Evelyn melangkahkan kakinya menuju teras rumah kedua orang tuanya itu. Matanya nanar menatap sebuah bangunan yang memiliki begitu banyak kenangan itu.Sean langsung berlari menuju ke dalam rumah, hendak mencari keberadaan sang mertua."Evelyn, tetap berdiri di sana! Jangan ke mana-mana!" teriak Sean sambil berlari ke dalam rumah.Tatapan Evelyn kosong, ia terjatuh bersimpuh melihat pemandangan yang begitu menyedihkan. Sebuah rumah yang dipenuhi kenangan masa kecilnya itu sudah hancur tak karuan. Jendela pecah, pintu lepas dari tempatnya, bahkan dinding-dinding pun tak luput dari pengrusakan. Seseorang tampak dengan sengaja ingin menghancurkan tempat itu.Sedangkan Sean yang kini sudah berada di dalam terus mengecek setiap kamar satu persatu. Ia khawatir jika terjadi sesuatu pada sang mertua."Siapa yang melakukan ini?" gumam Sean sambil terus mengedarkan pandangan, mencari keberadaan sang mertua.Berulang Kali Sean mencari, tetapi tidak ada tanda-tanda kehidupan di rumah itu. Sehingga
Saat itu, Helen tampak seperti orang tak waras, tatapan matanya terlihat seperti bukan dia yang biasanya."Cepat pergi dari sini!" Evelyn berusaha mengusir ibu tirinya itu lagi.Bukannya pergi, Helen malah melangkah semakin jauh. Tatapan matanya tampak kosong meski tak berkedip memandang Evelyn.Perempuan tua itu mendadak tersenyum dan secara tiba-tiba berlari ke arah Evelyn, lalu menyambar leher istrinya Sean itu."Lepas! Apa kamu gila?" Sean berusaha melepaskan tangan Helen yang entah kenapa begitu kuat mencengkram leher Evelyn.Helen yang terlihat seperti orang gila itu malah tertawa dengan begitu kencang saat melihat Evelyn kesulitan bernapas. Pasien lain yang berada di ruangan tersebut lantas menjadi ketakutan dan beberapa perawat yang melihat kejadian tersebut langsung memanggil security.Merasa sudah tidak ada jalan keluar, Sean pun segera mendorong tubuh wanita tua itu sehingga membuat Evelyn ikut terjatuh ke lantai juga."Apa kamu baik-baik saja?" Sean berusaha membantu Evely
Kelvin terlihat gugup, bocah itu mendadak jadi pendiam dan tak berani menatap mata sang ibu."Kenapa diam saja?" Evelyn meninggikan suaranya.Namun hal itu tidak membuat Kelvin mau menjawab dan malah terus saja menunduk ketakutan.Merasa jika tidak akan mendapat jawaban dari Kelvin, Evelyn lantas mengambil ponselnya, lalu menelpon Diana."Datang ke kamarku sekarang!" titah Evelyn yang perasaannya sedang tidak karuan."Tenanglah, kita cari tahu dulu apa penyebabnya," ucap Sean yang sejak tadi hanya menyimak.Kepala Evelyn rasanya mau pecah, baru saja merasa bahagia mendengar kondisi sang ayah setelah sebelumnya sempat stres memikirkan kematian Helen, tetapi sekarang malah harus dihadapkan dengan kenyataan jika Kelvin sedang mengalami sesuatu yang membuat Evelyn merasa tidak enak hati."Kak …." Suara Diana terdengar beriringan dengan ketukan pintu."Masuk!" titah Evelyn sambil menahan emosi karena berpikir jika Diana begitu ceroboh dalam menjaga Kelvin.Diana langsung masuk begitu saja
"Menyebalkan kenapa dia ada di sini?" gumam Sean sambil memutar bola matanya.Lain dengan Kelvin yang tampak bahagia saat melihat temannya yang sebentar lagi akan ia ajak ke rumah."Apa Key punya teman lain? Sepertinya anak itu sedang asyik bermain, ayah tidak ingin mengusiknya," ungkap Sean yang sebenarnya malas untuk bertemu dengan perempuan dari bocah tersebut."Tenang saja Ayah, dia pasti lebih senang bermain dengan Key daripada main sendiri begitu," bantah Kelvin yang sejak tadi terus tersenyum memandangi temannya dari kejauhan.Sean menghela napas panjang, pada akhirnya ia tidak bisa berdalih lagi dan berakhir harus menuruti keinginan sang anak, jika tidak Evelyn mungkin akan murka.Sean segera memarkirkan mobilnya di area parkir dekat taman dan segera turun untuk menemani Kelvin menghampiri temannya."Clay!" teriak Kelvin.Bocah yang sedang bermain ayunan seorang diri itu seketika menoleh ke arah sumber suara. Wajahnya yang semula terlihat murung pun mendadak berubah girang saat
Sebelumnya Sean menghela napas terlebih dahulu saking cemas jika nantinya Evelyn sampai kesal atau malah marah padanya."Memang dia siapa? Kenapa kamu begitu sulit untuk mengatakannya?" timpal Evelyn yang kini menatap Sean dengan sinis."Bukan siapa-siapa, dia itu perempuan yang selalu mengejarku saat masih sekolah. Dia tidak waras dan aneh," jelas Sean.Evelyn terdiam, tidak tahu harus berkata apa. Terlebih ia merasa lucu saat melihat ekspresi Sean yang terlihat bergidik ngeri."Apa dia semenyeramkan itu?" tanya Evelyn seraya tersenyum miring."Ya, sangat mengerikan, sampai aku saja takut dibuatnya," sahut Sean.Mendengar ucapan Sean, Evelyn yang semula kesal pun mendadak tertawa geli."Jadi, kamu sudah tidak marah padaku, kan?" tanya Sean seraya meraih tangan Evelyn, lalu menggenggamnya."Tentu saja tidak, aku tidak mungkin marah tanpa alasan, apalagi kamu mau terbuka dan menceritakan semua," jawab Evelyn."Hanya saja, sekarang bagaimana caranya agar Kelvin tidak terus marah padaku?
Saat itu Evelyn segera mengajak Kelvin dan Clay menuju ke ruang bermain yang dipenuhi mainan. Kedua bocah itu tampak kegirangan saat pertama kali masuk ke kamar khusus bermain itu. Lain dengan ibunya Clay yang malah celingak-celinguk seperti sedang mencari sesuatu."Ada apa? Apa ada sesuatu yang aneh di rumah ini?" tanya Evelyn yang berusaha memancing ibunya Clay."Ah, tidak ada. Rumah ini sangat bagus dan besar. Ternyata selain tampan, Sean juga sangat kaya," ujar ibunya Clay sambil terkekeh.Evelyn mengerutkan alis, mendadak merasa ngeri sendiri melihat tingkah ibunya Clay yang sedikit aneh itu."Kita belum berkenalan, namaku Evelyn," ucapnya seraya menyodorkan tangan."Lisa," jawab ibunya Clay yang menjabat tangan Evelyn sekilas, lalu buru-buru melepasnya.Lisa tampak enggan menyentuh tangan Evelyn, wanita itu benar-benar terlihat aneh."Aku ingin ke toilet," ucap Lisa, tiba-tiba."Tinggal lurus ke depan." Evelyn menunjuk kamar mandi yang ada di ruang bermain Kelvin tersebut.Namun,
"Apa yang kau lakukan?" tanya Dave seraya mengepalkan tangan saking kesalnya.Namun, Lisa tak mengindahkan ucapan Dave dan segera berjalan mendekat ke arah pria yang sangat ia puja itu."Akhirnya kita bisa berduaan," ujar Lisa yang tak hentinya tersenyum menatap Sean.Sean terus berjalan mundur karena merasa ngeri dengan kegilaan Lisa. Ingin melawan tapi takut kelepasan menyakiti perempuan gila itu.Pada akhirnya ia segera mendorong Lisa agar cepat menjauh dan dengan sigap ia menuju ke pintu, hendak keluar. Namun siapa sangka jika ternyata saat itu Lisa sudah mencabut kunci pintu kamar dan melemparnya ke sembarang arah."Sean, kenapa kamu sangat ketakutan? Aku hanya ingin berduaan saja, tidak ingin memakanmu," ucap Lisa terkekeh.Saat itu, Sean yang semakin merasa ngeri lantas terus berusaha mendobrak pintu yang terbuat dari bahan-bahan berkualitas, pastinya akan sulit di dobrak."Sial, kenapa jadi begini? Aku malah terjebak sesuatu yang konyol seperti ini," uaje Sean yang masih berus
Evelyn mengerutkan kening, sedikit bingung dengan ucapan Diana."Memang ada apa dengannya?" tanya Evelyn yang mendadak merasa cemas."Anak ini berubah sangat menakutkan, aku baru saja mengurungnya di kamar.""Lalu bagaimana dengan Kelvin?""Sedang menangis, sepertinya luka akibat cakaran temannya itu cukup menyakitkan," jelas Diana yang semula ragu untuk menceritakan hal tersebut."Kalau begitu tolong obati luka Kelvin dan tolong jaga dia karena aku tidak tahu sampai kapan akan berada di rumah sakit," pinta Evelyn dengan perasaan tak karuan."Bai, Kak," jawab Diana.Mendadak emosi Evelyn memuncak. Siapa sangka jika kedatangan ibu dan anak itu malah mendatangkan bencana di rumahnya.Karena Sean sudah berada di ruangan, Evelyn lantas menutup panggilan dan bergegas menuju tempat suaminya itu berada.Evelyn yang sedang diliputi rasa cemas itu lantas segera bergegas menuju ruangan tempat sang suami berada. Kakinya terasa lemas saat pertama kali menatap wajah Sean. Evelyn langsung berjalan