocah tantrum.Evelyn tak tahu lagi harus mengatakan apa pada Kelvin. Sang anak seakan tak terima dengan kepergian ayahnya, ia bahkan tak bisa membayangkan bagaimana kedepannya, mengingat dirinya sendiri tidak tahu kapan bisa bertemu lagi dengan Sean setelah setelah kejadian sebelumnya.Beruntung Diana dan Nicki seringkali bertindak cepat. Mereka langsung mengajak Kelvin bermain, berusaha mengalihkan perhatian bocah itu.“Apa kamu tahu apa yang sedang terjadi dengan Pak Sean?” tanya Diana sambil berbisik, ta
Sean seketika bingung, merasa tidak kenal dengan perempuan itu.“Siapa kamu?” tanya Sean sambil mengerutkan alis.“Menyebalkan, ternyata kamu sudah melupakanku!” protes wanita itu.Meski berusaha mengingat, tetap saja Sean lupa jika pernah bertemu dengan wanita itu.“Cepat katakan saja siapa kamu!” seru Sean yang tidak suka bertele-tele.Perempuan itu malah tertawa dengan begitu kencangnya. Wajahnya menunjukkan jika ia memiliki maksud yang tidak baik.“Apa kamu ingat kopi tumpah dan penguntit?” Perempuan itu tersenyum licik.Hanya dengan beberapa kata Sean langsung teringat kejadian di mana seorang wanita pernah menumpahkan kopi pada pakaiannya dan mengaku jika dirinya sedang diikuti oleh seorang penguntit.“Apa maumu?” Sean menatap wanita itu dengan wajah datar.Perempuan itu malah tertawa lagi, lalu tatapannya seakan menatap Sean penuh kebencian.“Salahmu sudah mengabaikanku waktu itu, padahal awalnya aku tidak berniat menuruti permintaan Ayah untuk menjebakmu. Tapi sikapmu yang som