Evelyn mengerutkan kening, sedikit bingung dengan ucapan Diana."Memang ada apa dengannya?" tanya Evelyn yang mendadak merasa cemas."Anak ini berubah sangat menakutkan, aku baru saja mengurungnya di kamar.""Lalu bagaimana dengan Kelvin?""Sedang menangis, sepertinya luka akibat cakaran temannya itu cukup menyakitkan," jelas Diana yang semula ragu untuk menceritakan hal tersebut."Kalau begitu tolong obati luka Kelvin dan tolong jaga dia karena aku tidak tahu sampai kapan akan berada di rumah sakit," pinta Evelyn dengan perasaan tak karuan."Bai, Kak," jawab Diana.Mendadak emosi Evelyn memuncak. Siapa sangka jika kedatangan ibu dan anak itu malah mendatangkan bencana di rumahnya.Karena Sean sudah berada di ruangan, Evelyn lantas menutup panggilan dan bergegas menuju tempat suaminya itu berada.Evelyn yang sedang diliputi rasa cemas itu lantas segera bergegas menuju ruangan tempat sang suami berada. Kakinya terasa lemas saat pertama kali menatap wajah Sean. Evelyn langsung berjalan
Evelyn ragu untuk menjawab terlebih baginya clay saat telah menakutkan. Entah kenapa saat bocah itu berbicara demikian, ia malah menjadi semakin yakin jika memang ada yang salah dengan Clay dan ibunya."Clay, kita bahas ini nanti. Demi kebaikanmu mari kita pergi ke dokter sebentar saja," ucap Evelyn seraya membelai lembut bocah tersebut.Clay yang semula terlihat menyeramkan mendadak terlihat seperti seekor anak kucing yang begitu penurut."Iya, Tante," jawab Clay dengan wajah yang terlihat sumringah.Akhirnya Evelyn pun bisa bernapas lega, hanya saja saat memikirkan tentang rumah sakit mendadak teringat kembali pada Sean."Tante tenang saja, Paman Sean pasti bisa bertahan," ucap Clay tiba-tiba.Evelyn langsung membelalak, merasa jika Clay semakin terlihat aneh. Hanya saja ia berusaha untuk tetap tenang mengingat yang ada di hadapannya hanyalah seorang anak kecil.Saat itu juga Evelyn mengajak Nicki dan juga Diana untuk kembali ke rumah sakit untuk mengantar Clay ke dokter. Meski lela
Evelyn berusaha untuk memikirkan cara yang paling aman untuk menghindari dari Clay. Dan pada akhirnya memilih untuk tetap diam dan mengoceh tidak jelas seolah ia sedang mengigau."Ibu, apa ini akan berhasil?" bisik Kelvin yang raut wajahnya menunjukan rasa takut begitu besar."Tenang saja, ibu yakin jika ini akan berhasil," bisik Evelyn yang bahkan tidak tahu jika Clay sudah pergi atau belum."Ibu, Key takut," bisik Kelvin seraya memeluk sang ibu.Meski saat itu sama sekali tidak terjadi apa-apa, tetapi Kelvin yang membayangkan Clay sedang berada di balik pintu seakan tak hentinya diliputi perasaan takut."Tenang saja, Ibu di sini," ucap Evelyn seraya memeluk Kelvin, "key, tidur saja. Clay sepertinya sudah pergi."Kelvin mengangguk pelan dan langsung memejamkan mata meski sedikit sulit untuk tidur karena terus memikirkan Clay. Sekilas terbesit rasa penyesalan di bocah itu karena telah membawa temannya ke rumah. Namun, ia sama sekali tidak paham jika yang sedang di rasakannya adalah se
Saat berada di luar, Evelyn yang malas jika nantinya malah disalahkan lagi langsung menelepon Diana saat itu juga."Iya, ada apa, Kak?" tanya Diana."Tolong antarkan Clay ke alamat yang akan kukirimkan nanti," titah Evelyn."Baik, Kak," jawab Diana tanpa banyak bertanya."Beri dia alasan apa saja yang masuk akal, aku sebenarnya sedikit tidak tega. Tapi mau bagaimana lagi, Kelvin begitu ketakutan melihat anak itu," jelas Evelyn."Iya, Kak," jawab Diana yang suaranya semakin pelan.Evelyn segera mematikan telepon karena berpikir jika Clay sepertinya sedang ada di dekat Diana."Kenapa semua jadi begini? Aku tidak pernah menyangka jika pertemuan Kelvin dengan temannya malah akan membawa masalah besar seperti ini," ucap Evelyn seraya menghela napas panjang.Penyesalan tak hentinya menghantui, saat itu seharusnya ia sudah bisa merasa bahagia, mengingat konflik di perusahaan telah selesai semua dan harta milik keluarga Winston sudah berhasil ia ambil alih. Tapi siapa sangka, masalah sepele m
Evelyn mengerutkan alis, sambil bertanya-tanya dalam hati."Ada apa?" tanya Evelyn yang pikirannya mendadak tidak karuan."Clay … dia menghilang, aku sudah mencarinya di sekitar rumah tapi dia tidak ada di mana-mana," jelas Diana.Jantung Evelyn mendadak berdegup kencang, tak menyangka jika akhirnya akan menjadi seperti ini."Bagaimana dengan lingkungan sekitar rumah? Apa kamu sudah mencari ke rumah-rumah tetangga?" Evelyn berusaha untuk berpikir jernih."Kami sudah mencarinya kak, tapi Clay benar-benar tidak ada di mana pun."Perasaan Evelyn semakin tak karuan, bagaimana mungkin seorang anak kecil bisa pergi dan tidak ditemukan di mana pun, terlebih, Clay hanya seorang anak berusia enam tahun. Ternyata, selain cemas Evelyn pun merasa takut, khawatir jika bocah itu malah tiba-tiba datang dan mengganggu Kelvin."Kalau begitu kamu tetap mencari di sekitar rumah saja, biar sisanya aku yang urus," titah Evelyn."Iya, Kak," jawab Diana.Evelyn langsung mematikan telepon, lalu menghela napa
Sean menyikap ketukan tersebut terlalu berlebihan, padahal untuk saat ini ia sama sekali tidak memiliki musuh yang harus diwaspadai. Sebaliknya, perasaan waspada itu muncul karena rasa cemas dan panik karena keadaan Evelyn yang menjadi stres akibat Clay."Ini saya, Tuan," ucap Diana dari balik pintu.Perasaan khawatir yang sebelumnya Sean rasakan mendadak mereda."Masuklah!" titah Sean.Saat itu Sean tak sengaja memandang Lukas sekilas, keduanya memiliki pertanyaan yang sama dalam benak. Apa yang tujuan Diana sampai mendatangi ruangan tempat Sean dirawat?Saat itu juga Diana bergegas masuk, wajahnya terlihat panik seperti ada sesuatu yang sedang terjadi."Ada apa? Kenapa wajahmu seperti itu?" tanya Sean yang mulai merasa tak enak hati."Masalah Kak Evelyn … " Diana seperti ragu untuk meneruskan kalimatnya. Sesekali ia menatap Sean dan kemudian di waktu lainnya berusaha membuang pandang menatap ke sembarang arah."Kenapa dengan Evelyn? Cepat katakan!" sesak Sean yang sudah tidak sabar
"Clay?" gumam Diana yang jantungnya seketika berdebar kencang.Diana benar-benar terkejut saat melihat anak kecil yang tampak seperti Clay saat dilihat dari belakang. Meski begitu, ia masih berusaha berpikir jernih dan segera menuju ke tempat anak kecil itu duduk."Permisi, boleh saya minta sausnya? Kebetulan yang di meja saya sudah habis," pinta Diana pada seorang perempuan tua yang duduk di dekat bocah mirip Clay."Oh, silakan. Kebetulan kami juga sudah tidak menggunakannya," sahut wanita tersebut.Saat hendak mengambil saus, Diana melirik, menatap wajah bocah itu sekilas dan setelahnya langsung merasa lega karena ternyata itu bukanlah Clay."Terima kasih, maaf mengganggu," ucap Diana yang segera berlalu pergi setalah mendapatkan sebotol saus.Saat itu Diana bergegas kembali menghampiri Evelyn yang terus membeku menatap bocah mirip Clay.Namun, baru saja hendak memberitahu kebenaran jika bocah itu bukanlah Clay, Diana malah harus dibuat terkejut karena mendadak Evelyn berlari ke ara
Evelyn berjalan tertatih, langkahnya terasa berat sekaligus ringan. Hal tersebut terjadi karena saat itu sedang berdiri seseorang yang begitu berharga baginya."Ayah," teriak Evelyn pada sang ayah yang saat itu sedang duduk di kursi roda.Ayah Evelyn hanya tersenyum menatap sang anak yang kini terlihat dalam keadaan baik-baik saja. Sebelumnya mereka hanya bertemu sebentar saat ia baru siuman dan saat itu mereka baru bertemu lagi setelah beberapa saat Evelyn disibukkan dengan urusannya."Evelyn, bagaimana kabarmu?" Edward menatap putrinya dengan penuh kerinduan."Baik, Ayah. Aku sangat senang melihat kondisi ayah sudah jauh lebih baik dibanding saat itu," ungkap Evelyn.Evelyn langsung menghampiri ayahnya dan memeluk dengan penuh kasih sayang."Ibu, kenapa tidak peluk Key juga?" Kelvin memanyunkan bibirnya.Evelyn tersenyum melihat tingkah Kelvin, lalu langsung memeluknya kemudian menciumi sang anak yang sangat ia rindukan."Ibu, apa kita akan pindah kemari?" tanya Kelvin yang tampak k