Saat berada di luar, Evelyn yang malas jika nantinya malah disalahkan lagi langsung menelepon Diana saat itu juga."Iya, ada apa, Kak?" tanya Diana."Tolong antarkan Clay ke alamat yang akan kukirimkan nanti," titah Evelyn."Baik, Kak," jawab Diana tanpa banyak bertanya."Beri dia alasan apa saja yang masuk akal, aku sebenarnya sedikit tidak tega. Tapi mau bagaimana lagi, Kelvin begitu ketakutan melihat anak itu," jelas Evelyn."Iya, Kak," jawab Diana yang suaranya semakin pelan.Evelyn segera mematikan telepon karena berpikir jika Clay sepertinya sedang ada di dekat Diana."Kenapa semua jadi begini? Aku tidak pernah menyangka jika pertemuan Kelvin dengan temannya malah akan membawa masalah besar seperti ini," ucap Evelyn seraya menghela napas panjang.Penyesalan tak hentinya menghantui, saat itu seharusnya ia sudah bisa merasa bahagia, mengingat konflik di perusahaan telah selesai semua dan harta milik keluarga Winston sudah berhasil ia ambil alih. Tapi siapa sangka, masalah sepele m
Evelyn mengerutkan alis, sambil bertanya-tanya dalam hati."Ada apa?" tanya Evelyn yang pikirannya mendadak tidak karuan."Clay … dia menghilang, aku sudah mencarinya di sekitar rumah tapi dia tidak ada di mana-mana," jelas Diana.Jantung Evelyn mendadak berdegup kencang, tak menyangka jika akhirnya akan menjadi seperti ini."Bagaimana dengan lingkungan sekitar rumah? Apa kamu sudah mencari ke rumah-rumah tetangga?" Evelyn berusaha untuk berpikir jernih."Kami sudah mencarinya kak, tapi Clay benar-benar tidak ada di mana pun."Perasaan Evelyn semakin tak karuan, bagaimana mungkin seorang anak kecil bisa pergi dan tidak ditemukan di mana pun, terlebih, Clay hanya seorang anak berusia enam tahun. Ternyata, selain cemas Evelyn pun merasa takut, khawatir jika bocah itu malah tiba-tiba datang dan mengganggu Kelvin."Kalau begitu kamu tetap mencari di sekitar rumah saja, biar sisanya aku yang urus," titah Evelyn."Iya, Kak," jawab Diana.Evelyn langsung mematikan telepon, lalu menghela napa
Sean menyikap ketukan tersebut terlalu berlebihan, padahal untuk saat ini ia sama sekali tidak memiliki musuh yang harus diwaspadai. Sebaliknya, perasaan waspada itu muncul karena rasa cemas dan panik karena keadaan Evelyn yang menjadi stres akibat Clay."Ini saya, Tuan," ucap Diana dari balik pintu.Perasaan khawatir yang sebelumnya Sean rasakan mendadak mereda."Masuklah!" titah Sean.Saat itu Sean tak sengaja memandang Lukas sekilas, keduanya memiliki pertanyaan yang sama dalam benak. Apa yang tujuan Diana sampai mendatangi ruangan tempat Sean dirawat?Saat itu juga Diana bergegas masuk, wajahnya terlihat panik seperti ada sesuatu yang sedang terjadi."Ada apa? Kenapa wajahmu seperti itu?" tanya Sean yang mulai merasa tak enak hati."Masalah Kak Evelyn … " Diana seperti ragu untuk meneruskan kalimatnya. Sesekali ia menatap Sean dan kemudian di waktu lainnya berusaha membuang pandang menatap ke sembarang arah."Kenapa dengan Evelyn? Cepat katakan!" sesak Sean yang sudah tidak sabar
"Clay?" gumam Diana yang jantungnya seketika berdebar kencang.Diana benar-benar terkejut saat melihat anak kecil yang tampak seperti Clay saat dilihat dari belakang. Meski begitu, ia masih berusaha berpikir jernih dan segera menuju ke tempat anak kecil itu duduk."Permisi, boleh saya minta sausnya? Kebetulan yang di meja saya sudah habis," pinta Diana pada seorang perempuan tua yang duduk di dekat bocah mirip Clay."Oh, silakan. Kebetulan kami juga sudah tidak menggunakannya," sahut wanita tersebut.Saat hendak mengambil saus, Diana melirik, menatap wajah bocah itu sekilas dan setelahnya langsung merasa lega karena ternyata itu bukanlah Clay."Terima kasih, maaf mengganggu," ucap Diana yang segera berlalu pergi setalah mendapatkan sebotol saus.Saat itu Diana bergegas kembali menghampiri Evelyn yang terus membeku menatap bocah mirip Clay.Namun, baru saja hendak memberitahu kebenaran jika bocah itu bukanlah Clay, Diana malah harus dibuat terkejut karena mendadak Evelyn berlari ke ara
Evelyn berjalan tertatih, langkahnya terasa berat sekaligus ringan. Hal tersebut terjadi karena saat itu sedang berdiri seseorang yang begitu berharga baginya."Ayah," teriak Evelyn pada sang ayah yang saat itu sedang duduk di kursi roda.Ayah Evelyn hanya tersenyum menatap sang anak yang kini terlihat dalam keadaan baik-baik saja. Sebelumnya mereka hanya bertemu sebentar saat ia baru siuman dan saat itu mereka baru bertemu lagi setelah beberapa saat Evelyn disibukkan dengan urusannya."Evelyn, bagaimana kabarmu?" Edward menatap putrinya dengan penuh kerinduan."Baik, Ayah. Aku sangat senang melihat kondisi ayah sudah jauh lebih baik dibanding saat itu," ungkap Evelyn.Evelyn langsung menghampiri ayahnya dan memeluk dengan penuh kasih sayang."Ibu, kenapa tidak peluk Key juga?" Kelvin memanyunkan bibirnya.Evelyn tersenyum melihat tingkah Kelvin, lalu langsung memeluknya kemudian menciumi sang anak yang sangat ia rindukan."Ibu, apa kita akan pindah kemari?" tanya Kelvin yang tampak k
"Ayah tidak tahu harus memulainya dari mana, mungkin ini akan sedikit mengejutkan bagimu," jelas Edward yang memilih membuang muka daripada harus menatap mata Evelyn yang dipenuhi rasa penasaran."Katakan saja langsung ke intinya, Ayah! Aku benar-benar ingin tahu tentang ibu." Evelyn semakin membulatkan mata menatap sang ayah.Edward menghela napas dalam, lalu membuangnya perlahan. Rasanya sedikit berat untuk mengatakan hal tersebut, bahkan ia malah menyesal telah membahas mantan istrinya itu pada Evelyn."Ibumu memalsukan kematiannya, lalu pergi karena berpikir jika Ayah berselingkuh darinya," jelas Edward yang merasa bersalah telah menceritakan hal tersebut.Air mata Evelyn langsung berlinang membasahi pipi, ia tak menyangka jika ternyata sang ibu setega itu, meninggalkan dirinya yang saat itu masih membutuhkan kasih sayang."Kenapa Ibu begitu egois?" Evelyn termenung, pikirannya melayang-layang membayangkan kenangan bersama ibunya dulu."Tidak! ini salah ayah. Seharusnya Ayah tidak
"Kak, sepertinya bocah ini adalah salah seorang anak dari pelayan di di villa," ucap Diana yang bergegas menghampiri Evelyn karena khawatir perempuan itu menjadi cemas.Evelyn yang sempat membeku sejenak karena shock itu langsung tersadar dari lamunannya. Dadanya yang semula berdebar tak karuan kini mulai lebih tenang saat melihat wajah bocah yang ternyata bukan Clay tersebut."Adik kecil, apa yang sedang kamu lakukan di sini?" Evelyn menanyai bocah itu sambil berjongkok.Namun, bukannya menjawab bocah itu malah mendorongh Evelyn, lalu berlari keluar setelah menjulurkan lidah sambil meledek Evelyn."Hey, dasar anak nakal! Berani sekali mengganggu ibuku!" teriak Kelvin yang hendak mengejar bocah tersebut, tetapi berhasil Evelyn cegah."Biarkan saja! Jangan kejar bocah nakal itu!" larang Evelyn sambil sedikit meringis karena bokongnya sakit akibat terhempas ke lantai."Tapi anak itu sangat menyebalkan! Key harus membalasnya," protes Kelvin yang masih saja berusaha untuk mengejar meski t
"Surprise!" teriak beberapa orang di tengah kegelapan.Evelyn mendadak terkena serangan panik sampai saat gorden dibuka, membuat ruangan menjadi terang kembali."Evelyn ada apa denganmu?" tanya Merry yang saat itu turut memberi kejutan.Evelyn yang sedang terduduk di lantai dengan napas tak karuan itu seketika beranjak saat tahu jika yang berada di sana adalah orang-orang terdekatnya."Kak Evelyn akhir-akhir ini sering mengalami cemas berlebih, ia bisa ketakutan meski hanya dengan hal sepele," jelas Diana yang saat itu baru tiba.Mendadak semua mata tertuju pada Andi, karena dialah yang mencetuskan ide tersebut."A-aku tidak tahu soal itu." Andi langsung menghampiri Evelyn sambil berlari kecil, "maafkan aku, Kak."Evelyn yang sedang berusaha menenangkan diri itu hanya tersenyum."Hey, berani sekali menyentuh istriku," protes Sean saat melihat Andi menggenggam kedua tangan Evelyn.Andi langsung melepas tangannya dan sedikit menjauh dari istri sang atasan."Pak Sean saya minta maaf atas