"Menyebalkan kenapa dia ada di sini?" gumam Sean sambil memutar bola matanya.Lain dengan Kelvin yang tampak bahagia saat melihat temannya yang sebentar lagi akan ia ajak ke rumah."Apa Key punya teman lain? Sepertinya anak itu sedang asyik bermain, ayah tidak ingin mengusiknya," ungkap Sean yang sebenarnya malas untuk bertemu dengan perempuan dari bocah tersebut."Tenang saja Ayah, dia pasti lebih senang bermain dengan Key daripada main sendiri begitu," bantah Kelvin yang sejak tadi terus tersenyum memandangi temannya dari kejauhan.Sean menghela napas panjang, pada akhirnya ia tidak bisa berdalih lagi dan berakhir harus menuruti keinginan sang anak, jika tidak Evelyn mungkin akan murka.Sean segera memarkirkan mobilnya di area parkir dekat taman dan segera turun untuk menemani Kelvin menghampiri temannya."Clay!" teriak Kelvin.Bocah yang sedang bermain ayunan seorang diri itu seketika menoleh ke arah sumber suara. Wajahnya yang semula terlihat murung pun mendadak berubah girang saat
Sebelumnya Sean menghela napas terlebih dahulu saking cemas jika nantinya Evelyn sampai kesal atau malah marah padanya."Memang dia siapa? Kenapa kamu begitu sulit untuk mengatakannya?" timpal Evelyn yang kini menatap Sean dengan sinis."Bukan siapa-siapa, dia itu perempuan yang selalu mengejarku saat masih sekolah. Dia tidak waras dan aneh," jelas Sean.Evelyn terdiam, tidak tahu harus berkata apa. Terlebih ia merasa lucu saat melihat ekspresi Sean yang terlihat bergidik ngeri."Apa dia semenyeramkan itu?" tanya Evelyn seraya tersenyum miring."Ya, sangat mengerikan, sampai aku saja takut dibuatnya," sahut Sean.Mendengar ucapan Sean, Evelyn yang semula kesal pun mendadak tertawa geli."Jadi, kamu sudah tidak marah padaku, kan?" tanya Sean seraya meraih tangan Evelyn, lalu menggenggamnya."Tentu saja tidak, aku tidak mungkin marah tanpa alasan, apalagi kamu mau terbuka dan menceritakan semua," jawab Evelyn."Hanya saja, sekarang bagaimana caranya agar Kelvin tidak terus marah padaku?
Saat itu Evelyn segera mengajak Kelvin dan Clay menuju ke ruang bermain yang dipenuhi mainan. Kedua bocah itu tampak kegirangan saat pertama kali masuk ke kamar khusus bermain itu. Lain dengan ibunya Clay yang malah celingak-celinguk seperti sedang mencari sesuatu."Ada apa? Apa ada sesuatu yang aneh di rumah ini?" tanya Evelyn yang berusaha memancing ibunya Clay."Ah, tidak ada. Rumah ini sangat bagus dan besar. Ternyata selain tampan, Sean juga sangat kaya," ujar ibunya Clay sambil terkekeh.Evelyn mengerutkan alis, mendadak merasa ngeri sendiri melihat tingkah ibunya Clay yang sedikit aneh itu."Kita belum berkenalan, namaku Evelyn," ucapnya seraya menyodorkan tangan."Lisa," jawab ibunya Clay yang menjabat tangan Evelyn sekilas, lalu buru-buru melepasnya.Lisa tampak enggan menyentuh tangan Evelyn, wanita itu benar-benar terlihat aneh."Aku ingin ke toilet," ucap Lisa, tiba-tiba."Tinggal lurus ke depan." Evelyn menunjuk kamar mandi yang ada di ruang bermain Kelvin tersebut.Namun,
"Apa yang kau lakukan?" tanya Dave seraya mengepalkan tangan saking kesalnya.Namun, Lisa tak mengindahkan ucapan Dave dan segera berjalan mendekat ke arah pria yang sangat ia puja itu."Akhirnya kita bisa berduaan," ujar Lisa yang tak hentinya tersenyum menatap Sean.Sean terus berjalan mundur karena merasa ngeri dengan kegilaan Lisa. Ingin melawan tapi takut kelepasan menyakiti perempuan gila itu.Pada akhirnya ia segera mendorong Lisa agar cepat menjauh dan dengan sigap ia menuju ke pintu, hendak keluar. Namun siapa sangka jika ternyata saat itu Lisa sudah mencabut kunci pintu kamar dan melemparnya ke sembarang arah."Sean, kenapa kamu sangat ketakutan? Aku hanya ingin berduaan saja, tidak ingin memakanmu," ucap Lisa terkekeh.Saat itu, Sean yang semakin merasa ngeri lantas terus berusaha mendobrak pintu yang terbuat dari bahan-bahan berkualitas, pastinya akan sulit di dobrak."Sial, kenapa jadi begini? Aku malah terjebak sesuatu yang konyol seperti ini," uaje Sean yang masih berus
Evelyn mengerutkan kening, sedikit bingung dengan ucapan Diana."Memang ada apa dengannya?" tanya Evelyn yang mendadak merasa cemas."Anak ini berubah sangat menakutkan, aku baru saja mengurungnya di kamar.""Lalu bagaimana dengan Kelvin?""Sedang menangis, sepertinya luka akibat cakaran temannya itu cukup menyakitkan," jelas Diana yang semula ragu untuk menceritakan hal tersebut."Kalau begitu tolong obati luka Kelvin dan tolong jaga dia karena aku tidak tahu sampai kapan akan berada di rumah sakit," pinta Evelyn dengan perasaan tak karuan."Bai, Kak," jawab Diana.Mendadak emosi Evelyn memuncak. Siapa sangka jika kedatangan ibu dan anak itu malah mendatangkan bencana di rumahnya.Karena Sean sudah berada di ruangan, Evelyn lantas menutup panggilan dan bergegas menuju tempat suaminya itu berada.Evelyn yang sedang diliputi rasa cemas itu lantas segera bergegas menuju ruangan tempat sang suami berada. Kakinya terasa lemas saat pertama kali menatap wajah Sean. Evelyn langsung berjalan
Evelyn ragu untuk menjawab terlebih baginya clay saat telah menakutkan. Entah kenapa saat bocah itu berbicara demikian, ia malah menjadi semakin yakin jika memang ada yang salah dengan Clay dan ibunya."Clay, kita bahas ini nanti. Demi kebaikanmu mari kita pergi ke dokter sebentar saja," ucap Evelyn seraya membelai lembut bocah tersebut.Clay yang semula terlihat menyeramkan mendadak terlihat seperti seekor anak kucing yang begitu penurut."Iya, Tante," jawab Clay dengan wajah yang terlihat sumringah.Akhirnya Evelyn pun bisa bernapas lega, hanya saja saat memikirkan tentang rumah sakit mendadak teringat kembali pada Sean."Tante tenang saja, Paman Sean pasti bisa bertahan," ucap Clay tiba-tiba.Evelyn langsung membelalak, merasa jika Clay semakin terlihat aneh. Hanya saja ia berusaha untuk tetap tenang mengingat yang ada di hadapannya hanyalah seorang anak kecil.Saat itu juga Evelyn mengajak Nicki dan juga Diana untuk kembali ke rumah sakit untuk mengantar Clay ke dokter. Meski lela
Evelyn berusaha untuk memikirkan cara yang paling aman untuk menghindari dari Clay. Dan pada akhirnya memilih untuk tetap diam dan mengoceh tidak jelas seolah ia sedang mengigau."Ibu, apa ini akan berhasil?" bisik Kelvin yang raut wajahnya menunjukan rasa takut begitu besar."Tenang saja, ibu yakin jika ini akan berhasil," bisik Evelyn yang bahkan tidak tahu jika Clay sudah pergi atau belum."Ibu, Key takut," bisik Kelvin seraya memeluk sang ibu.Meski saat itu sama sekali tidak terjadi apa-apa, tetapi Kelvin yang membayangkan Clay sedang berada di balik pintu seakan tak hentinya diliputi perasaan takut."Tenang saja, Ibu di sini," ucap Evelyn seraya memeluk Kelvin, "key, tidur saja. Clay sepertinya sudah pergi."Kelvin mengangguk pelan dan langsung memejamkan mata meski sedikit sulit untuk tidur karena terus memikirkan Clay. Sekilas terbesit rasa penyesalan di bocah itu karena telah membawa temannya ke rumah. Namun, ia sama sekali tidak paham jika yang sedang di rasakannya adalah se
Saat berada di luar, Evelyn yang malas jika nantinya malah disalahkan lagi langsung menelepon Diana saat itu juga."Iya, ada apa, Kak?" tanya Diana."Tolong antarkan Clay ke alamat yang akan kukirimkan nanti," titah Evelyn."Baik, Kak," jawab Diana tanpa banyak bertanya."Beri dia alasan apa saja yang masuk akal, aku sebenarnya sedikit tidak tega. Tapi mau bagaimana lagi, Kelvin begitu ketakutan melihat anak itu," jelas Evelyn."Iya, Kak," jawab Diana yang suaranya semakin pelan.Evelyn segera mematikan telepon karena berpikir jika Clay sepertinya sedang ada di dekat Diana."Kenapa semua jadi begini? Aku tidak pernah menyangka jika pertemuan Kelvin dengan temannya malah akan membawa masalah besar seperti ini," ucap Evelyn seraya menghela napas panjang.Penyesalan tak hentinya menghantui, saat itu seharusnya ia sudah bisa merasa bahagia, mengingat konflik di perusahaan telah selesai semua dan harta milik keluarga Winston sudah berhasil ia ambil alih. Tapi siapa sangka, masalah sepele m